• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MELALUI PEMBELAJARAN BINA DIRI SISWA TUNA GRAHITA KELAS IV SEMESTER II DI SLB/C YPALB KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2008/2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MELALUI PEMBELAJARAN BINA DIRI SISWA TUNA GRAHITA KELAS IV SEMESTER II DI SLB/C YPALB KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2008/2009"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2008/2009

S K R I P S I

Oleh : Sri Handayani

NIM: X.5107605

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MELALUI PEMBELAJARAN BINA DIRI SISWA TUNA GRAHITA KELAS IV SEMESTER II DI SLB/C YPALB

KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2008/2009

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi

Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan

Oleh : Sri Handayani

NIM: X.5107605

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2009

(3)

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. R. Djatun, M.Pd. Priyono, S.Pd.,M.Si. NIP. 130 814 588 NIP. 19710902 2005011 001

(4)

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Rabu

Tanggal : 29 Juli 2009

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. A. Salim Choiri, M.Kes. ………..

Sekretaris : Drs. Maryadi, M.Ag. ………..

Anggota I : Drs. R. Djatun, M.Pd. .………..

Anggota II : Priyono, S.Pd.,M.Si. ………..

(5)

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 1960 0727 198702 1 001

ABSTRAK

Sri Handayani. MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MELALUI PEM-BELAJARAN BINA DIRI SISWA TUNA GRAHITA KELAS IV SEMESTER II DI SLB/C YPALB KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2008/2009. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Juli 2009.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian melalui pembelajaran bina diri siswa tuna grahita kelas IV semester II di SLB/C YPALB Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009.

Metode pendekatan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas tempat mengajar, dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktik dan proses dalam pembelajaran Kemandirian. Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV semester II SLB-C YPALB Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009 yang berjumlah 3 siswa. Teknik pengumpulan data kemandirian menggunakan lembar pengamatan. Teknik analisis data digunakan analisis perbandingan, artinya peristiwa/kejadian yang timbul dibandingkan kemudian dideskripsikan ke dalam suatu bentuk data penilaian yang berupa nilai. Dari prosentase dideskripsikan kearah kecenderungan tindakan guru dan reaksi serta hasil belajar siswa.

Dari penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kemandirian siswa melalui pembelajaran bina diri dapat dijelaskan sebagai berikut: Dari hasil penelitian membuktikan bahwa melalui pembelajaran bina diri dapat meningkatkan kemandirian siswa tuna grahita kelas IV semester II di di SLB/C YPALB Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009. Kemandirian siswa dalam pembelajaran bina diri dari siklus ke siklus mengalami peningkatan, aktivitas siswa pada siklus I memperoleh skor 168 (56,00%). Pada siklus ke II aktivitas siswa meningkat menjadi skor 248 (82,00%) yang telah mencapai batas tuntas yaitu di atas 80%.

Hasil penelitian membuktikan bahwa pembelajaran bina diri pada siswa kelas IV SLB-C YPALB Karanganyar tahun pelajaran

(6)

2008/2009 terbukti dapat meningkatkan kemandirian siswa tuna grahita kelas IV SLB-C YPALB Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009.

MOTTO

Sangat baik bila memiliki kemampuan, tetapi kemampuan menemukan kemampuan orang lain adalah ujian sesungguhnya dari kepemimpinan. (Elbert Hubbart, dalam John Adair, 2008)

(7)

PERSEMBAHAN

(8)

- Suami tercinta.

- Anak-anak tersayang.

- Rekan-rekan PLB FKIP UNS. - Murid-murid yang kusayangi. - Almamater.

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Luar Biasa, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan penelitian tindakan kelas ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat diatasi. Untuk itu, atas segala bentuk bantuan yang telah diberikan, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

2. Drs. R. Indianto, M.Pd., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Drs. H.A. Salim Choiri, M.Kes., Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi.

(9)

4. Drs. R. Djatun, M.Pd., selaku pembimbing I yang telah memberikan petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Priyono, S.Pd.,M.Si., selaku pembimbing II yang telah memberikan petunjuk kepada penulis selama melaksanakan penelitian tindakan kelas.

6. Ambar Setyowati Sri H.,S.Pd.,M.Pd., selaku Kepala SLB-C YPALB Karanganyar yang telah memberikan ijin tempat penelitian dan informasi yang dibutuhkan penulis.

7. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian tindakan kelas ini.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih ada kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan yang ada dan tentu hasilnya juga masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Semoga kebaikan Bapak, Ibu, mendapat pahala dari Allah SWT., dan menjadi amal kebaikan yang tiada putus-putusnya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Surakarta, Juli 2009

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN ABSTRAK ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR GRAFIK ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

(11)

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS... 5

A. Landasan Teori ... 5

1. Anak Tuna Grahita Ringan ... 5

2. Pembelajaran Bina Diri ... 11

3. Kemandirian ... 16

B. Kerangka Pemikiran ... 21

C. Perumusan Hipotesis Tindakan ... 22

BAB III. METODE PENELITIAN ... 23

A. Setting Penelitian ... 23

Halaman B. Subyek Penelitian ... 23

C. Sumber Data ... 24

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 24

E. Validitas Data ... 24

F. Analisis Data ... 25

G. Indikator Kinerja ... 26

H. Prosedur Penelitian ... 26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 28

A. Pelaksanaan Penelitian ... 28

B. Hasil Penelitian ... 39

C. Pembahaan Hasil Penelitian ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 48

A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 23

Tabel 2. Indikator Kinerja Penelitian ... 26

Tabel 3. Prosedur Penelitian ... 27

Tabel 4. Kemandirian Siswa Kelas IV SLB-C YPALB Karanganyar pada Kondisi Awal ... 29

Tabel 5. Aktivitas Guru Dalam Pembelajaran Bina Diri Siklus I ... 32

Tabel 6. Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Bina Diri Siklus I ... 33

Tabel 7. Aktivitas Guru Dalam Pembelajaran Bina Diri Siklus II ... 37

Tabel 8. Kemandirian Siswa Kelas IV SLB-C YPALB pada Siklus II... 38

Tabel 9. Aktivitas Guru Setiap Siklus Dalam Pembelajaran Bina Diri ... 45

Tabel 10. Peningkatan Aktivitas Guru Dalam Pembelajaran Setiap Siklus .... 45

Tabel 11. Kemandirian Setiap Siklus Melalui Pembelajaran Bina Diri ... 46

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kerangka Berpikir ... 21

(14)

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 1. Peningkatan Aktivitas Guru Setiap Siklus ... 45 Grafik 2. Peningkatan Kemandirian Siswa Setiap Siklus ... 47

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian... 52

Lampiran 2. Silabus Kelas IV Semester II SLB-C YPALB Karanganyar ... 53

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I ... 54

Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II ... 57

Lampiran 5. Kisi-kisi Instrumen Kemandirian ... 60

Lampiran 6. Lembar Pengamatan Kemandirian Siswa (Awal) ... 61

Lampiran 7. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru Siklus I ... 62

Lampiran 8. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru Siklus II ... 63

Lampiran 9. Lembar Pengamatan Kemandirian Siswa Siklus I ... 64

Lampiran 10. Lembar Pengamatan Kemandirian Siswa Siklus II ... 65

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang berkalinan atau ketunaan ditetapkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 disebutkan bahwa: “Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fsiik, emosioinal, mental, sosial” (UU Sisdiknas, 2003: 21). Ketetapan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tersebut bagi anak penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan yang kuat bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatran yang sama sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran.

Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada anak berkelainan untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran, berarti memperkecil kesenjangan angka partisipasi pendidikan anak normal dengan anak berkelainan. Untuk bisa memberikan layanan pendidikan yang relevan dengan kebutuhannya, guru perlu memahami sosok anak berkelainan, jenis dan karakteristik, etiologi penyebab kelainan, dampak psikologis serta prinsip-prinsip layanan pendidikan anak berkelainan. Hal ini dimaksudkan agar guru memiliki wawasan yang tepat tentang keberadaan anak berkelainan mental, dalam hal ini anak tuna grahita sebagai sosok individu masih berpotensi dapat terlayani secara maksimal.

Anak yang berkelainan mental dalam arti kurang atau tunagrahita, yaitu “anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara khusus, termasuk di dalamnya kebutuhan program pendidikan dan bimbingan” (Mohammad Efendi, 2006: 9). Perkembangan anak tunagrahita salah satunya adalah perkembangan dalam mengikuti pelajaran bahasa

(17)

Indonesia yang diharapkan anak tunagrahita tidak ketinggalan dengan anak normal pada umumnya.

Untuk mewujudkan tujuan pendidikan, maka peranan guru sangatlah menentukan keberhasilannya. Adapun peranan guru adalah menyampaikan pesan dan isi kurikulum kepada anak didiknya, serta memberikan layanan pembelajaran kepada murid-muridnya dalam mengatasi masalah-masalah yang sering muncul dalam pelaksanaan pendidikannya, salah satunya adalah masalah kemandirian siswa.

Anak penyandang tuna grahita juga perlu mendapatkan perhatian yang sama dengan warga negara lainnya. Lingkup pendidikan meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pembelajaran bina diri di sekolah memegang peranan penting dalam meningkatkan kemandirian bagi anak tuna grahita yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan kecerdasan atau kemampuanya berada di bawah rata-rata dari ukuran normal, sehingga membutuhkan bimbingan khusus. Yusak S. (1998: 66) mengemukakan bahwa: “Rertardasi mental adalah keadaan yang menahun dimulai sejak lahir atau masa kanak-kanak dengan ciri khas perkembangan mentalnya menunjukkan keterlambatan, sehingga kemampuan belajarnya sangat terganggu dan tak dapat menyesuaikan dirinya dengan norma-norma masyarakat.”

Salah satu penyebab problema belajar pada subjek didik adalah hambatan mental. Penyebab dari problema belajar pada mereka ada yang dapat diamati segera atau yang tidak dapat diamati dengan segera. Pada anak yang penyebab dapat diamati akan segera dilabel sebagai anak yang berkebutuhan khusus, namun bagi penyebabnya tidak dapat dimati dengan segera akan menimbulkan problem pendekatan di dalam layanan pendidikan. Hal ini dikarenakan perilakunya sehari-hari nampak seperti anak pada umumnya, tetapi mengalami hambatan di bidang akademis.

Menangani anak dengan hambatan mental memang butuh kesabaran yang luar biasa, juga kesadaran untuk senantiasa tak merasa lelah, demi kebaikan anak didik. Anak keterbelakangan mental memerlukan pendekatan pembelajan yang tepat akan sangat membantu bagi siswa hembatan mental untuk dapat belajar. Hal ini tentu saja disertai dengan pemilihan metode yang efektif. Selain itu,

(18)

pengembangan kurikulum juga harus benar-benar mengakomodir kebutuhan dan kemampuan yang dapat dilakukan oleh anak hambatan mental.

Dengan memahami kebutuhan para siswa akan bermanfaat dalam memberikan pembelajaran bina diri. Hal yang perlu dicatat adalah membantu siswa untuk meneliti kebutuhan mana yang secara spesifik menimbulkan masalah, sehingga siswa dapat berusaha memecahkannya sendiri.

Pembelajaran bina diri yang akan diberikan kepada anak tuna grahita dititikberatkan pada aspek tentang bantu diri seperti: mandi, berpakaian, berhias, memakai sepatu, dan kebersihan lingkungan sekitar serta penyesuaian sosial.

Keberhasilan dari upaya diri pada anak tuna grahita dapat dilihat dan diamati sampai sejauh mana anak tuna grahita mampu melaksanakan kegiatan bina diri secara optimal sesuai dengan kondisi dan kemampuannya. Hal ini akan sangat tergantung pada kegiatan bimbingan yang teratur dan terus menerus serta metode yang tepat.

Meningkatkanya kemandirian siswa di sekolah khususnya di SLB Tuna Grahita dapat berhasil dengan baik dan maksimal bila didukung oleh pembelajaran bina diri yang efektif dari guru. Bimbingan bina diri dari guru termasuk faktor yang mempengaruhi kemandirian yang berasal dari luar diri siswa.

Perlunya penananaman kemandirian sejak dini agar anak tuna garahita dalam kehidupanya mendatang tidak menjadikan beban pada lingkungan sekitar dan mengurangi ketergantungan pada bantuan yang biasa diterima untuk memenuhi kebutuhannya, baik langsung maupun tidak langsung.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengadakan penelitian dengan judul: Meningkatan Kemandirian Melalui Pembelajaran Bina Diri Siswa Tuna Grahita Kelas IV Semester II di SLB/C YPALB Karanganyar Tahun Pelajaran 2008/2009.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Apakah melalui pembelajaran bina diri dapat meningkatkan

(19)

kemadirian siswa tuna grahita kelas IV semester II di di SLB/C YPALB Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009 ?.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemandirian melalui pembelajaran bina diri siswa tuna grahita kelas IV semester II di SLB/C YPALB Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Sebagai usaha guru dalam menerapkan bina diri terhadap kemandirian siswa dalam pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, dan menambah khasanah ilmu bina diri dan kemandirian bagi siswa tuna grahita.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai sumbangan pemikiran terhadap dunia pendidikan dalam rangka peningkatan kemandirian, sehingga siswa dapat menyelesaikan program pendidikan dengan lancar.

b. Sebagai bahan masukan bagi guru akan pentingnya pembelajaran bina diri dalam pembelajaran sehingga kemandirian siswa dapat ditingkatkan.

c. Sebagai bahan pertimbangan dan acuan bagi penelitian tindakan kelas di masa mendatang.

(20)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori 1. Anak Tuna Grahita Ringan a. Pengertian Anak Tuna Grahita Ringan

Menurut Munzayanah (1997: 21), "Anak tuna grahita ringan merupakan salah satu golongan anak tuna grahita yang masih dapat dilatih dalam bidang sosial maupun intelektual dalam batas-batas tertentu dan dapat dilatih utuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang rutin". Emi Dasiemi (1997: 138) memberikan batasan "Anak tuna grahita ringan atau debil yaitu yang mempunyai IQ antara 50/55-70/75, kurang mampu mencari nafkah sendiri, namun masih mampu menerima pendidikan dan latihan meskipun terbatas."

Sunaryo Kartadinata (1996: 83) mengemukakan bahwa, "tuna grahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata, sukar mengikuti program pendidikan di sekolah umum sehingga membutuhkan layanan pendidikan secara khusus disesuaikan dengan kemampuan anak." Menurut Bratanata yang dikutip Mohammad Efendi (2006: 88) bahwa:

Seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya.

Moh. Amin (2005: 1) yang menguraikan istilah anak terbelakang sebagai berikut:

Sesuai dengan arti anak terbelakang atau terbelakang mental memang mengalami keterbelakangan dalam perkembangan kecerdasan. Kalau anak normal umur 10 tahun mencapai kecerdasan sesuai dengan

(21)

umurnya, maka anak terbelakang hanya mencapai kecerdasan yang sama dengan anak yang lebih muda umurnya.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak tuna grahita ringan adalah anak yang mempunyai kecerdasan mental antara 50/55-70/77, mengalami kelambatan dalam perkembangan bicara dan perkembangan verbal, namun masih mampu menerima pendidikan dan latihan sesuai dengan program layanan pendidikan di sekolah luar biasa.

b. Ciri-Ciri Kejiwaan Siswa Tuna Grahita

Mohamad Amin (1996: 34) menguraikan ciri-ciri anak tuna grahita sebagai berikut:

Kapasitas belajarnya amat terbatas dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, perkembangan dan dorongan emosi anak tuna grahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan masing-masing, struktur maupun fungsi organisme pada umumnya kurang dari anak normal.

Pendapat lain dikemukakan oleh Munzayanah (1997: 24) bahwa:

Karakteristik yang nampak serta banyak terjadi pada siswa penyandang tuna grahita adalah: rasa merusak sebagai dasar perkembangan, mengalami gangguan dalam sosialisasi, iri hati kodrati yang merupakan dasar rasa keadilan, bergaul mencampurkan diri dengan orang lain, sikap yang ingin memisahkan diri atau menarik diri, penyesuaian diri yang kaku dan labil.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri anak tunagrahita adalah: kapasitas belajarnya amat terbatas dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, mengalami kesukaran berfikir abstrak, merekaa berbicara lancar, mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik di sekolah biasa ataupun khusus, mengalami gangguan dalam sosialisasi, iri hati korati yang merupakan dasar rasa keadilan, bergaul mencampurkan diri dengan orang lain, siikap yang ingin memisahkan diri atau menarik diri, penyesuaian diri yang kaku dan labil, pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun.

c. Klasifikasi Siswa Tuna Grahita

Klasifikasi diperlukan untuk memudahkan pemberian bantuan atau pelayanan kepada anak tuna grahita. Dalam pengklasifikasian ini terdapat

(22)

berbagai cara sesuai dengan sudut pandang disiplin ilmu dan ahli yang mengemukakannya.

Menurut Yusak S. (2003: 61) mengklasifikasikan anak tuna grahita berdasarkan IQ (tingkat kecerdasan) sebagai berikut:

“Idiot yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal berusia 2 tahun. IQ nya antara 0–19. Imbisil kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal yang berusia 7 tahun, minimal sama dengan anak normal usia 3 tahun, IQ nya 20–49.

Debil yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak

normal berusia 10 tahun, minimal 7 tahun, IQ nya 50 – 69. Slow

learners yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak

normal. IQ nya 78 – 89.”

Moh. Amin (2005: 23) mengemukakan klasifikasi anak terbelakang sebagai berikut:

“Idiot kecerdasannya sekalipun sudah berusia lanjut tidak lebih dari anak normal seusia 3 tahun. Embisil kecerdasan maksimal tak lebih dari kecerdasan anak normal usia 7 tahun. Debil kecerdasan perkembangan kecerdasannya antara setengah hingga tiga perempat kecepatan anak normal atau pada usia dewasa kecerdasannya maksimal kira-kira sama dengan anak normal usia 12 tahun. Moron kecerdasannya maksimal tak lebih dari kecerdasan anak normal usia 16 tahun.”

Pendapat lain dikemukakan oleh Mohammad Efendi (2006: 90) yang mengklasifikasikan anak tuna grahita untuk keperluan pendidikan yaitu:

“Seorang psikolog dalam mengklasifikasikan anak tuna grahita mengarah kepada aspek indeks mental inteligensinya, indikasinya dapat dilihat pada angka hasil tes kecerdasan, seperti IQ 0-25 dikategorikan

idiot, IQ 25-50 dikategorikan imbecil, dan IQ 50-75 kategori debil atau moron. Seorang pedagog dalam mengklsifikasikan anak tuna grahita

didasarkan pada penilaian program pendidikan yang disajika pada anak. Dari penilaian tersebut dapat dikelompokkan menjadi anak tuna grahita mampu didik, anak tuna grahita mampu latih, dan anak tuna grahita mampu rawat.”

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi anak tuna grahita adalah IQ nya antara 0-19, kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal yang berusia 2-3 tahun, IQ antara 20-49. Debil yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal berusia 7-10 tahun, IQ antara 50-69. Slow learners yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal. IQ antara 78-89 tak lebih dari kecerdasan anak normal usia

(23)

16 tahun. Tarap perbatasan atau lambat belajar mempunyai IQ antara 70-85. Tuna Grahita mampu didik mempunyai IQ antara 50-70. Tuna Grahita mampu latih mempunyai IQ antara 30 – 50. Tuna Grahita mampu rawat mempunyai IQ dibawah 30

Berdasarkan klasifikasi dari beberapa ahli tersebut peneliti akan meneliti kasus penyesuaian diri dalam pergaulan siswa penyandang tuna grahita, yang tergolong mampu didik yang mempunyai IQ antara 50 – 70 yang biasanya juga disebut debil. "Anak tuna grahita mampu didik (debil) adalah anak tuna grahita yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal" (Mohammad Efendi, 2006: 90).

Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tuna grahita mampu didik antara lain: 1) membaca, menulis, mengeja, dan berhitung; 2) menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain; 3) keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari.

Kesimpulan anak tuna grahita mampu didik adalah anak tuna grahita yang dapat dididik secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial, dan pekerjaan.

d. Sebab-sebab Siswa Tuna Grahita

Slamet Ananto Putro (1999: 35) mengemukakan penyebab terjadinya terbelakang mental atau tuna grahita adalah sebagai berikut:

1) Masa prenatal yaitu sebelum bayi lahir, ketika masih dalam kandungan bayi kekurangan vitamin, karena gangguan psikologis sang ibu, gangguan kelainan janin dan bisa terjadi karena pengguguran yang gagal.

2) Masa natal yaitu ketika bayi lahir, bila proses kelahiran tidak sempurna. Memakan waktu yang lama dan akhirnya diangkat dengan forsep juga dapat mengakibatkan terbelakang mental.

3) Masa pos natal yaitu setelah bayi lahir, anak tuna grahita dapat disebabkan karena pada waktu kecil atau bayi pernah, sering step, panas terus menerus dan penyakit lainnya.

Menurut Mohammad Efendi (2006: 91), bahwa "sebab terjadinya ketunagrahitaan pada seseorang menurut kurun waktu terjadinya, yaitu dibawa sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan

(24)

lainnya (faktor eksogen)." Faktor endogen yaitu faktor ketidaksempuraan psikobiologis dalam memindahkan gen, sedangkan faktor eksogen yaitu faktor yang terjdi akibat perubahan patologis dari perkembangan normal. Dari sisi pertumbuhan dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut Devenport yang dikutip Mohammad Efendi (2006: 91) dapat dirinci melalui jenjang sebagai berikut:

1) kelainan atau keturunan yang timbul pada benih plasma;

2) kelainan atau keturunan yang dihasilkan selama penyuburan telur; 3) kelainan atau keturunan yang diakibatkan dengan implantasi; 4) kelainan atau keturunan yang timbul dalam embrio;

5) kelainan atau keturunan yang timbul dari luka saat kelaihiran; 6) kelainan atau keturunan yang timbul dalam janin;

7) kelainan atau keturunan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-kanak.

Menurut Moh. Amin (2005: 62) anak tuna grahita dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu:

1) Faktor Keturunan, faktor ini terdapat pada sel khusus yang pada pria disebut spermatozoa dan pada wanita disebut sel telur (ovarium). Kelainan orang tua laki-laki maupun perempuan akan terwariskan baik kepada anaknya yang laki-laki maupun perempuan. Apakah warisan tersebut akan nampak atau tidak juga tergantung pada dominan resesifnya kelainan tersebut.

2) Gangguan metabolisme dan gizi. Kegagalan dalam metabolisme dan kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan akan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik maupun mental dalam individu.

3) Infeksi dan keracunan, diantara penyebab terjadinya ketunagrahitaan adalah adanya infeksi dan keracunan yaitu terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih berada di dalam kandungan ibunya. Penyakit-penyakit tersebut antara lain: rubella, syphilis, toxoplasmosis dan keracunan yang berupa: gravidity sindrome yang

beracun, kecanduan alkohol dan narkotika.

4) Trauma, ketunagrahitaan dapat juga disebabkan karena terjadinya trauma pada beberapa bagian tubuh khususnya pada otak ketika bayi dilahirkan dan terkena radiasi zat radioaktif selama hamil.

5) Masalah pada kelahiran, misalnya kelahiran yang disertai by poxia dapat dipastikan bahwa bayi yang di lahirkan menderita kerusakan otak, menderita kejang, nafas yang pendek, kerusakan otak juga disebabkan oleh trauma mekanis terutama pada kelahiran yang sulit. 6) Faktor lingkungan sosial budaya, lingkungan dapat berpengaruh

terhadap intelek anak, kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode perkembangan menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan. Tuna grahita dapat disebabkan oleh lingkungan yang

(25)

tingkat sosial ekonominya rendah. Hal ini disebabkan ketidak-mampuan lingkungan memberikan rangsangan-rangsangan yang diperlukan anak pada masa perkembangannya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab anak tuna grahita adalah: pada masa prenatal kekurangan vitamin, gangguan psikologis sang ibu, gangguan kelainan janin; pada masa natal proses kelahiran tidak sempurna, masa pos natal, anak tuna grahita dapat disebabkan pada waktu kecil pernah sakit ecara terus menerus; faktor keturunan, gangguan metabolisme dan gizi, infeksi dan keracunan. Di samping itu juga disebabkan oleh predisposisi genetik terhadap gens atau faktor ekologis atau lingkungan, dan waktu terjadinya pemaparan, misalnya janin terpapar virus rubella sewaktu berusia trimester pertama maka kecacatan dapat berat.

e. Dampak Tuna Grahita bagi Siswa

Ketidakmampuan anak tuna grahita meraih prestasi yang lebih baik dan sejajar dengan anak normal, karena ingatan anak tuna grahita sangat lemah dibanding dengan anak normal. Maka tidak heran, jika instruksi yang diberikan kepada anak tuna grahita cenderung tidak melalui proses analisis kognitif. Perkembangan kognitif anak tuna grahita sering mengalami kegagalan dalam melampaui periode atau tahapan perkembangan. Bahkan dalam taraf perkembangan yang paling sederhana pun, anak tuna grhaita seringkali tidak mampu menyelesaikan dengan baik.

Keterlambatan perkembangan kognitif pada anak tuna grahita menjadi masalah besar bagi anak tuna grahita ketika meniti tugas perkembangannya. Beberapa hambatan yang tampak pada anak tuna grahita dari segi kognitif dan sekaligus menjadi karakteristiknya menurut Mohammad Efendi (2006: 98), sebagai berikut:

1) Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret dan sukar berpikir. 2) Mengalami kesulitan dalam konsentrasi.

3) Kemampuan sosialisasinya terbatas.

4) Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit.

(26)

6) Pada tuna grahita mampu didik, prestasi tertnggi bidang baca, tulis, hitung tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV SD.

Keterbatasan daya pikir yang dialami anak tuna grahita menyebabkan mereka sulit mengontrol, apakah perilaku yang ditampakkan dalam aktivitas sehari-hari wajar atau tidak, baik perilaku yang berlebihan maupun perilaku yang kurang serasi. Atas dasar itulah maka untuk anak tuna grahita perlu dilakukan modifikasi perilaku melalui terapi perilaku.

Dalam memberikan terapi perilaku pada anak tuna grahita, seorang terapis harus memiliki sikap sebagaimana yang dipersyaratkan dalam pendidikan humanistik, yaitu penerimaan secara hangat, antusias tinggi, ketulusan dan kesungguhan, serta menaruh empati yang tinggi terhadap kondisi anak tuna grahita. Tanpa dilengkapi persyarata tersebut, penerapan teknik motifikasi perilaku pada anak tuna grahita tidak banyak memberikan hasil yang berarti.

2. Pembelajaran Bina Diri a. Strategi Pembelajaran

Istilah strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Dalam konteks pengajaran menurut Ahmad Rohani (2004: 32) “strategi dapat diartikan sebagai suatu pola umum tindakan guru-peserta didik dalam manifestasi aktivitas pengajaran” Dengan kata lain, konsep strategi dalam konteks ini dimaksudkan untuk menunjuk pada karakteristik abstrak serangkaian tindakan guru-peserta didik dalam events pengajaran.

Komponen dari sistem pengajaran meliputi: tujuan, materi, strategi belajar mengajar dan evaluasi. Strategi pembelajaran merupakan salah satu komponen yang penting dari sistem pengajaran, meskipun tujuan telah dirumuskan dengan baik, materi yang dipilih sudah tepat, tetapi jika strategi belajar mengajar yang dipergunakan kurang memadai, mungkin tujuan yang diharapkan tidak tercapai atau mungkin tercapai tetapi dengan susah payah (Purwoto, 1998: 3).

(27)

Lebih lanjut dikemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah kegiatan guru dalam proses belajar mengajar yang dapat memberikan kemudahan atau fasilitas kepada siswa agar dapat mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan (Purwoto, 1998: 1).

“Strategi pembelajaran itu lebih luas daripada metode atau teknik pengajaran” (Purwoto, 1998: 5). Dalam hal ini yang dimaksud dengan metode adalah cara mengajar (yang bersifat umum) yang dapat digunakan untuk semua jenis mata pelajaran. “Jadi strategi mengajar itu ialah pola atau seperangkat kebijaksanaan terpilih. Setelah strategi mengajar dipilih kita harus memilih metode atau teknik mengajar yang tepat untuk menyampaikan materi itu” (Ruseffendi, 2000: 96). Strategi pembelajaran yang dipilih harus:

1) Mendukung tercapainya tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.

2) Sesuai dengan sifat dan hakikat materi pelajaran yang diberikan, serta sesuai pula dengan media yang tersedia.

3) Sesuai dengan tingkat kemampuan dan perkembangan anak.

Karena itu untuk menentukan pembelajaran yang baik perlu dipertimbangkan beberapa hal antara lain: tujuan pengajaran, materi pelajaran, siswa, guru, dan fasilitas.

b. Pengertian Bina Diri

Pengertian bina diri dikemukakan oleh Munzayanah (2000: 4), yaitu: cara untuk membentuk seseorang menjadi baik artinya mereka yang mempunyai kemampuan terbatas perlu pelayanan secara khusus, secara terus menerus agar menjadi baik atau melayani mengurus dirinya sendiri dalam hidupnya.

Sedangkan menurut Samsul Hadi (1998: 32) pengertian bina diri adalah sebagai usaha bantuan yang diberikan kepada seseorang agar mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari dan mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan atau ketergantungan pada orang lain dengan mengoptimalkan kemampuannya.

Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan bina diri adalah suatu cara atau usaha dari seseorang agar mampu mengurus dirinya sendiri dengan baik tanpa bantuan dari orang lain.

(28)

Tujuan pembelajaran bina diri menurut Depdikbud (1994/1995) dalam Petunjuk Penyelenggaraan SLB bagi penyandang cacat atau anak tuna grahita adalah:

1) Memiliki sifat dasar sebagai warga negara yang baik. 2) Kondisi sehat jasmani dan rohani.

3) Mempunyai potensi pengetahuan, ketrampilan serta sikap dasar yang diperlukan guna:

a) Mengurus diri sendiri.

b) Penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya. c) Melakukan pekerjaan untuk bekal hidup.

d) Dapat menggambarkan diri sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup. d. Ruang Lingkup Pembelajaran Bina Diri

Ruang lingkup bina diri diarahkan pada:

1) Bina gerak bagi anak tuna grahita yang mengalami keterlambatan kecerdasan atau kemampuan yang berorientasi pada latihan motorik, sensorik, dan sensomotorik yang dilaksanakan melalui permainan.

Misalnya: menangkap dan melempar bola, latihan keseimbangan dengan meniti tangga dan lain sebagianya. Bina gerak ini dimaksudkan untuk melatih penyandang cacat melakukan suatu kegiatan agar kemampuan motorik, sensorik dan sensomotorik dapat terlatih, sehingga anak mampu melakukan dan mengaktifkan dirinya secara wajar serta dapat mengkoordinasikan sensomotoriknya, yang kemudian dapat mengembangkan diri secara sosial emosional, sehingga dapat bekerja sama dalam batas kemampuan tertentu dengan lingkungannya.

2) Bina diri ketrampilan untuk kegiatan sehari-hari (Activities of Daly Living =

ADL), yang bertitik tolak pada diri sendiri, kebersihan rumah penampilan

diri sendiri dan kebersihan dan pemeliharaan lingkungan serta memilih ketrampilan tertentu.

Menolong diri sendiri agar anak mampu berbuat dan melakukan pekerjaan berhubungan dengan mengurus dirinya sendiri ini harus

(29)

dilaksanakan secara nyata agar anak lebih mudah memahami dan mengetahui cara-caranya, di samping itu anak bisa menirukannya. Dengan bimbingan yang terus menerus diharapkan anak mampu melakukannya sendiri. Jenis kegiatan menolong diri sendiri adalah: mandi, berpakaian, makan, dan menghindari bahaya.

3) Bina sosial, ini dimaksudkan dan dilaksanakan agar mereka dapat melakukan pergaulan dengan masyarakat, serta memahami norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Bina sosial ini bertujuan agar anak dapat mengadakan komunikasi dengan lingkungan sosialnya. Latihan-latihan yang diberikan antara lain: berjalan-jalan, mengenal lingkungan, bermain bersama, makan bersama dan lain-lain. Masalah yang perlu mendapat perhatian dalam melaksanakan bimbingan terhadap anak tuna grahita yang memiliki gangguan keterlambatan kecerdasan atau kemampuan yaitu agar supaya mereka dapat berintegrasi dengan lingkungan sosialnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat memahami serta menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga berperan serta dalam kegiatan lingkungannya.

Bagi anak tuna grahita kemampuan mengadakan pilihan amat rendah, oleh karena itu perlu diberikannya konsep-konsep yang jelas tentang potensi yang dimilikinya, agar supaya dapat memberikan kepuasan bagi penyandang cacat mental tersebut.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka bimbingan yang perlu diberikan, dimaksudkan agar supaya anak dapat:

a) Memelihara diri dan kesehatan. b) Menggunakan waktu luang. c) Memiliki suatu pekerjaan.

d) Berhubungan dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan manusia dan alam sekitarnya.

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bina Diri

Menurut Dewa Ketut Sukardi (1999: 21), faktor-faktor yang mempengaruhi bimbingan dibagi menjadi dua yaitu:

(30)

1) Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu yang belajar, meliputi:

a) Faktor non sosial, yaitu faktor yang ditimbulkan bukan dari manusia, yang meliputi:

(1) Keadaan iklim.

(2) Keadaan waktu, yang dimaksud adalah pagi, siang, dan malam hari. b) Faktor sosial, yaitu faktor yang ditimbulkan oleh lingkungan atau manusia

di sekitarnya, yang meliputi: (1) Faktor keluarga.

(2) Faktor sekolah. (3) Faktor masyarakat.

2) Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu yang belajar, meliputi:

a) Faktor fisiologis atau faktor yang berasal dari jasmani, antara lain: (1) Keadaan jasmani pada umumnya.

(2) Syaraf sentral, hal ini merupakan faktor yang sengat menentukan sikap aktivitas siswa, termasuk belajar. Syaraf sentral berhubungan dengan tingkat kecerdasan atau kemampuan daya fikir (inteligensi

question) atau IQ.

b) Faktor psikologis atau yang berasal dari kondisi pribadi yang menyangkut psikis.

Faktor ini digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu: (1) Perhatian. (2) Pengamatan. (3) Ingatan. (4) Kemampuan pembawaan. (5) Inteligensi. (6) Motivasi.

Dari uraian tersebut di atas, disimpulkan bahwa pada dasarnya ada dua faktor yang prinsipnya dapat mempengaruhi bimbingan belajar, yaitu faktor dari dalam individu maupun dari luar individu yang sedang belajar.

(31)

Bertitik tolak dari uraian tentang bina diri untuk anak tuna grahita yang mengalami keterlambatan kecerdasan atau kemampuan cenderung pada faktor eksternal, berarti dalam pemberian pembelajaran bina diri tidak semata-mata hanya untuk menerima materi pelajaran yang bersifat teoritis, tetapi yang lebih penting yaitu mengarahkan dan praktek kerja yang kelak tidak selalu tergantung pada orang lain dan dapat mandiri sebagai anggota masyarakat yang berguna. Pemberian praktek kerja dilaksanakan secara terus meenrus sampai anak mampu melakukannya dengan baik dan menjadi suatu kebiasaan..

3. Kemandirian a. Pengertian Kemandirian

Secara umum kemandirian diartikan sebagai sifat/sikap/ kondisi seseorang ataupun subyek tertentu lainnya tanpa ketergantungan kepada orang lain. Kemandirian berarti suatu sifat/sikap/kondisi kemampuan berdiri sendiri. Kemampuan hidup dan berkehidupan sendiri tanpa bantuan orang lain.

Menurut Moeliono (2000: 54) bahwa “kemandirian adalah keadaan dapat berdiri sendiri tanpa tergantung orang lain.” Menurut Suparman Sumahamijaya (1998: 10) “mandiri adalah berdiri sendiri atas modal kepercayaan pada diri sendiri”. Sedangkan James dan Mary Kenny (1998: 56) bahwa dalam masa perkembangan anak-anak usia 8-11 tahun, kemandirian diarahkan dengan rasa percaya diri. Dari modal dasar tersebut seseorang akan memiliki keyakinan yang besar untuk dapat melakukan dan mengerjakan sesuatu atas kemampuan dirinya sendiri.

Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah sifat/sikap/kondisi dari rasa percaya diri yang dimiliki seseorang untuk dapat melakukan sesuatu dengan keyakinan yang besar atas kemampuan sendiri. Kemandirian yang dimaksud adalah aktivitas anak tuna grahita yang berhubungan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari.

b. Ciri-ciri Kemandirian

Seseorang memiliki kemandirian yang tinggi, menurut Sutardi (1994: 3) bila dalam diri orang tersebut terdapat ciri-ciri kehidupan mandiri “Activity of

(32)

Daily Living, Aktivitas bermain dan aktivitas kreatif dalam melakukan

pekerjaan”. Dengan penjelasan seperti berikut ini:

1) Activity of Daily Living adalah suatu aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari, misalnya makan, minum, berpakaian, mandi, berias diri dan sebagainya.

2) Aktivitas bermain adalah suatu kegiatan yang ada hubungannya dengan permainan yang mempunyai tujuan agar anak dapat menyalurkan emosinya sekaligus dapat terhibur, sebab bermain merupakan hal yang menyenangkan bagi anak.

3) Aktivitas kreatif dalam melakukan pekerjaan merupakan hal yang penting bagi anak, karena dalam melakukan suatu pekerjaan terdapat nilai-nilai kehidupan.

Selain itu juga sebagai aktivitas dasar atau persiapan bagi anak untuk menguasai jenis ketrampilan tertentu sebagai bekal dalam kelangsungan hidupnya.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Menurut Djisman S. dan Pardede (1997:97) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian dibagi menjadi dua yaitu:

1) Faktor dari dalam individu.

Faktor dalam individu terdiri dari kondisi individu tersebut berupa kondisi fisik dan psikis. Kondisi fisik yaitu kondisi jasmaniah dari individu. Sebagai contoh: anak yang sakiat, ia tidak dapat berbuat apa-apa, segala kebutuhannya memerlukan bantuan orang lain, sehingga ia dikatakan kurang mandiri, karena sangat tergantung kepada orang lain.Kondisi psikis yaitu kondisi kejiwaan diri individu. Kondisi kejiwaan yang mempengaruhi kemandirian anak tuna grahita adalah inteligensi, motivasi dan sikap.

2) Faktor dari luar individu.

Faktor dari luar individu meliputi faktor sosial dan non sosial. Faktor sosial adalah faktor yang berasal dari manusia yang berarti ada hubungan secara langsung dengan manusia.misalnya: seorang anak berada dalam asuhan pendidik atau keluarga yang otoriter. Orang tua biasanya telah menentukan segala sesuatu terhadap anaknya, sehingga anak tidak ikut serta dalam mengambil keputusan dalam memecahkan suatu permasalahan. Faktor non sosial yang dimaksud adalah selain adanya hubungan secara langsung dengan

(33)

manusia juga berasal dari situasi dan kondisi di lingkungan anak. Situasi dan kondisi yang dimaksud adalah situasi politik, ekonomi, dan kebudayaan. d. Upaya Meningkatkan Kemandirian

Untuk meningkatkan kemandirian anak cacat, upaya yang dapat diberikan adalah dengan memberikan bimbingan ke arah kemandirian anak. Menurut Sam Isbani dan Ravik Karsidi (1997: 47) mengemukakan beberapa alternatif dalam upaya meningkatkan kemandirian yaitu dengan memberikan pelayanan bagi penyandang, baik anak, remaja, maupun orang dewasa, antara lain dengan cara “Layanan medik, layanan psikologi dan layanan bimbingan karier”. Dengan penjelasan seperti berikut ini:

1) Layanan medik

Dalam memberikan layanan medik, masalah yang perlu diperhatikan adalah penyuluhan lingkungan sehat serta penyuluhan genetik, observasi medik dan rumah sakit khusus penyandang tuna grahita. Dengan terpenuhinya layanan medik secara baik, maka akan sangat mendukung terwujudnya anak tuna grahita yang mandiri.

2) Layanan psikologis

Layanan psikologis dimaksudkan agar anak dapat:

a) Menghilangkan atau mengurangi semaksimal mungkin akibat psikologi yang disebabkan oleh kecacatan misalnya timbul perasaan rendah diri, putus asa, mudah tersinggung, mudah marah, malas, suka minta belas kasihan dan lain sebagainya.

b) Memupuk rasa harga diri, percaya pada kemampuan diri sendiri, semangat juang dalam kehidupan, rasa tanggung jawab pada diri sendiri, keluarga, masyarakat dan negara.

c) Mempersiapkan anak tuna grahita secara mental, supaya penderita tidak canggung apabila kembali ke kehidupan di tengah masyarakat.

3) Layanan bimbingan karier

Tujuan dalam layanan bimbingan karier secara umum bertujuan agar anak mampu:

(34)

b) memahami lingkungan/dunia kerja dalam tata hidup tertentu;.

c) mengembangkan rencana dan kemampuan untuk membuat keputusan bagi masa depannya.

Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa upaya pelayanan kemandirian merupakan penanganan yang terprogram, kontinyu dan terpadu. Selain itu perlu diperhatikan dan diingat juga tentang kondisi anak dengan segala kemampuan dan ketidak-mampuannya. Setelah anak menginjak masa dewasa dan telah mengenyam pendidikan dan ketrampilan yang cukup memadai untuk terjun ke masyarakat, dengan sendirinya mereka harus dapat hidup sebagai anggota masyarakat yang baik. Demikian pula masyarakat, hendaknya dapat memahami dan menerima anak tuna grahita dengan perlakuan yang wajar serta mau menghargai hak, harkat dan martabat sama dengan anak normal pada umumnya.

Menurut Munzayanah (1997: 28), alternatif usaha bimbingan dalam meningkatkan kemandirian anak tuna grahita adalah sebagai berikut: 1) bimbingan penyesuaian pribadi; 2) bimbingan penyesuaian pekerjaan; dan 3) bimbingan penyesuaian sosial.

Dari ketiga alternatif tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Bimbingan penyesuaian diri.

Ada dua hal yang penting dalam penyesuaian diri yaitu:

a) Pandangan dan sikap keluarga terhadap anak tuna grahita dalam berbagai hal, antara lain: kemampuan dan kelemahannya yang berhubungan dengan jasmani dan rohaninya; peranan dan sikap sosial anak, sukar atau mudah bergaul, suka menangis, suka tertawa, suka ngambek atau marah, tidak responsif terhadap lingkungan; dan pengertian terhadap nilai-nilai etik dan estetika.

b) Pandangan dan sikap orang tua terhadap kesehatan anak, bahwa kesehatan jasmani akan berpengaruh terhadap perkembangan rohaninya, tidak menjadi permasalahan lagi bagi orang tua.

(35)

Dalam masalah pekerjaan, perlu adanya latihan kerja. Faktor-faktor penting dalam latihan kerja yang perlu diperhatikan adalah:

a) Bidang latihan kerja, misalnya: pertanian, peternakan, kerajinan tangan, pertukangan, dan kerumahtanggan.

b) Metode yang digunakan sesuai dengan sikap kerja masing-masing bidang yang mempunyai cara dan sikap yang berbeda. Misalnya: sikap mencangkul berbeda dengan memasak.

c) Persediaan bahan pekerjaan. Hal ini sangat penting agar kelangsungan pekerjaan dapat berlangsung terus, yaitu perlu difikirkan bagaimana agar persediaan bahan-bahan tetap ada.

d) Upah dan uang saku. Kalau anak sudah dapat berproduksi, anak harus atau selayaknya memperoleh upah.

3) Bimbingan penyesuaian sosial.

Usaha penyesuaian sosial ditujukan bagi anak agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya yang lebih luas. Agar anak tuna grahita dapat mandiri dalam kehidupan penyesuaian sosial perlu diberi bimbingan untuk:

a) Pembentukan kepribadian, terutama kepercayaan kepada diri sendiri dapat melalui latihan-latihan koordinasi sensomotorik antara lain meliputi: permainan bebas (macam-macam permainan); anak berjalan dengan meniti atau berjalan di atas papan yang letaknya agak tinggi atau naik tangga; dan latihan menggunting dan menempel kertas. b) Merawat diri yang ditekankan pada anak tuna grahita antara lain

meliputi: (1) kebersihan diri, yaitu menggosok gigi, mandi, makan minum, berpakaian dan kebersihan badan yang lain; (2) kerapian, yang berhubungan dengan diri sendiri maupun kerapian dalam lingkungan. Untuk itu anak perlu dilatih dalam hal-hal tertentu secara sederhana antara lain: kerapian berpakaian, menyisir rambut atau berdandan, kerapian pada kamar tidur, ruang makan, dan ruang tamu.

(36)

B. Kerangka Pemikiran

Pembelajaran bina diri yang tepat yaitu bimbingan yang diberikan secara terus-menerus dan sistematis kepada individu. Pembelajaran bina diri suatu proses pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapi siswa agar tercapai kemampuan untuk mengarahkan diri, merealisasikan diri dengan lingkungan baik keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Guru memegang peranan penting, karena mempunyai tanggung jawab dalam memberikan pembelajaran bina diri agar siswanya dapat hidup mandiri. Terpenuhinya bina diri siswa, maka sebagai guru merasa bangga karena siswanya dapat hidup mandiri. Demikian pula siswa mempunyai kebutuhan bina diri dari guru, karena pada umumnya siswa tuna grahita masih tergantung pada guru.

Untuk membantu siswa agar memiliki kemandirian, guru dapat melaksanakan pembelajaran bina diri. Sebab dengan pembelajaran bina diri selain konselor dapat memperoleh informasi yang kompleks langsung dari klien, juga akan membawa dampak positif, siswa merasa diperhatikan. Pembelajaran bina diri akan menjadikan siswa mandiri dan memahami diri serta menggali kemampuan yang ada untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah belajar.

Dari uraian tersebut di atas, dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 1

Kemmandirian anak

Tuna grahita kurang Sebelum Pembelajaran

Bina Diri

Setelah Pembelajaran bina diri

Kemandirian siswa tuna grahita meningkat

(37)

Bagan Kerangka Berfikir C. Perumusan Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pemikrian di atas, hipotesis tindakan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah: “Pembelajaran bina diri dapat meningkatkan kemadirian siswa tuna grahita kelas IV semester II di SLB/C YPALB Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009.”

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam bahasa Inggris diartikan Classroom Action Research (CAR) yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah tempat mengajar, dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktik dan proses dalam pembelajaran (Susilo, 2007: 16). Penelitian dilaksanakan di kelas IV SLB/C YPALB Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009.

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

Bulan ke ... Kegiatan 1 2 3 4 1. Persiapan a. Studi eksploratif b. Perumusan masalah c. Konsultasi proposal PTK d. Penyusunan instrumen 2. Tahap Pelaksanaan a. Perencanaan tindakan b. Implementasi tindakan 3. Analisis a. Klasifikasi data b. Analisis data c. Interpretrasi data

d. Perumusan hasil penelitian 4. Tahap Penyusunan Laporan

a. Penyusunan laporan PTK b. Perbaikan dan penggandaan

(39)

B. Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini subyek penelitian adalah siswa tuna grahita kelas IV semester II SLB/C YPALB Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009 berjumlah 3 siswa.

C. Sumber Data

Sumber data penelitian tindakan kelas ini berasal dari siswa tuna grahita kelas IV SLB/C YPALB Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009 sebagai subjek penelitian. Data yang berupa kemandirian diperoleh dengan menggunakan lembar pengamatan sebelum diberi pembelajaran bina diri dan sesudah diberi pembelajaran bina diri.

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data Observasi

Observasi ini dilakukan untuk mengamati secara langsung proses dan dampak pembelajaran yang diperlukan untuk menata langkah-langkah perbaikan agar lebih efektif dan efisien. Observasi dipusatkan pada proses dan hasil tindakan pembelajaran beserta peristiwa-peristiwa yang melingkupinya. Langkah-langkah observasi meliputi: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan observasi kelas, dan (3) pembahasan balikan.

Kemandirian siswa diukur melalui lembar pengamatan. Setelah dilaksanakan tindakan pembelajaran bina diri, siswa diamati menggunakan lembar pengamatan yang menitikberatkan pada segi penerapan pada akhir pembelajaran bina diri setiap siklus yang meliputi: makan, mimun, dan berpakaian sendiri. Hasil setiap siklus dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui keefektifan tindakan dengan jalan melihat kembali (merujuk silang) pada indikator keberhasilan yang telah ditentukan.

E. Validitas Data 23

(40)

Informasi yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti dan akan dijadikan data dalam penelitian ini perlu diperiksa validitasnya sehingga data validitas tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dijadikan sebagai dasar yang kuat dalam menarik kesimpulan. Adapun teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas dalam penelitian ini adalah triangulasi.

Moeleong (2004: 330) mengemukakan bahwa “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi data dan triangulasi metode. Triangulasi data (sumber) dilakukan dengan mengumpulkan data tentang permasalahan dalam penelitian dari beberapa sumber data yang berbeda. Sedang triangulasi metode dilakukan dengan menggali data yang sama dengan metode yang berbeda, seperti disinkronkan dengan hasil observasi atau dokumen yang ada.

F. Analisis Data

Data berupa hasil pengamatan diklasifisikan sebagai data kuantitatif. Data tersebut dianalisis secara desktiprif, yakni dengan membandingkan skor kemandirian atarsiklus. Yang dianalisis adalah skor kemandirian siswa sebelum melalui pembelajaran bina diri; dan skor kemadirian siswa setelah melalui pembelajaran bina diri; sebanyak dua siklus. Kemudian, data yang berupa skor kemandirian antarsiklus tersebut dibandingkan hingga hasilnya dapat mencapai batas ketercapaian atau indikator keberhasilan yang telah ditetapkan.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model yang dilakukan oleh Kemmis dan Mc Taggart yang merupakan pengembangan dari model Kurt Lewin (Suharsimi Arikunto, 2003: 83). Model Kurt Lewin yang terdiri dari empat komponen tersebut kemudian dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart. Kedua ahli ini memandang komponen sebagai langkah dalam siklus, sehingga mereka menyatukan dua komponen yang kedua dan ketiga, yaitu tindakan dan pengamatan

(41)

sebagai suatu kesatuan. Hasil dari pengamatan ini kemudian dijadikan dasar sebagai langkah berikutnya, yaitu refleksi kemudian disusun sebuah modifikasi yang diaktualisasikan dalam bentuk rangkaian tindakan dan pengamatan lagi, begitu seharusnya.

G. Indikator Kinerja

Indikator pencapaian dalam penelitian tindakan kelas ini ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 2. Indikator Kinerja Penelitian

No. Aspek yang diukur Target Pencapaian Teknik Mengukur 1 Aktivitas guru

mengajar

Aktivitas guru mengajar bina diri telah mencapai 80%.

Guru diamati saat pembelajaran dengan menggunakan lembar pengamatan oleh rekan guru (partisipan).

2 Aktivitas siswa belajar

Aktivitas siswa dalam melaksanakan bina diri telah mencapai 80%.

Siswa diamati saat melaksana-kan bina diri (mamelaksana-kan, minum, berpakaian) dengan mengguna-kan lembar pengamatan oleh pengamat dan dihitung dari skor aktivitas siswa.

Penetapan indikator pencapaian ini disesuaikan dengan kondisi sekolah, seperti batas minimal skor yang dicapai dan ketuntasan keterampilan membaca bergantung pada guru kelas yang secara empiris tahu betul keadaan murid-murid tuna grahita di kelasnya (sesuai dengan KTSP).

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai, seperti yang telah didesain dalam variabel yang diteliti. Hasil observasi tersebut sebagai dasar untuk

(42)

menentukan tindakan yang tepat dalam rangka meningkatkan kemandirian siswa tuna grahita kelas IV SLB/C YPALB Karanganyar.

Tabel 3. Prosedur Penelitian 1 Persiapan

2 Deskripsi awal Masalah dan kesulitan belajar 3 Penyusunan

Rencana Tindakan

· Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran. · Menentukan pokok bahasan.

· Mengembangkan skenario pembelajaran. · Menyiapkan sumber belajar.

· Mengembangkan format evaluasi. · Mengembangkan format observasi. 4 Pelaksanaan

Tindakan

· Menerapkan tindakan mengacu pada skenario pembelajaran.

5 Pengamatan · Melakukan observasi dengan memakai format observasi.

Siklus I

6 Evaluasi/Refleksi · Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan.

· Melakukan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi tentang skenario pem-belajaran dan lain-lain.

· Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi, untuk digunakan siklus berikutnya.

· Evaluasi tindakan I. 7 Perencanaan dan

penyempurnaan tindakan

· Atas dasar hasil siklus I, dilakukan penyempurnaan tindakan.

· Pengamatan program tindakan II. 8 Tindakan · Pelaksanaan program tindakan II. 9 Pengamatan · Pengumpulan data tindakan II. Siklus

II

10 Evaluasi/Refleksi · Evaluasi tindakan II (berdasarkan indikator pencapaian).

(43)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian 1. Deskripsi Awal

Pembelajaran kemandirian hidup sehari-hari siswa di kelas IV SLB-C YPALB Karanganyar seperti biasa. Kelas dalam suasana tertib dan tenang ketika jam pelajaran materi kemandirian hidup sehari-hari dimulai. Materi pembelajaran kemandirian hidup sehari-hari pada kondisi awal dikemas oleh guru dengan alokasi waktu 4 x 30 menit. Guru mengawali pembelajaran dengan mengkondisikan kelas, mengabsen terlebih dahulu siswa kelas IV SLB-C YPALB Karanganyar dan melaksanakan apersepsi guna menggali pengetahuan awal siswa dalam rangka upaya mengaitkan materi pembelajaran keamandirian hidup sehari-hari yang akan disampaikan.

Pada akhir pembelajaran, guru memberikan tugas kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan kemandirian hidup sehari-hari. Siswa terlihat tidak segera mengerjakan soal-soal yang diberikan guru. Sebagian besar siswa tampak membayangkan atau mengingat-ingat materi yang baru saja diterangkan guru dengan metode ceramah (konvensional), baru kemudian mereka menjawab apa yang diingat. Selama siswa menjawab

(44)

soal-soal, guru duduk di meja guru sambil sesekali melihat siswa mengerjakan soal. Guru tidak mengontrol atau memberikan bimbingan kepada siswa.

Kegiatan pembelajaran keandirian hidup sehari-hari dilakukan hingga waktu yang dialokasikan berakhir. Guru menyuruh mengumpulkan hasil jawaban siswa. Pembelajaran diakhiri tanpa diberikan penguatan atau umpan balik mengenai proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Berdasarkan gambaran pelaksanaan pembelajaran kemandirian hidup sehari-hari di kelas IV SLB-C YPALB Karanganyar yang telah diamati tersebut, maka berikut ini dapat disajikan kemandiri hidup sehari-hari yang terkait dengan kondisi awal siswa.

Tabel 4. Kemandirian Siswa Kelas IV SLB-C YPALB Karanganyar pada Kondisi Awal.

S K O R

No. Aktivitas Siswa

Anto Adi Yoga

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Memegang sendok dan garpu Mengambil nasi

Mengambil lauk pauk Mengambil sayur Mengunyah nasi Mengangkat ceret Menuangkan air Memegang gelas Menaruh gelas di meja Meninum air dari gelas Memakai kemeja Memakai celana Memilih baju seragam Memilih warna baju

Menunjukkan warna seragam Memakai kaos sepatu

Memakai sepatu 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 3 2 3 3 2 3 2 2 2 3 2 2 3 2 3 3 28

(45)

18 19 20

Melepas sepatu

Memakai alas kaki/sandal Memakai topi 2 3 2 2 2 3 2 3 3 Jumlah 44 45 50 Ketuntasan Individu 44 % 45 % 50 % Ketuntasan Klasikal 44+45+50 = 139:300 = 46,33% Sumber Data: Lampiran 6 halaman 61.

Kemandirian siswa yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan bahwa tiga siswa memperoleh nilai di bawah 60,00, dengan tingkat ketuntasan secara klasikan sebesar 46,33%. Data ini menunjukkan bahwa kemandirian siswa kelas IV SLB-C YPALB Karanganyar belum memenuhi batas tuntas yang ditetapkan (80% dari jumlah siswa mendapat nilai 60,00 ke atas). Dengan demikian, pada kondisi awal kemandirian dapat dikatakan belum mencapai tujuan yang diharapkan.

Berdasarkan kemandirian siswa yang masih rendah, maka sebagai guru berusaha melakukan inovasi pembelajaran agar kemandirian diri dapat ditingkatkan. Inisiatif yang diambil guru kelas serta didukung oleh kepala sekolah dan dibantu teman guru kolaborasi, dilakukan inovasi pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran bina diri dengan tujuan meningkatkan aktivitas belajar, tingkat kemandirian siswa, dan aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran bina diri.

2. Deskripsi Siklus I a. Perencanaan

Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus I meliputi kegiatan-kegiatan:

(46)

1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Dalam rangka implementasi tindakan perbaikan, pembelajaran bina diri siklus I ini dirancang dengan dua kali pertemuan. Alokasi waktu pertemuan adalah 3 x 40 menit setiap

pertemuan. RPP mencakup ketentuan: kompetensi dasar, materi pokok, indikator, skrenario pembelajaran, media/sumber

belajar, dan sistem penilaian. (Lampiran 3 halaman 54). 2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung

Fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran adalah: (1) Ruang kelas. Ruang kelas yang digunakan adalah kelas yang biasa digunakan setiap hari. Kelas

tidak didesain secara khusus, untuk pelaksanaan pembelajaran bina diri, kursi diatur sedemikian rupa (membentuk lingkaran) sehingga guru dapat melakukan pembelajaran bina diri dengan

baik; (2) Mempersiapkan bimbingan bina diri sesuai dengan materi pembelajaran.

3) Menyiapkan Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mencatat segala aktivitas dalam pembelajaran kemandirian selama pelaksanaan

pembelajaran berlangsung yang berisi daftar isian yang mencakup aktivitas siswa dalam pembelajaran kemandirian dan

juga aktivitas guru guru. Lembar pengamatan yang digunakan untuk siswa meliputi bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran yang meliputi: makan, minum dan berpakaian

sendiri. Lembar pengamatan yang digunakan untuk guru meliputi bagaimana guru mengajar, yang meliputi: menyiapkan RPP, menyiapkan materi dan lembar pengamatan, penampilan

(47)

guru, penguasaan materi, memusatkan perhatian siswa, berinteraksi dan membimbing siswa, membuat kesimpulan, dan

melaksanakan evaluasi. b. Pelaksanaan Tindakan

Pertemuan I A. Kegiatan Awal

1. Mengajak siswa untuk berdoa bersama-sama sebelum kegiatan dimulai. 2. Absensi siswa.

3. Apersepsi:

Anak-anak, coba ibu bertanya, siapa yang dari rumah tadi sarapan ? B. Kegiatan Inti

1. Guru mengenalkan serta menyebutkan nama alat-alat untuk makan dan minum, siswa menirukan.

2. Guru memperagakan cara menggunakan sendok, siswa mengikuti.

3. Guru mendemonstrasikan cara melakukan kegiatan makan dan minum lalu siswa mengikuti.

4. Siswa melakukan sendiri kegiatan makan dan minum tanpa dibantu guru dengan betul dan sopan.

5. Selesai melakukan makan dan minum siswa merapikan alat-alat makan dan minum yang habis digunakan dengan dimbimbing.

6. Merapikan alat-alat makan dan minum yang digunakan tanpa bantuan guru.

C. Kegiatan Akhir

1. Tes lisan dan perbuatan. 2. Tanya jawab materi.

3. Menyimpulkan dan menilai.

Pembelajaran siklus I diakhiri dengan refleksi, yakni merenungkan apa saja yang terjadi. Kegiatan refleksi tersebut menggunakan waktu 15 menit.

(48)

Sebelum mengakhiri pertemuan, siswa diberi tugas rumah untuk menjawab beberapa pertanyaan sesuai dengan materi kemandirian hidup sehari-hari yaitu: mampu merawat diri dan mampu mengurus diri.

c. Pengamatan

Dari hasil pengamatan pada siklus I aktivitas guru dalam pembelajaran bina diri untuk meningkatkan kemandirian siswa kelas IV SLB/C YPALB Karanganyar diperoleh hasil sebagai

berikut:

Tabel 5. Aktivitas Guru Dalam Pembelajaran Bina Diri untuk Meningkatkan Kemandirian Siswa Siklus I.

No. Aspek yang Dinilai S k

o r Kriteria 1 2 3 4 5 6 7 8 Menyiapkan RPP

Menyiapkan materi dan lembar pengamatan Penampilan guru

Penguasaan materi

Memusatkan perhatian siswa

Berinteraksi dan membimbing siswa Membuat kesimpulan Melaksanakan evaluasi 2 3 3 3 4 3 2 4 Sedang Cukup Cukup Cukup Baik Cukup Cukup Baik

Total Skor 24 Cukup

Ketuntasan klasikal: 24 : 40 = 60,00% (belum tuntas) Sumber Data: Lampiran 7 halaman 62.

Dari hasil pengamatan pada siklus I, diperoleh dari lembar pengamatan aktivitas guru dalam pembelajaran bina diri yang terdiri dari 8 indikator dapat disimpulkan bahwa aktivitas guru dalam pembelajaran bina diri untuk meningkatkan kemandirian siswa belum menunjukkan aktivitas yang diharapkan, karena rata-rata aktivitas mengajar guru masih rendah yaitu baru mencapai skor 24 (60,00%) dalam katagori cukup dari 40 skor maksimal yang diharapkan, sehingga diperlukan kreativitas guru untuk lebih mendalami

(49)

pengajaran bina diri, dengan penekanan tersebut diharapkan pada siklus berikutnya ada peningkatan yang signifikan terhadap aktivitas guru dalam pembelajaran bina diri.

Tingkat kemandirian siswa selama mengikuti pembelajaran bina diri dalam kemandirian hidup sehari-hari berdasarkan hasil

observasi pada siklus I diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 6. Kemandirian Siswa Dalam Pembelajaran Bina Diri Siklus I.

S K O R No. Aktivitas Siswa

Anto Adi Yoga

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Memegang sendok dan garpu Mengambil nasi

Mengambil lauk pauk Mengambil sayur Mengunyah nasi Mengangkat ceret Menuangkan air Memegang gelas Menaruh gelas di meja Meninum air dari gelas Memakai kemeja Memakai celana Memilih baju seragam Memilih warna baju

Menunjukkan warna seragam Memakai kaos sepatu

Memakai sepatu Melepas sepatu

Memakai alas kaki/sandal Memakai topi 3 2 3 2 3 3 2 3 2 3 2 2 3 4 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 4 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 4 3 Jumlah 54 55 59 Ketuntasan Individu 54 % 55 % 59 % Ketuntasan Klasikal 54+55+59 = 168:300 = 56,99% Sumber Data: Lampiran 9 halaman 64.

Gambar

Gambar  1 Kemmandirian anak
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian
Tabel 2.  Indikator Kinerja Penelitian
Tabel 3. Prosedur Penelitian  1  Persiapan
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Sedangkan pengaruh konversi lahan mangrove menjadi tambak terhadap kondisi sosial ekonomi yaitu sangat berpengaruh, karena dapat menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat

Materi wisata yang diberikan pemandu selama menyusuri hutan yaitu manfaat hutan bagi manusia dan satwa, tipe hutan di Taman Nasional Bali Barat, jenis tumbuhan yang berada

Penelitian ini mengkaji manajemen pemeliharaan peternak di desa lingkar kampus IPB Dramaga terhadap respon fisiologis domba yaitu rataan laju respirasi, laju denyut

dimaksud  pada  ayat  (1)  dicantumkan  pada  Rincian  Biaya  Perjalanan  Dinas  sesuai  dengan  format  . _ sebagaimana  tercantum  dalam  Lampiran  II  yang 

Dengan kata lain, hasil Hipotesa yang diterima adalah Ha yakni Terdapat Pengaruh antara Penggunaan Teknologi Smartphone terhadap Interaksi Sosial Remaja di Kalangan SMA

Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat hubungan antara pengungkapan biaya atas aktivitas

transfer pricing. Metode penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis, khususnya mengenai pertimbangan putusan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana