• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Deskripsi Hasil Penelitian dan Pembahasan

3. Keluarga ketiga

PP dan BP pertama kali masuk di PSP YSS karena membutuhkan tempat tinggal. Usaha yang di Temanggung bangkut. Ini yang membuat mereka memutuskan

untuk meminta ijin bertempat tinggal di PSP YSS. Mereka berharap bekerja di Yogyakarta dapat memperbaiki keadaan ekonomi keluarga.

BP berharap dapat berkerja berjualan makanan di Yogyakarta. Harapan ini sampai sekarang belumlah berhasil. BP mengalami banyak halangan dalam memulai usahanya berjualan. BP pernah usaha jualan es kelapa muda dan angkringan. BP memulai usaha angkringan dekat terminal Condongcatur, tetapi usaha ini tidak begitu berhasil. BP harus menutup usahanya karena kehabisan modal. Dari penuturan BP modal yang dimiliki habis karena, “...Memang yang pada utang banyak. Kalau rokok itu khan untungnya hanya sedikit. Untungnya hanya ambil dari perbatang. Rokok utang, makanannya punya Pak Kisno. Banyak utangan, aku jadinya nombok modal terus...” Modal yang dimiliki BP habis karena masalah piutang yang tak terbayar. BP

menambahkan, “....Para pengamen itu, kalau ambil rokok itu dalam keadaan teler.

Jadinya pada lupa. Bukan lupa sebenernya tapi ngelupain...”. BP mengalami kesulitan dalam menagih hutang ke para pengamen karena mereka berhutang pada saat mabuk dan mereka sengaja melupakan hutang. Setelah usaha angkringan BP tutup, kemudian berjualan es kelapa muda. Usaha kelapa mudanya yang dibuat BP juga tidak berhasil. BP merasa jengkel karena suaminya tidak mau membantu dirinya berjualan es kelapa muda. BP berusaha memancing-mancing suaminya (PP) untuk membuka usaha yang lainnya lagi. BP tidak mendapatkan jawaban dari suaminya (PP) tentang pancingannya membuat usaha lagi. Pancingan BP yang tidak direspon oleh suaminya ditegaskan oleh BP dalam perkataannya, “...Mancing-mancing Pak Pon buat usaha lagi tapi belum ada jawaban. Dia hanya bilang kalau yang penting

dia kerja.” Harapan usaha BP untuk dapat berjualan lagi tidak terdukung oleh suaminya. BP merasa bahwa, “memang PP kalo usaha itu, ndak jalan begitu tho, dia ndak telaten katanya. Terus nyampe sini dan sekarang itu. Makanya sampe sekarang bilang kalau usaha kadang-kadang belom butuh...”. Tidak ada dukungan dari suaminya ini ditambahkaan lagi oleh BP melalui ucapannya, “namanya orang sehat. Ya maunya khan lebih maju. Saya juga ga punya momongan,masak nganggur di rumah. Tapi memang Pak Pon belum mendukung aja.” Akhirnya BP memutuskan untuk tidak bekerja dahulu karena tidak mendapat dukungan suami (PP). Ini dilakukan agar suaminya (PP) rajin bekerja. Ini terungkap dalam perkataan BP, “saya khan seandainya pak Pon mayeng, saya tidak pergi ya, mau makan apa tidak khan silahkan pak Pon aja. Kalo saya usaha pak Pon di rumah terus mendingan saya tidak usah usaha dulu. Pak Pon biar tanggungjawab. (tertawa)...” Suaminya (PP) menjadi rajin bekerja karena sebelumnya BP mengungkapkan kemarahannya, “Saya sebenarnya tidak mau ngikut kesini. Kamu aja ngajak saya kesini. Terus PP kadang-kadang bilang, ga usah salah-salahan kamu sendirinya juga mau kesini. Saya sebenernya tidak mau tapi kamu suka maksa saya. Saya khan bilangnya tetep gitu terus, tho. Jadinya pa Pon sekarang itu...sekarang jadi rajin mayeng itu. Itu mungkin karena takut saya aja. klo saya ngomel-ngomel...” BP marah karena dirinya tidak terdukung oleh suaminya (PP) untuk berjualan lagi dengan melihat suaminya yang tidak telaten berjualan dan dirinya merasa terpaksa tinggal di PSP YSS.

PP dan BP sudah tinggal 9-10 bulan dan selama itu selalu saja berganti pekerjaan. Usaha berjualan yang selama ini dijalani bersama istrinya (BP) dirasakan

PP kurang pas untuk keadaan saat ini. Keadaan kurang pas karena kondisi keuangan yang menipis, seperti yang diungkapkan PP sebagai berikut, “...Kondisi saya begini. Keadaan duitnya juga lagi sulit. Jika usaha dagang, iya kalau langsung dalam proses sukses kalau tidak? Bingung lagi.” PP pernah mengalami pekerjaan sebagai pengamen, tukang becak, usaha dagang makanan dan minuman dan pemulung. Mayeng (pemulung) adalah pekerjaan yang paling disukainya. Hal ini terungkap melalui perkataannya, “lah karena cocok dengan sifat kita. Karena maunya netral dan bebas, tapi tidak mau terikat. Dengan mayeng itu tidak ada yang mengikat. Kalau sekarang mau berangkat kerja juga bisa. Tanpa terikat waktu.” PP bekerja mayeng karena pekerjaan ini tidak membutuhkan modal uang untuk memulai usaha.

Selama bekerja mayeng membuat PP belajar untuk mengetahui barang-barang bekas

seperti apa yang berguna dan bisa dijual, “...Disamping itu dengan mayeng kita mau mempelajari barang-barang bekas yang laku dijual. Kok kenapa kok semua barang bekas bisa laku? Kayak kertas itu, bisa lain-lain harganya tergantung jenisnya. Kayak kertas ada putihan, ada duplex, ada arsip.” PP merasa ini pekerjaan yang akan digeluti sekarang sampai akhirnya terkumpul modal untuk memulai usaha baru yang cocok, seperti yang diungkapkan PP sebagai berikut, “...Yang penting punya modal dan ngumpulin modal. Saya masih punya gerobak dan sepeda. Kalau gerobak digabungin dengan sepeda saya masih bisa jualan lagi. Caranya mencari usaha yang cocok itu belum dapat, istilahnya caranya ngeker belom pas.”

BP dan PP memiliki konflik interpersonal yang berbeda. PP memiliki konflik interpersonal dengan Mas Agus. Konflik ini berasal dari isu yang dibuat oleh Mas

Agus mengenai istrinya (BP) yang ada intim dengan bos istrinya (BP) saat berjualan angkringan. Hal ini diungkapkan PP sebagai berikut “...Digosipin kalau si mbaknya ini, istri saya sering pulang malam. Ada intim anak buah sama bosnya, Pak Kisno itu lho.” Konflik ini berlangsung lama, seperti yang diungkapkan PP “Hmm..itu lama. Proses sama dia itu lama. Dia terus pengaruhi orang-orang kampung. Tapi ternyata orang kampung bisa mengerti saya. Biarkan Pak Pon itu, karena memang tidak ada yang terbukti omongannya Mas Agus...” Isu yang dibuat oleh Mas Agus ini tidak terbukti karena warga RT tidak percaya dengan isu yang dibuat oleh Mas Agus. PP lebih memilih menghindar dengan Mas Agus saat berkonflik dan tinggal di

Condongcatur, “...Kayak masalah sedikit dengan Mas Agus itu saya lebih baik

menghindar dan tinggal di jalan di Condongcatur. Ibaratnya saya mending menghindar dan tidak pulang” PP merasa lebih baik menghindar karena dari pada terjadi bentrokan dengan Mas Agus yang tidak membawa untung. Sedangkan BP memilliki konflik interpersonal dengan tetangga yang lain, yaitu Bu Udin. Konflik dengan Bu Udin berawal dari masalah perbedaan pendapat tentang masalah kotoran burung yang ada di sumur. Konflik ini berakibat BP didiamkan oleh Bu udin selama 2 bulan, “...mending-mending dah ada air. Langsung diamin saya selama 2 bulan. (tertawa).” Masalah ini pun berlangsung sampai dengan sekarang dengan saling mendiamkan dan tidak bertegur sapa.

Selama berdinamika di PSS YSS, baik PP maupun BP terjadi konlfik dengan pihak pengurus PSP YSS. BP sendiri tidak suka dengan cara yang dilakukan oleh Mas Leo yang merupakan relawan PSP YSS. Konflik antara BP dengan Mas Leo

berawal dari isu keintiman BP dengan Pak Kisno. Mas Leo melihat bahwa BP sering diantar oleh Pak Kisno dan BP beralasan kalau Pak Kisno mengantar dirinya karena BP meminta tolong ke Pak Kisno. BP meminta tolong Pak Kisno mengantar karena suaminya sendiri (PP) tidak mau mengantar dirinya berjualan. Mas Leo menawarkan alternatif jalan keluar bagi BP dengan menyewa becak untuk mengantarnya bekerja. Alternatif ini dibantah oleh BP. BP mengatakan, “...Lho mas Leo, saya dari pada jualan es muda itu dapatnya belom mesti, tho. Belom mesti dapat untung. Dah becak 10 ribu dulu berangkatnya, nanti pulangnya 10 ribu lagi. Khan jadinya 20 ribu.” Ini dibantah oleh BP karena jika dirinya menyewa becak maka dirinya belum pasti mendapatkan untung. Selain itu BP memiliki konflik dengan Koordinator PSP YSS, karena sering pulang malam. BP sering pulang malam karena harus berjualan angkringan. Hal ini diungkapkan oleh BP, “ya saat pulang malam itu yang menegur memang hanya frater doang, tapi ya memang kenyataannya jualan angkringan di Condongcatur.” PP sendiri memiliki beberapa konflik dengan pihak pengurus YSS. konflik yang pertama adalah konflik dengan Bu Sumini. PP merasa Bu Sumini terlalu menekan dirinya dalam hal menabung. PP juga berpendapat bahwa tabungan yang telah ditabung ditempat Bu Sumini itu sulit untuk diambil. Ini diutarakan PP sebagai berikut, .”...Yang penting kewajiban menabung sudah terpenuhi. Menabung jangan banyak-banyak juga mengingat kalau mengambil duit di Mbak Sum agak susah.” Konflik yang kedua adalah antara PP dengan koordinator PSP YSS. PP merasa ada ganjalan dengan cara koordinator PSP YSS dalam memperlakukan dirinya. Koordinator PSS YSS terkadang memaksakan kapada dirinya dengan kata-kata yang

keterlaluan. PP sebenarnya berharap koordinator PSP YSS dapat memaklumi dirinya jika tidak dapat memenuhi apa yang diminta oleh koordinator PSP YSS.

PP pernah mengalami problem dalam dunia pekerjaan. Kejadian ini pada saat PP bekerja mayeng di sekitar suatu pom bensin dan diusir oleh keamanan pom bensin tersebut. PP merasa jengkel dengan cara yang dilakukan oleh pihak keamanan dengan mengusirnya. PP merasa jengkel dan karena di pom bensin tersebut tidak ada tulisan “ pemulung dilarang masuk”. PP menjadi jengkel karena dianggap sebagai pencuri saja, seperti yang diungkapkan oleh PP, “...Itu yang terkadang buat jengkel. Ga ada tulisan dilarang masuk, tahu-tahu ga boleh masuk. Kayak orang mau mencuri saja...”

BP pernah berniat untuk pisah dengan PP. Ini dikarenakan BP merasa suaminya tidak bertanggungjawab untuk menghidupi dirinya dengan bekerja dan sering memarahi dirinya. BP pernah berpikir bahwa suatu ketika dirinya itu dipukul oleh suaminya jika sedang marah karena dengan BP dupukul oleh suaminya maka memiliki alasan untuk berpisah dengan suaminya.

Problem terberat yang dialami oleh BP dan PP adalah problem pekerjaan. PP melihat pekerjaan adalah cara mengumpulkan modal yang dapat digunakan untuk membuka usaha baru. Realitas PP berganti pekerjaan selama 9-10 karena dirinya merasa belum cocok dengan pekerjaan yang dijalaninya. Ini menyebabkan PP selalu

kehabisan modal untuk memulai bekerja kembali Pekerjaan mayeng merupakan

pekerjaan yang dianggapnya cocok saat ini. Pekerjaan mayeng bagi PP adalah

memerlukan modal uang. Pekerjaan mayeng merupakan cara PP untuk mengumpulkan modal. PP berpendapat bahwa, “...Yang penting punya modal dan ngumpulin modal...” Walaupun hanya mayeng tetapi mengajarkan bahwa barang-barang bekas masih tetap ada harganya. PP merasa penting bahwa perlu untuk mengerti harga barang-barang bekas. Ini menunjukkan kecenderungan sikap PP dalam menghadapi problem modal yaitu dengan belajar dari pekerjaannya dan mencoba bertekun pada pekerjaannya. Ini menunjukkan kecenderungan sikap positif PP dalam menghadapi problem terberat dan melihat konflik sebagai suatu tantangan yang dapat diselesaikan. Problem terberat yang mereka alami adalah pekerjaan, tetapi BP memiliki cara pandang berbeda dengan suaminya (PP) dalam melihat problem. Bagi BP problem terberatnya adalah pekerjaan, tetapi lebih ke menemukan usaha yang tepat karena selama ini berkali-kali gagal dalam usaha dagangnya. BP masih berniat untuk usaha dagang lagi. BP pernah memancing suaminya (PP) untuk membuka usaha lagi, tetapi suaminya (PP) tidak merespon pancingan BP. Sikap BP dalam menghadapi ini dengan memutuskan untuk tidak bekerja dan membuka usaha baru agar suaminya rajin bekerja. BP bersikap seperti ini terhadap suaminya (PP) dengan tujuan agar suaminya tidak terbiasa untuk malas. Sikap yang dibangun BP ini merupakan sikap yang cenderung tidak desktruktif. Sikap BP cenderung untuk membangun kesejateraan keluarga dan kemajuan bersama di keluarganya.

Dokumen terkait