• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Deskripsi Hasil Penelitian dan Pembahasan

2. Keluarga kedua

Keluarga ini sudah beberapa kali tinggal di PSP YSS. Sekarang ini tinggal di PSP YSS karena kembali dari transmigrasi membuat tidak memiliki tempat tinggal dan juga karena alasan anaknya yang masih berumur 2 tahun yang merasa kasihan jika harus tidur di jalanan.

Pekerjaan PY sebagai tukang becak. Pekerjaan ini sudah digeluti selama hampir 15 tahun. Pertama kali bekerja membecak adalah pada saat di Solo. PY memilih menjadi tukang becak di Yogyakarta karena menurutnya pekerjaan menjadi tukang becak lebih banyak menghasilkan uang jika di Yogyakarta dari pada di Solo. Menurut PY bekerja di jaman sekarang ini lebih sulit dari pada jaman dahulu. Bekerja seharian belum tentu bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup, ini dikatakan oleh PY, “...sekarang ini mau beli makan saja sulit.”(PY M18). PY merasa bahwa perlu adanya penghasilan tetap dalam bekerja. Penghasilan tetap sebagai tukang becak membutuhkan pelanggan tetap. Pelanggan tetap berguna dalam mengalokasikan keuangan keluarga. PY mengatakan bahwa mendapatkan pelanggan tetap dengan cara

selalu bekerja ditempat yang sama dan yang terutama adalah ramah terhadap para pelanggan.

BY adalah istri PY yang berkerja sebagai pengamen. BY biasanya mengamen

bersama anaknya. Sebelum mengalami masalah garukan dengan SATPOL PP, BY

bekerja sebagai pengamen di perempatan lampu merah Jalan Magelang. Masalah garukan membuat anaknya menjadi tidak mau lagi jika diajak mengamen ke perempatan lampu merah. Anaknya selalu ingat kejadian garukan di lampu merah setiap kali diajak untuk mengamen disana. Kejadian mengalami garukan merupakan kejadian yang menakutkan buat anaknya. BY mengungkapkan, “...Pokoknya nangis, teriak-teriak sambil menendang-nendang. Paling hanya satu atau dua lampu merah, sudah nangis Bela nya. Terkadang baru sampai lampu merah sudah nangis...”(BY F(23-26)) Anaknya akan meronta-ronta dan menjerit-jerit sambil menangis setiap kali diajak mengamen di perempatan lampu merah.

PY dan BY mengalami problem dalam berkehidupan bertetangga dengan Mas Agus. Problem ini berawal dari meminjam uang yang dilakukan oleh Mas Agus terhadap PY. Beberapa kali meminjam masih dikembalikan tepat waktu, tetapi lama kelamaan mulai tidak tepat waktu. Konflik memuncak pada saat BY sepulang dari mengamen dan baru saja sampai di depan pintu dan sedang mencari kunci tiba-tiba Mas Agus menghampiri untuk meminjam uang. BY tidak dapat memberikan uang yang akan diberikan karena dia baru saja pulang dan belum menghitung hasil yang didapat dari bekerja. Hal ini ditanggapi oleh Mas Agus dengan marah sambil mengomentari kalau BY adalah pelit. BY tidak membalas komentar Mas Agus karena

dapat mempersulit masalah. Menurut PY setelah kejadian dengan istrinya (BY) itu Mas Agus mulai mendiamkan PY sekeluarga. Ternyata tidak sekedar tidak bertegur sapa, Mas Agus mulai menyebarkan isu untuk menjelek-jelekan keluarga PY sehingga PY tidak memiliki teman dan terkucil. Ini membuat PY tersingkir diantara warga RT. PY menjadi bulan-bulanan hinaan Mas Agus dimata warga RT. Konflik PY dengan Mas Agus diperkeruh dengan ketahuannya Mas Agus memberikan semen yang dimiliki ke PSP YSS kepada pihak RT tanpa meminta ijin kepada pengurus PSP YSS. Mas Agus menuduh bahwa PY yang melaporkan perbuatannya tersebut. Mas Agus marah kepada PY sehingga hampir terjadi perkelahian dengan menggunakan senjata tajam. PY ditarik oleh istrinya ke dalam rumah agar tidak merespon perkelahian tersebut. PY merasa bahwa perlu menelpon koordinator PSP YSS agar menjadi penengah dalam menghadapi permasalahannya dengan Mas Agus. PY semakin membenci Mas Agus. PY pernah mengungkapkan kepada koordinator PSP YSS bahwa jika terjadi permasalahan dan perkelahian dengan Mas Agus kembali, PY siap untuk berkelahi sampai mati. Hal ini muncul karena PY sudah terlalu benci dan marah terhadap Mas Agus. PY pernah memiliki niatan untuk membalas perbuatan Mas Agus dengan menceritakan kepada teman-temanya. Niat PY ini dicegah oleh koordinator PSP YSS. Selang beberapa lama setelah kejadian PY mengakui bahwa saat itu memang pikirannya sedang kacau. Setelah kejadian dengan Mas Agus karena dituduh melaporkan semen, PY semakin dibenci oleh warga sekitar karena dirinya dianggap cari muka dimata koordinator PSP YSS. Ini membuatnya semakin terpojok.

PY dimarahai oleh warga sekitar yang termakan oleh isu yang dibuat oleh Mas Agus tetapi dirinya memilih diam dalam menanggapi kemarahan para warga sekitar.

Bella merupakan anak angkat dari PY dan BY. Pernah terjadi konflik antara PY dan BY dengan keluarga kandung dari Bella. Ternyata masalah dengan orang tua kandung Bella tidak berhenti sampai orangtua kandung mempercayakan anak mereka kepada PY dan BY. Kejadian tersebut meninggalkan masalah. Orang tua kandung Bella masih menuntut dengan selalu meminta uang kepada PY dengan menggunakan segala macam alasan, “...Dahulu itu sering minta duit dan sering saya kasih. Antara 50 ribu sampai 100 ribu Yang terakhir itu minta duit...”(PY Z(5-6)) Masalah ini menyebabkan terjadinya konflik interpersonal antara PY dengan keluarga kandung Bella. PY selalu memberikan uang yang diminta oleh orang tua kandung Bella, walaupun sebenarnya PY merasa berat hati untuk memberikan uang kepada orang tua kandung Bella. PY merasa berat hati karena masih harus memenuhi kebutuhan sehari-hari dari Bella. Konflik interpersonal ini dapat diselesaikan dengan meminta tolong Bu Sum (Pengurus PSP YSS) dan Bu Sum mengajak PY dan BY beserta orang kandung Bella untuk menyelesaikan ini dengan membuat surat perjanjian di Kelurahan Bumijo, “....Terus ngajak dia ke kantor menemui Bu Sum. Saya minta tolong Bu Sum buat perjanjian biar gak minta duit terus. Terus sama Bu Sum diajak ke Keluraha Bumijo.” (PY Z(11-14)).

Hubungan rumah tangga PY dan BY tidaklah selamanya damai. Pernah terjadi permasalahan dalam kehidupan pernikahan mereka. PY pernah marah kepada istrinya (BY) karena anaknya tiba-tiba sakit. PY mengalami kebingungan melihat

anaknya sakit. PY menyalahkan istrinya karena membawa anak dalam bekerja. PY telah berkali-kali menegur istrinya (BY) untuk tidak membawa anaknya bekerja tetapi tidak didengarkan. Menurut PY istrinya (BY) tidak betah untuk menganggur. Anak sakit ketika BY pulang kerja dan dilanjutkan melayat. BY merasa juga kebingungan melihat anaknya tiba-tiba sakit. Akhirnya anak mereka dibawa ke rumah sakit dengan dibantu oleh ibu pendeta. Bagi BY ini akibat dirinya tidak mendengarkan suaminya (PY) yang menegur untuk tidak membawa anaknya kerja. BY pernah ditegur oleh suaminya (PY) bahwa kalau kerja jangan sampai sore hari karena kasihan anak mereka. BY terkadang tidak mendengarkan apa yang menjadi teguran suaminya (PY). BY tidak mendengar teguran suaminya (PY) karena dia sekarang mengamen di kampung-kampung. BY bekerja sampai sore karena dia tidak sadar bahwa jarak yang ditempuhnya sudah sangat jauh dengan rumah. Ini juga diungkapkan oleh BY, “...karena tidak tahu jalannya, pokoknya masuk terus ke dalam kampung. Keluar-keluar ternyata sudah jauh banget dari jalan besar. Jadinya terpaksa jalan buat ke jalan besar...”(BY S(7-10)). BY lebih memilih bekerja jika memang keadaan anaknya sehat.

Bisa transmigrasi kembali adalah harapan dari PY dan BY. Sebenarnya PY dan BY telah 3 kali mengikuti transmigrasi dan semuanya mengalami kegagalan. Transmigrasi yang menurut PY paling berhasil dia rasakan adalah di daerah Ternate. Keadaan mengharuskan PY memilih untuk kembali ke Jawa karena terjadinya kerusuhan SARA di tempat mereka transmigrasi. Transmigrasi merupakan harapan bagi PY dan BY agar dapat memiliki rumah. PY merasa transimigrasi demi masa

depan yang lebih baik. PY berpikir kemungkinkan untuk memiliki tempat tinggal di Jawa. Program menabung yang dimiliki PSP YSS, bagi PY merupakan alternatif solusi selain transmigrasi. Pada dasarnya PY berharap bahwa memiliki lahan yang nantinya demi modal masa depan anaknya. Ini terlihat dari pemikiran PY, ”... masa depan buat anak itu tidak ada. Jadinya tidak dapat beli tanah kalau bekerja di sini”(PY Y(2-4)). BY pun berpendapat sama, “...ya buat Bela, buat saya, ya juga buat bapak. Pokoknya pinginnya, satu-satunya jalan adalah transmigrasi.”(BY

I(10-12)) karena di Jawa tidak memiliki apa-apa maka transmigrasi adalah harapannya

demi masa depan yang lebih baik. Permasalahan PY dan BY terletak pada daerah transmigrasi yang ditawarkan oleh pemerintah terkadang tidak sesuai dengan apa yang menjadi harapan mereka.

Problem terberat yang dialami oleh PY dan BY adalah pengalaman berkonflik dengan Mas Agus. Berkonflik dengan Mas Agus bukanlah pengalaman yang sebentar yang dialami oleh PY dan BY. PY cenderung untuk berusaha bersikap tidak desktruktif walaupun pernah berpikir untuk membalas perilaku Mas Agus karena sudah memiliki rasa benci. Adapun pemikiran untuk membalas dendam terhadap Mas Agus dan tidak dilakukan tetapi PY lebih memilih untuk tidak desktruktif dan terprovokasi dengan apa yang diperbuat Mas Agus. PY memilih diam saja agar tidak memperkeruh keadaan. Hal ini terlihat saat Mas Agus yang membuat isu-isu negatif terhadap PY dihadapan warga RT juga ditanggapi diam. Hal ini ditunjukkan PY, “...Gak ada yang benar isu-isunya. Saya mending diam saja.”(BY M(22-23)) ini dikarenakan PY sadar betul bahwa warga RT dihasut oleh Mas Agus. PY lebih

memilih diam saat hampir terjadi perkelahian dengan Mas Agus. Ini karena PY memikirkan keadaan anak jika terjadi perkelahian dengan Mas Agus. Selain itu PY juga menelpon koordinator PSP YSS dengan tujuan agar ada yang menjadi penengah dalam menyelesaikan masalah dirinya dengan Mas Agus. Hal ini menunjukkan bahwa PY cenderung memiliki pandangan yang sehat dalam menghadapi konflik karena PY bersikap bahwa konflik yang dialami harus diselesaikan dan bukan sebagai malapetaka. Sikap diam juga dilakukan oleh BY yang juga banyak memilih diam dan tidak merespon apa yang diperbuat Mas Agus terhadap dirinya. BY merasa bahwa jika menanggapi Mas Agus, permasalahan yang terjadi semakin tidak jelas. Ini diungkapkan PY melalui pernyataan, “...Biar Agus ngoceh-ngoceh kalau dia mau saya dengarkan kalau tidak mau ya saya diam saja....”(BY N(5-7)) Pada saat terpojok dengan isu-isu yang dibuat Mas Agus di mata warga RT, BY tetap memilih diam dan tidak memperkeruh keadaan. BY, “...maunya frater Vincent saya tinggal pindah ke rumah yang di sebelah sana, tapi saya tidak mau. Yang penting saya tetap bisa cari makan...”(BY M(26-28)), karena bagi PY bukan menghindari masalah dengan Mas Agus tetapi mencari uang untuk mecukupi kebutuhan keluarga. Inilah sikap BY dalam memandang konflik dengan sikap yang positif dan tidak takut menghadapi konflik.

Dokumen terkait