• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.5. Kemampuan Kitosan Untuk Menyerap Logam

6. 7. 8. Klarifikasi/Penjernihan - Limbah industri pangan,-

Limbah sari buah

- Penjernihan air minum, kolam renang ,zat warna, tanin

Kosmetik

Biomedis

Fotografi

- Mempercepat penyembuhan luka, menurunkan kolesterol

- Melindungi film dari kerusakan

Sumber: Robert (1992)

2.1.5. Kemampuan Kitosan Untuk Menyerap Logam

Kemampuan kitosan untuk mengikat logam dengan cara pengkhelat adalah dihubungan dengan kadar nitrogen yang tinggi pada rantai polimernya. Kitosan mempunyai satu kumpulan amino linier bagi setiap unit glukosa. Kumpulan amino ini mempunyai satu kumpulan amino linier bagi setiap unit glukosa. Kumpulan amino ini mempunyai sepasang electron yang dapat berkoordinat atau membentuk ikatan-ikatan aktif dengan kation-kation logam. Unsur nitrogen pada setiap monomer kitosan dikatakan sebagai gugus yang aktif berkoordinat dengan kation logam (Hutahahean, 2001).

Interaksi kitosan dengan ion logam terjadi karena proses pengkompleksan dimana penukaran ion, penyerapan dan pengkhelatan terjadi selama proses

berlangsung. Ketiga proses tersebut tergantung dari ion logam masing-masing seperti penukaran ion logam Ca. Kitosan menunjukkan afinitas yang tinggi pada logam transisi golongan 3, begitu pula pada logam yang bukan golongan alkali dengan konsentrasi rendah (Muzzarelli, 1973).

Menurut Mc Kay (1987), kitosan mempunyai kemampuan untuk mengikat logam dan membentuk kompleks kitosan dengan logam. Contoh mekanismenya adalah sebagai berikut:

2R-NH3+ + Cu2+ + 2 Cl- (RNH2)CuCl2

2.2 Gelatin

Gelatin merupakan bahan alami yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen. Gelatin bisa bersifat sebagai gelling agent (bahan pembuat gel) atau sebagai non gelling agent. Gelatin merupakan protein konversi bersifat larut air yang diperoleh dari hidrolisis kolagen yang bersifat tidak larut air. Tulang sapi, kulit sapi, dan kulit babi adalah bahan yang biasa digunakan untuk memperoleh gelatin (Sobral, 2001). Gelatin adalah protein dengan berbagai sifat fungsional dan aplikasi, termasuk kemampuannya membentuk film. Sumber bahan baku gelatin dapat berasal dari sapi dan babi, namun ditemukan sumber lain yang lebih relevan untuk mendapatkan gelatin, yaitu gelatin dari tulang dan kulit ikan (Gomez, 2002).

Dalam produk pangan, gelatin dimanfaatkan sebagai bahan penstabil, pembentuk gel, pengikat, pengental, pengemulsi dan lain sebagainya. Selain itu, gelatin digunakan sebagai bahan baku pembuatan kapsul. Permintaan akan gelatin telah meningkat selama bertahun-tahun. Laporan terkini mengindikasikan produksi gelatin dunia mendekati angka 326.000 ton per tahun, dimana gelatin dari kulit babi sebesar 46%, dari kulit sapi sebesar 29,4%, dari tulang sapi sebesar 23,1%, dan dari sumber lain sebesar 1,5% (Karim, 2009).

Penggunaan gelatin didalam produk murni berfungsi sebagai penjernih sari buah, beer dan wine. Didalam produk buah-buahan gelatin berfungsi sebagai pelapis (melapisi) pori-pori buah sehingga terhindar kekeringan dan kerusakan oleh mikroba,

sedangkan untuk produk permen dan sejenisnya berfungsi konsistensi produk, daya gigit dan kekerasan serta tekstur, kelembapan, daya lengket dimulut. Dalam bidang farmasi digunakan sebagai cangkang kapsul dan di Indonesia beredar jenis kapsul keras yang terbuat dari gelatin yang diberi pewarna dan pelentur Dengan demikian gelatin merupakan interaksi dari jaringan kulit hewan mempunyai banyak fungsi diantaranya sebagai bahan pengemulsi, pengikat dan mempunyai gizi. Berdasarkan sifat bahan dasarnya pembuatan gelatin dapat dilakukan dengan cara 2 prinsip dasar yaitu cara alkali dan cara asam.

Cara alkali atau basa dilakukan untuk memperoleh gelatin tipe B, yaitu bahan dasarnya berasal dari kulit tua (keras,liat) maupun tulang. Mula-mula bahan diperlakukan dengan proses perendaman ,melalui perendaman beberapa minggu dalam larutan kalsium hidroksida, sehingga jaringan kolagen akan mengembang dan terpisah. Kemudian bahan dinetralkan dengan asam, selanjutnya dicuci dengan air dilanjutkan dengan ekstraksi melalui pemanasan.

Cara pengasaman dilakukan untuk menghasilkan gelatin tipe A (asam). Tipe A umumnya diperoleh dari kulit babi, dimana tidak memerlukan perendaman yang lama dengan asam, karena jaringan belum kuat terikat sehingga cukup dengan asam yang encer selama beberapa hari, dinetralkan dan dicuci berulang-ulang, untuk menghilangkan asam dan garamnya. Proses utama pembuatan gelatin dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap persiapan bahan baku, yaitu penghilangan komponen non kolagen dari bahan baku dengan atau tanpa pengurangan ikatan antara komponen kolagen. Tahap kedua merupakan konversi kolagen menjadi gelatin. Tahap ketiga adalah pemurnian dan perolehan gelatin dalam bentuk kering (Ward dan Courts, 1977).

Gelatin bersifat seperti kaca, padat mudah rusak/dan rapuh, berwarna kuning sampai putih transparan dan hampir tidak ada rasanya serta hampir tidak berbau, berbentuk serpihan atau serbuk, mudah larut dalam air panas gliserol dan asam asetat dan tidak mudah larut dalam pelarut organik (GMIA,2006. Budavari,1996). Kandungan protein gelatin sekitar 85 – 92%, sisanya berupa garam mineral dan air (Schieber and Gareis,2007). Kandungan kimia dari gelatin terbesar adalah glisin

(hampir 1 dalam 3 residu asam amino, menyusun setiap 3 residu), proline dan 4-hydroxyproline residu (Gambar 2.2). Tipe strukturnya adalah -Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-Glu-4Hyp-Gly-Pro- (Chaplin,2006).

Gambar 2.2 Struktur Kimia Gelatin (Chaplin,2006)

Gelatin dari sumber dan proses yang berbeda menunjukkan perbedaan komposisi asam amino (Glicksman,1969). Sumber bahan yang berbeda menunjukkan perbedaan komposisi asam amino gelatin tertera pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi Asam Amino Gelatin Beberapa Jenis Hewan

Asam Amino Anjing laut Ikan Paus Babi Sapi Ikan cod

Asam asparat 4.5 4.8 4.4 4.3 5.2

Hidroksiprolin 10.1 8.5 10.9 9.6 6.6

Sarin 3.8 4.0 3.3 3.2 6.3 Asam glutamate 7.6 8.0 7.8 7.4 8.0 Prolin 12.0 12.6 12.7 12.4 10.8 Glisin 31.6 30.2 30.8 33.3 31.5 Alanin 10.8 10.4 11.1 11.5 10.2 Valin 2.3 2.2 2.3 2.0 1.8 Sistein 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Metionin 0.5 0.6 0.5 0.5 1.5 Isoleusin 1.0 1.2 1.1 1.2 1.3 Leusin 2.5 2.8 2.6 2.4 2.2 Tirosin 0.4 0.5 0.2 0.1 0.5 Phenilalanin 1.4 1.5 1.5 1.3 1.3 Hidroksilisine 0.7 0.9 0.7 0.7 0.7 Omitin 0.0 0.0 0.2 0.6 0.0 Lisin 2.6 3.0 2.7 2.6 2.9 Histidin 0.6 0.6 0.4 0.5 0.9 Arginin 5.2 5.3 5.1 4.6 5.6 Sumber: Armesen, 2002

Sifat fisik dan kimia secara umum dan kandungan unsur-unsur mineral tertentu dalam gelatin dapat digunakan untuk menilai mutu gelatin. Sifat fisik gelatin seperti warna, bau dan rasa dapat diukur dengan menggunakan indera manusia. Sedangkan sifat kimia seperti kadar air,kadar abu, logam berat dan kandungan mineral diukur dengan menggunakan alat. Penggunaan gelatin dalam produk pangan lebih disebabkan oleh sifat fisik yang unik dari gelatin dibanding karena nilai gizinya sebagai sumber

protein. Dalam industri pangan gelatin digunakan sebagai pembentuk gel, penstabil, pengemulsi, pengental, pembentuk busa, pembentuk Kristal, pelapis, perekat, pengikat air, dan penjernih (Jones Ward and Courts,1977).

2.3 Belangkas

Gambar 2.3 Belangkas Bagian Depan Klasifikasi Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Merostomata Ordo : Xiphosura Famili : Limulidae

Belangkas atau mimi adalah salah satu hewan laut paling aneh yang pernah dikenal oleh manusia. Keanehan pertama jelas bisa dilihat pada bentuknya yang lain daripada makhluk-makhluk laut lain. Sekilas, tubuhnya berbentuk seperti ikan pari dengan kulit yang kaku dan keras. Bentuk dari tubuh bagian depannya juga dianggap mirip dengan bentuk tapal kuda sehingga di luar negeri, belangkas sering disebut dengan nama "kepiting tapal kuda" (horseshoe crab). Belangkas di dalam tangga klasifikasi ilmiah termasuk ke dalam filum Arthropoda (hewan beruas-ruas) di mana hewan-hewan seperti kepiting, serangga dan kelabang juga termasuk ke dalam filum ini. Dasar dari

penggolongan tersebut adalah karena belangkas memiliki 6 pasang kaki dan tubuh yang beruas-ruas. Ada 4 spesies belangkas yang diketahui oleh manusia dan masih hidup di masa kini di mana keempat spesies tersebut digolongkan ke dalam famili Limulidae. Adapun tempat-tempat yang menjadi habitat asli belangkas adalah pesisir Asia Pasifik (termasuk Indonesia), Asia Selatan, & Amerika Utara bagian tenggara.

Anatomi dan Morfologi

Sudah disinggung di bagian awal kalau belangkas memiliki bentuk yang mirip dengan ikan pari. Tubuh dari belangkas seluruhnya diselubungi oleh cangkang yang keras dan berwarna kecoklatan. Dilihat dari segi anatomis, tubuh dari belangkas terbagi menjadi 3 bagian utama yang masing-masingnya dipisahkan oleh sambungan tipis atau segmen : kepala (prosoma), perut (opisthosoma), dan ekor (telson). Di bagian kepala belangkas terdapat 9 mata yang letaknya terpecar-pencar 1 di masing-masing sisi kepala, 5 di bagian depan, dan 2 di bagian bawah kepala.

Gambar 2.4 Bagian Belakang Belangkas

Bagian ekor dari belangkas bersifat kaku dan mengerucut di bagian ujungnya, namun bagian pangkalnya bisa digerakkan dan sanggup memberi dorongan kepada belangkas untuk bergerak lebih cepat. Kemampuan dari ekor belangkas tersebut lantas memunculkan teori yang menyatakan bahwa bila ekor dari belangkas rusak atau hilang, maka belangkas yang bersangkutan akan lebih mudah ditangkap oleh pemangsanya. Karena ekornya pula, di dalam tangga klasifikasi ilmiah, ordo dari belangkas diberi nama Xiphosura yang merupakan bahasa Yunani dari "ekor pedang".

Jika tubuh belangkas dibalik, akan terlihat kaki-kaki dari belangkas yang bentuknya mirip kaki kepiting atau laba-laba. Total, belangkas memiliki 6 pasang kaki yang memiliki fungsinya masing-masing. Pasangan kaki pertama berguna untuk memegang makanan dan memasukannya ke mulut. Pasangan kaki kedua digunakan untuk berjalan di dasar laut, sementara 4 pasang sisanya digunakan untuk memberikan daya dorong tambahan saat belangkas bergerak. Walaupun belangkas bisa berenang dan melayang di air dengan memakai ekor dan kaki- kakinya, belangkas lebih banyak bergerak dengan cara berjalan dan merayap di dasar laut. (Heard, Willie. 2001).

Harry Noviary (2010) mengemukakan tentang studi karakterisasi pembuatan kitin dan kitosan dari cangkang belangkas, ditunjukkan pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.4 Karakterisasi Kitin dan Kitosan dari Cangkang Belangkas

Karakterisasi

Derajat Deasetilasi 82,9 %

Kitosan 83,5 %

Berat molekul kitin 1311000 g/mol Berat molekul kitosan 1048000 g/mol (Sumber : Harry Noviary, 2010)

2.4 Logam Berat Beracun di Perairan

Logam berat adalah unsur – unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 g/cm3, terletak di sudut kanan sistem periodik, mempunai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7 (Miettinen, 1977). Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), cadmium (Cd) dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya. Afinitas yang tinggi terhadap unsur S menyebabkan logam ini menyerang ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim yang bersangkutan tidak aktif. Logam berat juga mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis pengurainya (Manahan, 1977). Hal ini berkaitan dengan sifat - sifat logam berat (Sutamihardja dkk, 1982) yaitu :

1. Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan)

2. Dapat terakumulasi dalam terakumulasi dalam organism termasuk kerang dan ikan dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi organism tersebut.

3. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam didalam air.

Efek keracunan yang dapat ditimbulkannya berupa penyakit paru – paru, hati, tekanan darah tinggi, gangguan pada sistim ginjal dan kelenjer pencernaan serta mengakibatkan kerapuhan pada tulang ( Clarkson, 1988 dan Saeni, 1997).

Logam timbal (Pb) berasal dari buangan industri metalurgi, yang bersifat racun dalam bentuk Pb-arsenat. Dapat juga berasal dari proses korosi lead bearing alloys.

Kadang – kadang terdapat dalam bentuk kompleks dengan zat organik seperti hexaetil timbal, dan tetra akil lead (TAL) ( Iqbal dan Qodir, 1990). Pada hewan dan manusia timbal dapat masuk kedalam tubuh melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi serta melalui pernafasan dan penetrasi pada kulit. Didalam tubuh manusia timbal dapat menghambat aktifitas enzim yang terlibat dalam pembentukan Hemoglobin yang dapat menyebabkan penyakit anemia. Gejala yang diakibatkan oleh keracunan logam timbal adalah kurangnya nafsu makan, kejang, kolik khusus, muntah dan pusing – pusing, timbal juga dapat menyerang susunan saraf dan mengganggu sistim reproduksi, kelainan ginjal dan kelainan jiwa (Iqbal dkk 1990 ; Pallar, 1994)

2.5 Ekstraksi Fase Padat (SPE)

Ekstraksi fase padat (Solid Phase Extraction/ SPE) merupakan suatu proses ekstraksi yang dilakukan dengan melewatkan larutan sampel melalui suatu lapisan partikel penjerap, analit yang diinginkan akan berpindah dari larutan sampel dan terkonsentrasi pada lapisan penjerap. Analit kemudian dipindahkan dari penjerap dengan penambahan pelarut pengelusi. Metode ekstraksi ini biasanya dipakai untuk mengekstraksi analit dalam matriks yang kompleks seperti urin, darah, dan jaringan otot (Anonim, 2005). Ekstraksi fase padat mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan ekstraksi fase cair-cair yaitu hemat pelarut, waktu pengerjaan relatif

singkat, hasil ektraksi tidak membentuk emulsi serta cukup selektif (Botsoglou dan Fletouris, 2001)

Ekstraksi fase padat dapat dibagi menjadi 4 berdasarkan jenis fase diam atau penjerap yang dikemas dalam cartridge, yakni fase normal (normal phase), fase terbalik (reversed phase), adsorpsi (adsorption) dan pertukaran ion (ion exchange)

(Anonim, 1998). Pemilihan penjerap didasarkan pada kemampuannya berikatan dengan analit, dimana ikatan antara analit dengan penjerap harus lebih kuat dibandingkan ikatan antara analit dengan matriks sampel. Sehingga analit akan tertahan pada penjerap. Selanjutnya dipilih pelarut yang mampu melepaskan ikatan antara analit dengan penjerap pada tahap elusi (Botsoglou dan Fletouris, 2001).

Adapun 4 langkah utama dalam penggunaan ekstraksi fase padat adalah Tahap pertama yaitu pengkondisian (conditioning), merupakan tahapan yang dilakukan dengan penambahan pelarut yang mampu mengaktifkan penjerap serta mampu membasahi permukaan penjerap sehingga analit yang terdapat dalam larutan sampel dapat berinteraksi dengan penjerap. Tahap kedua yaitu retensi (retention/loading) merupakan proses pemasukan larutan sampel, dimana pada proses ini analit yang diinginkan akan tertahan pada penjerap sementara komponen lain dari matriks yang tidak diinginkan akan keluar dari cartridge. Tahap ketiga dilanjutkan dengan pembilasan (washing) yang dilakukan dengan penambahan larutan yang mampu menghilangkan sisa matriks yang tertinggal tetapi tidak mempengaruhi interaksi analit dengan penjerap. Tahap terakhir yaitu pengelusian (elutioning) yang dilakukan dengan penambahan larutan yang mampu memutuskan ikatan analit dengan penjerap (Anonim, 1988)

2.6 Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses akumulasi substansi dipermukaan antara dua fase yang terjadi secara fisika dan atau kimia, atau proses terserapnya molekul – molekul pada permukaan eksternal atau internal suatu padatan. Akumulasi yang terjadi dapat berlangsung pada proses cair – cair, cair padat dan padat – padat, sedangkan komponen – komponen yang diserap disebut adsorbat, contoh bahan yang bisa digunakan sebagai

adsorbat antara lain : aluminium, karbon aktif, silica gel dan lain – lain (Mc. Cabe, 1999)

Adsorpsi yang terjadi karena adanya daya tarik dari permukaan adsorben dan energi kinetik molekul adsorben, dapat berupa adsorpsi fisika, adsorpsi kimia dan adsorpsi isotherm. Pada adsorpsi fisika terjadi gaya van der waals antara molekul adsorbat dan adsorban untuk berikatan. Hal ini terjadi akibat perbedaan energi gaya tarik elektrostatik, oleh karena itu adsorpsi fisika merupakan reaksi reversible, sedangkan reaksi kimia adalah merupakan reaksi antara elektron – elektron pada permukaan adsorben dengan molekul – molekul adsorbat membentuk ikatan yang lebih kuat dibandingkan dengan adsorpsi fisika dan proses ini merupakan irreversible (Besnasconi, 1995).

Proses adsorpsi berlangsung 3 tahap yaitu : pergerakan molekul – molekul adsorbat menuju permukaan adsoben, penyebaran molekul – molekul adsorbat kedalam rongga – rongga adsorben dan penarikan molekul – molekul adsorbat oleh permukaan aktif membentuk ikatan yang berlangsung sangat cepat (sorpsi) (Metcalf and Eddy, 1979)

2.7 Membran

Kata membran berasal dari kata membran yanag berarti potongan kain. Membran adalah suatu lapisan yang memisahkan dua fase dimana perpindahan massanya dapat diatur dan hanya dapat dilewati oleh ion – ion tertentu. Komponen aktif membran adalah suatu senyawa bermuatan atau netral yang mampu membentuk senyawa komplek dengan ion – ion secara reversible dan membawanya melalui membran organik. Senyawa seperti ini disebut inifor atau pembawa ion (ion carrier). Membran disebut juga selaput dan bersifat semi permeabel yang memungkinkan lewatnya jenis molekul tertentu. Membran dapat berupa padatan ataupun campuran dan berfungsi sebagai media pemisah yang selektif berdasarkan perbedaaan koefsien difusivitas, muatan listrik maupun perbedaan kelarutan.

Membran banyak digunakan dalam proses pemisah, pemurnian, dan pemekatan suatu larutan, keunggulan pemisahan dengan menggunakan membran antara lain hemat energi, serta mampu memisahkan larutan – larutan yang peka terhadap suhu.

Membran kitosan lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan membran kitin, karena kelarutannya yang tinggi terhadap asam asetat 1 % sehingga mudah untuk mendapatkan membrannya setelah pelarutnya diuapkan, namun ketahanan sobeknya rendah untuk kegunaan tertentu sering ditambahkan polimer penguat seperti polivinil klorida (PVC), PVA, poliester dan N-metilon nilon.

Membran kitosan adalah membran pengkompleks pertama dari polimer alam dan telah digunakan untuk menarik unsur – unsur logam transisi dalam jumlah renik dari larutan garamnya.

Dokumen terkait