• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Defenisi Kebisingan

2.3.8. Keluhan Pendengaran

Keluhan pendengaran adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan.

No Gradasi Parameter

1 Norma Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6 m) 2 Sedang Kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak > 1,5 m 3 Menengah Kesulitan dalam percakapan keras mulai jarak > 1,5 m

4 Berat Kesulitan dalam percakapan keras/teriak mulai jarak >1,5 m 5 Tuli total Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasih Sumber : Buchari, 2007

2.3.8.1.Ketulian

Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara (speech discrimination) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekuensi tinggi dapat menyebabkan kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinitus merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu ketajaman pendengaran dan konsentrasi. Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising (noise induced hearing loss) adalah :

a. Bersifat sensorineural b. Hampir selalu bilateral

c. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat (profound hearing loss) derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB.

d. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang signifikan.

e. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekuensi 3000, 4000 dan 6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekuensi 4000 Hz.

f. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekuensi 3000, 4000 dan 6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10-15 tahun.

Selain pengaruh terhadap pendengaran (auditori), bising yang berlebihan juga mempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi bicara, gangguan konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang terjadi.

Derajat ketulian menuru ISO adalah : (Buchari, 2007) 1. Jika peningkatan ambang batas antara 0-<25 normal. 2. Jika peningkatan ambang batas antara 26-40 tuli ringan. 3. Jika peningkatan ambang batas antara 41-60 tuli sedang. 4. Jika peningkatan ambang batas antara 61-90 tuli berat. 5. Jika peningkatan ambang batas antara >9 tuli sangat berat.

2.3.8.2.Tinitus

Tinitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengarkan bunyi tanpa ada rangsangan bunyi dari luar. Keluhan ini dapat berupa bunyi mendengung, menderu, mendesis, atau berbagai macam bunyi yang lain.

Tinitus dapat dibagi atas 2, yaitu :

a. Tinitus obyektif, bila suara tersebut dapat juga didengar oleh pemeriksa atau dengan auskultasi di sekitar telinga. Tinitus obyektif bersifat vibritorik, berasal dari transmisi vibrasi sistem vaskuler atau kardoivaskuler di sekitar telinga.

b. Tinitus subjektif, bila suara tersebut hanya didengar oleh pasien sendiri, jenis ini sering terjadi. Tinitus subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh proses iritatif atau perubahan degeneratif traktus auditorius mulai dari sel-sel rambut getar koklea sampai pusat saraf pendengar (Husnul, 2009).

2.3.8.2.1.Patofisiologi Tinitus

Pada tinitus terjadi aktifitas elektrik pada area auditorius yang menimbulkan perasaan adanya bunyi, namun implus yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal yang ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber implus abnormal di dalam tubuh pasien sendiri.

Implus abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah, seperti bergemuruh atau nada tinggi, seperti berdengung. Tinitus dapat terus menerus atau hilang timbul terdengar.

Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut (tinitus pulsasi).

Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar, otitis media, otosklerosis, dan lain-lain.

Tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa gangguan pendengaran merupakan gejala dini yang penting pada tumor glomus jugulare. Tinitus objektif sering ditimbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus objektif, seperti tuba eustachius terbuka, sehingga ketika bernafas membran timpani bergerak dan terrjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta otot-otot palatum dapat menimbulkan tinitus objektif.

Bila ada gangguan vaskuler di telinga tengah, seperti tumor karotis (carotid-body tumour), maka suara aliran darah akan mengakibatkan tinitus juga. Pada tuli sensorineural, biasanya timbul tinitus subjektif nada tinggi (sekitar 4000 Hz). Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomysin, dehidro-streptomysin, garamysin, digitalis, kanamysin, dapat terjadi tinitus nada tinggi, terus menerus atau hilang timbul.

Pada hipertensi endolimfatik seperti penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada rendah dan tinggi, sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Ganguan ini disertai dengan tuli sensorineural dan vertigo.

Gangguan vaskuler koklea terminalis yang terjadi pada pasien yang stres akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi, hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus atau gangguan tersebut akan hilang bila keadaannya sudah kembali normal.

2.3.8.3.Vertigo

Vertigo atau yang disebut juga dizziness, giddiness, dan lightheadedness adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit.

Vertigo adalah perasaan olah penderita bergerak atau berputar, atau seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Hal ini bisa berlangsung beberapa menit, sampai beberapa jam, bahkan hari. Penderita vertigo merasa lebih baik jika berbaring diam, namun demikian serangan vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali.

Gejala-gejala vertigo meliputi : 1. Pusing

2. Kepala terasa ringan 3. Rasa terapung, terayun 4. Mual

5. Keringat dingin 6. Pucat

7. Muntah

8. Sempoyongan waktu berdiri atau berjalan 9. Nistagmus

Gejala-gejala di atas dapat diperhebat dengan berubahnya posisi kepala. Secara garis besar, vertigo ada dua, yaitu vertigo perifer dan vertigo sentral.

a. Vertigo Perifer

Vertigo perifer (peripheral vertigo) disebabkan oleh disfungsi struktur perifer hingga ke batang otak (brain stem).

b. Vertigo Sentral

Vertigo sentral (central vertigo) melibatkan proses penyakit yang mempengaruhi batang otak (brain stem) atau cerebellum.

Perbadaan vertigo perifer dengan vertigo sentral :

1. Vertigo perifer beronset akut (waktunya singkat atau serangannya cepat terjadi), sedangkan vertigo sentral beronset kronis atau perlahan (gradual). Dengan kata lain,

durasi gejala pada vertigo perifer terjadi dalam hitungan menit, harian, mingguan, namun berulang (recurrent).

2. Penyebab umum vertigo perifer adalah infeksi (labyrinthitis), neuronitis, iskemia, trauma, toksin. Penyabab umum vertigo senterl adalah vaskuler, demyelinating, neoplasma.

3. Intensitas vertigo perifer sedang hingga berat, sedangkan vertigo sentral ringan hingga sedang.

4. Mual (nausea) dan muntah (vomiting) umumnya terjadi pada vertigo perifer dan jarang terjadi pada vertigo sentral.

5. Vertigo perifer umumnya berhubungan dengan posisi (positionally related), sedangkan vertigo sentral jarang berhubungan dengan posisi.

6. Kehilangan pendengaran (hearing loss) hingga ketulian umumnya terjadi pada vertigo perifer dan jarang terjadi pada vertigo sentral.

7. Tinitus (telinga berdenging) sering kali menyertai vertigo perifer. Pada vertigo sentral, biasanya tidak disertai tinitus.

8. Pada vertigo perifer tidak ada defisit neurologis. Defisit neurologis umumnya terjadipada vertigo sentral.

Tingkat kebisingan yang membahayakan daya dengar di tempat kerja tergantung pada tingkat kebisingan tertentu dan berapa lama pekerja terpapar terhadap kebisingan setiap hari (Alfaris, 2008).

Pengaruh-pengaruh dari kebisingan antara lain : a. Gangguan

Menurut WHO, kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki. Besarnya gangguan bergantung pada jenis dan intensitas suara kebisingan. Pada umumnya kebisingan bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi yang terputus-putus atau yang datangnya secara tiba-tiba dan tidak terduga. Pengaruh kebisingan akan sangat teras apabila sumber kebisingan tersebut tidak diketahui.

b. Komunikasi dengan pembicara

Resiko potensial pada pendengaran terjadi, apabila komunikasi dengan pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan komunikasi semacam itu dapat menyebabkan gangguan pada pekerja atau bahkan mengakibatkan kesalahan dan kecelakaan kerja terutama pada pekerja baru.

Pengaruh pada komunikasi percakapan dapat dipastikan dengan cara mengukur rata-rata intensitas oktaf-oktaf diantara 600-1200; 1200-1400; dan 2400-4800 Hz. Nilai yang dihasilkan disebut tingkat gangguan pembicaraan (speech interference level).

c. Efek pada pekerjaan

Kebisingan dapat mengganggu konsentrasi pekerja pada pekerjaannya, terutama suara yang bernada tinggi, karena dapat menimbulkan reaksi psikologis dan kelelahan. Pada

pekerja yang lebih banyak menggunakan otak, kebisingan sebaiknya ditekan serendah mungkin.

d. Reaksi masyarakat

Apabila kebisingan akibat suara proses produksi sudah demikian hebatnya, pengaruhnya pasti sangat besar. Masyarakat sekitarpun pasti mengajukan protes dan menentut agar kegiatan produksi tersebut segera dihentikan (Chandra, 2007).

Telah diuraikan sebelumnya bahwa lingkungan dan kondisi kerja yang tidak sehat merupakan beban tambahan kerja bagi karyawan atau tenaga kerja. Sebaliknya lingkungan yang higienis disamping tidak menjadi beban tambahan, juga meningkatkan gairah dan motivasi kerja (Notoatmodjo, 2003).

2.3.8.5. Pengendalian Kebisingan

Kebisingan dapat dikendalikan dengan berbagai cara (Chandra, 2007). Dikenal beberapa cara pengendalian kebisingan yaitu :

a. Mengurangi vibrasi sumber kebisingan, berarti mengurangi tingkat kebisingan yang dikeluarkan sumbernya

b. Menutupi sumber suara

c. Melemahkan kebisingan dengan bahan penyerap suara atau peredam suara d. Menghalingi merambatnya suara (penghalang)

e. Melindungi ruang tempat manusia atau makhluk lainnya berada dari suara f. Melindungi telinga dari suara (Doelle, 1993)

Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB. Tetapi penggunaan tutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja,

karena terasa risih adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya, dan akhirnya mau memakainya (Notoatmodjo, 2003)

Dokumen terkait