• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kajian Teori

5. Kemampuan Berpikir Kritis

Menurut Webster’s New Encyclopedic All New Edition 1994, “kritis” (critical) adalah “Using or involving careful judgement” sehingga “berpikir kritis” dapat diartikan sebagai berpikir yang membutuhkan kecermatan dalam membuat keputusan. Pengertian yang lain diberikan oleh Ennis (Yunarti, 2011: 27), “berpikir kritis adalah berpikir yang masuk akal, reflektif, dan difokuskan pada pengambilan keputusan. Dengan kata lain, pengambilan keputusan diambil setelah dilakukan refleksi dan evaluasi.”

27 Berpikir kritis merupakan salah satu tahapan berpikir tingkat tinggi. Sugiarto (Zahra, 2011: 19) mengategorikan proses berpikir kompleks atau berpikir tingkat tinggi ke dalam empat kelompok yang meliputi pemecahan masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision making), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative thinking). Berpikir kritis diperlukan dalam kehidupan di masyarakat karena dalam kehidupan di masyarakat manusia selalu dihadapkan pada permasalahan yang memerlukan pemecahan. Untuk memecahkan suatu permasalahan tentu dibutuhkan data-data agar dapat dibuat keputusan yang logis dan untuk membuat suatu keputusan yang tepat, diperlukan kemampuan berpikir kritis yang baik.

Oleh karena begitu pentingnya, berpikir kritis pada umumnya dianggap sebagai tujuan utama dari pembelajaran. Watson dan Glaser (Apriyanti, 2011: 41) mengemukakan, “Selain itu berpikir kritis memainkan peranan yang penting dalam banyak macam pekerjaan, khususnya pekerjaan-pekerjaan yang memer-lukan ketelitian dan berpikir analitis.” Pendapat tersebut sesuai pula dengan tujuan pembelajaran matematika dijenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah seperti tertuang baik dalam Kurikulum 2004 maupun Kurikulum 2006 yang bertujuan agar siswa dapat menggunakan matematika sebagai cara bernalar (berpikir logis, berpikir kritis, sistematis, dan objektif) yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, baik masalah dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

Menurut Krulik dan Rudnick (Zahra, 2011: 20), penalaran meliputi berpikir dasar (basic thinking), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif

28 (creative thinking). Terdapat delapan buah deskripsi yang dapat dihubungkan dengan berpikir kritis, yaitu:

(1) menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari sebuah situasi atau masalah.

(2) memfokuskan pada bagian dari sebuah situasi atau masalah. (3) mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi.

(4) memvalidasi dan menganalisis informasi. (5) mengingat dan menganalisis informasi.

(6) menentukan masuk akal tidaknya sebuah jawaban. (7) menarik kesimpulan yang valid.

(8) memiliki sifat analitis dan refleksif.

Dari pendapat para ahli seperti telah diutarakan di atas, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis merupakan bagian dari penalaran. Dengan demikian agar para siswa tidak salah pada waktu membuat keputusan dalam kehidupannya, mereka perlu memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik. Menurut Ruber (Romlah, 2002: 9) “dalam berpikir kritis siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji kehandalan gagasan, pemecahan masalah, dan mengatasi masalah serta kekurangannya.” Hal ini sejalan dengan pendapat Tapilouw (Romlah, 2002: 9) bahwa “berpikir kritis merupakan berpikir disiplin yang dikendalikan oleh kesadaran. Cara berpikir ini merupakan cara berpikir yang terarah, terencana, dan mengikuti alur logis sesuai dengan fakta yang diketahui.”

Menurut Ennis (Apriyanti, 2011: 43), terdapat enam unsur dasar dalam berpikir kritis yang sering diakronimkan dengan kata “FRISCO” sebagai berikut:

1. Fokus (focus)

Langkah awal dari berpikir kritis adalah mengidentifikasi masalah dengan baik dan yang menjadi fokus terdapat dalam kesimpulan sebuah argumen.

29 2. Alasan (reason).

Apakah alasan-alasan yang diberikan logis atau tidak untuk disimpulkan seperti yang tercantum dalam fokus.

3. Kesimpulan (inference).

Jika alasannya tepat, apakah alasan itu cukup untuk sampai pada kesimpulan yang diberikan.

4. Situasi (situation).

Mencocokkan dengan situasi yang sebenarnya artinya aktifitas berpikir juga dipengaruhi oleh lingkungan atau situasi yang ada disekitar.

5. Kejelasan (clarity).

Harus ada kejelasan mengenai istilah-istilah yang dipakai dalam argumen tersebut sehingga tidak terjadi kesalahan dalam membuat kesimpulan.

6. Tinjauan ulang (overview).

Menurut Baron dan Stemberg (Apriyanti, 2011: 44) terdapat lima hal dasar berpikir kritis yaitu praktis, reflektif, masuk akal, keyakinan, dan tindakan. Dari penggabungan lima hal dasar ini maka didefinisikan bahwa berpikir kritis itu adalah suatu pikiran reflektif yang difokuskan untuk memutuskan apa yang diyakini untuk dilakukan. Sejalan dengan itu Marzano et al (Apriyanti, 2011: 44) mengungkapkan bahwa berpikir kritis adalah suatu yang masuk akal, berpikir reflektif yang difokuskan pada keputusan yang diyakini, dikerjakan, dan diperbuat.

30 Tabel 2.3 dibawah ini menampilkan langkah-langkah berpikir kritis yang dikait-kan dengan langkah-langkah metode ilmiah dari Dye (seperti tabel 2.2) serta dugaan mengenai kemampuan berpikir kritis yang muncul.

Tabel 2.3

Langkah-Langkah Berpikir Kritis serta Kaitannya dengan Kemampuan Berpikir Kritis (KBK)

Langkah-Langkah Berpikir Kritis dalam Penelitian KBK yang Mungkin Muncul 1. Fokus pada suatu masalah atau situasi kontekstual

yang dihadapi

Interpretasi 2. Membuat pertanyaan akan penyebab dan

penyelesaiannya

Interpretasi dan Analisis

3. Mengumpulkan data atau informasi dan membuat hubungan antar data atau informasi tersebut. Membuat analisis dengan pertimbangan yang mendalam

Analisis

4. Melakukan penilaian terhadap hasil pada langkah 3. Penilaian dapat terus dievaluasi dengan kembali ke langkah 3.

Evaluasi

5. Mengambil keputusan akan penyelesaian masalah yang terbaik

Pengambilan Keputusan

(Yunarti, 2011: 34) Cottrell (Yunarti, 2011: 32) telah menjabarkan beberapa keuntungan yang akan dirasakan oleh seseorang apabila memiliki karakter sebagai pemikir kritis. Keuntungan-keuntungan tersebut sebagai berikut:

(1). dapat meningkatkan perhatian dan pengamatan, (2). lebih fokus berpikir dalam membaca,

(3). dapat meningkatkan kemampuan untuk mengidentifikasi penting atau tidak pentingnya sebuah informasi,

(4). meningkatkan kemampuan untuk merespon sebuah informasi, (5). memiliki kemampuan menganalisis suatu objek dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas, karena kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan dan memecahkan permasalahan yang ada dalam kehidupan di masyarakat, jelas bahwa siswa sebagai bagian dari masya-rakat harus dibekali dengan kemampuan berpikir kritis yang baik.

31 B. Penelitian Relevan

Penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Tina Yunarti di tiga Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu SMA Negeri 15 Bandar Lampung, SMA Negeri 5 Bandar Lampung, dan SMA Negeri 6 Bandar Lampung. Diketahui bahwa metode Socrates dapat meningkatkan kemampuan dan disposisi berpikir kritis matematis siswa. Hal ini dikarenakan pada penggunaan metode Socrates, siswa diberikan sederet pertanyaan-pertanyaan terstruktur untuk menguji validitas keyakinan siswa tentang suatu permasalahan pada proses pembelajaran sehingga siswa yakin akan jawabannya benar atau salah.

Dokumen terkait