• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

3. Kemandirian

Secara umum kemandirian diartikan sebagai sifat/sikap/ kondisi seseorang ataupun subyek tertentu lainnya tanpa ketergantungan kepada orang lain. Kemandirian berarti suatu sifat/sikap/kondisi kemampuan berdiri sendiri. Kemampuan hidup dan berkehidupan sendiri tanpa bantuan orang lain.

Menurut Moeliono (2000: 54) bahwa “kemandirian adalah keadaan dapat berdiri sendiri tanpa tergantung orang lain.” Menurut Suparman Sumahamijaya (1998: 10) “mandiri adalah berdiri sendiri atas modal kepercayaan pada diri sendiri”. Sedangkan James dan Mary Kenny (1998: 56) bahwa dalam masa perkembangan anak-anak usia 8-11 tahun, kemandirian diarahkan dengan rasa percaya diri. Dari modal dasar tersebut seseorang akan memiliki keyakinan yang besar untuk dapat melakukan dan mengerjakan sesuatu atas kemampuan dirinya sendiri.

Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah sifat/sikap/kondisi dari rasa percaya diri yang dimiliki seseorang untuk dapat melakukan sesuatu dengan keyakinan yang besar atas kemampuan sendiri. Kemandirian yang dimaksud adalah aktivitas anak tuna grahita yang berhubungan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari.

b. Ciri-ciri Kemandirian

Seseorang memiliki kemandirian yang tinggi, menurut Sutardi (1994: 3) bila dalam diri orang tersebut terdapat ciri-ciri kehidupan mandiri “Activity of

Daily Living, Aktivitas bermain dan aktivitas kreatif dalam melakukan

pekerjaan”. Dengan penjelasan seperti berikut ini:

1) Activity of Daily Living adalah suatu aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari, misalnya makan, minum, berpakaian, mandi, berias diri dan sebagainya.

2) Aktivitas bermain adalah suatu kegiatan yang ada hubungannya dengan permainan yang mempunyai tujuan agar anak dapat menyalurkan emosinya sekaligus dapat terhibur, sebab bermain merupakan hal yang menyenangkan bagi anak.

3) Aktivitas kreatif dalam melakukan pekerjaan merupakan hal yang penting bagi anak, karena dalam melakukan suatu pekerjaan terdapat nilai-nilai kehidupan.

Selain itu juga sebagai aktivitas dasar atau persiapan bagi anak untuk menguasai jenis ketrampilan tertentu sebagai bekal dalam kelangsungan hidupnya.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Menurut Djisman S. dan Pardede (1997:97) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian dibagi menjadi dua yaitu:

1) Faktor dari dalam individu.

Faktor dalam individu terdiri dari kondisi individu tersebut berupa kondisi fisik dan psikis. Kondisi fisik yaitu kondisi jasmaniah dari individu. Sebagai contoh: anak yang sakiat, ia tidak dapat berbuat apa-apa, segala kebutuhannya memerlukan bantuan orang lain, sehingga ia dikatakan kurang mandiri, karena sangat tergantung kepada orang lain.Kondisi psikis yaitu kondisi kejiwaan diri individu. Kondisi kejiwaan yang mempengaruhi kemandirian anak tuna grahita adalah inteligensi, motivasi dan sikap.

2) Faktor dari luar individu.

Faktor dari luar individu meliputi faktor sosial dan non sosial. Faktor sosial adalah faktor yang berasal dari manusia yang berarti ada hubungan secara langsung dengan manusia.misalnya: seorang anak berada dalam asuhan pendidik atau keluarga yang otoriter. Orang tua biasanya telah menentukan segala sesuatu terhadap anaknya, sehingga anak tidak ikut serta dalam mengambil keputusan dalam memecahkan suatu permasalahan. Faktor non sosial yang dimaksud adalah selain adanya hubungan secara langsung dengan

manusia juga berasal dari situasi dan kondisi di lingkungan anak. Situasi dan kondisi yang dimaksud adalah situasi politik, ekonomi, dan kebudayaan. d. Upaya Meningkatkan Kemandirian

Untuk meningkatkan kemandirian anak cacat, upaya yang dapat diberikan adalah dengan memberikan bimbingan ke arah kemandirian anak. Menurut Sam Isbani dan Ravik Karsidi (1997: 47) mengemukakan beberapa alternatif dalam upaya meningkatkan kemandirian yaitu dengan memberikan pelayanan bagi penyandang, baik anak, remaja, maupun orang dewasa, antara lain dengan cara “Layanan medik, layanan psikologi dan layanan bimbingan karier”. Dengan penjelasan seperti berikut ini:

1) Layanan medik

Dalam memberikan layanan medik, masalah yang perlu diperhatikan adalah penyuluhan lingkungan sehat serta penyuluhan genetik, observasi medik dan rumah sakit khusus penyandang tuna grahita. Dengan terpenuhinya layanan medik secara baik, maka akan sangat mendukung terwujudnya anak tuna grahita yang mandiri.

2) Layanan psikologis

Layanan psikologis dimaksudkan agar anak dapat:

a) Menghilangkan atau mengurangi semaksimal mungkin akibat psikologi yang disebabkan oleh kecacatan misalnya timbul perasaan rendah diri, putus asa, mudah tersinggung, mudah marah, malas, suka minta belas kasihan dan lain sebagainya.

b) Memupuk rasa harga diri, percaya pada kemampuan diri sendiri, semangat juang dalam kehidupan, rasa tanggung jawab pada diri sendiri, keluarga, masyarakat dan negara.

c) Mempersiapkan anak tuna grahita secara mental, supaya penderita tidak canggung apabila kembali ke kehidupan di tengah masyarakat.

3) Layanan bimbingan karier

Tujuan dalam layanan bimbingan karier secara umum bertujuan agar anak mampu:

b) memahami lingkungan/dunia kerja dalam tata hidup tertentu;.

c) mengembangkan rencana dan kemampuan untuk membuat keputusan bagi masa depannya.

Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa upaya pelayanan kemandirian merupakan penanganan yang terprogram, kontinyu dan terpadu. Selain itu perlu diperhatikan dan diingat juga tentang kondisi anak dengan segala kemampuan dan ketidak-mampuannya. Setelah anak menginjak masa dewasa dan telah mengenyam pendidikan dan ketrampilan yang cukup memadai untuk terjun ke masyarakat, dengan sendirinya mereka harus dapat hidup sebagai anggota masyarakat yang baik. Demikian pula masyarakat, hendaknya dapat memahami dan menerima anak tuna grahita dengan perlakuan yang wajar serta mau menghargai hak, harkat dan martabat sama dengan anak normal pada umumnya.

Menurut Munzayanah (1997: 28), alternatif usaha bimbingan dalam meningkatkan kemandirian anak tuna grahita adalah sebagai berikut: 1) bimbingan penyesuaian pribadi; 2) bimbingan penyesuaian pekerjaan; dan 3) bimbingan penyesuaian sosial.

Dari ketiga alternatif tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Bimbingan penyesuaian diri.

Ada dua hal yang penting dalam penyesuaian diri yaitu:

a) Pandangan dan sikap keluarga terhadap anak tuna grahita dalam berbagai hal, antara lain: kemampuan dan kelemahannya yang berhubungan dengan jasmani dan rohaninya; peranan dan sikap sosial anak, sukar atau mudah bergaul, suka menangis, suka tertawa, suka ngambek atau marah, tidak responsif terhadap lingkungan; dan pengertian terhadap nilai-nilai etik dan estetika.

b) Pandangan dan sikap orang tua terhadap kesehatan anak, bahwa kesehatan jasmani akan berpengaruh terhadap perkembangan rohaninya, tidak menjadi permasalahan lagi bagi orang tua.

Dalam masalah pekerjaan, perlu adanya latihan kerja. Faktor-faktor penting dalam latihan kerja yang perlu diperhatikan adalah:

a) Bidang latihan kerja, misalnya: pertanian, peternakan, kerajinan tangan, pertukangan, dan kerumahtanggan.

b) Metode yang digunakan sesuai dengan sikap kerja masing-masing bidang yang mempunyai cara dan sikap yang berbeda. Misalnya: sikap mencangkul berbeda dengan memasak.

c) Persediaan bahan pekerjaan. Hal ini sangat penting agar kelangsungan pekerjaan dapat berlangsung terus, yaitu perlu difikirkan bagaimana agar persediaan bahan-bahan tetap ada.

d) Upah dan uang saku. Kalau anak sudah dapat berproduksi, anak harus atau selayaknya memperoleh upah.

3) Bimbingan penyesuaian sosial.

Usaha penyesuaian sosial ditujukan bagi anak agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya yang lebih luas. Agar anak tuna grahita dapat mandiri dalam kehidupan penyesuaian sosial perlu diberi bimbingan untuk:

a) Pembentukan kepribadian, terutama kepercayaan kepada diri sendiri dapat melalui latihan-latihan koordinasi sensomotorik antara lain meliputi: permainan bebas (macam-macam permainan); anak berjalan dengan meniti atau berjalan di atas papan yang letaknya agak tinggi atau naik tangga; dan latihan menggunting dan menempel kertas. b) Merawat diri yang ditekankan pada anak tuna grahita antara lain

meliputi: (1) kebersihan diri, yaitu menggosok gigi, mandi, makan minum, berpakaian dan kebersihan badan yang lain; (2) kerapian, yang berhubungan dengan diri sendiri maupun kerapian dalam lingkungan. Untuk itu anak perlu dilatih dalam hal-hal tertentu secara sederhana antara lain: kerapian berpakaian, menyisir rambut atau berdandan, kerapian pada kamar tidur, ruang makan, dan ruang tamu.

Dokumen terkait