• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

1. Kemampuan Mengevaluasi

struktur keseluruhannya. Kemampuan menganalisis meliputi membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusi.

e. Mengevaluasi

Mengevaluasi didefinisikan sebagai membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar.Kriteria-kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kemampuan mengevaluasi meliputi memeriksa dan mengkritik.

f. Mencipta

Mencipta melibatkan proses penyusunan elemen-elemen jadi sebuah keseluruhan yang koheren atau fungsional. Kemampuan ini didasarkan pada tujuan untuk meminta siswa membuat produk baru dengan mengorganisasi sejumlah elemen atau bagian jadi suatu pola atau struktur yang tidak pernah ada sebelumnya. Kemampuan mencipta meliputi merumuskan, merencanakan, dan memproduksi.

1. Kemampuan Mengevaluasi

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 869) mendefinisikan kata kemampuan yaitu kesanggupan; kecakapan; kekuatan. Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 384) juga mendefinisikan kata mengevaluasi yaitu memberikan penilaian. Pada proses kognitif Bloom, mengevaluasi didefinisikan sebagai membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar. Kriteria yang paling sering digunakan pada kemampuan ini adalah kualitas, efektifitas, efisiensi, dan konsistensi. Kriteria-kriteria ini ditentukan oleh siswa (Anderson & Krathwohl, 2010: 125). Kualitas didasarkan pada sudah cukup baik atau belumkah suatu produk yang akan digunakan. Efektifitas didasarkan pada sesuai atau tidaknya produk yang digunakan dengan tujuan pekerjaan. Efisiensi didasarkan pada bagaimana produk tersebut tidak memakan banyak waktu saat digunakan. Sedangkan konsistensi didasarkan pada ketetapan produk yang digunakan. Contohnya seseorang sedang memilih tempat makanan yang layak dan sesuai untuk menaruh makanan panas yang dibuatnya.

Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan

20 yang berdasarkan suatu kriteria atau standar yang berlaku. Anderson & Krathwohl, (2010: 125) menetpakan bahwa proses mengevaluasi ini terdiri dari dua aspek, yaitu

memeriksa dan mengkritik 2. Kemampuan Mencipta

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 869) mendefinisikan kata kemampuan yaitu kesanggupan; kecakapan; kekuatan. Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 69) juga mendefinisikan kata mencipta sebagai memusatkan pikiran (angan-angan) untuk menghasilkan sesuatu. Mencipta yaitu suatu proses yang melibatkan penyusunan elemen-elemen menjadi sebuah keseluruhan yang koheren atau fungsional. Dalam mencipta seorang siswa diminta untuk membuat suatu produk baru yang dihasilkan dari penggabungan beberapa bagian atau elemen-elemen yang pernah ada sebelumnya (Anderson & Krathwohl, 2010: 128). Contohnya, seorang siswa membuat sebuah dompet yang terbuat dari beberapa barang bekas seperti plastik dan kancing baju. Dalam proses mencipta ini elemen-elemen yang akan disatukan telah dikaji dari berbagai sumber.

Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan mencipta adalah kesanggupan; kecakapan; kekuatan memusatkan pikiran untuk menggabungkan beberapa bagian atau elemen menjadi sebuah satu kesatuan yang mempunyai fungsi. Anderson & Krathwohl (2010: 130) menetapkan bahwa proses kognitifmencipta terdiri dari tiga aspek yaitu, merumuskan, merencanakan, dan

memproduksi. Pada penelitian ini peneliti mengembangkan tiga aspek dalam proses kognitif mencipta menjadi empat aspek yaitu, merumuskan, membuat hipotesis,

merencanakan, dan mendesain.

2.1.1.4 Hakikat IPA

Sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan (Susanto, 2013: 167). Sedangkan Darmojo (dalam Samatowa, 2011: 2) mengemukakan bahwa secara singkat IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. Adapun Wahyana (dalam Trianto, 2010: 136) mengatakan bahwa IPA adalah

21 suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik yangdidalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Jadi, dari beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan tentang alam semesta dengan segala isinya yang tersusun secara sistematis dari adanya pengamatan yang berdasarkan metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Carin dan Sund (dalam Samatowa, 2011: 20) menyebutkan bahwa sains atau IPA tersusun atas tiga macam unsur, yaitu proses, produk, dan sikap. Proses atau metode dalam IPA meliputi pengamatan, membuat hipotesis, merancang dan melakukan percobaan, mengukur dan proses-proses pemahaman lainnya. Kemudian produk IPA meliputi prinsip-prinsip, hukum-hukum, teori-teori, kaidah-kaidah, postulat-postulat, dan sebagainya. Sedangkan, sikap IPA seperti mempercayai, menghargai, menanggapi, menerima, dan sebagainya. Adapun sembilan aspek dari sikap ilmiah yang dikembangakan oleh Sulistyorini (dalam Susanto, 2013: 169) yaitu: sikap ingin tahu, ingin mendapat sesuatu yang baru, sikap kerja sama, tidak putus asa, tidak berprasangka, mawas diri, bertanggung jawab, berpikir bebas, dan kedisiplinan diri. Sikap-sikap tersebut dikembangkan oleh siswa melalui kegiatan yang mereka lakukan saat belajar.

Tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dalam Badan Standar Nasional Pendidikan atau BSNP (dalam Susanto, 2013: 171) adalah: (1)memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya, (2) mengembangkan pengetahuan dan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, (4) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan, (5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam,

22 (6) meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, (7) memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

2.1.1.5 Materi IPA “Sifat Bahan Tali-temali Berdasarkan Bahan Penyusunnya” Dalam penelitian ini standar kompetensi yang digunakan adalah “(4) Memahami hubungan antara sifat bahan dengan penyusunnya dan perubahan sifat

benda sebagai hasil suatu proses.”, sedangkan kompetensi dasar yang digunakan adalah “(4.1) Mendeskripsikan hubungan antara sifat bahan dengan bahan penyusunnya, misalnya kayu, kain, karet, dan kaca.” Pada penelitian ini materi yang

diajarkan adalah mengenai sifat bahan tali-temali berdasarkan bahan penyusunnya. Bagan materi pembelajaran dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Bagan Materi Pembelajaran

1. Bahan Tali - temali: Serat, Benang, Tali dan Tambang

Terdapat banyak jenis tali yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti tali sepatu, tali tambang, benang layangan, dan benang jahit. Benda-benda tersebut biasa kita gunakan untuk mengikat, menggantung, menarik, maupun menyambung benda lain.Berdasarkan bahan penyusunnya, terdapat tiga tingkatan bahan tali-temali yaitu serat, benang, tali.Serat berasal dari tumbuhan atau buatan pabrik. Serat dipintal menjadi benang, benang digabung dan dipilin menjadi tali (Yousnelly, dkk, 2010: 56).

Sifat Bahan Tali-temali Berdasarkan Bahan Penyusunnya

Bahan Tali-temali

Sifat Bahan Benang Terhadap Penyerapan

Air

Kekuatan Bahan Benang dan Tali Berdasarkan Struktur

23

a. Serat

Serat merupakan bagian dasar benang dan tali. Serat merupakan untaian-untaian bahan yang tidak dapat dipisahkan lagi dengan tangan. Terdapat dua macam serat yaitu serat alam dan serat sintesis. Serat alam merupakan serat yang berasal dari tumbuhan atau hewan. Contoh serat alam adalah serat kapas, serat ijuk, serat wol, dan serat sutra. Serat kapas diperoleh dari bunga tanaman kapas. Serat ijuk diperoleh dari pangkal pelepah pohon enau. Serat wol diperoleh dari bulu-bulu domba. Serat sutra diperoleh dari kepompong ulat sutra. Sedangkan serat sintesis berasal dari pengolahan minyak bumi, logam, dan lain-lain. Contoh serat sintesis adalah serat nilon, serat baja, dan berbagai jenis serat plastik lainnya (Yousnelly, dkk, 2010: 57).

(a) Serat wol (b) serat kapas

www.radioaustralia.net www.caramenjahit.com

(c)serat baja

www.findotek.indonetwork.co.id Gambar 2.2 Macam-macam Serat

b. Benang

Benang adalah gabungan dari serat serat-serat. Serat-serat disatukan dengan cara tertentu sehingga dihasilkan benang. Benang jauh lebih kuat dibandingkan dengan serat karena tersusun dari banyak serat. Benang jahit

24 tersusun dari serat kapas, benang sutra tersusun dari serat sutra, benang wol tersusun dari serat bulu domba, sedangkan benang nilon tersusun dari serat nilon.Contoh-contoh benang diantaranya, benang jahit, benang sutra, dan benang nilon (Yousnelly, dkk, 2010: 57).

(a) benang jahit (b) benang wol

www.butikkaffah.wordpress.com www.yoanzidan42.blogspot.com Gambar 2.3 Macam-macam Benang

c. Tali

Tali adalah gabungan dari beberapa benang. Bentuk susunan tali menunjukkan cara penggabungan benang-benangnya. Bentuk pilinan pada tali tambang, bentuk anyaman pada tali sepatu, dan bentuk lurus pada tali rafia menunjukkan cara penggabungannya (Yousnelly, dkk, 2010: 57).

(a) Tali rafia

www.mindsetsuksess.blogspot.com

Tambang berbentuk tali yang sangat besar. Tambang banyak sekali digunakan untuk berbagai keperluan, seperti menambat kapal agar tidak lepas ke laut. Adapun tambang plastik digunakan untuk tali jemuran, mendirikan tenda,

25 menaikkan bendera, dan lain sebagainya. Tambang baja untuk menambat kapal laut dan benda-benda berat lainnya harus kuat dan besar (Hermana, 2009: 88).

(b)tambang baja (c) tambang plastik

www.udsamudrajaya.com www.supadmobama.blogspot.com

Gambar 2.4 Macam-macam Tali

(a) Sifat Bahan Benang terhadap Penyerapan Air

Benang nilon atau bahan plastik bersifat tidak menyerap air. Bahan yang menyerap air umumnya berasal dari bahan kapas, bulu domba, dan rami. Benang dari bahan plastik digunakan sebagai benang layang-layang, senar gitar, tali pancing, dan lain sebagainya (Hermana, 2009: 88)

(b)Kekuatan Bahan Benang danTali Berdasarkan Struktur Penyusunnya

Benang dan tali memiliki kemampuan dan kekuatannya sendiri-sendiri. Kekuatan ini bergantung pada faktor jenis bahan dan ukurannya. Kekuatan benang atau tali juga ditentukan oleh tegangan maksimum yang sanggup ditahannya (Hermana, 2009: 89). Selengkapnya silabus dapat dilihat pada lampiran 2.1 dan 2.2 sedangkan RPP dapat dilihat pada lampiran 2.3 dan 2.4.

2.1.2 Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

Berikut ini beberapa hasil penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

26 Abdi (2014) bertujuan meneliti pengaruh metode pembelajaran inkuiri terhadap prestasi akademik di kursus sains. Penelitian yang digunakan adalah quasy eksperimental. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas V di SD Kermanshah, Iran. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling. Sampel penelitian ini adalah kelas V di SD Kermanshah, Iran pada tahun 2014 yang terdiri dari 20 siswa pada kelas kontrol, dan 20 siswa pada eksperimen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode inkuiri terbimbing berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa. Hasil penelitian menunjukkan skor tes prestasi akademik antara kelompok kontrol lebih rendah dari kelompok eksperimen. Hasil uji statistik ANCOVA juga F (value) = 5,121 dengan skor 0,030 yang berarti ada perbedaan yang signifikan antara kelas yang menggunakan metode tradisional dan metode inkuiri.

Kurniawan(2014) melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui penerapan metode inkuiri terbimbing dalam pembuatan media pembelajaran terhadap peningkatan pemahaman konsep dan kreativitas siswa. Penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Kubu Raya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kualitas pembelajaran setelah diterapkan metode inkuiri terbimbing. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya hasil prestasi siswa pada siklus I sebesar 78,04%, lalu pada siklus II meningkat sebesar 97,56%. Sedangkan dari hasil penilaian kreativitas siswa diperoleh hasil pada siklus I sebesar 97,56%, dan pada siklus II sebesar 97,56%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode inkuiri terbimbing dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dan kreativitas siswa di SMP N 3 Kubu Raya dalam membuat media pembelajaran IPA Biologi.

Deta (2013) melakukan penelitian yang bertujuan mengetahui pengaruh metode inkuiri terbimbing dan proyek, kreativitas serta keterampilan proses sains terhadap prestasi belajar siswa. Penelitian yang digunakan adalahpenelitian eksperimen dengan dua perlakuan yang melibatkan dua kelompok eksperimen. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas XI di SMA Negeri 1 Papar Kediri. Pengambilan sampel dilakukan secara clusterrandom sampling. Sampel yang

27 didapatkan adalah dua kelas yang terdiri dari kelas A untuk kelompok pembelajaran model Problem Based Learning (PBL) menggunakan metode proyek dan kelas B kelompok inkuiri terbimbing. Uji hipotesis dikalukan dengan menggunakanANOVA. Hasil uji hipotesis menunjukkan: (1) Berdasarkan hasil rata-rata prestasi belajar kognitif siswa, diperoleh rata-rata prestasi belajar kognitif siswa dengan metode inkuiri terbimbing lebih baik daripada siswa dengan metode proyek; (2) Terdapat perbedaan prestasi belajar afektif antara siswa dengan kreativitas tinggi dan rendah; (3) Terdapat perbedaan prestasi belajar kognitif, psikomotor, dan afektif antara siswa dengan keterampilan proses sains tinggi dan rendah; (4) Terdapat interaksi antara metode pembelajaran dengan kreativitas terhadap prestasi belajar afektif; (5) Terdapat interaksi antara metode pembelajaran dengan kreativitas terhadap prestasi belajar psikomotor dan afektif; 6) Terdapat interaksi antara kreativitas dengan keterampilan proses Sains terhadap prestasi belajar afektif; dan (7) Terdapat interaksi antara metode pembelajaran, kreativitas, dan keterampilan proses sains terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode inkuiri terbimbing berpengaruh lebih baik dari pada metode proyek dalam prestasi belajar siswa.

2.1.2.2 Penelitian tentangProses KognitifMengevaluasi dan Mencipta

Sari(2011) melakukan penelitian dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa di salah satu SMP di kota Bandung dengan Pembelajaran Teknologi Dasar (PTD). Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di kota Bandung tahun pelajaran 2010/2011.Penentuan sampel dilakukan secara random sampling. Sampel penelitian ini adalah kelas VIII D dengan jumlah siswa 26 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PTD dapat meningkatkan prestasi siswa pada karakteristik kemampuan berpikir yang tertinggi yaitu originality. Hal tersebut ditunjukkan dengan perolehan skor gain sebesar 0,43 yang berkategori sedang.

Wibowo &Suhandi (2013) melakukan penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang peningkatan hasil belajar kognitif dan keterampilan

28 berpikir kreatif sebagai dampak penerapan model Science Creative Learning (SCL). Penelitian yang digunakan adalah pre-eksperimental. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X pada salah satu SMA di Kabupaten Kudus semester genap tahun ajaran 2011/2012. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara

purposive sampling. Sampel penelitian ini adalah siswa kels X.5 yang berjumlah 34 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah penerapan model Science Creative Learning (SCL) dapat meningkatkan hasil belajar kognitif dan keterampilan berpikir kreatif. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata skor gain, hasil belajar kognitif dan keterampilan berpikir kreatif yang meningkat pada kategori sedang, yaitu sebesar 0,44.

Dwijananti &Yulianti (2010) meneliti pengengembangan kemampuan berpikir kritis mahasiswa melalui pembelajaran problem based instruction pada mata kuliah fisika lingkungan. Penelitian yang digunakan adalahpenelitian tindakan kelas. Subjek penelitian adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika semester III Universitas Negeri Semarang tahun akademik 2009/2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan problem based instruction dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Kemampuanberpikir kritis mahasiswa yang dapat dikembangkan dengan model pembelajaran problem based instruction adalah: mengklasifikasi, mengasumsi, memprediksi, menghipotesis, mengevaluasi, menganalisis, dan membuat kesimpulan. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata tiap siklus I, siklus II, dan siklus III berturut-turut, yaitu: 63,10, 76,32, dan 79,80. Peningkatan nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis seiring dengan meningkatnya jumlah siswa yang termasuk kategori sangat kritis dan kritis dalam hierarki kategori kemampuan berpikir kritis.

Dari penjelasan penelitian yang relevan diatas populasi yang digunakan oleh peneliti diantaranya siswa SD, SMP, SMA, dan mahasiswa. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan tentang metode inkuiri dan kemampuan tingkat tinggi adalah penelitian eksperimen dan penelitian tindakan kelas. Dari beberapa penelitian yang relevan tersebut belum ada yang meneliti tentang variabel yang akan diteliti oleh peneliti.

29

2.1.2.3 Literature Map

Variabel yang akan diteliti adalah metode inkuiri. Metode inkuiri merupakan variabel independen, sedangkan kemampuan mengevaluasi dan mencipta merupakan variabel dependen dalam penelitian ini. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian quasi experimental. Populasi dari penelitian adalah siswa sekolah dasar. Gambar 2.5 menunjukkanliterature map dari penelitian-penelitian yang relevan.

Gambar 2.5 Literature Map dari Penelitian-penelitian Terdahulu

2.2Kerangka Berpikir

Metode inkuiri adalah suatu metode pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa dalam pelaksanaannya dengan melalui tujuh langkah yaitu, orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, melakukan eksperimen, menarik kesimpulan, mempresentasikan hasil diskusi, dan melakukan refleksi.

Penelitian tentang metode Inkuiri

Abdi (2014)

Inkuiry –academic achivement

Kurniwan (2013)

Inkuiri – pemahaman konsep & kreativitas

Deta, dkk (2013) Inkuiri - prestasi belajar

Penelitian tentang Kemampuan Mengevaluasi

&Mencipta

Sari, dkk (2011)

Pembelajaran Teknologi Dasar (PTD) -berpikir kreatif

Wibowo & Suhandi (2013)

Science Creative Learning (SCL)-berpikir kreatif

Dwijananti & Yulianti (2010)

Problem based instruction

berpikir kritis

Yang perlu diteliti :

30 Kemampuan mengevaluasi adalah kemampuan seseorang untuk mengambil suatu tindakan dalam rangka menyelesaikan suatu permasalahan dengan berpedoman pada kriteria-kriteria tertentu untuk menentukan cara yang paling baik yang akan digunakanya dalam menyelesaikan permasalahan yang meliputi kemampuan memeriksa dan mengkritik.Kemampuan mencipta adalah kemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian yang telah dipilih dan dirancang berdasarkan kriteria-kriteria tertentu untuk dijadikan sebagai produk yang mempunyai kegunaan yang meliputi kemampuan merencanakan, membuat hipotesis, merencanakan, dan mendesain.

IPA merupakan mata pelajaran yang mempelajari alam semesta beserta isinya, didalam perkembangan IPA tidak hanya ditandai oleh adanya fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode Inkuiri dipandang sebagai metode yang cocok untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Hal ini dikarenakakan pembelajaran mengunakan metode inkuiri ini lebih menekankan keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses pembelajaran, yaitu dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis dalam melakukan eksperimen. Metode inkuiri ini juga melatih siswa untuk menerapkan sikap ilmiah.

Jika metode inkuiri diterapkan dalam pembelajaran IPA, maka penggunaan metode inkuiri akan berpengaruh terhadap kemampuan mengevaluasi dan mencipta

pada mata pelajaran IPA sesuai dengan materi yang dipelajari.

2.3Hipotesis Penelitian

2.3.1 Penerapan metode inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan mengevaluasi

pada mata pelajaran IPAkelas V SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2015/2016.

2.3.2 Penerapan metode inkuiri berpenaruh terhadap kemampuan mencipta pada mata pelajaran IPAkelas V SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2015/2016.

31

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab III ini akan dibahas mengenai metode penelitian yang terdiri dari delapan subbab. Delapan subbab tersebut yakni jenis penelitian, setting penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik pengujian instrumen, dan teknik analisis data.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen karena dalam penelitian ini terdapat adanya perlakuan (treatmen) terhadap subjek penelitian (Sugiyono, 2011: 109). Jenis penelitianeksperimen yang digunakan adalahquasi experimental tipe

nonequivalen control group design. Model desain penelitian ini, hampir sama dengan

pretest-posttest control group design, hanya saja pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random (Sugiyono, 2011: 118). Quasi-experimental design merupakan jenis penelitian yang mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2011: 116).

Untuk mengetahui kestabilan kemampuan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan pretest. Jika kedua kelompok tersebut mempunyai kemampuan yang sama maka penelitiandilanjutkan pada langkah selanjutnya, yaitu dengan pemberian treatment yang berupa penerapanmetode inkuiri pada kelompok eksperimen. Sedangkan pembelajaran pada kelompok kontrol tidak diberikan

treatment, namun dengan metode tradisional, yaitu metode ceramah. Setelah dilakukan treatment, kemudian dilakukan posttest pada kedua kelompok. Sudjiono (2011: 70) mengemukakan bahwa posttest dilakukan untuk mengetahui apakah materi pelajaran yang diajarkan guru sudah dapat dikuasai oleh siswa dengan baik.Besarnya pengaruh perlakuan dari treatment yang diberikan dapat dihitung dengan tiga cara, yaitu: (1) kurangi skor pretest dari skor posttest untuk kelompok eksperimen untuk meghasilkan skor 1, (2) kurangi skor pretest dariskor posttest untuk kelompok kontrol

32 untuk menghasilkan skor 2, dan (3) kurangiskor 2 dari skor 1 (Campbell dan Stanley, dalam Cohen, 2007: 276). Pengaruh perlakuan tersebut dapat dihitung menggunakan rumus: (O2 – O1) - (O4 – O3). Jika dari penghitungan tersebut menghasilkan nilai negatif, maka pengaruh perlakuan juga negatif, atau tidak ada pengaruh perlakuan (Cohen, 2007: 277). Namun jika hasil penghitungan menunjukkan nilai positif, maka ada pengaruh perlakuan. Di bawah ini merupakan gambaran rancangan penelitian dengan tipe non equivalent control group design.

Gambar 3.1 Desain Penelitian(Cohen, 2007: 283) Keterangan :

O1 = rerata skor pretest kelompok eksperimen O2 = rerata skor posttest kelompok eksperimen O3 = rerata skor pretest kelompok kontrol O4 = rerata skor posttest kelompok kontrol X = perlakuan dengan metode inkuiri

Garis putus-putus pada gambar desain penelitian menggambarkan bahwa cara penentuan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak menggunakan cara random, namun menggunakan kelas awal yang sudah ada. Garis putus-putus tersebut juga menunjukkan bahwa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol belum disamakan yang disebut dengan istilah non-equivalent(Cohen, 2007: 283).

K lo po E sp ri O X O - - - Kelompok Kontrol O O

33

3.2 Setting Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta. Peneliti memilih SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta, karena SD ini telah mempunyai akreditasi A dan juga mempunyai kelas paralel, sehingga dapat digunakan untuk penelitian eksperimen. Siswa-siswi di SD Kanisius Sorowajan juga mempunyai prestasi yang baik dalam bidang akademik dan non-akademik. Selain itu siswa di SD Kanisius Sorowajan mempunyai latar belakang ekonomi keluarga menengah dan berpendidikan yang diantaranya bekerja sebagai karyawan swasta, wiraswasta, guru, PNS, jaksa, dan polisi. Sedangkan latar belakang pendidikan orang tua siswa diantaranya SMA, DI, D2, D3, SI, dan S2.

Dokumen terkait