• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kajian Teori

3. Pendekatan Kontekstual

Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) atau biasa disebut pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah, artinya belajar akan lebih bermakna jika anak bekerja dan mengalami sendiri apa yang di-pelajarinya.

Wina (Destanto, 2011: 10) berpendapat bahwa:

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pem-belajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya sesuai dengan kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan Kokom Komalasari (2010: 7) mengungkapkan bahwa:

Pendekatan kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari baik dalam lingkungan, keluarga, sekolah, masyarakat, maupun warga negara dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.

Dalam pendekatan kontekstual terdapat lima bentuk belajar yang penting, yaitu: 1. Mengaitkan (relating), mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru

dengan pengalaman maupun pengetahuan sebelumnya. Dengan demikian mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru sehingga apa yang telah dipelajarinya yang lalu akan diingat siswa itu lagi.

21 2. Mengalami (experiencing), dengan cara ini maka siswa akan lebih cepat mengerti apa yang disampaikan. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.

3. Menerapkan (applying), siswa menerapkan suatu konsep ketika ia melakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan mem-berikan latihan yang realistik dan relevan.

4. Bekerjasama (Cooperating), siswa yang bekerja secara individu sering tidak membuat kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang kompleks dengan sedikit bantuan dari siswa lain. Pengalaman bekerjasama tidak hanya membantu siswa mempelajari bahan ajar tetapi konsisten dengan dunia nyata.

5. Mentransfer (transferring), peran guru membuat bermacam-macam penga-laman belajar dengan fokus pada pemahaman bukan hapalan. Salah satu contohnya saat guru memberikan materi tertentu dapat menggunakan alat peraga supaya proses mentransfer ilmu tersebut cepat dipahami oleh siswanya.

Selain terdapat lima bentuk belajar penting, pendekatan kontekstual melibatkan tujuh komponen utama yaitu:

1. Konstruktivisme (constructivism)

Komponen ini merupakan landasan filosofi dari pendekatan kontekstual, pembelajaran yang bercirikan kontruktivisme menekankan terbangunnya

22 pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Agar peran dan tugas tersebut berjalan dengan optimal, diperlukan beberapa kegiatan yang perlu dikerjakan dan juga beberapa pemikiran yang perlu disadari oleh pengajar. Kegiatan dan pemikiran tersebut adalah sebagai berikut:

a. Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa yang sudah mereka ketahui dan pikirkan.

b. Tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga siswa sungguh terlibat.

c. Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi sebagai pelajar juga di tengah pelajar.

d. Diperlukan keterlibatan dengan siswa yang sedang berjuang dan memberi kepercayaan terhadap siswa bahwa mereka dapat belajar.

e. Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai pemikiran siswa karena kadang siswa berpikir ber-dasarkan pengandaian yang tidak diterima oleh guru.

2. Menemukan (inquiry)

Dengan menemukan, kemampuan berpikir mandiri (kognitif tingkat tinggi, kritis, kreatif, inovatif, dan improvisasi) akan terlatih kemudian pada kondisi selanjutnya menjadi terbiasa. Inkuiri mempunyai siklus observasi, bertanya, menduga, kolekting, dan konklusi. Kesulitan muncul tatkala dihadapkan pada penyampaian konsep beraroma deduktif. Misalnya, menanamkan konsep-konsep dalam geometri.

23 3. Bertanya (questioning)

Bertanya adalah cerminan bahwa kita dalam kondisi berpikir. Melalui bertanya jendela ilmu pengetahuan menjadi terbuka karena dengan bertanya bisa melakukan bimbingan, dorongan, evaluasi, atau konfirmasi. Selain itu dengan bertanya bisa mencairkan ketegangan, menambah pengetahuan, men-dekatkan hati, menggali informasi, meningkatkan motivasi, dan mem-fokuskan perhatian. Kita tahu bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang biasanya berawal dari ”bertanya”.

4. Masyarakat Belajar (learning community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil belajar diperoleh dari hasil kerjasama dengan orang lain, baik melalui perorangan maupun kelompok orang dari dalam kelas, sekitar kelas, di luar kelas, di lingkungan sekolah, lingkungan rumah, ataupun di luar sana. Dalam pelaksanaan CTL, guru disarankan untuk membentuk kelompok belajar agar siswa membentuk masyarakat belajar untuk saling berbagi, membantu, mendorong, dan menghargai.

5. Pemodelan (modeling)

Pemodelan menurut CTL, guru bukan satu-satunya model melainkan harus memfasilitasi suatu model tentang “bagaimana cara belajar” baik dilakukan oleh siswa maupun oleh guru itu sendiri. Pemodelan dalam pembelajaran matematika, misalnya mempelajari contoh penyelesaian soal, penggunaan alat peraga, cara menemukan kata kunci dalam suatu bacaan, atau cara membuat skema konsep. Pemodelan tidak selalu oleh guru, bisa juga oleh siswa atau

24 media lainnya. Kesulitan yang sering muncul adalah merancang sebuah modeling tentang suatu konsep. Apalagi bila tuntutannya sempit, yaitu pemodelan yang terkait dengan konteks lingkungan siswa, bukan terkait dengan konteks apa yang sudah tertanam dalam diri siswa. Oleh karenanya ada materi-materi tertentu yang memang harus menggunakan metode ceramah.

6. Refleksi (reflection)

Refleksi adalah berpikir kembali tentang materi yang baru dipelajari, merenungkan kembali aktivitas yang telah dilakukan, atau mengevaluasi kembali bagaimana belajar yang telah dilakukan. Refleksi berguna untuk evaluasi diri, koreksi, perbaikan, atau peningkatan diri. Membuat rang-kuman, meneliti dan memperbaiki kegagalan, mencari alternatif lain cara belajar (learning how to learn), dan membuat jurnal pembelajaran adalah contoh kegiatan refleksi.

7. Penilaian autentik (authentic assessment)

Penilaian autentik adalah penilaian yang dilakukan secara komprehensif berkenaan dengan seluruh aktivitas pembelajaran, meliputi proses dan produk belajar sehingga seluruh usaha siswa yang telah dilakukannya mendapat penghargaan. Hakekat penilaian yang diwujudkan berupa nilai yang merupakan penilaian atas usaha siswa yang berkenaan dengan pembelajaran, bukan merupakan hukuman. Penilaian autentik semestinya dilakukan dari berbagai aspek dan metode sehingga objektif. Misalnya membuat catatan harian melalui observasi untuk menilai aktivitas dan motivasi, wawancara

25 atau angket untuk menilai aspek afektif, porto folio untuk menilai seluruh hasil kerja siswa (artefak), dan tes untuk menilai tingkat penguasaan siswa terhadap materi bahan ajar.

Dari beberapa penjabaran di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru untuk menghubungkan antara materi pelajaran yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dokumen terkait