• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa

2. Pembelajaran matematika masih didominasi guru yang menekankan kepada ingatan, berpikir konvergen, dan penggunaan rumus dalam penyelesaian masalah.

3. Siswa sulit menerapkan materi yang dipelajari kedalam soal dengan langkah berbeda karena siswa terbiasa dengan penyelesaian soal yang bersifat prosedural.

4. Untuk mengetahui dan melatih kemampuan berpikir kreatif siswa khususnya dalam pemebelajaran matematika, perlu dicari model pembelajaran yang sesuai untuk melatih kemampuan tersebut.

C. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan model Simplex Basadur

lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan model konvensional?

2. Bagaimana kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Simplex Basadur dan model konvensional?

D. Batasan Masalah

Untuk menghindari perluasan masalah yang dikaji dalam penelitian ini, maka masalah penelitian ini dibatasi yaitu sebagai berikut:

1. Pelaksanaan kegiatan proses pembelajaran matematika pada materi bangun datar di Mts Al-Asiyah Cibinong kelas VII Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.

2. Penelitian ini hanya dibatasi pada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Simplex Basadur dan yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

3. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dibatasi pada aspek kelancaran

(fluency) yaitu kemampuan siswa untuk mengemukakan banyak ide atau gagasan, keluwesan (flexibility) yaitu kemampuan untuk menggunakan beberapa cara dalam menyajikan suatu penyelsaian soal matematika, dan orisinil (originality) yaitu kemampuan siswa untuk membuat strategi yang bersifat unik atau yang tidak biasa dalam menyelesaikan masalah matematika.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk membandingkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Simplex Basadur dengan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional.

2. Untuk menganalisis kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Simplex Basadur dan siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional.

9

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, diantaranya adalah:

1. Bagi guru, hasil penelitian dapat menambah wawasan pengetahuan tentang pembelajaran dengan model Simplex Basadur yang penerapannya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam proses pembelajaran.

2. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran Simplex Basadur terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik siswa.

3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi pembaca untuk diteliti dan dikembangkan lebih lanjut.

10

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Deskripsi Teoritik

Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah-istilah dalam teori pendukung yang digunakan, seperti pengertian matematika, berpikir, berpikir kreatif, masalah dan pemecahan masalah, creative problem solving dan Simplex Basadur. Lebih lanjut akan diuraikan sebagai berikut:

1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis a. Pengertian matematika

Matematika merupakan ilmu yang penting dalam kehidupan. Banyak permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang tidak terlepas dari ilmu matematika, contohnya perdagangan yang membutuhkan konsep berhitung, ukuran, keuntungan maksimum dll. Pengertian matematika tidaklah mudah didefinisikan, karena banyaknya fungsi dan peranan yang dimiliki matematika terhadap ilmu-ilmu lainnya.

Rusefendi menjelaskan bahwa matematika lebih menekankan pada kegiatan dalam dunia rasio, bukan melalui hasil eksperimen atau observasi, matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran.1 Ahli lain, James dan James mendefinisikan matematika sebagai ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.2 Pengertian tersebut menunjukan bahwa matematika berawal dari pengalaman manusia dalam kehidupan sehari-hari yang diolah melaui proses penalaran secara analisis dan sintesis sehingga membentuk sebuah ide tentang konsep matematika. Berbeda dengan yang dikatakan Reys dkk bahwa matematika merupakan suatu telaah tentang pola dan hubungan, suatu bentuk pola berpikir, suatu seni,

1

Erman Suharman dkk..Common Text Book: Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : JICA UPI .2001). h.18.

2 Ibid.

11

suatu bahasa dan suatu alat.3 Lebih lanjut Johnson dan Rising dalam bukunya mengatakan bahwa matematika merupakan suatu pola berpikir, pola mengorganisasikan konsep, pembuktian yang logis.4 Ini menunjukkan bahwa matematika dipandang sebagai suatu pola berpikir seseorang dalam memunculkan ide yang membutuhkan logika. Matematika terbentuk dari hasil pemikiran seseorang melalui ide-ide yang dimunculkannya, kemudian tumbuh dan berkembang melalui proses berpikir yang didasari oleh sebuah logika seseorang. Berdasarkan uraian beberapa pendapat-pendapat di atas, matematika didefinisikan sebagai suatu ilmu yang terbentuk berdasarkan proses pola berpikir seseorang untuk memunculkan suatu ide yang digunakan dalam penyelesaian masalah dalam kehidupan sehari-hari.

b. Pengertian berpikir

Akal merupakan anugrah yang telah diberikan oleh Tuhan kepada manusia agar menjadi makhluk yang mulia yang dapat digunakan secara maksimal untuk berpikir. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berpikir berasal dari kata dasar pikir yang berarti akal budi, ingatan, angan-angan, sedangkan berpikir berarti menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang dalam ingatan.5

Menurut Peter, berpikir merupakan sebuah proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending).6 Proses mengingat dan mamahami lebih bersifat pasif dari pada berpikir. Mengingat hanya melibatkan usaha penyimpan terhadap sesuatu yang pernah dialami, tetapi kegiatan dalam proses berpikir menyebabkan seseorang memahami sesuatu informasi lebih jauh dari yang pernah diterimanya, misalkan mencari dan menemukan solusi baru dari sebuah masalah. Sama halnya dengan Peter, Ruggierro yang mengartikan bahwa berpikir merupakan sebagai sesuatu aktivitas

3 Ibid., h. 19 4 Ibid., h. 92 – 95. 5

Kamus besar Bahasa Indonesia. http://kbbi.web.id/pikir. 6

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Stadar Pross Pendidikan, (Jakarta: Prenda Media Group, 2009), cet 6, h.230.

mental seseorang untuk membantu memformulasikan atau memecahkan masalah, membuat suatu keputusan atau memenuhi hasrat keingintahuan (full a desire tu understand).7 Lebih lanjut, Gilmer mendefinsikan bahwa “berpikir merupakan suatu pemecahan masalah dan proses penggunaan gagasan atau lambang-lambang pengganti suatu aktivitas yang tampak secara fisik”.8

Ini menunjukkan, proses berpikir seseorang ditandai dengan adanya sebuah abstraksi. Melalui berpikir, manusia menggunakan akalnya untuk membuat sebuah gagasan dalam memecahkan masalah dengan mengumpamaan suatu masalah pada sesuatu yang dilihat di sekitarnya.

Berdasarkan pengertian di atas, berpikir merupakan suatu aktivitas mental seseorang dengan menggunakan akalnya untuk membuat suatu keputusan, dengan menimbang-nimbang kemunginan dalam pemecahan masalah ataupun rasa keingintahuan ( full a desire to understand ) dalam membuat sebuah keputusan. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir. Keterampilan berpikir sangat diperhatikan dalam proses pembelajaran di Indonesia, terutama dalam pembelajaran matematika. Dalam aktivitas pembelajaran, pola berpikir seseorang dapat dibedakan menjadi dua yaitu kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking) dan kemampuan berpikir tingkat rendah (low order thinking).

c. Berpikir Kreatif Matematis

Pembelajaran matematika membutuhkan aktivitas berpikir, oleh karena itu penggunaan kegiatan otak kanan dan kiri sangatlah diperlukan untuk mengembangkan kreativisas anak. Berbagai definisi berbeda terkandung dalam pengertian tentang istilah kreativitas dan berpikir kreatif. Menurut Supardi dalam kreatif mengandung pengertian memiliki daya cipta, mampu merealisasikan ide-ide dan perasaannya sehingga tercipta sebuah komposisi dengan warna dan

7

Tatag Yulio, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan Dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif (Surabaya: Unesa University press, 2008) h.13.

8

13

nuansa baru.9 Pada dasarnya seseorang mengartikan bahwa kreatif itu menciptakan sesuatu hal baru yang sebelumnya belum pernah ada, tetapi pengertian kreatif di atas menunjukkan bahwa dalam kreatif tidak hanya dimaknai membuat hal-hal yang baru, tetapi dapat mengubah dan menggabungkan sesuatu hal yang sudah ada menjadi lebih bermakna.

National Advisory Commite on Creative and Cultural Education

(NACCCE) mendefinisikan kreativitas sebagai kegiatan imaginative untuk mendapatkan karya yang original dan bernilai, yang dalam proses pembelajaran terdapat empat karakteristik dari seorang siswa yang memiliki kreativitas yaitu :

1. Melibatkan berpikir imaginative. 2. Memiliki tujuan yang jelas. 3. Menghasilkan karya yang orisinil.

4. Karya yang dihasilkan memiliki nilai (value). 10

Berbeda dengan pendapat di atas, Rhodes mendefinisikan kreativitas dalam empat dimensi yang dikenal dengan istilah Four P’s of Creativity atau empat p dalam kreativitas yaitu: Person, Product, Process, dan Press.11 Pertama kreativitas diangggap sebagai person (pribadi) menggambarkan setiap individu mempunyai potensi pemikiran yang unik. Kedua kreativitas sebagai dimensi

product (hasil) merupakan hasil kreasi yang asli, baru,dan lebih bermakna. Ketiga kreativitas dalam dimensi process merefleksikan keterampilan seseorang dalam berpikir yang meliputi kelancaran (fluency), fleksibilitas (flexibility), originalitas (originality) dan elaborasi (elaboration). Keempat, definisi kreativitas sebagai

press (pendorong) yaitu kondisi internal maupun eksternal yang mendorong munculnya kreatif pada seseorang. Berdasarkan pendapat di atas, kreativitas ditinjau dari dimensi proses sebagai keterampilan dalam proses berpikir yaitu berpikir kreatif.

9

Supardi, “Peran Berpikir Kreatif Dalam Proses Pembelajaran Matematika”. Jurnal Formatif, Vol. 2, No. 3, 2012. h. 225.

10

Aryadi wijaya, Pendidikan Matematika Realistik ,(Yogyakarta: Graha Ilmu,2012), cet I h.56.

11

Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), Cet 3, h. 20-22.

Terdapat beberapa ahli yang mendefinisikan berpikir kreatif dengan cara pandang berbeda antara lain: Johnson yang mengatakan bahwa berpikir kreatif mengisyaratkan ketekunan, kedisiplinan seseorang yang melibatakan aktifitas-aktisitas mental seperti mengajukan pertanyaan, mempertimbangkan informasi-informasi baru atau ide yang tidak biasa dengan pikiran terbuka, membuat-hubungan-hubungan dan menerapkan imajinasi pada situasi yang membangkitkan ide baru dan berbeda.12 Sama halnya dengan pendapat di atas, Krulik dan Rudnick menjelaskan berpikir kreatif merupakan pemikiran yang asli dan reflektif dengan melibatkan sintesis ide-ide, membangun ide-ide baru dan menghasilkan produk yang baru.13

Berpikir kreatif dalam matematika lebih mengarah kepada definisi berpikir kreatif secara umum tetapi lebih menekankan kepada proses memunculkan ide dari pada produk atau hasil. Penhoken mengemukakan bahwa berpikir kreatif matematik dapat diartikan sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi seseorang tetapi masih dalam kesadaran.14 Berpikir logis dalam berpikir kreatif dipandang sebagai kemampuan seseorang dalam menarik dan memberikan kesimpulan yang sah sesuai logika dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya yang dimiliki.15 Berpikir divergen dalam berpikir kreatif matematis menurut Munandar lebih mengarah kepada kemampuan seseorang berdasarkan data atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah yang penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. 16 Pengertian ini menunjukkan bahwa ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam pemecahan masalah, pemikiran divergen menghasilkan banyak ide, tetapi ide tersebut harus didasarkan kepada logika yang terarah dengan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.

12

La Moma, “Menumbuhkan Kemapuan Berpikir Keatif Matematis Melalui Pembelajaran Generative Siswa SMP”, Prosiding Seminar Nasional Penddikan Matematika FMIPA UNY, Yogyakarta, 10 November 2012, h. 506.

13

Tatag Yuli Eko op. cit. h. 21

14

Ibid. h. 20. 15

Ibid. h. 13

16

S.C Utami munandar, Mengembangkan Bakat Dan Kreativitas Anak Sekolah (Jakarta: Gramedia 1999) Cet ke 3. h. 48.

15

Menurut Tall, berpikir kreatif matematika diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah dan perkembangan berpikir pada struktur-struktur dengan memperhatikan aturan penalaran dan hubungan dari konsep-konsep yang dihasilkan untuk mengintegrasikan pokok penting dalam matematika.17 Berbeda dengan pendapat di atas, Singh mengatakan bahwa berpikir kreatif metematik merupakan suatu proses dari perumusan hipotesis mengenai penyebab dan mempengaruhi dalam situasi matematis, menguji hipotesis, membuat modifikasi-modifikasi dan mengkomunikaskan hasil akhirnya.18 Beberapa pendapat di atas mempunyai sebuah kesamaan pendapat yaitu kemampuan berpikir kreatif dapat dilihat dari keragaman dan banyaknya ide yang dimunculkan dalam proses pemecahan masalah.

Seorang siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif selalu mempunyai rasa ingin tahu, ingin mencoba-coba, memunculkan suatu ide dan gagasan baru dalam memecahkan masalah matematika. Untuk mengidentifikasi kemampuan berpikir kreatif metematis, terdapat beberapa ahli yang mengungkapkan indikator-indikator kemampuan berpikir kreatif. Menurut Williams ciri-ciri seseorang memiliki kemampuan berpikir kreatif yaitu: 19

1. Kefasihan, yaitu kemampuan untu menghasilkan pemikiran gagasan atau pertanyan dalam jumlah yang banyak.

2. Fleksibilitas, yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak macam pikiran, dan mudah berpindah dari jenis pemikiran tertentu pada jenis pemikiran lainya.

3. Orisinalitas, yaitu kemampuan untuk berpikir dengan cara baru atau dengan ungkapan yang unik dan kemampuan untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran yang tidak lazim dari pemikiran yang jelas diketahui. 4. Elaborasi, yaitu kemampuan untuk menambah atau memperinci hal-hal

yang detil dari suatu obyek, gagasan, atau situasi.

17

La Moma, op. cit. h. 509.

18

Ibid.

19

Berdasarkan kognisi dan proses berpikir, Munandar memperjelas beberapa karakteristik siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif pada proses pembelajaran yaitu :20

1. Keterampilan berpikir lancar

- Mencetuskan banyak gagasan, penyelesaian masalah atau pertanyaan. - Memberikan banyak saran untuk melakukan berbagai hal.

- Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. 2. Keterampilan berpikir luwes

- Menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi. - Dapat melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda beda. - Mencari banyak alternative atau arah yang berbeda – beda. - Mampu merubah cara pendekatan atau cara pemikiran. 3. Keterampilan berpikir orisinil.

- Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik.

- Memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri.

- Mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur.

4. Keterampilan memperinci.

- Mampu mengembangkan dan memperkaya suatu gagasan atau produk.. - Menambahkan atau memperinci detil dari suatu obyek, gagasan atau

situasi sehingga menjadi lebih menarik.

Dari beberapa definisi di atas tentang kemampuan berpkir kreatif matematis yang dikemukakan para ahli, maka dapat dirumuskan definisi secara operasional bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis merupakan kemampuan seseorang berpikir secara logis untuk menghasilkan gagasan atau ide dalam menyelesaikan suatu masalah matematika secara lancar, fleksibel dan orisinil. Dengan demikian berpikir kreatif matematis dalam pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai proses berpikir secara logis yang menunjukan kemampuan siswa dalam :

20

17

o Berpikir lancar (fluence) yaitu kemampuan siswa untuk mengemukakan banyak ide atau gagasan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki.

o Berpikir fleksibel (flexibility) yaitu kemampuan siswa untuk menggunakan beberapa cara dalam menyajikan suatu penyelsaian soal matematika dengan konsep yang dipahaminya.

o Berpikir orisinil (original) yaitu kemampuan siswa untuk membuat strategi yang bersifat unik atau yang tidak biasa dalam menyelesaikan masalah matematika.

2. Model Pembelajaran Simpex Basadur. a. Masalah dan Pemecahan Masalah

Pembelajaran matematika di sekolah dasar maupun tingkat menengah tidak akan terlepas dengan masalah dan pemecahan masalah. Menurut Blum dan

Niss masalah adalah “Situasi atau keadaan yang di dalamnya terdapat pertanyaan terbuka (open question) yang menantang seseorang secara inelektual ingin segera

menjawab pertanyaan tersebut dengan metode yang dimilikinya”.21

Suatu soal dapat dikatakan sebagai masalah dalam matematika adalah soal yang mendorong siswa untuk melakukan proses berpikir tanpa adanya contoh penyelesaian yang telah diajarkan oleh guru sebelumnya.

Ini menunjukkan bahwa makna masalah dalam proses pembelajaran berbeda dengan soal latihan. Pada soal latihan, siswa mengetahui dengan tepat langkah dan rumus yang digunakan dalam menyelesaikannya, karena terlihat dengan jelas konsep hubungannya dengan yang telah dicontohkan pada latihan, sedangkan dalam masalah, siswa belum mengetahui langkah dan strategi apa yang harus digunakan untuk menyelsaikannya sehingga siswa merasa semangat dan tertantang untuk menggunakan segenap pemikirannya dalam memilih srategi pemecahan dan memprosesnya hingga didapatkan sebuah solusi.

Untuk membedakannya masalah terbagi menjadi dua yaitu masalah rutin dan masalah tidak rutin. 22 Soal rutin hanya mencakup aplikasi suatu prosedur

21

Eny Susiana, “IDEAL Problem Solving Dalam Pembelajaran Matematika”, Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif: Vol.1, No.2,2010, h.74.

22

matematika yang sama atau mirip dengan hal yang baru dipelajari, sedangkan soal tidak rutin diperlukan suatu pemikiran kreatif dan produktif yang lebih mendalam untuk sampai pada prosedur yang benar, maka dalam menyelesaikan masalah tidak rutin tersebut diperlukan sebuah pembelajran pemecahan masalah.

Pemecahan masalah merupakan bagian penting dalam kurikulum matematika karena dalam prosesnya memungkinkan siswa memperoleh pengalaman dalam menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Gagne mengemukakan ada tujuh tingkatan tipe belajar dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi yaitu : signal learning, stimulus response learning, chaining verbal association, discrimination learning, concept learning, rule learning dan problem solving. 23 Teori belajar tersebut menjelaskan bahwa problem solving

atau pemecahan masalah merupakan tipe belajar yang yang paling tinggi dibandingkan tipe belajar yang lain. Dalam memecahkan suatu masalah keberhasilan merupakan tujuan yang ingin dicapai. Jika keberhasilan tersebut belum diraih, seseorang akan berusaha memunculkan ide dan cara lain untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Cooney et all menjelaskan bahwa: “the action by which a teacher encourages students to accept a challenging question and guides them in their resolution”.24

Ini menunjukkan bahwa pembelajaran pemecahan masalah merupakan suatu tindakan yang dilakukan guru agar siswanya termotivasi untuk menerima tantangan yang terdapat pada soal dan guru mengarahkan siswa pada proses pemecahan masalahnya. Dengan demikian Pemecahan masalah merupakan salah satu cara untuk mendorong siswa berpikir secara kreatif untuk menemukan ide pemecahan masalah.

b. Creative Problem Solving.

Creative problem solving (CPS) berasal dari kata creative, problem dan

solving. Creative artinya ide-ide baru dan unik dalam mengkreasi solusi serta mempunyai nilai dan relevan, problem artinya suatu situasi yang memberikan

23

Ibid, h. 83 24

19

tantangan, kesempatan, yang saling berkaitan, sedangkan solving artinya merencanakan suatu cara untuk menjawab dari suatu problem.25 Dalam arti-arti kata tersebut menunjukan bahwa di dalam CPS terdapat sebuah proses penyelesaian masalah dengan memunculkan ide serta cara yang tidak biasa digunakan siswa dalam solusi penyelsaiannya.

Menurut Karen L. Pepkin Model pembelajaran Creative Problem Solving

(CPS) adalah “Suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan

keterampilan”.26

Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan banyak alternatif pemecahan masalah untuk mengembangkan tanggapannya, tidak hanya dengan menghapal tetapi tanpa dipikir (secara spontan) dengan teknik kreatif.

Peran seorang pendidik dalam pembelajaran creative problem solving

yaitu sebagai fasilitator dengan memberikan kemudahan bagi siswa dalam proses pembelajaran, sebagai motivator guru berperan memotivasi peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran, serta sebagai dinamisator guru memberikan rangsangan dalam mencari, menentukan, dan menentukan informasi dalam pemecahan masalah baik secara individu maupun secara kelompok.27

Osborn yang pertama kali memperkenalkan struktur creative problem solving sebagai metode menyelsaikan masalah secara kreatif. Menurutnya creative problem solving terdiri dari enam langkah yaitu : Objective finding, Fact finding, Problem finding, Idea finding, Solution finding, dan Acceptance finding. 28

Ada beberapa ahli yang mengembangkan proses kreatif dalam pembelajaran pemecahan masalah. Salah satunya adalah Treffinger yang terdiri dari 3 tahap yaitu Understanding the problem yang terdiri dari menentukan

25

Mitchell E, Kowalik, Thomas, Creative Problem Solving, (Genigraphics Inc: 1999), Cet ke-3, p. 4

26

.Isti Zaharah, “Meningkatkan Kemampuan Penjumlaan Bilangan 1-20 Melalui Model Pembelajaran Creative Problem Solving Dengan Video Compact Disk Pada Anak Tunarwungu”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus, Vol.1, No.2, 2012 h.204.

27

Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2009), h. 201

28

Miftaul Huda, Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran (Yogyakarta :pustaka pelajar,2013) h. 298.

tujuan, menggali data, dan merumuskan masalah. Generating idea, Planning for action yang terdiri dari mengembangkan sousi dan membangun penerimaan.29 Selain itu Wallas juga mengemukakan langkah-langkah proses mengembangkan kreativitas yang meliputi tahap persiapan, inkubasi, iluminasi dan verifikasi.30

c. Simplex Basadur

Dr. Min Basadur pada tahun 1994 memperkenalkan Simplex Model dalam bukunya “Simplex: a flight to creativity” sebagai salah satu model pemecahan masalah kreatif yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan meningkatkan keterampilan proses dalam memecahkan masalah. Simplex Basadur

merupakan pengembangan dan elaborasi dari model Creative Problem Solving

yang dikemukakan oleh Osborn. Menurut definisi :

Basadur’s simplex model is a cyclic process in three distinct phase and eight steps. In each step, there is a moment for active divergence, when individuals or groups produce as many ideas or options they can find. 31

Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa Basadur Simplex adalah proses siklus dalam tiga tahap yang berbeda yang terperinci dalam delapan langkah. Dalam setiap langkah terdapat kegiatan yang menuntut siswa aktif berpikir divergen, ketika individu atau kelompok menghasilkan banyak ide atau pilihan yang mereka dapat temukan. Menurut Stenberg pemecahan masalah terlihat sebagai sebuah siklus karna pada dasarnya solusi dari suatu masalah akan mengenalkan pada masalah yang baru.32 Tahapan dalam pembelajaran Simplex Basadur memperlihatkan proses cirkular dengan langkah yang sistematis dan kreatif dalam menerapkan solusi permasalahan.

Dalam setiap langkah pemecahan masalah Simplex Basadur memiliki tujuan untuk menutun siswa dalam menyelesaikan permasalahan dengan berpikir

29

Ibid., h. 318-319. 30

Utami Munandar, op. cit. h. 21.

31

Fernando Souse, Discussion Papers : Spatial And Organizational Dynamics (University Of Algarve, 2008), Ed. 1, p.33.

32Claudette M. Peterson, “Creative Problem Solving Style And Learning Strategis Of

Managenemnt Student: Implication For Teaching, Learning And Work”. Thesis of Oklahoma State

Dokumen terkait