• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Berpikir Kritis

Dalam dokumen PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PROBLEM B (Halaman 37-43)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

D. Kemampuan Berpikir Kritis

Sizzer (dalam Johnson, 2002:181) “Sekolah artinya belajar menggunakan pikiran dengan baik, berpikir kreatif mengahdapi persoalan-persoalan penting, serta menanamkan kebiasaan untuk berpikir”. Selanjutnya, De Bono (1992:36) mengemukakan bahwa “berpikir adalah eksplorasi pengalaman yang dilakukan secara sadar dalam mencapai suatu tujuan., dimana tujuan tersebut mungkin berbentuk pemahaman, pengambilan keputusan, perencanaan, pemecahan masalah, penilaian, tindakan, dan sebagainya”.

Garder, 1993 (dalam Rofi’udddin, 2007:24) mendefinisikan “berpikir merupakan kombinasi dari sifat bawaan dan hasil bentukan lingkungan yang terangkum dalam kecerdasan majemuk, yang meliputi kecerdasan verbal- linguistik, logis-matematis, kinestetis, musical, visual, intrapersonal,

interpersonal, eksistensial, dan naturalistik. Jenis kecerdasan, baik secara sendiri- sendiri maupun secara serentak, mendasari kinerja aktivitas berpikir”. Selain itu, Nurhadi dkk (2004:56) memberikan definisi bahwa “berpikir adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasar pada inferensi atau pertimbangan yang seksama”. Ruggiero, 1988 (dalam Johnson, 2002:187) mengartikan “berpikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu

merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami; berpikir adalah sebuah pencarian jawaban, sebuah pencapaaian makna”.

Hamalik (2004:16) menyebutkan macam-mcam metode berpikir, yaitu: 1) Metode berpikir induksi, yaitu proses berpikir yang di mulai dari hal-hal

yang bersifat khusus menuju ke kesimpulan atau definisi umum.

2) Metode berpikir deduktif, yaitu proses berpikir dimulai dari kesimpulan perumusan tujuan menuju ke hal-hal yang khusus.

3) Metode berpikir generalisasi, yaitu proses berpikir dalam bentuk mengambil kesimpulan umum atas kejadian-kejadian yang sejenis. 4) Metode berpikir kausalitas, yaitu pola berpikir dimulai dari anggapan

bahwa setiap sebab tentu menimbulkan sesuatu akibat, sebaliknya bahwa setiap akibat sudah tentu ada sebabnya.

5) Metode berpikir pemecahan masalah (Problem Solving), yaitu proses berpikir yang meliputi langkah-langkah perumusan masalah, mengajukan alternatif jawaban, mengumpulkan keterangan-keterangan dari berbagai sumber, mengetes kemungkinan-kemungkinan jawaban, menarik kesimpulan dan melaksanakan kesimpulan.

6) Metode berikir logis dan sistematis, yaitu proses berpikir yang

berlandaskan pada metode berpikir pemecahan masalah, berpikir dengan pertanyaan-pertanyaan apa (what), mengapa(why), bagaimana (how), siapa (who), kapan (when), dan dimana (where).

Menurut R. Swartz dan D.N Perkin, 1990 (dalam Hassoubah, 2007:44) “terdapat empat jenis kemampuan berpikir, yaitu berpikir kreatif, berpikir kritis, membuat keputusan, dan menyelesaikan permasalahan. Dimana semua jenis kemampuan berpikir tersebut berguna untuk menjaga dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan”. Dalam hal berpikir kritis, siswa dituntut untuk menggunakan

strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan, Reber, 1988 ( dalam Syah, 2006:123).

Johnson (2002:183) mendefinisikan “berpikir kritis merupakan suatu proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang terorganisasi. Berpikir kritis merupakan

kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan orang lain”. Selain itu, De Porter (1999) mendefinisikan bahwa “berpikir kritis adalah berlatih/memasukkan penilaian atau evaluasi yang cermat, seperti menilai kelayakan suatu gagasan atau produk”.

Chafee, 1994 (dalam Johnson, 2002:187) mendefinisikan “berpikir kritis sebagai berpikir untuk menyelidiki secara sistematis proses berpikir itu sendiri, maksudnya tidak hanya memikirkan dengan sengaja, tetapi juga meneliti bagaimana kita dan orang lain menggunakan bukti dan logika”. Menurut

Donosoepoetro (1983:4) “berpikir kritis merupakan analytic thinking, suatu cara berpikir yang titik beratnya ada pada proses analisis terhadap berbagai hal”.

Donosoepoetro (1983: 5-10) “tingkatan berpikir kritis yang diajukan oleh Bloom, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) mengetahui (knowling), 2)

memahami (understanding), 3) menerapkan (application), 4) menganalisis (analysis), 5) mensintesis (synhesis), 6) mengevaluasi (evaluation)”. Seorang siswa sudah bisa dikatakan mencapai tingkatan pertama apabila siswa mampu menyebutkan definisi sebuah konsep tanpa memahami maknanya. Kemudian pada

tingkatan yang kedua siswa sudah mampu menjawab pertanyaan dari guru dengan kata-katanya sendiri. Sedangkan siswa pada tingkatan yang ketiga jika siswa sudah bisa menerapakan informasi yang diperoleh menjadi sesuatu hal yang baru, dan pada tingkatan yang keempat siswa mampu untuk menguraikan konsep atau prisip. Kemampuan siswa pada tingkatan yang kelima adalah siswa bisa membuat suatu kesimpulan dari berbagai konsep, dan pada tingkatan yang terakhir yaitu tingkatan keenam (evaluasi) siswa mampu untuk memutuskan atau menyimpulkan sesuatu yang benar dan salah serta yang baik dan buruk.

Berpikir kritis merupakan kegiatan manusia yang bisa dilihat/diamati (eksternal) maupun tidak dapat dilihat (internal). Dalam makalah yang berjudul Student-Centered Learning Berbasis ICT (Universitas Gajah Mada, 2004:8) menyatakan bahwa perilaku berpikir kritis dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain.

a) Importance : penting tidaknya isu atau pokok-pokok pikiran yang dikemukakan

b) Novelty : kebaruan dari isi pikiran, baik dalam membawa ide-ide atau

informasi baru maupun dalam sikap menerima adanya ide-ide baru siswa lain c) Outside material : menggunakan pengalamannya sendiri atau bahan-bahan

yang diterimanya di sekolah/reference

d) Ambiguity clarified : mencari penjelasan atau informasi lebih lanjut bila dirasa ada ketidakjelasan

e) Thingking Ideas : senantiasa menghubungkan fakta, ide, atau pandangan serta mencari data baru dari informasi yang berhasil dikumpulkan

f) Justification : memberi bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap suatu solusi atau kesimpulan yang diambilnya. Termasuk didalamnya senantiasa memberikan penjelasan mengenai keuntungan (kelebihan) dan kerugian (kekurangan) dari suatu situasi atau solusi.

g) Critical assessment : melakukan evaluasi terhadap setiap kontribusi yang dating dari dalam dirinya maupun dari siswa lain, serta memberikan “prompts” untuk terjadi evaluasi yang kritis

h) Practical utility : ide-ide yang dikemukakannya selalu dilihat pula dari sudut kepraktisannya (practicality) dalam penerapan

i) Width of understanding : diskusi yang dilaksanakan senantiasa bersifat meluaskan isi/materi diskusi

Berdasarkan aspek-aspek kemampuan berpikir kritis tersebut, maka dalam penelitian ini disusun pedoman penilaian kemampuan berpikir kritis yang

disajikan dalam tabel dibawah ini.

Tabel 2.3. Pedoman Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

No. Aspek Kemampuan Berpikir

Kritis Deskripsi Pencapaian

1. Melakukan pengamatan 1. Siswa tidak melakukan pengamatan

2. Siswa melakukan pengamatan tetapi tidak tepat dan tidak teliti

3. Siswa melakukan pengamatan dengan teliti tetapi kurang tepat

4. Siswa melakukan pengamatan dengan tepat dan teliti

2. Merumuskan hipotesis 1. Siswa tidak dapat meramalkan apa yang mungkin terjadi dari suatu gejala

2. Siswa dapat meramalkan dan menjelaskan suatu gejala tetapi kurang tepat

3. Siswa dapat meramalkan apa yang mungkin terjadi dari suatu gejala tetapi penjelasannya kurang tepat 4. Siswa dapat meramalkan apa yang mungkin terjadi

dari suatu gejala beserta penjelasannya dengan jelas dan tepat

3. Melakukan Diskusi 1. Siswa tidak melakukan diskusi 2. Siswa melakukan diskusi tetapi tidak

mengemukakan ide-ide atau informasi baru 3. Siswa melakukan diskusi dengan aktif dan

berpartisipatif untuk memecahkan masalah yang dihadapi

4. Siswa melakukan dengan aktif dan senantiasa menguhubungkan fakta, ide, atau pandangan serta mencari data baru dari informasi yang berhasil dikumpulkan

4. Menganalisis Data 1. Siswa tidak menganalisis data

2. Siswa dapat menganalisis data tetapi tidak lengkap dan tidak tepat

3. Siswa dapat menganalisis data dengan tepat tetapi tidak lengkap

4. Siswa dapat menganalisis data dengan tepat dan lengkap

5. Keterampilan siswa bertanya 1. Siswa tidak bertanya sama sekali

2. Siswa bertanya tetapi tidak dapat merumuskan pertanyaannya dengan baik

3. Siswa bertanya dengan pertanyaan yang kreatif 4. Siswa bertanya dengan pertanyaan yang memerlukan

tingkat intelektual yang tinggi (analisis, sintesis, dan evaluasi)

6. Keterampilan siswa menjawab pertanyaan

1. Siswa tidak dapat menjawab pertanyaan

2. Siswa dapat menjawab pertanyaan tetapi tidak dapat memberikan alasannya

memberikan alasannya tetapi kurang tepat 4. Siswa dapat menjawab pertanyaan dan dapat

memberikan alasannya dengan tepat 7. Tingkat keterampilan berpikir

siswa. Deskriptor :

a) Mengingat; siswa dapat menyebutkan definisi sebuah konsep tertentu tanpa memahami maknanya b) Memahami; siswa dapat

menjelaskan konsep dengan kata-katanya sendiri c) Menerapkan; siswa dapat

mengaplikasikan konsep yang telah dipelajarinya d) Analisis; siswa dapat

menguraikan hal-hal yang terkait dengan konsep yang dipahaminya secara rinci e) Sintesis; siswa mampu

menghubungkan atau menggabungkan hal-hal yang berada didalam lingkup konsep sehingga dapat membentuk suatu kesimpulan tertentu f) Evaluasi; siswa dapat

memutuskan atau

menyimpulkan sesuatu yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk

1. Kurang dari tiga deskriptor tampak 2. Tiga deskriptor tampak

3. Empat deskriptor tampak 4. Lebih empat deskriptor tampak

8. Membuat kesimpulan 1. Siswa tidak bisa membuat kesimpulan

2. Siswa bisa membuat kesimpulan tetapi tidak jelas dan tidak sesuai dengan tujuan percobaan 3. Siswa bisa membuat kesimpulan sesuai dengan

tujuan percobaan tetapi tidak jelas

4. Siswa dapat membuat kesimpulan sesuai dengan tujuan percobaan dengan jelas

9. Menerapkan konsep 1. Siswa tidak dapat menerapkan konsep atau menyebutkan aplikasinya dalam kehidupan sehari- hari

2. Siswa dapat menerapkan konsep atau menyebutkan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari dengan tepat

3. Siswa dapat mengaplikasikan konsep yang telah diterima pada konteks atau situasi lain tetapi masih kurang tepat

4. Siswa dapat mengaplikasikan konsep yang telah diterima pada konteks atau situasi lain dengan tepat

Dalam dokumen PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PROBLEM B (Halaman 37-43)

Dokumen terkait