PADA MATA PELAJARAN EKONOMI SISWA KELAS X SMA LABORATORIUM MALANG
SKRIPSI
OLEH
DWI PUTRA LELANA 105431481656
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN PROGRAM STUDI S-1 PENDIDIKAN EKONOMI
PELAJARAN EKONOMI SISWA KELAS X SMA LABORATORIUM MALANG
SKRIPSI Diajukan kepada Universitas Negeri Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program Sarjana Pendidikan Ekonomi
Oleh Dwi Putra Lelana NIM 105431481656
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN EKONOMI
Skripsi oleh Dwi Putra Lelana
telah diperiksa dan disetujui untuk diuji
Malang, Januari 2010 Pembimbing I
Drs.Prih Hardinto, M.Si NIP. 195606221982031003
Malang, Januari 2010 Pembimbing II
Skripsi oleh Dwi Putra Lelana ini
telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 18 Januari 2010
Dewan Penguji
Drs.Prih Hardinto, M.Si (Ketua) NIP. 195606221982031003
Drs. Mardono, M.Si (Anggota) NIP. 195709071986011001
Dra. Lisa Rokhmani, M.Si (Anggota) NIP. 19621231986012002
Mengetahui, Mengesahkan,
Ketua Jurusan Ekonomi Dekan Fakultas Ekonomi
Putra Lelana, Dwi. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas X-1 SMA LABORATORIUM MALANG. Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang (UM). Pembimbing : (I) Drs. Prih Hardinto, M. Si (II) Mardono, M. Si.
Kata Kunci : Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), Kemampuan Berpikir Kritis, Hasil Belajar
Model pembelajaran yang sering dipakai dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah sangat mempengaruhi kondisi siswa. Dari hasil observasi di SMA LABORATORIUM Malang, dalam proses belajar mengajar seringkali terlihat siswa pasif. Terlihat bahwa banyak siswa yang hanya mendengarkan pada waktu guru menerangkan, banyak siswa yang sibuk membuka catatan dan mengobrol dengan teman sebangkunya apabila guru mengajukan pertanyaan. Hal ini dikarenakan dalam proses belajar mengajar, siswa hanya menerima materi pelajaran dari guru saja. Tentu saja hal tersebut mempengaruhi kondisi siswa dalam menanggapi permasalahan-permasalahan yang diberikan oleh guru. Hal ini juga berpengaruh pada hasil belajar siswa, dapat dilihat bahwa presentase rata-rata nilai kelas masih di bawah standar kelulusan minimum sebesar 58,28%. Dengan keadaan siswa yang seperti itu, maka dapat diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa tersebut masih rendah. Sehingga perlu adanya suatu model pembelajaran yang bisa membuat siswa mampu menanggapi dan mengatasi permasalahan yang diberikan oleh guru. Salah satu model pembelajaran yang bisa dipakai dalam upaya meningkatkan kondisi siswa agar mampu menanggapi dan mengatasi masalah-masalah yang diberikan oleh guru adalah Pembelajaran Berbasis Masalah. Pembelajaran dengan model
Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan salah satu penerapan pembelajaran yang menghadirkan suatu permasalahan dunia nyata ke dalam kelas.
Latar belakang tersebut memunculkan permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut.(1) bagaimanakah penerapan model pembelajaran berbasis masalah untuk menigkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X pada mata pelajaran ekonomi di SMA LABORATORIUM Malang, (2) bagaimanakah penerapan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas X pada mata pelajaran ekonomi di SMA LABORATORIUM Malang.
Penelitian ini bertujuan: (1) untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X SMA LABORATORIUM Malang setelah penerapan model
pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran ekonomi, (2) untuk
mendeskripsikan hasil belajar siswa kelas X SMA LABORATORIUM Malang setelah penerapan model pembelajaran berbasis masalah.
ii
deskriptif prosentase, yaitu untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa kelas X SMA LABORATORIUM Malang.
Hasil penelitian menunjukkan persentase ketercapaian guru dalam
menerapkan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah pada siklus I sebesar 83,33%, sedangkan ketercapaian guru dalam menerapkan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah pada siklus II yaitu sebesar 90,91%. Hal ini dapat terlihat adanya peningkatan prosentase sebesar 7,58%. Sedangkan dari
observasi kegiatan siswa pada siklus I dalam ketercapaian siswa dalam menerapkan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah sebesar 75%, dan pada siklus II ketercapaian siswa dalam menerapkan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah sebesar 87,5%. Tampak bahwa ketercapaian siswa dalam menerapkan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah mengalami peningkatan sebesar 12,05%. Pada data kemampuan berpikir kritis pada siklus I prosentasenya sebesar 46,05%, sedangkan pada siklus II sebesar 73,09%. Dapat dilihat bahwa kemampuan berpikir kritis siswa meningkat sebesar 27,04% dari siklus I ke siklus II. Hasil belajar siswa berdasarkan lembar penilaian hasil belajar siklus I sebesar 76,58% dan siklus II sebesar 79,21%. Hal ini mengalami peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 2,63%.
Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan, maka dapat dikatakan bahwa model pembelajaran melalui metode Pembelajaran Berbasis Masalah dapat
Puji Syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya, sehingga penulisan skripsi yang merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PROBLEM BASED LEARNING) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X SMA LABORATORIUM Malang”, dapat
terselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam tetap tercurahkan keapada Nabi Muhammad, SAW.
Penulis menyadari, bahwa penyelesaian skripsi ini tidak luput dari beberapa dorongan dan bantuan dari semua pihak. Maka dari itu, ucapan terimakasih tak lupa penulis sampaikan kepada:
• Bapak Drs. Prih Hardinto, M. Si. selaku pembimbing I, terimakasih atas kesabarannya yang tak hanya memberikan saran dan bimbingan, tetapi juga semangat.
• Bapak Drs. Mardono, M. Si. selaku pembimbing II, terimakasih atas saran dan bimbingannya.
• Dra. Hj, Lisa Rokhmani, M.Si selaku dosen penguji skripsi, terimakasih atas saran dan kritiknya yang sangat membantu.
• Drs. Ridwan Joharmawan, M.Si selaku kepala sekolah SMA
LABORATORIUM Malang yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian.
iv
• Siswa kelas X-1 SMA LABORATORIUM Malang, terimakasih atas kerjasamanya.
• Bapak Hariyanto dan Ibu Sumarlik selaku orang tua tercinta, yang
memberikan dukungan baik moril maupun materiil serta doa-doa yang terus mengalir.
• Semua teman-teman terbaikku, terima kasih atas motivasi, semangat, nasehat, dan semua yang telah kalian berikan kepadaku
• Teman-temanku di EKP’05, terimakasih buat kebersamaannya selama ini. • Wilis Dian Renandya, yang selalu memberikan semangat dan motivasi selama
penulisan skripsi ini
• Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini.
Bagai gading yang tak retak, demikian juga skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.
Malang,18 Januari 2010
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Asumsi Penelitian ... 11
F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 11
1. Ruang Lingkup ... 11
2. Keterbatasan Penelitian ... 11
G. Definisi Operasional ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13
A. Hakekat Belajar Pembelajaran ... 13
B. Pembelajaran Kontekstual ... 15
C. Pembelajaran Berbasis Masalah ... 17
D. Kemampuan Berpikir Kritis ... 22
E. Hasil Belajar ... 28
F. Evaluasi Hasil Belajar ... 29
G. Pembelajaran Berbasisi Masalah dan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar ... 33
H. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 33
BAB III METODE PENELITIAN ... 35
A. Rancangan Penelitian ... 35
B. Populasi dan Sampel ... 38
C. Kehadiran Peneliti di Lapangan ... 39
D. Lokasi Penelitian ... 39
E. Data dan Sumber Data ... 40
F. Tahap-tahap Penelitian ... 40
G. Instrumen Penelitian ... 43
vi
BAB IV PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN ... 48
A. Data tentang Pencapaian Langkah-langkah Pembelajaran melalui Metode PBL siklus I ... 48
B. Data tentang Kegiatan Siswa Selama Diskusi Kelompok Berlangsung siklus I ... 50
C. Data tentang Kemampuan Berpikir Kritis Siswa siklus I ... 52
D. Refleksi I ... 53
E. Treatment Perbaikan ... 54
F. Data tentang Pencapaian Langkah-langkah Pembelajaran melalui Metode PBL siklus II ... 55
G. Data tentang Hasil Belajar Siswa siklus... 61
H. Refleksi II ... 62
I. Data tentang Minat Siswa Mengenai penerapan Pembelajaran melalui Metode PBL ... 64
BAB V PEMBAHASAN ... 66
A. Kemampuan Berpikir Kritis ... 66
B. Hasil Belajar ... 68
C. Pelaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 69
BAB VI PENUTUP ... 74
A. Kesimpulan ... 74
B. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 76
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... 78
LAMPIRAN ... 79
Tabel Halaman
2.1 Tahap-tahap Pembelajaran Berbasis Masalah... 20
2.2. Tingkah laku guru dan siswa dalam Problem Based Learning... 20
2.3. Pedoman Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis Siswa... 26
2.4. Daftar Penelitian yang dijadikan acuan bagi Peneliti... 34
3.1. Daftar jumlah siswa kelas X ... 38
3.2 Jenis data, instrumen, serta sumber data dalam penelitian... 40
3.3 Penentuan taraf keberhasilan... 46
3. 4 Kriteria Keberhasilan Tiap Siklus... 47
4.1 Observasi kegiatan guru pada siklus I ... 48
4.2 Observasi Kegiatan Siswa pada Siklus I ... 50
4.2.1 Penilaian Presentasi dan Hasil Diskusi Kelompok Siklus I ... 52
4.3 Penguasaan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Tiap Indikator pada Siklus I... 53
4.3. Penguasaan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada siklus I ... 53
4.4 Observasi kegiatan guru pada siklus II ... 55
4.5 Observasi Kegiatan Siswa pada Siklus II ... 57
4.5.1 Penilaian Presentasi dan Hasil Diskusi Kelompok Siklus II ... 59
4.6 Penguasaan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Tiap Indikator pada Siklus II... . 59
4.7 Penguasaan Kemampuan Berpikir Kritis Tiap Siswa pada Siklus II.... 60
4.8 Hasil Belajar Siswa ...61
Gambar Halaman 3.1 Skema Penelitian Tindakan Kelas ... 36
3.2 Skema pembelajaran Berbasis Masalah ... 37
Lampiran Halaman
1. Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran untuk Siklus I ... 79
2. Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran untuk Siklus II ... 93
3. Soal Pre Tes dan Post Tes untuk Siklus I ... 103
4. Kunci Jawaban Soal Pre Test dan Post Test untuk Siklus I ... 105
5. Soal Post Tes untuk Siklus II ... 106
6. Kunci Jawaban Soal Post Test untuk Siklus II ... 108
7. Lembar Observasi Kegiatan Guru ... 109
8. Lembar Observasi Kegiatan Siswa ... 115
9. Format Penilaian Presentasi Hasil Diskusi ... 120
10. Daftar Nama-nama Kelompok ... 128
11. Hasil Prestasi Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II ... 130
12. Lembar Format Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis ... 132
13. Lembar Format Angket Minat Pemmbelajaran Berbasis Masalah ... 139
14. Catatan Lapangan silkus I ... 142
15. Catatan Lapangan siklus II ... 143
16. Dokumentasi Kegiatan Belajar Mengajar ... 144
17. Hasil Belajar Sebelum Penelitian ... 147 18. Surat Ijin Melakukan Penelitian dari Universitas Negeri Malang ditujukan ke
Diknas Kota Malang
19. Surat Surat Ijin Melakukan Penelitian dari Diknas Kota Malang
xi
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi. Pada praksis manajemen pendidikan modern, salah satu dari lima fungsi pendidikan adalah fungsi teknis-ekonomis baik pada tataran individual hingga tataran global. Fungsi teknis-ekonomis merujuk pada kontribusi pendidikan untuk perkembangan ekonomi. Misalnya pendidikan dapat membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan berkompetisi dalam ekonomi yang kompetitif.
Secara umum terbukti bahwa semakin berpendidikan seseorang maka tingkat pendapatannya semakin baik (Nurkolis, 2004). Hal ini dimungkinkan karena orang yang berpendidikan lebih produktif bila dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan. Produktivitas seseorang tersebut dikarenakan dimilikinya keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu salah satu tujuan yang harus dicapai dalam pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup, inilah sebenarnya arah Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu pendidikan berbasis keterampilan (life skill) dan perluasan fungsi dasar pendidikan (broad based education). Di Amerika Serikat (1992) seseorang yang berpendidikan doktor penghasilan rata-rata per tahun sebesar 55 juta dolar Amerika, master 40 juta dolar Amerika, dan sarjana 33 juta dolar Amerika. Sementara itu lulusan pendidikan lanjutan hanya berpenghasilan rata-rata 19 juta dolar Amerika per tahun. Pada tahun yang sama struktur ini juga terjadi di Indonesia. Misalnya
3,5 juta, akademi Rp 3 juta, SLTA Rp 1,9 juta , dan SD hanya Rp 1,1 juta. Sumber daya manusia yang berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan nasional, terutama untuk perkembangan ekonomi. Semakin banyak orang yang berpendidikan maka semakin mudah bagi suatu negara untuk
membangun bangsanya. Hal ini dikarenakan telah dikuasainya keterampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi oleh sumber daya manusianya sehingga pemerintah lebih mudah dalam menggerakkan pembangunan nasional.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa banyak perubahan di segala segi kehidupan manusia, baik yang berdampak positif maupun negatif. Hal tersebut tentunya harus didukung dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan berkompeten. “Berdasarkan catatan Human Development Report Tahun 2003 versi UNDP, peringkat Human Development
Index (HDI) atau kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia berada pada urutan
112 di dunia”, (Nurhadi,dkk. 2004:1).
Rendahnya kualitas SDM Indonesia lebih dikarenakan mutu dan kualitas pendidikan Indonesia yang masih rendah. Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam mencetak SDM yang berkualitas dan berkompeten di bidang masing-masing. SDM yang dihasilkan diharapkan mampu bertahan dan menang dalam menghadapi persaingan global. Hal tersebut sesuai dengan tujuan
berkemampuan komunikasi sosial” (Mulyasa, 2004:21).
Perlunya perbaikan mutu pendidikan di Indonesia telah dilakukan oleh pemerintah dengan berbagai strategi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengadakan perubahan kurikulum, yaitu dari Kurikulum 1994 GBPP 1999 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau krikulum 2004 dan berubah lagi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau kurikulum 2006.
Konsep KBK berbeda dalam banyak hal dengan Kurikulum 1994. Pertama, KBK menggunakan pendekatan kompetensi (competency based approach) untuk memperoleh pemahaman dan kemampuan tertentu yang terkait dengan kehidupan di masyarakat (life skill). Sedangkan Kurikulum 1994
menggunakan pendekatan isi atau materi (content based approach) untuk menguasai bidang ilmu pengetahuan tertentu (learning to know). Itu sebabnya dalam praktik pengajaran di kelas, guru acap kali memberikan hafalan atau latihan soal dan mengesampingkan kompetensi individual. Dengan begitu, konsep KBK sejalan dengan konsep pembelajaran menurut UNESCO (Delors, 1999) yang mengarahkan pendidikan pada empat pilar: learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.
(education) dengan hiburan (entertainment) atau edutainment. Adapun peranan guru dalam konsep KBK adalah sebagai fasilitator atau nara sumber dimana guru memberi bimbingan seperlunya pada siswa yang aktif terlibat dalam proses pembelajaran (active learning).
Konsep KBK menerapkan orientasi student centered atau berpusat pada siswa, yang dilaksanakan tidak harus di ruang kelas, sehingga peserta didik aktif terlibat dalam proses belajar mengajar. Adapun Kurikulum 1994 cenderung bersifat teacher centered atau berpusat pada guru, yang pelaksanaannya terbatas hanya di ruang kelas secara konvensional. Selain itu evaluasi KBK berbasis kelas dan menekankan pada proses dan produk pendidikan, bukan berorientasi pada pencapaian target tujuan kurikulum, seperti dalam Kurikulum 1994, yang tidak menyentuh aspek kepribadian peserta didik. Evaluasi pada kurikulum
konvensional didasarkan pada kecepatan kelompok, sementara KBK melihat kecepatan individual. Itu sebabnya, kemajuan siswa dalam KBK berprinsip pada penghargaan atas kemajemukan siswa dalam satu kelas, bukan upaya
penyeragaman perlakuan. Feed back atau umpan balik dalam kurikulum konvensional dilakukan tidak secara langsung setelah satu unit pembelajaran selesai dilaksanakan, melainkan ditunda dalam tahapan waktu tertentu, seperti dalam satu catur wulan, semester atau tingkat. Berbeda dengan itu, KBK menerapkan umpan balik seketika setelah satu unit pembelajaran selesai dilakukan.
siswa, bukan berupa penjabaran tujuan pengajaran yang kaku. Di lingkungan sekolah jenjang SLTA, di samping diadakan pengkhususan Program Studi IPA, IPS, dan Bahasa, seperti yang masih berlaku sampai saat ini, juga disediakan kurikulum non-pengkhususan Program Studi, dimana peserta didik diberi kebebasan memilih sejumlah mata pelajaran yang sesuai dengan potensi, bakat dan minatnya. Struktur kurikulum non-pengkhususan Program Studi ini mencakup seluruh bidang studi pengkhususan Program Studi di atas.
Selain beberapa hal di atas, kurikulum konvensional berbasis waktu, sedangkan KBK menerapkan kurikulum berbasis kinerja, kurikulum konvensional berorientasi pada mata pelajaran, sementara KBK pada moduler yang
menekankan pada belajar tuntas (mastery learning) dan belajar kerkelanjutan (continous learning), dimana sebelum satu modul mampu dikuasai, seorang siswa belum bisa pindah ke modul berikutnya. KBK menjabarkan kompetensi dasarnya melalui hasil belajar beserta indikatornya (learning outcomes) yang dibuat secara objektif melalui acuan kriteria penilaian yang jelas.
Betapa pun di atas kertas, konsep KBK dipandang memberi alternatif atas kelemaham kurikulum konvensional, dalam realisasinya belum tentu
kesiapan dan kemampuan masing-masing lembaga pendidikan. Sebab, apa yang dinyatakan di atas kertas baik, belum tentu dalam pelaksanaannya demikian. Seperti itu pula halnya dengan penerapan konsep KBK, efektifitasnya belum tentu sama pada tiap lembaga.
Inovasi dalam bidang kurikulum ini dimaksudkan untuk mengubah
paradigma lama yang selama ini melekat dalam dunia pendidikan Indonesia, yaitu pada kurikulum sebelum KBK dan KTSP proses belajar mengajar di sekolah cenderung berpusat pada guru (Teacher Centered). Sehingga dengan
diterapkannya KBK dan KTSP diharapkan peranan guru di kelas bergeser sebagai fasilitator bagi siswa, sementara siswa dituntut untuk bisa lebih aktif dan mandiri dalam belajar. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), bahwa kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip: a) berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, b) tanggap terhadap ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, kepentingan peserta didik dan
lingkungannya (Depdiknas, 2006:5). Jadi dalam kurikulum 2006, lebih menekankan pada pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar yang didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan bekerja ilmiah, pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru (Depdiknas, 2006:1).
Beberapa hal yang mendukung keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, yaitu kemampuan guru dalam menguasai dan menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi dan mampu
model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) yaitu suatu pendekatan pembelajaran melalui upaya-upaya mengahadapkan siswa dengan permasalahan riil yang memancing proses belajar mereka (Mukhlis, dkk.2005:11). Problem Based Leraning memberikan kebebasan kapada siswa untuk belajar
sesuai dengan minat dan perhatiannya, sehingga dalam Problem Based Learning siswa akan terlibat intensif dan aktif, yang pada akhirnya bisa membuat siswa untuk terus belajar dan terus mencari tahu meningkat.
Dalam proses pembelajaran berbasis masalah, kegiatan yang dilakukan oleh guru adalah menghadirkan permasalahan dunia nyata di dalam kelas yang tentunya berkaitan dengan materi atau indikator yang akan dicapai, sehingga siswa akan terlibat langsung dalam memecahkan masalah yang ada dengan menggunakan keterampilan serta pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Permasalahan dalam pendekatan ini menjadi komponen yang sangat penting, karena tema-tema permasalahan yang dirancang harus mencakup semua tuntutan kurikulum, Barrows dan Myers (dalam Mukhlis, dkk. 2005:13). Peran guru dalam proses ini adalah mamacu siswa untuk berpikir kritis dalam memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada.”PBL dikembangkan terutama untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan
keterampilan intelektual, belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri” (Nurhadi, dkk. 2004:58).
adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasar inferensi atau pertimbangan yang seksama”. Sedangkan pendapat yang lain menyatakan bahwa “berpikir kritis merupakan kemampuan untuk
berpendapat dengan cara yang terorganisasi dan mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan pendapat orang lain” (Johnson, 2002:183). Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam, karena dengan pemahaman akan dapat mengungkapkan makna dari suatu kejadian atau masalah.
pembelajaran yang tepat yang mampu membuat siswa menjadi aktif dan mampu memahami materi sesuai dengan tujuan pembelajaran. Selain itu, agar siswa dapat mengaplikasikan materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari, serta tanggap terhadap permasalahan-permasalahan yang ada di lingkungan sekitarnya.
Dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa, maka diperlukan usaha untuk memperbaiki proses belajar mengajar dikelas. Hal ini yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa dengan menerapkan pembelajaran ekonomi berbasis masalah. Penelitian ini diberi judul “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar
Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X SMA LABORATORIUM Malang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis di kelas X pada mata pelajaran ekonomi SMA LABORATORIUM Malang ?
2. Bagaimana penerapan model pembelajaran berbasis masalah untuk
Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X SMA LABORATORIUM Malang setelah penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran ekonomi
2. Untuk mendeskripsikan hasil belajar siswa kelas X SMA LABORATORIUM Malang setelah penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran ekonomi
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi pengajar
Sebagai bahan masukan bagi guru ekonomi untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran khususnya untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar ekonomi siswa di kelas X SMA LABORATORIUM Malang.
2. Bagi Siswa
Memberi kesempatan pada siswa untuk mempelajari ekonomi melalui permasalahan yang ada di sekitar mereka dan berusaha untuk
memecahkannya, sehingga akan membuat siswa menjadi lebih peka dan tanggap terhadap permasalahan serta mudah dalam belajar.
3. Bagi peneliti
1. Siswa mampu mengikuti proses pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning dengan baik
2. Siswa mengerjakan soal tes hasil belajar dengan sungguh-sungguh dan sesuai dengan kemampuan sendiri
F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 1. Ruang Lingkup Penelitian
a. Ruang linkup penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran berbasis maslah, sedangkan variabel terikatnya. kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa.
b. Sasaran dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA LABORATORIUM Malang.
c. Banyaknya kelas yang diambil sebagai sampel penelitian ada 1 kelas.
2. Keterbatasan Penelitian
a. Penelitian ini hanya dilakukan pada mata pelajaran ekonomi kelas X SMA LABORATORIUM Malang dengan pokok bahasan perilaku konsumen dan produsen dalam kegiatan ekonomi.
Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dideskripsikan beberapa istilah sebagai berikut. 1. Metode pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang
berusaha untuk mengahdirkan kehidupan nyata dalam kelas dengan memberikan masalah-masalah yang terkait dengan materi pelajaran di sekolah, sehingga siswa akan lebih tanggap terhadap permasalahan yang ada di sekitar mereka. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya adalah dengan memberikan suatu permasalahan yang ada di buku-buku pelajaran maupun permasalahan melalui artikel yang dikutip melalui internet. 2. Kemampuan berpikir kritis adalah adalah kemampuan siswa dalam
memberikan solusi pemecahan terhadap masalah yang diberikan oleh guru dengan memperhatikan indikator-indikator yang sesuai dengan kriteria berpikir kritis. Untuk menilai kemampuan berpikir kritis siswa, dapat diketahui dengan melihat kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan yang ada di lembar permasalahan yang telah diberikan oleh guru.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakekat Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang menimbulkan berbagai perubahan di segala aspek kehidupan manusia. Belajar merupakan proses otak atau pikiran mengadakan reaksi terhadap kondisi-kondisi di luar, dan reaksi tersebut dapat dimodifikasi dengan pengalaman-pengalaman yang dialaminya setiap hari.
Secara definitif terdapat sejumlah pengertian tentang belajar. Pada
umumnya orang mengartikan belajar sebagai proses perubahan tingkah laku atau perubahan dari yang tidak tahu/mengerti menjadi tahu/mengerti. Menurut Yoto (1992:2) “belajar adalah usaha untuk mengubah tingkah laku dalam rangka pemuasan kebutuhan berdasarkan pemikiran, pengalaman, dan latihan”. Sedangkan Winkel (1996:53) mengemukakan bahwa “belajar sebagai suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pengetahuan, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas”.
Chaplin, 1972 (dalam Syah, 2006:64) membatasi belajar dengan dua rumusan sebagai berikut.
Rumusan pertama berbunyi: “………acquisition of any relatively permanent change in behavior as a result of practice and
experience” (belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan keduanya adalah: “process of acquiring responses as a result of special practice” (belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus)
Berdasarkan pendapat para ahli yang telah diuraikan tersebut, maka dapat disimpulakan yaitu belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh
individu yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan yang baru yang
mengakibatkan perubahan tingkah laku pada individu yang bersangkutan, dimana kegiatan tersebut bisa diperoleh berdasarkan pengalaman-pengalaman
sebelumnya.
Proses belajar yang dilakukan oleh individu tentunnya tidak akan terlepas dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran merupakan suatu proses dimana dapat mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan proses belajar dengan berdasrkan prinsip-prinsip pembelajaran dalam upaya untuk meningkatkan mutu dan kualitas belajar siswa. Menurut Romiszowski (dalam Dimyati, 2002)
pembelajaran merupakan proses pengajaran yang berpusat pada tujuan atau goal directed teaching process yang dalam banyak hal dapat direncanakan sebelumnya
(pre planned). Saputra, dkk (2003:5) berpendapat bahwa “pembelajaran adalah tindakan yang dirancang untuk menghasilkan terjadinya proses belajar”. Dimasa lampau peran guru yang utama adalah penyebar informasi. Tindakan yang dilakukan oleh guru adalah berceramah kepada sejumlah anak di kelas,
diperankan guru tidak sekedar penyebar informasi tetapi juga memegang berbagai peran antara lain sebagai fasilitator, orang sumber, organisator, moderator,
maupun evaluator. Walaupun demikian dalam kegiatan pembelajaran peran guru sangatlah penting, karena tugas dari seorang guru adalah mampu mengelola pembelajaran dengan efektif sehingga proses belajar-mengajar akan mendapatkan hasil yang maksimal.
B. Pembelajaran Kontesktual
Pembelajaran kontekstual merupakan sesuatu yang banyak dibicarakan di dunia pendidikan saat ini. Pembelajaran kotekstual adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan cara mengahadirkan konsep dunia nyata kedalam kegiatan pembelajaran dikelas dan memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang dimiliki siswa dengan kejadian-kejadian yang ada disekitar mereka. Pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada keaktifan siswa dalam menggunakan seluruh pengetahuannya untuk memahami dan menerapkan konsep-konsep yang diberikan oleh guru. Hal ini bertujuan agar nantinya siswa mampu menerapkan pengetahuan yang mereka miliki sehingga bisa memecahkan masalah yang meraka hadapi dikehidupan sehari-hari. Nurhadi, dkk (2004:19-20)
menyatakan bahwa “pembelajaran kontekstual” harus menekankan pada hal-hal sebagai berikut.
1. Belajar berbasis masalah, yaitu suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.
2. Pengajaran autentik, yaitu pendekatan pengajaran yang
3. Belajar berbasis inquiri yang membutuhkan strategi pengajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna.
4. Belajar berbasis proyek/tugas yang membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif dengan cara mendesain lingkungan belajar siswa (kelas) agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya.
5. Belajar berbasis kerja yang memerlukan suatu pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja.
6. Belajar berbasis layanan yang memerlukan penggunaan metodologi pengajaran yang mengkombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa layanan tersebut.
7. Belajar kooperatif yang memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar.
Nurhadi, dkk (2004:31) dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, menjelaskan “tujuh komponen utama yang menjadi ciri dalam penerapan pembelajaran kontekstual di dalam kelas yaitu: kontruktivisme (Contructivism), bertanya (Questioning), Menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment) . Suatu pembelajaran di kelas dikatakan menggunakan pembelajaran kontekstual jika menggunakan tujuh komponen tersebut”. Selengkapnya mengenai komponen-komponen tersebut, diuraikan sebagai berikut.
a) kontruktivisme
b) menemukan
Kegiatan menemukan pada intinya adalah suatu siklus yang terdiri dari mengamati, bertanya, menganalisis dan menemukan teori, baik perorangan maupun kelompok. Dengan siklus tersebut siswa nantinya diharapkan dapat berpikir secara kritis dalam menemukan sendiri jawaban dan solusi dari suatu permasalahan.
c) bertanya
Kemampuan guru dalam mendorong siswa untuk lebih aktif dalam bertanya sangatlah penting untuk mengarahkan siswa memperoleh informasi serta dapat digunakan untuk menilai dan melatih kamampuan siswa berpikir kritis.
d) masyarakat belajar
Dalam mayarakat belajar hasil pembelajaran yang diperoleh dari kerjasama dengan orang lain, sharing antar teman, anatar kelompok, dan antar mereka yang tahu dengan mereka yang tidak tahu.
e) pemodelan
Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswa-siswinya melakukan.
f) refleksi
Refleksi merupakan cara-cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari, menelaah dan merespon terhadap kejadian, aktivitas, dan pengalaman, serta mencatat apa yang telah kita pelajari serta bagaimana kita merasakan ide-ide baru.
g) penilaian yang sebenarnya
Menilai tentang yang seharusnya kita nilai, menilai dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber dengan sebenarnya. Mengukur keterampilan dan pengetahuan siswa serta penerapannya dan tugas-tugas yang konteks dan relevan.
Dari uraian di atas maka pembelajaran kontekstual merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan dalam KTSP, yang mungkin bisa mengurangi kejenuhan siswa dalam menerima pelajaran di kelas serta bisa membuat suasana belajar lebih menyenangkan dan bermakna bagi siswa.
C. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Problem Based Learning, yang dikembangkan oleh Barrows, merupakan
satu model pembelajaran dalam bidang hukum; goal-based scenario model; dan just-in-time training model dalam pembelajaran manajemen dan bisnis;
project-based learning model dalam pembelajaran MIPA di sekolah dasar dan menengah.
Semuanya berfokus pada penyajian suatu permasalahan (nyata ataupun simulasi) kepada siswa, kemudian siswa diminta mencari pemecahannya melalui
serangkaian penelitian dan investigasi berdasarkan teori, konsep, prinsip yang dipelajarinya dari berbagai bidang ilmu (multiple perspective)” (Pannen, dkk. 2001:85). Nurhadi, dkk (2004:56) mengemukakan bahwa “pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran”. Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) memberikan kebebasan kepada siswa dalam proses pembelajaran. Problem based learning memberikan kendali kepada individu untuk belajar sesuai dengan minat dan kemampuan serta pengetahuan yang dimilikinya. Dalam PBL diharapkan siswa mampu untuk mengidentifikasi permasalahan, mengumpulkan data, dan
menggunakan data tersebut untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Akhirnya guru berperan dalam menyajikan masalah serta lebih sebagai
narasumber dibanding sebagai pemberi informasi, guru meluruskan alur pikir dan prinsip-prinsip yang telah digunakan siswa dalam belajar.
1) Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa.
2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Masalah yang dipilih untuk diselidiki telah dipilih yang benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
3) Penyelidikan autentik
Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa untuk
melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah yang ada.
4) Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.
Selain itu tujuan dari pembelajaran berbasis masalah menurut Mukhlis, dkk (2005:11) adalah sebagai berikut.
1) Memotivasi belajar siswa
2) Mengembangkan kemampuan siswa mengambil keputusan 3) Meningkatkan kesadaran siswa terhadap kompleksitas
permasalahan dunia nyata
4) Mengembangkan kemampuan self-directed learning siswa 5) Memperluas area belajar siswa lebih dari yang disajikan
kepadanya
6) Mengembangkan cara berpikir holistik dan mendalam pada diri siswa
7) Menumbuhkan antusiasme belajar berdasarkan pengalaman pribadi dan perkembangan yang ada disekitarnya
8) Mendorong minat siswa melakukan investigasi melampaui prekonsepsi yang dimiliki siswa sehingga menjadi leih inovatif dan kritis.
Tabel 2.1. Tahap-tahap Pembelajaran Berbasis Masalah
Tahapan Tingkah Laku Guru
Tahap 1:
Orientasi siswa kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
Tahap 2 :
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Tahap 3 : Membimbing
penyelidikan individual dan kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Tahap 4 :
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka berbagi tugas dengan teman
Tahap 5 :
Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
Sumber : Nurhadi, dkk (2004:60)
Menurut Aini (2006:15-16) mengelompokkan tingkah laku guru dan siswa berdasarkan tahapan-tahapan dalam pembelajaran berbasis masalah.
Pengelompokan tersebut dapat dilihat dalam tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel 2.2. Tingkah laku guru dan siswa dalam Problem Based Learning
No. Tingkah Laku Guru Tingkah Laku siswa 1 Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
Siswa memperhatikan penjelasan dari guru tentang tujuan pembelajaran dan logistik yang dibutuhkan serta
2 Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Siswa secara berkelompok merumuskan masalah, membuat hipotesis, dan merencanakan proses pemecahan masalah
3 Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Siswa mengumpulkan informasi melalui berbagai cara dan berbagai sumber, misalnya dengan menggali informasi dari buku, pengamatan lapangan, mencari informasi dari ahli/narasumber
4 Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyampaikan karya yang sesuai seperti laporan, video dan model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
Siswa membuat karya yang sesuai dengan masalah yang bersangkutan, dapat berbentuk seperti laporan, poster, majalah dinding dan mempresentasikan di depan kelas
5 Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
Siswa menyimpulkan tentang materi yang telah dipelajari dan bertanya kepada guru jika ada yang kurang jelas
Sumber : Aini (2006 : 15-16)
Sebagaimana metode pembelajaran yang lain, Problem Based Learning juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Pannen, dkk (2001:99-102)
mengemukakan kelebihan dan kekurangan Problem Based Learning sebagai berikut :
1. Kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning
• Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan masalah tersebut
• Guru dapat melibatkan siswa secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi
• Pembelajaran menjadikan siswa lebih mandiri dan lebih dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif diantara siswa
• Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah yang diselesaikan dikaitkan langsung dengan kehidupan sehari-hari • Pengkondisian siswa dalam belajar kelompok akan mempermudah
pencapaian ketuntasan belajar yang diharapkan
2. Kekurangan model pembelajaran Problem Based Learning • Waktu yang diperlukan untuk implementasi lebih lama
• Tidak semua materi bisa diajarkan dengan metode pembelajaran berbasis masalah
• Membutuhkan faislitas dan perangkat pembelajaran yang memadai • Menuntut guru membuat perencanaan pembelajaran yang lebih matang • Menuntut siswa lebih aktif dan kreatif dalam mengikuti proses
pembelajaran
D. Kemampuan Berpikir Kritis
Sizzer (dalam Johnson, 2002:181) “Sekolah artinya belajar menggunakan pikiran dengan baik, berpikir kreatif mengahdapi persoalan-persoalan penting, serta menanamkan kebiasaan untuk berpikir”. Selanjutnya, De Bono (1992:36) mengemukakan bahwa “berpikir adalah eksplorasi pengalaman yang dilakukan secara sadar dalam mencapai suatu tujuan., dimana tujuan tersebut mungkin berbentuk pemahaman, pengambilan keputusan, perencanaan, pemecahan masalah, penilaian, tindakan, dan sebagainya”.
interpersonal, eksistensial, dan naturalistik. Jenis kecerdasan, baik secara sendiri-sendiri maupun secara serentak, mendasari kinerja aktivitas berpikir”. Selain itu, Nurhadi dkk (2004:56) memberikan definisi bahwa “berpikir adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasar pada inferensi atau pertimbangan yang seksama”. Ruggiero, 1988 (dalam Johnson, 2002:187) mengartikan “berpikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu
merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami; berpikir adalah sebuah pencarian jawaban, sebuah pencapaaian makna”.
Hamalik (2004:16) menyebutkan macam-mcam metode berpikir, yaitu: 1) Metode berpikir induksi, yaitu proses berpikir yang di mulai dari hal-hal
yang bersifat khusus menuju ke kesimpulan atau definisi umum.
2) Metode berpikir deduktif, yaitu proses berpikir dimulai dari kesimpulan perumusan tujuan menuju ke hal-hal yang khusus.
3) Metode berpikir generalisasi, yaitu proses berpikir dalam bentuk mengambil kesimpulan umum atas kejadian-kejadian yang sejenis. 4) Metode berpikir kausalitas, yaitu pola berpikir dimulai dari anggapan
bahwa setiap sebab tentu menimbulkan sesuatu akibat, sebaliknya bahwa setiap akibat sudah tentu ada sebabnya.
5) Metode berpikir pemecahan masalah (Problem Solving), yaitu proses berpikir yang meliputi langkah-langkah perumusan masalah, mengajukan alternatif jawaban, mengumpulkan keterangan-keterangan dari berbagai sumber, mengetes kemungkinan-kemungkinan jawaban, menarik kesimpulan dan melaksanakan kesimpulan.
6) Metode berikir logis dan sistematis, yaitu proses berpikir yang
berlandaskan pada metode berpikir pemecahan masalah, berpikir dengan pertanyaan-pertanyaan apa (what), mengapa(why), bagaimana (how), siapa (who), kapan (when), dan dimana (where).
strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan, Reber, 1988 ( dalam Syah, 2006:123).
Johnson (2002:183) mendefinisikan “berpikir kritis merupakan suatu proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang terorganisasi. Berpikir kritis merupakan
kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan orang lain”. Selain itu, De Porter (1999) mendefinisikan bahwa “berpikir kritis adalah berlatih/memasukkan penilaian atau evaluasi yang cermat, seperti menilai kelayakan suatu gagasan atau produk”.
Chafee, 1994 (dalam Johnson, 2002:187) mendefinisikan “berpikir kritis sebagai berpikir untuk menyelidiki secara sistematis proses berpikir itu sendiri, maksudnya tidak hanya memikirkan dengan sengaja, tetapi juga meneliti bagaimana kita dan orang lain menggunakan bukti dan logika”. Menurut
Donosoepoetro (1983:4) “berpikir kritis merupakan analytic thinking, suatu cara berpikir yang titik beratnya ada pada proses analisis terhadap berbagai hal”.
Donosoepoetro (1983: 5-10) “tingkatan berpikir kritis yang diajukan oleh Bloom, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) mengetahui (knowling), 2)
tingkatan yang kedua siswa sudah mampu menjawab pertanyaan dari guru dengan kata-katanya sendiri. Sedangkan siswa pada tingkatan yang ketiga jika siswa sudah bisa menerapakan informasi yang diperoleh menjadi sesuatu hal yang baru, dan pada tingkatan yang keempat siswa mampu untuk menguraikan konsep atau prisip. Kemampuan siswa pada tingkatan yang kelima adalah siswa bisa membuat suatu kesimpulan dari berbagai konsep, dan pada tingkatan yang terakhir yaitu tingkatan keenam (evaluasi) siswa mampu untuk memutuskan atau menyimpulkan sesuatu yang benar dan salah serta yang baik dan buruk.
Berpikir kritis merupakan kegiatan manusia yang bisa dilihat/diamati (eksternal) maupun tidak dapat dilihat (internal). Dalam makalah yang berjudul Student-Centered Learning Berbasis ICT (Universitas Gajah Mada, 2004:8)
menyatakan bahwa perilaku berpikir kritis dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain.
a) Importance : penting tidaknya isu atau pokok-pokok pikiran yang dikemukakan
b) Novelty : kebaruan dari isi pikiran, baik dalam membawa ide-ide atau
informasi baru maupun dalam sikap menerima adanya ide-ide baru siswa lain c) Outside material : menggunakan pengalamannya sendiri atau bahan-bahan
yang diterimanya di sekolah/reference
d) Ambiguity clarified : mencari penjelasan atau informasi lebih lanjut bila dirasa ada ketidakjelasan
e) Thingking Ideas : senantiasa menghubungkan fakta, ide, atau pandangan serta mencari data baru dari informasi yang berhasil dikumpulkan
f) Justification : memberi bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap suatu solusi atau kesimpulan yang diambilnya. Termasuk didalamnya senantiasa memberikan penjelasan mengenai keuntungan (kelebihan) dan kerugian (kekurangan) dari suatu situasi atau solusi.
g) Critical assessment : melakukan evaluasi terhadap setiap kontribusi yang dating dari dalam dirinya maupun dari siswa lain, serta memberikan “prompts” untuk terjadi evaluasi yang kritis
h) Practical utility : ide-ide yang dikemukakannya selalu dilihat pula dari sudut kepraktisannya (practicality) dalam penerapan
Berdasarkan aspek-aspek kemampuan berpikir kritis tersebut, maka dalam penelitian ini disusun pedoman penilaian kemampuan berpikir kritis yang
disajikan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 2.3. Pedoman Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
No. Aspek Kemampuan Berpikir
Kritis Deskripsi Pencapaian
1. Melakukan pengamatan 1. Siswa tidak melakukan pengamatan
2. Siswa melakukan pengamatan tetapi tidak tepat dan tidak teliti
3. Siswa melakukan pengamatan dengan teliti tetapi kurang tepat
4. Siswa melakukan pengamatan dengan tepat dan teliti
2. Merumuskan hipotesis 1. Siswa tidak dapat meramalkan apa yang mungkin terjadi dari suatu gejala
2. Siswa dapat meramalkan dan menjelaskan suatu gejala tetapi kurang tepat
3. Siswa dapat meramalkan apa yang mungkin terjadi dari suatu gejala tetapi penjelasannya kurang tepat 4. Siswa dapat meramalkan apa yang mungkin terjadi
dari suatu gejala beserta penjelasannya dengan jelas dan tepat
3. Melakukan Diskusi 1. Siswa tidak melakukan diskusi 2. Siswa melakukan diskusi tetapi tidak
mengemukakan ide-ide atau informasi baru 3. Siswa melakukan diskusi dengan aktif dan
berpartisipatif untuk memecahkan masalah yang dihadapi
4. Siswa melakukan dengan aktif dan senantiasa menguhubungkan fakta, ide, atau pandangan serta mencari data baru dari informasi yang berhasil dikumpulkan
4. Menganalisis Data 1. Siswa tidak menganalisis data
2. Siswa dapat menganalisis data tetapi tidak lengkap dan tidak tepat
3. Siswa dapat menganalisis data dengan tepat tetapi tidak lengkap
4. Siswa dapat menganalisis data dengan tepat dan lengkap
5. Keterampilan siswa bertanya 1. Siswa tidak bertanya sama sekali
2. Siswa bertanya tetapi tidak dapat merumuskan pertanyaannya dengan baik
3. Siswa bertanya dengan pertanyaan yang kreatif 4. Siswa bertanya dengan pertanyaan yang memerlukan
tingkat intelektual yang tinggi (analisis, sintesis, dan evaluasi)
6. Keterampilan siswa menjawab pertanyaan
1. Siswa tidak dapat menjawab pertanyaan
2. Siswa dapat menjawab pertanyaan tetapi tidak dapat memberikan alasannya
memberikan alasannya tetapi kurang tepat 4. Siswa dapat menjawab pertanyaan dan dapat
memberikan alasannya dengan tepat 7. Tingkat keterampilan berpikir
siswa. Deskriptor :
a) Mengingat; siswa dapat menyebutkan definisi sebuah konsep tertentu tanpa memahami maknanya b) Memahami; siswa dapat
menjelaskan konsep dengan kata-katanya sendiri c) Menerapkan; siswa dapat
mengaplikasikan konsep yang telah dipelajarinya d) Analisis; siswa dapat
menguraikan hal-hal yang terkait dengan konsep yang dipahaminya secara rinci e) Sintesis; siswa mampu
menghubungkan atau menggabungkan hal-hal yang berada didalam lingkup konsep sehingga dapat membentuk suatu kesimpulan tertentu f) Evaluasi; siswa dapat
memutuskan atau
menyimpulkan sesuatu yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk
1. Kurang dari tiga deskriptor tampak 2. Tiga deskriptor tampak
3. Empat deskriptor tampak 4. Lebih empat deskriptor tampak
8. Membuat kesimpulan 1. Siswa tidak bisa membuat kesimpulan
2. Siswa bisa membuat kesimpulan tetapi tidak jelas dan tidak sesuai dengan tujuan percobaan 3. Siswa bisa membuat kesimpulan sesuai dengan
tujuan percobaan tetapi tidak jelas
4. Siswa dapat membuat kesimpulan sesuai dengan tujuan percobaan dengan jelas
9. Menerapkan konsep 1. Siswa tidak dapat menerapkan konsep atau menyebutkan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari
2. Siswa dapat menerapkan konsep atau menyebutkan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari dengan tepat
3. Siswa dapat mengaplikasikan konsep yang telah diterima pada konteks atau situasi lain tetapi masih kurang tepat
4. Siswa dapat mengaplikasikan konsep yang telah diterima pada konteks atau situasi lain dengan tepat
E. Hasil Belajar
Menurut Dimyati (2002:55) “hasil belajar adalah hasil yang telah
diperoleh siswa dari pengalaman-pengalaman dan latihan-latihan yang diikutinya selama pembelajaran yang berupa kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Sudjana (2005:3) mendefinisikan “hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku siswa baik afektif, kognitif, maupun psikomotorik setelah melakukan proses
belajar-mengajar”.
Benjamin S.Bloom dalam Taxonomy Of Education Objektivitas (Winkel, 1996:244) membagi hasil belajar dalam tiga ranah, yaitu:
1. Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkaitan dengan daya pikir, pengetahuan dan penalaran. Ranah kognitif berorientasi pada kemampuan siswa dalam berpikir dan bernalar yang mencakup kemampuan siswa dalam mengingat sampai dengan memecahkan masalah, yang menuntut siswa untuk menggabungkan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang meliputi enam aspek, yaitu: (1)
pengetahuan berkaitan dengan kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari, (2) pemahaman berkaitan dengan kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep, (3) aplikasi berkaitan dengan kemampuan
menggunakan atau menerapkan suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru, (4) analisis berkaitan dengan
kemampuan memecah, mengurai suatu integritas dan mampu memahami hubungan antar unsur/bagian sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti, (5) sintesis berkaitan dengan kemampuan menyatukan unsur/bagian menjadi satu kesatuan yang bermakna, dan (6) evaluasi berkaitan dengan kemampuan memberikan pertimbangan nilai tentang sesuatu berdasarkan kriteria yang dimilikinya.
2. Ranah Afektif
Ranah afektif lebih berorientasi pada pembentukan sikap melalui proses pembelajaran. Ranah afektif terdiri dari lima aspek, yaitu: (1) penerimaan (ingin menerima, sadar akan sesuatu), (2)
pemberian respon (aktif berpartsipasi), penilaian (menerima nilai-nilai), (3) pengorganisasian (menghubungkan nilai yang
berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.
3. Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotorik menunjuk pada gerakan-gerakan jasmaniah dan kontrol jasmaniah. Kecakapan fisik dapat berupa pola-pola gerakan atau keterampilan fisik. Ada enam aspek ranah
psikomotorik, yaitu: gerakan refleks (meniru gerak), keterampilan gerakan dasar (menggunakan konsep untuk melakukan gerak), kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan (melakukan gerak dengan benar), gerakan keterampilan kompleks (merangkai gerakan dengan benar), gerakan ekspresif dan interpretatif. Aspek psikomotorik dilihat dari penampilan (performance) atau
keterampilan siswa. Dalam mengukur penampilan atau
keterampilan dapat diukur dari tingkat kemahirannya, ketepatan waktu penyelesaiannya, dan kualitas produk yang dihasilkannya.
Syah (2006:50) berpendapat bahwa ”tanpa ranah kognitif, sulit dibayangkan siswa dapat berpikir. Selanjutnya tanpa kemampuan berpikir mustahil siswa tersebut dapat memahami dan meyakini faedah materi-materi pelajaran yang disajikan di kelas. Walaupun demikian, tidak berarti fungsi afektif dan psikomotorik seorang siswa tidak perlu diperhatikan. Kedua fungsi psikologis siswa ini juga penting”. Dari pengertian ini dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku seseorang yang dapat diukur secara
langsung sebagai akibat dari proses belajar mengajar, baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
F. Evaluasi Hasil Belajar 1. Definisi
seberapa jauh hasil yang telah dicapai dalam proses pendidikan. Secara definitf tokoh-tokoh dalam bidang pendidikan mempunyai pendapat yang beragam tentang evaluasi hasil belajar, diantaranya Ralph Tyler, 1950 (dalam Arikunto, 2002:3) berpendapat bahwa “evaluasi hasil belajar merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, bagaian mana tujuan pendidikan sudah dicapai”. Sedangkan Tardib, dkk (1989)(dalam Syah, 2006:195) mendefinisikan evaluasi hasil belajar sebagai “proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan”. Dimiyati dan Mudjono (2002:192) mendefinisikan evaluasi belajar dan pembelajaran adalah “proses untuk menentukan nilai belajar dan pembelajaran yang dilaksanakan, dengan melalui kegiatan penilaian dan/atau pengukuran belajar dan pembelajaran”.
Harjanto (2003:277) berpendapat bahwa evaluasi pengajaran adalah ”penilaian/penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan peserta didik kearah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam hukum”. Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi hasil belajar adalah proses pengumpulan data dengan cara melakukan penilaian untuk menggambarkan sejauh mana prestasi yang telah dicapai oleh seorang siswa sesuai dengan tujuan dan criteria yang sudag ditetapkan.
2. Tujuan dan Fungsi Evaluasi a) Tujuan Evaluasi
1) Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses tertentu.
2) Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok kelasnya.
3) Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar.
4) Untuk mengetahui sampai sejauh mana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitifnya (kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar. 5) Untuk mengetahui tingkat daya guna metode mengajar yang
telah digunakan guru dalam proses belajar mengajar (PBM). Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 “evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan”. Dengan memperhatikan tujuan evaluasi hasil belajar tersebut, guru harus melakukan evaluasi terhadap siswanya secara
kontinnyu, bukan hanya pada saat ulangan harian atau ujian akhir semester.
b) Fungsi Evaluasi
Disamping memiliki tujuan, evaluasi belajar juga memiliki fungsi-fungsi seperti dibawah ini. Syah (2006:198)
a. Fungsi administratif untuk penyusunan daftar nilai pengisian buku rapor.
b. Fungsi promosi untuk menetapkan kenaikan atau kelulusan. c. Fungsi diagnostik untuk mengidentifikasi kesulitan belajar
siswa dan merencanakan program remedial teaching (pengajaran perbaikan).
d. Sebagai sumber data BP yang dapat memasok data siswa tertentu yang memerlukan bimbingan dan penyuluhan (BP). e. Sebagai bahan pertimbangan pengembangan pada masa yang
3. Teknik Evaluasi Berbagai Ranah Psikologis
Secara umum terdapat tiga ranah psikologis yang dimiliki oleh setiap peserta didik yaitu: ranah kognitif. Afektif, dan psikomotorik. Dalam melakukan evaluasi, guru harus mampu menggunakan dan membuat instrumen agar ketiga ranah tersebut dapat dinilai. Teknik evaluasi ketiga ranah tersebut menurut Syah (2006:208-213) adalah sebagai berikut.
1. Evaluasi Ranah Kognitif
Mengukur keberhasilan siswa yang berdimensi kognitif dapat dilakuakan dengan berbagai cara, baik dengan tes tulis maupun tes lisan dan perbuatan. Teknik yang sering digunakan adalah dengan mengadakan tes tulis karena tingkat keobjektivannya tinggi.
2. Evaluasi Ranah Afektif
Untuk mengukur ranah afektif harus mengetahui aspek yang akan dinilai seperti: penerimaan, sambutan, apresiasi,
internalisasi, dan karakterisasi. Teknik yang sering digunakan untuk mengukur ranah afektif adalah dengan skala Likert yang tujuannya untuk mengidentifikasi kecenderungan sikap orang. Rentangan skala ini diberi skor 1 samapai 5 atau 1 sampai 7. Selain itu skala yang bisa juga digunakan adalah skala
bertingkat, misalnya dengan rentangan 1-4 atau 4-1 tergantung arah pertanyaan/pernyataan.
3. Evaluasi Ranah Psikomotorik
Cara yang dipandang tepat untuk mengetahui keberhasilan belajar yang berdimensi psikomotorik adalah observasi. Guru yang hendak melakukan observasi harus mempersiapkan langkah-langkah yang cermat dan sistematis menurut pedoman yang terdapat dalam format obdervasi yang telah dipersiapkan.
4. Pendekatan Evaluasi
a) Pendekatan Penilaian Acuan Norma (PAN)
PAN adalah bilamana hasilbelajar setiap anak dibandingkan dengan hasilbelajar anak lain dalam kelompoknya, sehingga dapat diketahui posisi kemampuan siswa dalam kelompoknya. Pembanding yang dipakai adalah nilai rata-rata dan simpangan baku.
b) Pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP)
PAP adalah suatu pendekatan penilaian dimana sebelum dilaksanakan penilaian, guru harus menetapkan terlebih dahulu patokan yang akan dipakai sebagai pembanding terhadap semua hasil pengukuran yang dicapai siswa (skor). Setiap guru atau sekolah memiliki syarat ketuntasan belajar yang berbeda.
G. Pembelajaran berbasis Masalah dan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar
Sizer, 1992 (dalam Johnson, 2002:182) mengemukakan “untuk membantu siswa mengembangkan potensi intelektual mereka, Contextual Teaching and Learning (salah satunya model pembelajaran berbasis masalah ) mengajarkan
langkah-langkah yang dapat digunakan dalam berpikir kritis dan kreatif serta memberikan kesempatan untuk menggunakan keahlian berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi ini dalam dunia nyata”. Main dan Rowe, 1993 (dalam Hasimah, 2007:26) dalam pendidikan, pengembangan berpikir dan hasil belajar melibatkan pembelajaran berbasis masalah. Hal ini dikarenakan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mencari solusi yang baik diperlukan pemikiran yang kritis dan kreatif.
H. Hasil Penelitian Terdahulu
Tabel 2.4. Daftar Penelitian yang dijadikan acuan bagi Peneliti
No. Nama Judul Kesimpulan
1. Benny Yuli Hasimah
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis
Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemandirian Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X SMA Negeri 2 Malang berpikir kritis dan kemandirian belajar siswa kelas X SMA Negeri 2 Malang Meningkat 2. Lilik Farida Penerapan Model
Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Motivasi dan Aktivitas Belajar Siswa Kelas X-2 Semester II Tahun Ajaran 2006/2007 Di SMA Negeri 2 Malang
Dari hasil penelitian diketahui dengan penerapan model pembelajaran Problem Based dapat
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
”Metode Penelitian adalah strategi umum yang di anut dalam
pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab persoalan yang dihadapi” (Furchan,1982:50).
Penelitian yang dilaksanakan ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelian ini dilakukan dengan dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II.
Dalam rancangan penelitian ini (khususnya Pembelajaran Berbasis Masalah), guru mengelompokkan siswa menjadi lima (5) kelompok, tiap kelompok terdiri dari 8 orang,sedangkan satu keompok hanya enam orang. Gambar skenario Siklus I dan Siklus II dan Pembelajaran Berbasis Masalah adalah sebagai berikut.
Gambar 3.1 Siklus Tindakan PTK
STUDI PENDAHULUAN
TINDAKAN/ OBSERVASI I EVALUASI I
REFLEKSI I
PERENCANAAN II
TINDAKAN/ OBSERVASI II EVALUASI II
REFLEKSI II
SIKLUS I
SIKLUS II
PERENCANAAN I
Gambar 3.2 Skema Pembelajaran Berbasis Masalah
Guru Menjelaskan Materi Pembelajaran
Terdapat Pertanyaan dan Sanggahan dari Siswa Maupun Guru
Kesimpulan
Dibantu oleh Guru Proses Diskusi
Guru Membentuk Kelompok
Penyampaian Hasil Diskusi
Disimpulkan oleh Siswa yang dibantu
oleh Guru Guru Memberikan
Permasalahan
Diambil dari Artikel (Internet) maupun permasalahan dari buku
Penyusunan Laporan
Sumber : Sistem Informasi Akuntansi
Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini di gunakan untuk mendapatkan gambaran secara jelas dan nyata tentang proses penerapan pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa yang
Proses pengamatan didukung dengan lembar observasi dan angket. Melalui lembar observasi, akan diperoleh gambaran tentang kondisi kelas saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Sedangkan melalui angket, akan diperoleh tanggapan siswa tentang penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam proses belajar mengajar.
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Secara umum dapat diartikan bahwa populasi adalah keseluruhan dari objek yang menjadi sasaran penelitian. Populasi untuk penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X. Untuk lebih lengkap berapa jumlah kelas dan jumlah siswanya, dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 3.1 Daftar jumlah siswa kelas X
No Kelas Jumlah siswa
1.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purpossive sampling. Sampel ini dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan
didasarkan atas strata, ramdom atau daerah, tapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Teknik ini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya alasan kepandaian siswa kelas X-1 tidak di bawah rata-rata maupun tidak di atas rata-rata (unggulan). Selain itu, dari rekomendasi oleh guru mata pelajaran ekonomi bahwa kelas X-1 dalam proses belajar mengajar selalu memperhatikan guru dan keadaan kelasnya tidak terlalu gaduh di bandingkan dengan kelas yang lain. Sampel terdiri dari siswa kelas X-1 yang berjumlah 39 siswa.
C. Kehadiran Peneliti di Lapangan
Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti dalam lapangan mutlak diperlukan karena peneliti bertindak sebagai:(1) perencana tindakan, (2) pemberi tindakan, (3) pengumpul data, (4) penganalisis data, dan (5) pelapor hasil penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti dibantu dua orang sebagai observer dan satu orang
merangkap mendokumentasikan kegiatan belajar mengajar dalam bentuk foto.
D. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SMA LABORAOTRIUM Malang yang terletak di jalan Bromo No. 16 Malang. Subyek penelitian adalah siswa kelas X-1 yang berjumlah 38 siswa di SMA LABORATORIUM Malang.
E. Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian merupakan sejumlah fakta-fakta yang diperoleh untuk memecahkan maslah penelitian. Data yang akan diambil dalam penelitian ini meliputi; 1) Penerapan pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning), 2) Kemampuan Berpikir Kritis siswa, 3) Hasil belajar siswa yang
didapat dari nilai hasil pos tes.
Tabel 3.2 Jenis data, instrumen, serta sumber data dalam penelitian
No. Data Instrumen Keterangan
1. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah
Lembar observasi kegiatan guru
Selama pembelajaran berlangsung 2. Kemampuan Berpikir
Kritis
Observasi dan tugas LKS yang
dikumpulkan siswa
Selama kegiatan pembelajaran dan diluar jam
pelajaran 3. Hasil Belajar Soal pos tes Setelah
pembelajaran selesai
F. Tahap-tahap Penelitian
Daur ulang dalam penelitian di awali dengan (Arikunto, 2001:104)
”Perencanaa tindakan (planning), penerapan tindakan (action), mengobservasi dan mengevaluasi (observation and evaluation), melakukan refleksi (reflection) dan seterusnya sampai peningkatan yang diharapkan”.
Dalam penelitian ini direncanakan dilakukan dua siklus yaitu siklus I dan siklus II.
Siklus I
a) Peneliti merancang pembelajaran dengan menggunakan metode Problem Based Learning.
b) Peneliti membuat bahan ajar penelitian
c) Peneliti membuat lembar observasi guru dan lembar observasi kegiatan siswa.
d) Peneliti menyusun soal-soal post test siklus I e) Peneliti membuat format penilaian hasil diskusi.
f) Peneliti membuat format penilaian kemampuan berpikir kritis dan menyusun angket kemampuan berpikir kritis siswa.
g) Peneliti membuat lembar catatan lapangan. 2. Tindakan Pembelajaran
a. Peneliti bertindak sebagai guru dalam proses belajar mengajar dibantu 2 orang observer.
b. Proses pembelajaran oleh guru dengan menggunakan metode PBL (Problem Based Learning).
3. Observasi
a. Diskusi dan hasil diskusi dimasukkan pada lembar observasi yang disediakan.
b. Melakukan evaluasi terhadap diskusi. 4. Tahap Refleksi I
Analisis data yang telah diperoleh, serta melihat kelemahan dan