• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Komunikasi Matematis a. Siklus I

Dalam dokumen S PGSD 1003490 Chapter 4 (Halaman 24-40)

Berdasarkan penelitian siklus I yang telah dilakukan pada hari Rabu, 30 April 2014 terhadap siswa kelas IV SDN 1 Cibogo dengan banyaknya siswa yang mengikuti siklus adalah 15 siswa. Dari 15 orang siswa yang hadir, data yang diolah hanya data dari 14 orang siswa saja karena hanya 14 orang siswa yang memiliki kehadiran lengkap. Materi yang disampaikan saat siklus I mengenai sifat-sifat kubus dan balok Berikut ini adalah hasil tes yang telah dilakukan di akhir siklus I, diperoleh data nilai mengenai ketuntasan belajar siswa sebagai berikut.

Tabel 4.9. Hasil Evaluasi Kemampuan Komunikasi Matematis Siklus I

Nilai Tertinggi 100

Nilai Terendah 26,47

Rata-Rata 74,79

KKM 66,25

Banyaknya siswa yang tuntas 13 orang Banyaknya siswa yang tidak tuntas 1 orang

Hasil evaluasi kemampuan komunikasi matematis pada siklus I secara rinci terlampir pada lampiran D.3 halaman 191. Berdasarkan tabel di atas rata-rata nilai UTS yang dijadikan data awal siswa sebelumnya

yaitu 48,41 dibandingkan dengan rata-rata nilai siklus I ialah 74,79 maka mengalami peningkatan. Dari 14 orang siswa, nilai tertinggi yang diperoleh siswa pada evaluasi kemampuan komunikasi matematis siklus I ini adalah 100, sedangkan nilai terendah adalah 26,47. Banyaknya siswa yang tuntas adalah 13 orang dengan persentase 92,86%, sedangkan banyaknya siswa yang tidak tuntas sebanyak satu orang dengan persentase 7,14% dengan KKM 66,25. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram berikut: 92.86% 7.14% Tuntas Tidak Tun-tas

Diagram 4.1. Persentase Ketuntasan Belajar Siswa Siklus I

Pada siklus I ini ada satu siswa yang tidak bekerja sama dengan anggota kelompoknya karena anggota yang lain tidak ingin berada dalam satu kelompok dengan siswa tersebut, sehingga siswa tersebut tidak berpartisipasi dalam pengerjaan LKK, padahal soal pada LKK sangat menunjang sebagai latihan evaluasi kemampuan komunikasi matematis. Akibatnya siswa tersebut kurang memahami pembelajaran pada siklus I dan setelah melihat hasil evaluasi siklus I mendapatkan nilai yang kecil bahkan sangat jauh berbeda dengan siswa lainnya. Untuk itu peneliti harus mampu membimbing dan mengarahkan siswa agar mau bekerja sama dengan siapapun.

Berdasarkan data tersebut rata-rata hasil evaluasi kemampuan komunikasi matematis adalah 74,79 maka diperlukan adanya peningkatan dan melanjutkan ke siklus selanjutnya.

b. Siklus II

Berdasarkan evaluasi siklus II yang telah dilaksanakan pada pertemuan kedua siklus II hari Sabtu, 10 Mei 2014 di kelas IV SDN 1 Cibogo dengan jumlah siswa yang mengikuti pertemuan kedua siklus II adalah 15 orang namun yang memiliki kehadiran lengkap 14 orang maka yang diolah adalah 14 orang, materi yang disampaikan mengenai jaring-jaring kubus dan balok dan didapatkan hasil sebagai berikut.

Tabel 4.10. Hasil Evaluasi Kemampuan Komunikasi Matematis Siklus II

Nilai Tertinggi 96

Nilai Terendah 48

Rata-Rata 80,57

KKM 65

Banyaknya siswa yang tuntas 12 orang Banyaknya siswa yang tidak tuntas 2 orang

Hasil evaluasi kemampuan komunikasi matematis pada siklus II secara lebih rinci dapat dilihat pada lampiran. Dari tabel di atas, nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 100 dan nilai terkecil adalah 48 dengan rata-rata 80,57. Siswa yang tuntas sebanyak 12 orang dengan persentase 86,71%, sedangkan siswa yang tidak tuntas sebanyak 2 orang dengan persentase 14,29%. Tabel hasil evaluasi kemampuan komunikasi matematis siklus II setiap siswa dapat dilihat pada lampiran D.5 halaman 193.

85.71% 14.29%

Tuntas Tidak Tuntas

Diagram 4.2. Persentase Ketuntasan Belajar Siswa Siklus II

Persentase ketuntasan belajar siswa dari siklus I ke siklus II mengalami penurunan. Siswa yang tidak tuntas pada evaluasi kemampuan komunikasi matematis siklus II sebanyak dua orang berada dalam kelompok yang sama yaitu kelompok persegi. Berdasarkan pengamatan saat pelaksanaan pembelajaran siklus II yang dilakukan oleh observer dan peneliti sendiri kedua siswa tersebut tidak memperhatikan pembelajaran dan mengobrol. Peneliti beberapa kali mengingatkan siswa tersebut untuk tetap memperhatikan dan mengikuti pembelajaran dengan baik, namun sulit untuk mengikuti instruksi peneliti. Karena tidak mengikuti pembelajaran dengan baik, akibatnya kedua siswa tersebut memperoleh nilai pada evaluasi siklus II di bawah KKM. Hal ini didukung pula dengan hasil wawancara tertulis dengan kedua siswa tersebut. Berdasarkan hasil wawancara tertulis, kedua siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi dan mengerjakan soal baik soal LKK, LKS, maupun evaluasi kemampuan komunikasi matematis.

Pembelajaran di siklus II tentunya merupakan hasil refleksi siklus I agar lebih baik dari siklus sebelumnya dan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis. Berdasarkan hasil analisis pada siklus I dan siklus II, untuk melihat peningkatan nilai evaluasi kemampuan komunikasi matematis setiap siswa dari siklus I ke siklus II dapat dilihat pada lampiran D.6 halaman 194. Atau dapat dilihat pula diagram berikut ini.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Siklus I Siklus II Nama Siswa N il a i

Diagram 4.3. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dari Siklus I ke Siklus II

Dari data tersebut, siswa yang mengalami peningkatan sebanyak sembilan orang dengan persentase 64,29%, siswa yang mengalami penurunan sebanyak empat orang dengan persentase 28,57%, dan siswa dengan nilai tetap sebanyak satu orang dengan persentase 7,14%.

64.29%

28.57% 7.14%

Meningkat Menurun Tetap

Diagram 4.4. Persentase Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Penurunan nilai evaluasi dari beberapa siswa yang turun disebabkan oleh ketelitian siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan pada soal. Selain itu faktor kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide atau gagasannya ke dalam

bentuk tulisan masih sulit. Siswa belum terbiasa dengan pembelajaran konstruktivisme dimana siswa harus menemukan sendiri suatu konsep matematika. Kemampuan beberapa siswa dalam menjawab pertanyaan masih lambat sehingga bagi siswa tersebut waktu yang diberikan masih dirasa kurang dan siswa menjawab dengan asal tanpa dipikirkan terlebih dahulu jawaban yang sebenarnya. Faktor lain yang menjadi penyebab menurunnya hasil evaluasi kemampuan komunikasi matematis siswa adalah faktor eksternal pengaruh lingkungan belajar yang kurang mendukung seperti kurangnya perhatian keluarga sehingga hanya belajar di lingkungan sekolah saja dan ketika di rumah tidak mempelajari ulang pelajaran di sekolah.

Rata-rata nilai siswa dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan walaupun hanya sedikit.

Rata-Rata Nilai Siklus I Rata-Rata Nilai Siklus II 65.00 70.00 75.00 80.00 85.00 90.00 95.00 100.00 74.79 80.57

Diagram 4.5. Persentase Peningkatan Rata-rata Kemampuan Komunikasi Matematis

Berdasarkan diagram di atas bahwa rata-rata nilai siswa pada siklus II mengalami peningkatan yaitu dari 74,79 meningkat menjadi 80,57. Seingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa meningkat.

Dalam suatu kelas tertentu siswa dapat dikelompokkan pada tiga kategori yaitu siswa yang memiliki kemampuan tinggi, siswa yang memiliki kemampuan sedang, dan siswa yang memiliki kemampuan rendah. Begitu pula dengan kelas IV SDN 1 Cibogo dengan banyaknya siswa yaitu 14 orang. Untuk menghitung banyaknya siswa yang memiliki

kemampuan tinggi yaitu dengan menghitung 27% dari seluruh siswa pada kelas tersebut atau sebanyak empat orang siswa, siswa yang berkemampuan rendah 27% dari seluruh siswa pada kelas atau sebanyak empat orang siswa, dan sisanya 54% atau enam orang siswa di kelas memiliki kemampuan sedang. Berdasarkan wawancara dengan guru wali kelas IV SDN 1 Cibogo, siswa yang memiliki kemampuan tinggi adalah ALI, KUS, RIZ, dan SIT. Siswa yang memiliki kemampuan sedang adalah ARI, ILS, MUH, NOR, SIL, dan TRI. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan rendah adalah ARD, NOV, RIS, dan WIW. Berikut ini adalah peningkatan kemampuan komunikasi matematis dari siklus I ke siklus II berdasarkan analisis terhadap siswa yang memiliki kemampuan inggi, sedang, dan rendah.

Tabel 4.11. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis pada Siswa Berkemampuan Tinggi

No

. Nama Siswa Siklus I Siklus II Keterangan

1 ALI 100 100 Tetap

2 KUS 85,29 88 Meningkat

3 RIZ 79,41 84 Meningkat

4 SIT 85,29 76 Menurun

Dari tabel dengan kategori siswa berkemampuan tinggi di atas, sebanyak dua orang siswa dengan persentase 50% mengalami peningkatan, satu orang siswa dengan persentase yaitu 25% mengalami penurunan, dan satu orang siswa dengan persentase 25% memperoleh nilai yang tetap.

Tabel 4.12. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis pada Siswa Berkemampuan Sedang

No

. Nama Siswa Siklus I Siklus II Keterangan

1 ARI 67,65 56 Menurun

3 MUH 73,53 48 Menurun

4 NOR 70,59 96 Meningkat

5 SIL 73,53 88 Meningkat

6 TRI 79,41 92 Meningkat

Dari tabel dengan kategori siswa berkemampuan sedang di atas, sebanyak empat orang siswa dengan persentase 66,67% mengalami peningkatan dan dua orang siswa dengan persentase yang sama yaitu 33,33% mengalami penurunan.

Tabel 4.13. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis pada Siswa Berkemampuan Rendah

No

. Nama Siswa Siklus I Siklus II Keterangan

1 ARD 85,29 80 Menurun

2 NOV 82,35 92 Meningkat

3 RIS 67,65 68 Meningkat

4 WIW 26,47 68 Meningkat

Dari tabel dengan kategori siswa berkemampuan rendah di atas, sebanyak tiga orang siswa dengan persentase 75% mengalami peningkatan dan satu orang siswa dengan persentase 25% mengalami penurunan.

Pada penilitian ini peneliti memberikan soal evaluasi kemampuan komunikasi matematis yang memuat dua indikator kemampuan komunikasi matematis di setiap siklus. Indikator tersebut yaitu: (1) memberikan penjelasan secara logis dan benar atau argumen verbal yang didasarkan pada analisis terhadap gambar dan konsep-konsep formal dan (2) memunculkan model konseptual seperti gambar, diagram, tabel, atau grafik.

Hasil analisis peningkatan kemampuan komunikasi matematis setiap siswa pada indikator (1) memberikan penjelasan secara logis dan benar atau argumen verbal yang didasarkan pada analisis terhadap gambar dan konsep-konsep formal setelah dikonversikan dalam skala 0-100

terdapat pada lampiran D.8 halaman 196 atau dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

ALIARD ARI ILH KUSMUHNORNOV RIS RIZ SIL SIT TRIWIW

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 Siklus I Siklus II Nama Siswa N il a i

Diagram 4.6. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Indikator (1)

Dari data tersebut, rata-rata untuk indikator (1) mengalami peningkatan dari 81,29 menjadi 85,71. Peningkatan rata-rata ini tidak terlalu besar. 64.29% 28.57% 7.14% Naik Turun Tetap

Diagram 4.7. Persentase Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Indikator (1)

Berdasarkan diagram di atas, siswa yang mengalami peningkatan pada indikator (1) sebanyak sembilan orang dengan persentase 64,29%, penurunan sebanyak empat orang dengan persentase 28.57%, dan tetap sebanyak satu orang dengan persentase 7,14%. Setelah menganalisis terhadap jawaban siswa, siswa mengalami penurunan dalam menjawab pertanyaan mengenai menjelaskan suatu definisi dari konsep tertentu. Siswa mendapatkan skor rendah dalam menjawab pertanyaan pengertian sisi, rusuk, dan titik sudut pada evaluasi siklus I. Sedangkan pada evaluasi siklus II siswa mendapatkan skor rendah dalam menjawab pertanyaan pengertian jaring-jaring bangun ruang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam mendefinisikan suatu konsep matematis. Hasil analisis peningkatan kemampuan komunikasi matematis setiap siswa pada indikator (2) memunculkan model konseptual seperti gambar, diagram, tabel, atau grafik setelah dikonversikan dalam skala 0-100 dapat dilihat pada lampiran D.10 halaman 198 atau dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Siklus I Siklus II Nama Siswa N il a i

Diagram 4.8. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Indikator (2)

Dari data tersebut, pada indikator (2) mengalami peningkatan dari 64,29 menjadi 74,03. Peningkatan rata-rata ini tergolong sedang.

78.57% 14.29% 7.14% Naik Turun Tetap

Diagram 4.9. Persentase Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Indikator (2)

Dari diagram di atas, siswa yang mengalami peningkatan pada indikator (2) sebanyak 11 orang dengan persentase 78,57%, penurunan sebanyak dua orang dengan persentase 14,29%, dan tetap sebanyak satu orang dengan persentase 7,14%. Persentase peningkatan pada indikator (2) ini jauh lebih baik daripada siklus I. Setelah menganalisis terhadap jawaban siswa, dapat disimpulkan bahwa siswa mengalami penurunan dalam menjawab pertanyaan mengenai menggambarkan bangun ruang berbentuk balok dengan membubuhkan nama pada setiap titik sudutnya.

Berdasarkan data hasil evaluasi kemampuan komunikasi matematis di siklus I dan siklus II, ditentukan besarnya gain dan indeks gain untuk menganalisis peningkatan kemampuan komunikasi matematis. Hasil analisis gain tiap siswa dari Siklus I ke Siklus II terdapat pada lampiran D.11 halaman 199.

Berdasarkan data tersebut, diperoleh rata-rata gain sebesar 5,78 dan indeks gain sebesar 0,23 dengan interpretasi rendah.

Dari penelitian siklus II terlihat peningkatan rata-rata evaluasi siswa yaitu 80,57 dan mengalami peningkatan dari siklus I walaupun

peningkatannya masih pada interpretasi rendah. Sebagian besar siswa atau 64,29% siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Mengingat alokasi waktu yang tersedia pada silabus untuk materi bangun ruang sederhana ini sudah berkahir, maka berakhir pula penelitian tindakan kelas ini.

B. Pembahasan

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dengan menggunakan penerapan strategi pembelajaran Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transferring (REACT) yang sebelumnya belum pernah dilaksanakan pada siswa kelas IV SDN 1 Cibogo. Pembelajaran dalam kelas selalu dilaksanakan dengan metode ceramah sehingga kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan ide matematisnya masih dikatakan rendah. Oleh karena itu, bagian pembahasan hasil penelitian ini diajukan untuk menjawab semua permasalahan dalam penelitian untuk mendeskripsikan perencanaan, pelaksanaan, dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis dengan menerapkan strategi REACT. Dari hasil penelitian di atas dapat dibahas deskripsi mengenai perencanaan, pelaksanan, dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis sebagai berikut.

1. Perencanaan

Berdasarkan perencanaan dari penelitian siklus I dan siklus II, pada bagian ini peneliti akan mendeskripsikan perbedaan perencanaan di setiap siklusnya.

Perencanaan yang dilakukan pada siklus I dirangcang untuk mengatasi masalah awal yang terjadi di kelas IV SDN 1 Cibogo yaitu rendahnya kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan ide matematisnya. Pada perencanaan siklus I, peneliti menyusun Antisipasi Didaktis Pedagogis (ADP). Hal tersebut disusun sebagai acuan dalam pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam ADP tersebut dituangkan prediksi atau kemungkinan-kemungkinan yang mungkin akan terjadi pada kegiatan pembelajaran saat penelitian siklus I. ADP disusun berdasarkan komponen yang terdapat pada strategi REACT yang merujuk

pada pendapat Crawford (2001: 3-15) yaitu: relating (mengaitkan/ menghubungkan), experiencing (mengalami), applying (menerapkan),

cooperating (bekerja sama), dan transferring (mentransfer). Pada kegiatan

relating, siswa menemutunjukkan benda yang berbentuk kubus dan balok dengan tepat melalui kegiatan tanya jawab dengan menghubungkan benda-denda dalam kehidupan sehari-hari. Dipilihnya kegiatan tersebut karena strategi REACT sendiri merupakan pengembangan dari pembelajaran kontekstual. Strategi REACT yang merupakan strategi pembelajaran CTL ini terfokus pada pengajaran dan pembelajaran konteks dan merupakan inti dari prinsip konstruktivisme (Crawford, 2001: 3). Dengan demikian pembelajaran harus dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, demikian pula dengan pembelajaran pada siklus I ini, untuk mengenal kubus dan balok siswa harus menemutunjukkannya dengan benda-benda yang ada di sekitar mereka. Komponen selanjutnya yaitu experiencing, applying, dan

cooperating dengan kegiatan pembelajaran siswa menjelaskan sifat-sifat bangun ruang sederhana dengan benar dan mengungkapkan kembali unsur-unsur bangun ruang sederhana dalam sebuah tabel dengan benar melalui mengidentifikasi benda-benda berbentuk kubus dan balok dalam kegiatan kelompok. Dalam komponen experiencing ini siswa diharapkan dapat mengalami sendiri dalam menjelaskan suatu ide matematisnya melalui kegiatan mengidentifikasi. Hal ini dimaksudkan agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan pembelajaran lebih bermakna sejalan dengan pendapat Ausubel (dalam Suyono dan Hariyanto, 2012: 100) bahwa pembelajaran berdasarkan hapalan (rote learning) tidak banyak membantu siswa di dalam memperoleh pengetahuan, pembelajaran oleh guru harus sedemikian rupa sehingga membangun pemahaman dalam struktur kognitifnya, pembelajaran haruslah bermakna (meaningful learning) bagi siswa untuk menyelesaikan problem-problem kehidupannya. Selanjutnya komponen transferring yaitu dimana siswa mentransfer pengetahuan yang telah dimilikinya terhadap suatu konsep baru. Transferring juga berarti siswa mengungkapkan idenya pada orang lain. Kegiatan belajar yang dipilih adalah presentasi. Kegiatan ini dipilih karena kemampuan yang hendak diukur adalah

kemampuan komunikasi matematis, sehingga siswa harus mampu mengkomunikasikan ide matematisnya.

Setelah disusunnya ADP, peneliti menyiapkan instrumen penelitian yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan penerapan strategi

REACT dan berdasarkan ADP tersebut. Merujuk pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, kompetensi dasar mata pelajaran matematika kelas IV semester 2 materi bangun ruang sederhana adalah 8.1. menentukan sifat-sifat balok dan kubus. Adapun indikator capaian kompetensi disesuaikan dengan kompetensi dasar tersebut dan indikator kemampuan komunikasi matematis. Selain itu, peneliti juga menyiapkan daftar kelompok nama siswa secara heterogen, lembar penilaian RPP, catatan lapangan, lembar observasi pelaksanaan pembelajaran, pedoman wawancara tertulis, LKK, soal evaluasi kemampuan komunikasi matematis beserta kunci jawaban, reward berupa bintang dan kartu prestasi, dan media yang menunjang untuk membantu proses pembelajaran. Berdasarkan hasil penilaian ahli, RPP pada siklus I ini memperoleh nilai 3,75 (dalam skala 0-4).

Perencanan siklus II disusun berdasarkan hasil refleksi dari siklus I. Pada perencanaan siklus II, peneliti juga membuat suatu ADP. Sama halnya dengan siklus I, ADP yang disusun ini berdasarkan komponen yang ada pada strategi

REACT. Pada komponen relating kegiatan belajar yang direncanakan adalah siswa menemutunjukkan jaring-jaring kubus dan balok ke dalam kehidupan sehari-hari. Peneliti menyiapkan media berupa kardus makanan yang sudah dibentuk dan yang masih berbentuk jaring-jaring. Hal ini dimaksud agar pembelajaran lebih kontekstual dengan kehidupan siswa. Pada komponen experiencing dan

cooperating, siswa menjelaskan pengertian jaring-jaring bangun ruang dengan benar melalui kegiatan mengidentifikasi jaring-jaring kubus dan balok dalam kelompok. Pada kegiatan ini diharapkan siswa dapat mengidentifikasi berbagai jenis jaring-jaring kubus dan balok sehingga siswa dapat menyimpulkan sendiri pengertian jaring-jaring bangun ruang. Siswa dapat mengalami sendiri dan pengetahuan siswa dapat dikonstruksi pada kegiatan tersebut. Selanjutnya, pada komponen applying dan transferring siswa menggambarkan jaring-jaring kubus

dan balok dengan benar melalui kegiatan menggunting dan menggambar. Diharapkan siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperolehnya dalam situasi baru dan dapat mengkomunikasikannya melalui kegiatan presentasi.

Kemudian, peneliti juga menyiapkan RPP yang disusun berdasarkan ADP siklus II dengan mengacu pada komponen-komponen strategi REACT. Yang membedakan dalam RPP ini adalah terletak pada kompetensi dasar yaitu 8.2. menentukan jaring-jaring kubus sehingga dalam penyusunan indikator capaian komptensi, tujuan, materi juga mengacu pada komptensi dasar tersebut. RPP disusun dalam dua pertemuan dengan masing-masing pertemuan dua jam pelajaran (2 x 35 menit). Sama halnya dengan siklus I, pada siklus II ini juga peneliti menyiapkan daftar kelompok nama siswa secara heterogen, lembar penilaian RPP, catatan lapangan, lembar observasi pelaksanaan pembelajaran, pedoman wawancara tertulis, LKK, LKS, soal evaluasi kemampuan komunikasi matematis beserta kunci jawaban, reward berupa bintang dan kartu prestasi, dan media yang menunjang untuk membantu proses pembelajaran. Media yang disiapkan merupakan perbaikan dari siklus I, dimana pada media ini diberikan nama setiap bangun ruangnya misalnya untuk kubus diberikan nama kubus ABCD.EFGH dan dibubuhkan pula nama di setiap titik sudut media tersebut. Berdasarkan hasil penilaian ahli, RPP pada siklus I ini memperoleh nilai yang sama dengan siklus I yaitu 3,75 (dalam skala 0-4).

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan berdasarkan perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I ini merujuk pada komponen strategi REACT yang merupakan salah satu strategi pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL). Menurut Muchlis (2009: 41) pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari. Pada pembelajaran siklus I, guru mengaitkan konsep bangun ruang sederhana kubus dan balok dengan benda-benda yang ada dalam kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini juga sejalan dengan

komponen strategi REACT menurut Crawford (2001: 3) yaitu relating

(mengaitkan/ menghubungkan). Guru dikatakan menggunakan strategi menghubungkan ketika siswa mengaitkan konsep baru dengan sesuatu yang tidak asing bagi siswa. Menurut Crawford (2001: 4) guru yang memulai pembelajaran dengan strategi relating harus selalu mengawali pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijawab oleh hampir semua siswa dari pengalamannya hidupnya di luar kelas. Dalam hal ini peneliti juga bertanya pada siswa “pernahkah kalian melihat kardus sepatu? Berbentuk apakah kardus sepatu tersebut?” kemudian siswa menjawab sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Pada kegiatan experiencing siswa mengalami, menggali, dan menemukan konsep-konsep bangun ruang sederhana. Kemudian di kegiatan

applying siswa menerapkan konsep yang telah diperolehnya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada LKK dengan bekerja sama di kelompoknya

(cooperating). Selanjutnya pada kegiatan transferring ini siswa diharapkan menggunakan pengetahuan ke dalam konteks yang baru atau situasi yang baru. Siswa dapat meyimpulkan pengertian sisi, rusuk, dan titik sudut pada bangun ruang mempresentasikannya di depan kelas. Sehingga siswa atau kelompok yang mau menyampaikan pendapatnya diberikan reward berupa bintang. Kemudian, peneliti melakukan tes evaluasi kemampuan komunikasi matematis pada siklus I. Berdasarkan pengamatan observer yang dituangkan pada lembar observasi, langkah pembelajaran pada siklus I ini sudah terlaksana 90%. Meskipun pencapaiannya hanya 90%, namun tidak merubah esensi dari strategi REACT itu sendiri, karena langkah yang tidak terlaksana yaitu pada kegiatan penutup. Sehingga peneliti perlu memperhatikan penggunaan alokasi waktu.

Pelaksanaan siklus II dilakukan berdasarkan refleksi dari siklus I, pelaksanaan dilakukan dalam dua pertemuan dan menjalankan komponen dari strategi REACT. Pada pertemuan pertama komponen REACT yang dilakukan yaitu mulai dari relating sampai cooperating, kemudian di pertemuan kedua masih pada komponen cooperating hingga transferring. Kegiatan relating guru mengajukan pertanyaan pada siswa “pernahkah kalian melihat kardus makanan yang

direbahkan sebelum dijadikan sebuah kotak?”. Kemudian memperlihatkan kardus makanan yang sudah dibentuk dan yang masih direbahkan lalu kembali mengajukan pertanyan “dari benda ini, manakah yang merupakan jaring-jaring kubus?”, siswa menjawab pertanyaan guru. Pada kegiatan experiencing siswa mengalami, menggali, dan menemukan jaring-jaring bangun ruang sederhana. Kemudian di kegiatan applying siswa menerapkan konsep yang telah

Dalam dokumen S PGSD 1003490 Chapter 4 (Halaman 24-40)

Dokumen terkait