BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. 11
1. Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor
a. Pengertian Kurikulum
Menurut Dakir (2004: 2), kurikulum bukan berasal dari bahasa Indonesia, tetapi berasal dari bahasa Latin yang kata dasarnya adalah currere, secara harafiah berarti lapangan perlombaan lari. Lapangan tersebut ada batas start dan batas finish. Dalam lapangan pendidikan pengertian tersebut dijabarkan bahwa bahan belajar sudah ditentukan secara pasti, dari mana mulai diajarkan dan kapan diakhiri, dan bagaimana cara untuk menguasai bahan agar dapat mencapai gelar. Jadi kurikulum ialah suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan, dan dirancangkan secara sistematik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pengertian menurut Dakir tersebut senada dengan penjelasan yang dikemukakan oleh Zainal Arifin (2011: 2), bahwa secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya “pelari“ dan curere yang berarti “tempat berpacu”. Istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga, terutama dalam bidang atletik pada jaman Romawi Kuno di Yunani. Dalam Bahasa Prancis, istilah kurikulum berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari garis start sampai dengan garis finish untuk memperoleh medali atau penghargaan. Jarak yang harus di tempuh tersebut kemudian diubah menjadi program sekolah dan semua orang yang terlibat didalamnya. Program tersebut berisi mata pelajaran – mata pelajaran (courses) yang harus ditempuh oleh peserta didik selama kurun waktu tertentu, seperti SD/MI (enam tahun), SMP/MTs (tiga tahun), SMA/SMK/MA (tiga tahun) dan seterusnya. Dengan demikian, secara terminologis istilah kurikulum (dalam pendidikan) adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik disekolah untuk memperoleh ijasah.
Zainal Arifin (2011: 4) juga mengemukakan pengertian kurikulum secara modern adalah semua kegiatan dan pengalaman potensial (isi/materi) yang telah disusun secara ilmiah baik yang
terjadi didalam kelas, dihalaman sekolah maupun diluar sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Ada juga pengertian kurikulum yang lebih luas lagi yaitu semua kegiatan dan pengalaman belajar serta “segala sesuatu” yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi peserta didik, baik disekolah maupun diluar sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai pendidikan.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1, butir 19, kurikulum didefinisikan sebagai seperangkat rencana dan pengetahuan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan suatu rencana yang telah disusun sedemikian rupa yang dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan pendidikan dan memberikan pengaruh pada peserta didik untuk mencapai tujuan terkait yang telah ditetapkan.
b. Perkembangan Kurikulum
Sholeh Hidayat (2013: 1) menjelasakan bahwa kurikulum di Indonesia setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 telah mengalami beberapa kali perubahan yaitu tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, dan 2013. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi dan implikasi dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi dan perkembangan IPTEK. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Hamalik (2003:19) bahwa dalam perubahan kurikulum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1) Tujuan filsafat pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
2) Sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat. 3) Perkembangan peserta didik, yang menunjuk pada karatersitik
perkembangan peserta didik.
4) Keadaan lingkungan, yang dalam arti luas meliputi lingkungan manusiawi (interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk IPTEK (kultural), dan lingkungan hidup (bioekologi), serta lingkungan alam (geoekologis).
5) Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan di bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat, hukum, hankam, dan sebagainya.
6) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistem nilai dan kemanusiaan serta budaya bangsa.
Semua kurikulum nasional dikembangkan mengacu pada landasan yuridis Pancasila dan UUD 1945, perbedaan tiap kurikulum terletak pada penekanan pokok dan tujuan pendidikan dan pendekatan dalam mengimplementasikan kurikulum tersebut (Sholeh Hidayat, 2013:2). Berikut adalah sejarah perkembangan kurikulum yang terjadi di Indonesia:
1) Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada setelah Indonesia merdeka disebut rencana pelajaran. Perubahan orientasi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda kepada kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan pancasila. Rencana pelajaran 1947 merupakan pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda dengan mengurangi pendidikan kecerdasan intelektual. Kurikulum 1947 dilandasi semangat zaman dan suasana kehidupan berbangsa dengan spirit merebut kemerdekaan maka pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter
manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain, kesadaran bernegara dan masyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian dan kehidupan sehari-hari serta memberikan perhatian terhadap pendidikan kesenian dan pendidikan jasmani. Rencana pelajaran 1947 baru secara resmi dilaksanakan di sekolah-sekolah mulai tahun 1950. Bentuk kurikulum ini memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pelajarannya, disertai dengan garis-garis besar pengajaran.
2) Kurikulum 1952
Setelah rencana pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini, pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan menerbitkan buku Pedoman Kurikulum SD yang lebih merinci setiap mata pelajaran kemudian diberi nama Rancangan Pelajaran Terurai 1952 yang berfungsi membimbing para guru dalam kegiatan mengajar di Sekolah Dasar. Di dalamnya tercantum jenis-jenis pelajaran yang harus menjadi kegiatan murid dalam belajar di sekolah, seperti pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi dan Sejarah.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri-ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran sehari-hari. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajar.
3) Kurikulum 1964
Menurut Hamalik (Sholeh Hidayat, 2013:3), dipenghujung era pemerintahan Presiden Soekarno menjelang tahun 1964, pemerintahan kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kurikulum ini diberi nama Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah pemerintahan mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana.
Fokus kurikulum 1964 ini pada perkembangan Pancawardhana, yaitu: Daya cipta, Rasa, Karsa, Karya, dan Moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih
menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
4) Kurikulum 1968
Lahirnya kurikulum 1968 sebagai perubahan dari Kurikulum 1964 dipengaruhi oleh perubahan sistem politik dari pemerintahan rezim Orde Lama ke rezim pemerintahan Orde Baru. Kurikulum 1968 menggantikan Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama.
Kurikulum 1968 melakukan perubahan struktur kurikulum dari Pancawardhana dan menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran menjadi kelompok pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah jam pelajarannya 9 mata pelajaran. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 diarahkan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani,mempertinggi kecerdasan, dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.
5) Kurikulum 1975/1976
Kurikulum 1975 sebagai pengganti Kurikulum 1968 menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Berorientasi pada tujuan. b) Menganut pendekatan integratif
c) Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
d) Menganut pendekatan Prosedur Pengembangan Sistem Instruktsional (PPSI).
e) Dipengaruhi psikologi behaviorisme dengan menekankan kepada strimulus respon (rangsang/jawab) dan latihan (drill).
Kurikulum 1975 memuat ketentuan dan pedoman yang meliputi unsur-unsur:
a) Tujuan instritusional baik SD, SMP, dan SMA/SPG/SMEA/STM
b) Struktur program kurikulum
c) Garis-garis besar program pengajaran
Dalam kurikulum ini, sistem yang digunakan adalah sistem PPSI, dimana dalam sistem ini pemberian penilaian dilakukan pada setiap akhir pelajaran atau pada akhir satuan pelajaran tertentu. Inilah yang membedakan kurikulum 1975 dengan kurikulum sebelumnya.
6) Kurikulum 1984
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Terdapat beberapa unsur dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
b) Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik.
c) Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.
d) Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir disetiap jenjang.
e) Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
f) Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan, Kurikulum 1975 dianggap sudah tidak sesuai lagi karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984
lahir sebagai perbaikan atau revisi terhadap Kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri:
a) Berorientasi kepada tujuan pembelajaran (instruksional). b) Pendekatan pembelajarannya berpusat pada anak didik
melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara optimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
c) Materi pembelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran.
d) Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti.
e) Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret,
semi konkret, semi abstrak, dan abstrak dengan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan.
f) Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajar dan pembelajaran yang memberi tekanan kepada proses pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya.
7) Kurikulum 1994
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pembelajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar, kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena sesuai dengan suasana pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) yang lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagaian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, antara lain sebagai berikut:
a) Pembagian tahapan pelajaran disekolah dengan sistem caturwulan.
b) Pembelajaran disekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi) c) Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang
memberlakukan suatu sistem kurikulum untuk semua siswa diseluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
d) Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam
belajar,baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
e) Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. f) Pengajaran dari hal yang konkret ke hal yang abstrak, dari
hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
g) Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan sebagai akibat dari kecendrungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut:
a) Beban belajar siswa terlalu besar dikarenakan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran.
b) Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat pertimbangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
8) Kurikulum Berbasis Kompetensi Tahun 2002 dan 2004
Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagi menjadi kurikulum 2002 sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistrik menjadi desantralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kurikulum yang dikembangkan saat ini diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (komptensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar kinerja yang telah ditetapkan.
Depdiknas Tahun 2002 (Wina Sanjaya, 2006:11) mengemukakan karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi secara lebih rinci sebagai berikut:
a) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
b) Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
c) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
d) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
e) Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Struktur kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi pada suatu mata pelajaran memuat rinci kompetensi (kemampuan) dasar mata pelajaran itu dan sikap yang diharapkan dimiiki siswa dapat dilihat contohnya dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia.
9) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, telah mendorong penyelenggara pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi-esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:
a) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
b) Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
c) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
d) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
e) Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
10) Kurikulum 2013
Menurut Mulyasa (2013:59) dalam suatu sistem pendidikan, kurikulum itu sifatnya dinamis serta harus selalu dilakukan perubahan dan pengembangan, agar dapat mengikuti perkembangan dan tantangan zaman. Meskipun demikian, perubahan dan pengembangannya harus dilakukan secara
sistematis dan terarah, tidak asal berubah. Perubahan dan pengembangan kurikulum tersebut harus memiliki visi dan arah yang jelas, mau dibawa ke mana sistem pendidikan nasional dengan kurikulum tersebut. Perlunya perubahan kurikulum juga karena adanya beberapa kelemahan yang ditemukan dalam KTSP 2006 sebagai berikut (diadaptasi dari materi sosialisasi kurikulum 2013):
a) Isi dan pesan-pesan kurikulum masih terlalu padat, yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak.
b) Kurikulum belum mengembangkan kompetensi secara utuh sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional. c) Kompetensi yang dikembangkan lebih didominasi oleh
aspek pengetahuan, belum sepenuhnya menggambarkan pribadi peserta didik (pengetahuan, keterampilan, dan sikap).
d) Berbagai kompetensi yang diperlukan sesuai dengan perkembangan masyarakat, seperti pendidikan karakter, kesadaran lingkungan, pendekatan dan metode pembelajaran konstruktifistik, keseimbangan soft skills and hard skills, serta jiwa kewirausahaan, belum terakomodasi di dalam kurikulum.
e) Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap berbagai perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global.
f) Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru.
g) Penilaian belum menggunakan standar penilaian berbasis kompetensi, serta belum tegas memberikan layanan remediasi dan pengayaan secara berkala.
Kurikulum 2013 merupakan tindak lanjut dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang pernah diujicobakan pada tahun 2004. Beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi dapat diuraikan sebagai berikut :
a) Pengetahuan (knowleddge); yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhan.
b) Pemahaman (understanding); yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh individu. Misalnya seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi
peserta didik, agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien.
c) Kemampuan (skill); adalah sesuatu yang dimiliki individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya kemampuan guru dalam memilih, dan membuat alat peraga sederhana untuk memberi kemudahan belajar kepada peserta didik.
d) Nilai (value); adalah suatu standar prilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya standar perilaku guru dalam pembelajaran (kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan lain-lain).
e) Sikap (attitude); yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar: Misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan upah/gaji, dan sebagainya. f) Minat (interest); adalah kecendrungan seseorang untuk
melakukan suatu perbuatan. Misalnya minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu.
11) Kurikulum 2013 edisi revisi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga telah melakukan perbaikan terhadap kurikulum 2013. Setiap
perbaikan dan pengembangan yang dilakukan pemerintah terhadap kurikulum dari waktu ke waktu bertujuan untuk menghasilkan generasi yang memiliki tiga kompetensi yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Dari perbaikan yang telah dilakukan sepanjang 2015, terdapat empat poin perbaikan dalam dokumen kurikulum yaitu:
(1) Penataan Kompetensi Sikap Spiritual dan Sikap Sosial pada Semua Mata Pelajaran.
Sebelum adanya perbaikan kurikulum, setiap guru mata pelajaran diberi beban formal untuk melakukan pembelajaran dan penilaian terhadap kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial siswa. Setelah dilakukan perbaikan, hanya 2 guru yang bisa memberikan penilaian sikap siswa secara langsung, yaitu guru Pendidikan Agama-Budi Perkerti dan guru PPKn. Sedangkan guru lain di luar mata pelajaran ini, dapat mengajarkan dan memberikan nilai secara tidak langsung.
(2) Koherensi KI-KD dan Penyelarasan Dokumen
Perbaikan Kurikulum 2013 dilakukan dengan bersifat evaluatif formatif, salah satunya dengan melakukan perbaikan pada dokumen Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD), silabus, serta buku teks
pelajaran. Perbaikan tersebut dilakukan berdasarkan masukan-masukan yang diberikan masyarakat, seperti guru, pegiat pendidikan, praktisi, pemerhati pendidikan, serta masyarakat umum.
Berdasarkan hasil evaluasi, ditemukan adanya pemahaman yang kurang tepat oleh masyarakat yang disebabkan oleh format penyajian dan nomenklatur dalam Kurikulum 2013, di antaranya Kompetensi Dasar (KD) pada Kompetensi Inti (KI) yang dianggap kurang logis dikaitkan dengan karakteristik mata pelajaran. Selain itu juga ditemukan indikasi adanya inkonsistensi antara Kompetensi Dasar (KD) dengan silabus dan buku teks. Silabus inspiratif, merupakan salah satu prinsip perbaikan silabus untuk memudahkan guru memahaminya sehingga mudah diimplementasikan. Perbaikan silabus dilakukan antara lain dengan melakukan penataan penulisan dan format sehingga mudah dipahami oleh guru.
(3).Pemberian Ruang Kreatif pada Guru dalam Mengimplementasikan Kurikulum
Metode pembelajaran menjadi salah satu hal yang menjadi perhatian dalam perbaikan Kurikulum 2013. Sebagian guru menganggap metode pembelajaran dengan
proses berpikir 5M (mengamati, menanya, mengumpulkan informasi atau mencoba, mengasosiasi, mengkomunikasikan) bersifat prosedural dan mekanistik sehingga membelenggu ruang kreatif. Selama ini mereka mamandang metode tersebut sebagai satu-satunya pendekatan dalam pembelajaran di semua mata pelajaran. Pemberian ruang kreatif itu membuat guru memiliki otonomi dalam proses pembelajaran sehingga mendorong pembelajaran yang aktif. Perbaikan itu juga menekankan bahwa pendekatan saintifik bukan satu-satunya pendekatan dalam pembelajaran.
(4).Kemampuan Siswa Tidak Dibatasi Taksonomi Proses Berpikir
Sejak dini siswa diajak kembangkan kemampuan berpikir kritis. Revisi Kurikulum 2013 menuntut kecakapan berpikir tingkat tinggi yang ingin dibangun sejak dini pada siswa jenjang pendidikan dasar. Sebelumnya pada Kurikulum 2013 sebelum revisi, kecakapan berpikir tingkat tinggi atau High Order Thinking Skill (HOTS) diberikan mulai pada jenjang pendidikan menengah (SMA dan SMK). Dalam Kurikulum 2013 yang lalu, kompetensi dasar untuk siswa
ditiap jenjang pendidikan berbeda, yaitu SD hanya sampai pada tingkat memahami, SMP menerapkan dan menganalisis, sedangkan SMA sampai tingkat mencipta. Pembatasan kompetensi dasar ini berdampak pada proses pembelajaran, seolah-olah siswa cukup sampai berpikir tingkat rendah, yaitu memahami, sedangkan berpikir tingkat tinggi baru dimulai pada level SMA/SMK.
c. Pengertian Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian
Menurut Kamus Bahasa Indonesia atau KBI kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan (KBI, 2008: 979). Seseorang yang memiliki kemampuan berarti memiliki kesanggupan, kecakapan dan kekuatan dalam melakukan suatu hal. Sedangkan mengimplementasikan memiliki artian