• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Kenakalan Remaja

1. Pengertian Remaja

Menurut Gunarsa (1995:203) remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yakni antara 12 sampai 21 tahun. Sedangkan Daradjat (1976:28) berpendapat bahwa remaja adalah umur yang menjembatani antara umur anak-anak dan umur dewasa. Dalam ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang terkait, remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Secara anatomis berarti alat-alat kelamin khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang sempurna dan secara faali alat-alat kelamin tersebut sudah dapat berfungsi secara

27

sempurnapula. Pada akhir dari perkembangan fisik ini akan terjadi seorang pria yang berotot dan berkumis yang menghasilkan beberapa ratus juta sel mani (spermatozoa) setiap kali ia berejakulasi (memancarkan air mani), atau seorang wanita yang berpayudara dan berpinggul besar yang setiap bulannya mengeluarkan sel telur dari indung telurnya yang disebut menstruasi atau haid (Sartono & Agung, 1999:53).

Dalam bahasa Indonesia, masa ini sering disebut pubertas atau remaja. Istilah asing yang sering dipakai untuk menunjukkan masa remaja, antara lain: puberteit, dan adolescentia.Puberteit adalah antara 12 dan 16 tahun. Pengertian pubertas meliputi perubahan-perubahan fisik dan psikis, seperti halnya pelepasan diri dari ikatan emosional dengan orangtua dan pembentukan rencana hidup dan sistem nilai sendiri.Adolescentia adalah masa sesudah pubertas, yaitu masa antara 17 dan 22 tahun. Pada masa ini lebih diutamakan perubahan dalam hubungan dengan lingkungan hidup yang lebih luas, yaitu masyarakat di mana ia hidup (Gunarsa, 2012:4).

Batasan menurut WHO, remaja adalah suatu masa pertumbuhan dan perkembangan dimana:

a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

b. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

28

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sartono & Agung, 1999:53).

2. Ciri-ciri Umum Masa Remaja

Seorang remaja berada pada batas peralihan antara kehidupan anak dan dewasa. Sekalipun tubuhnya kelihatan sudah “dewasa”, tetapi bila

diperlukan bertindak seperti orang dewasa ia gagal menunjukkan kedewasaannya. Menurut Gunarsa (2012:67), pengalaman remaja mengenal alam dewasa masih belum banyak sehingga hal-hal berikut ini sering terlihat pada diri mereka:

a. Kegelisahan. Keadaan tidak tenang menguasai diri remaja karena mereka mempunyai banyak keinginan yang tidak selalu dapat dipenuhi.

b. Petentangan. Pada umumnya, timbul perselisihan serta pertentangan pendapat dan pandangan antara si remaja dan orangtua. Selanjutnya, pertentangan ini menyebabkan timbulnya keinginan yang hebat untuk melepaskan diri dari orangtua. Namun, keinginan untuk melepaskan diri ini ditentang lagi oleh keinginan untuk memperoleh rasa aman di rumah.

c. Berkeinginan besar mencoba segala hal yang belum diketahuinya. d. Keinginan mencoba sering pula diarahkan pada diri sendiri

maupun orang lain.

29 f. Mengkhayal dan berfantasi. g. Aktivitas berkelompok.

3. Masalah yang Dihadapi Remaja

Menurut Gunarsa (2012:86) ada beberapa masalah yang dihadapi remaja yaitu: a)pertumbuhan jasmani cepat;b)pertumbuhan emosi;c)pertumbuhan mental;d)pertumbuhan pribadi dan sosial;e)krisis identitas;f) kenakalan remaja. Berikut pemaparannya: a. Pertumbuhan jasmani cepat

Biasanya pertumbuhan jasmani cepat terjadi antara umur 13-16 tahun, yang dikenal dengan remaja pertama (early adolescence). Dalam usia ini remaja mengalami berbagai kesukaran karena perubahan jasmani yang sangat menyolok dan tidak berjalan seimbang. Remaja waktu itu mengalami ketidakserasian diri dan berkurang keharmonisan gerak, sehingga kadang-kadang mereka sedih, kesal dan lesu.

Pertumbuhan jasmani mencakup pula pertumbuhan organ dan kelenjar seks, sehingga mereka merasakan pula dorongan-dorongan seksuil yang belum pernah mereka kenal sebelum itu yang membawa akibat kepada pergaulan.

b. Pertumbuhan emosi

Sebenarnya yang terjadi adalah kegoncangan emosi. Pada masa adolesen pertama, kegoncangan itu disebabkan oleh tidak mampu dan tidak mengertinya akan perubahan cepat yang sedang

30

dilaluinya, di samping kekurangan pengertian orang tua dan masyarakat sekitar akan kesukaran yang dialami oleh remaja waktu itu. Bahkan kadang-kadang perlakuan yang mereka terima dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat menambah goncangnya emosi yang sedang tidak stabil itu.

c. Pertumbuhan mental

Menurut Alfred Binet (Gunarsa, 2012:86) seorang Psikolog Perancis yang terkenal dengan mental testnya bahwa kemampuan untuk mengerti hal-hal yang abstrak baru sempurna pada umur 12 tahun. Sedangkan kesanggupan untuk mengambil kesimpulan yang abstrak dari fakta yang ada kira-kira mulai pada umur 14 tahun. Karena itu, tampak pada usia 14 tahun ke atas, remaja seringkali menolak hal-hal yang kurang masuk akalnya, dan kadangkala menyebabkan mereka menolak apa yang dulu diterimanya. Dari sini timbulah pula persoalan dengan orang tua atau orang dewasa lainnya yang merasa seolah-olah remaja menjadi suka membantah atau mengkritik mereka.

d. Pertumbuhan pribadi dan sosial

Masalah pribadi dan sosial itulah yang paling akhir bertumbuhnya dan dapat dianggap sebagai persoalan terakhir yang dihadapi remaja menjelang masuk kepada usia dewasa. Setelah pertumbuhan jasmani cepat berakhir, tampaklah bahwa remaja

31

telah seperti orang dewasa jasmaninya, baik yang laki-laki maupun perempuan.

e. Krisis Identitas

Masa remaja merupakan suatu rangkaian perubahan yang dialami oleh remaja. Tidak saja perubahan di dalam dirinya, tetapi perubahan sikap orangtua, anggota keluarga lain, dan guru-guru di sekolah, serta cara dan metode mengajar guru yang berbeda serta kurikulum yang berubah. Selain itu, terjadi perubahan dalam hubungan dengan orang lain. Lepas dari ikatan keluarga kemudian bergabung dengan teman-teman sebaya. Penggabungan dengan teman-teman sebaya berarti perkenalan dengan nilai, norma, tata cara, dan adat istiadat yang baru. Apa yang telah diperoleh, dianut dan dipatuhinya selama ini mengalami keguncangan, sehingga pembentukan identitas selalu terancam oleh ditemukannya berbagai pandangan dan pendapat yang berbeda dengan yang telah dimiliki. Terancamnya pembentukan identitas ini, merupakan keguncangan yang selalu akan terjadi dalam masa perkembangan. Walaupun krisis ini merupakan sesuatu yang dialami oleh semua orang, tetapi tidak berarti bahwa hal itu boleh diabaikan begitu saja. Masa krisis ini justru harus dimengerti agar mengahsilkan kepribadian yang harmonis dan dewasa (Gunarsa, 2012:86).

32 f. Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja merupakan suatu tindak pelanggaran yang dilakukan oleh usia remaja. Akan tetapi, dari sosial dan penghargaan serta kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh masyarakat biasanya belum sempurna terutama dalam masyarakat yang maju. Dalam banyak bidang, merea belum diajak sehingga mereka masih memerlukan perjuangan untuk itu. Dalam perjuangan itu, kadang-kadang remaja tidak sabar, sehingga bertindak keras atau kasar dan kadang-kadang melanggar nilai-nilai yang dianut oleh masyarakatnya disinilah timbulnya kelainan-kelainan kelakuan yang biasa disebut nakal (Zakiyah, 1976:11).

4. Pengertian kenakalan remaja

Kenakalan remaja disebut juga dengan istilah juvenile delinquency. Juvenile berasal dari kata Latin “juvenilis” artinya

anak-anak, anak muda, sifat-sifat khas remaja.Delinquent berasal

dari kata Latin “delinquere”, artinya terabaikan, mengabaikan,

yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, dan lain-lain (Laning, tt:5).

Anglo Saxon dalam Vina Dwi Laning (tt :8):

a. Juvenile deliquency berarti perbuatan dan tingkah laku yang merupakan perbuatan pemaksaan terhadap norma hukum dan pelanggaran-pelanggaran terhadap kesusilaan yang dilakukan anak-anak remaja.

33

b. Juvenile deliquency adalah offenders (pelaku pelanggaran)

yang terdiri atas “anak” (berumur di bawah 21 tahun =

pubertas), yang termasuk yurisdiksi pengadilan anak (juvenile court).

Menurut Sudarsono (1995:11) kenakalan remaja ialah perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila dan menyalahi norma-norma agama.

Menurut Simandjuntak dalam (Sudarsono, 1995:11) , juvenile delinquency (kenakalan remaja) berarti perbuatan dan tingkah laku perkosaan terhadap norma hukum pidana dan pelanggaran-pelanggaran terhadap kesusilaan yang dilakukan oleh anak (para juvenile delinquents).

5. Bentuk-bentuk kenakalan remaja

Membahas masalah bentuk-bentuk kenakalan remaja para ahli memberikan contoh yang bermacam-macam. Menurut Gunarsa (2012:19) kenakalan remaja dapat digolongkan dalam dua kelompok yang besar, yang berkaitan dengan norma hukum, yaitu sebagai berikut:

a. Kenakalan yang bersifat amoral dan asosial dan tidak diatur dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan pelanggaran hukum.

34

1) Berbohong, memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutupi kesalahan.

2) Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah.

3) Kabur, meninggalkan rumah tanpa seizin orangtua atau menentang keinginan orangtua.

4) Keluyuran, pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.

5) Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga mudah terdorong untuk menggunakannya. Misalnya pisau, pistol, pisau silet, dan sebagainya.

6) Bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, sehingga mudah terjerat dalam perkara kriminal.

7) Berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan, sehingga mudah timbul tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab (amoral dan asosial).

8) Membaca buku-buku cabul dan kebiasaan melontarkan bahasa yang tidak sopan dan tidak senonoh, seolah-olah menggambarkan kurang perhatian dan pendidikan dari orang dewasa.

9) Secara berkelompok makan di rumah makan tanpa membayar atau naik bus tanpa membayar karcis.

35

10)Turut dalam pelacuran atau melacurkan diri, baik karena kesulitan ekonomis maupun tujuan hidupnya.

11)Berpakaian tidak pantas dan menenggak minuman keras atau menggunakaan narkoba sehingga merusak dirinya maupun orang lain.

Adapun jenis kenakalan yang bisa ditangani langsung oleh orang-orang yang berkepentingan atau pihak yang bersangkutan adalah sebagai berikut.

a) Mencontek sebagai perwujudan ketidakjujuran dan membolos ditangani oleh pihak sekolah.

b) Kabur dari rumah dan bergaul dengan orang yang tidak disetujui oleh orangtua akan ditanggulangi oleh orangtua sendiri.

b. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum kenakalan yang dianggap melanggar hukum diselesaikan melalui hukum dan acap kali bisa disebut dengan istilah kejahatan. Kejahatan ini dapat diklasifikasikan sesuai dengan berat atau ringannya pelanggaran kejahatan tersebut, misalnya:

1) Perjudian dan segala macam bentuk perjudian yang menggunakan uang;

2) Pencurian dengan kekerasan maupun tanpa kekerasan, seperti pencopetan, perampasan, dan penjambretan;

36 4) Penipuan dan pemalsuan;

5) Pelanggaran tata susila, menjual gambar-gambar porno dan film porno, pemekosaan;

6) Pemalsuan uang dan pemalsuan surat-surat keterangan resmi;

7) Tindakan antisosial, seperti perbuatan merugikan milik orang lain;

8) Percobaan pembunuhan;

9) Menyebabkan kematian orang, turut tersangkut dalam pembunuhan;

10)Pembunuhan;

11)Pengguguran kandungan;

12)Penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian seseorang.

Dalam buku Sarlito (1997:200) Jensen membagi kenakalan remaja menjadi 4 jenis yaitu:

a) Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.

b) Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.

c) Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalah gunaan obat. Di indonesia

37

mungkin dapat juga dimasukkan hubungan seks sebelum menikah dalam jenis ini.

d) Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka dan sebagainya. Pada usia mereka, perilaku-perilaku mereka memang belum melanggar hukum dalam arti yang sesungguhnya karena yang dilanggar adalah status-status dalam lingkungan primer (keluarga) dan sekunder (sekolah) yang memang tidak diatur oleh hukum secara terinci. Akan tetapi kalau kelak remaja ini dewasa, pelanggaran status ini dapat dilakukannya terhadap atasannya di kantor atau petugas hukum di dalam masyarakat. Karena itulah pelanggaran status ini oleh Jensen digolongkan juga sebagai kenakalan dan bukan sekedar perilaku menyimpang.

Dalam buku Hasan Basri (2004:12), Wright membagi jenis-jenis kenakalan remaja dalam beberapa keadaan:

(1) Neurotic deliquency remaja bersifat pemalu, terlalu perasa, suka menyendiri, gelisah dan mengalami perasaan rendah diri. Mereka mempunyai dorongan yang kuat untuk berbuat sesuatu kenakalan, seperti:

38

pertama, mencuri sendirian, dan kedua, melakukan tindakan secara agresif secara tiba-tiba tanpa alasan karena dikuasai oleh khayalan dan fantasinya sendiri. (2) Unsocialized delinquent, suatu sikap yang suka

melawan kekuasaan seseorang, rasa bermusuhan dan pendendam. Hukuman dan pujian tidak berguna bagi mereka. Mereka tidak pernah merasa bersalah dan tidak pula menyesali perbuatan yang telah dilakukannya. Sering melemparkan kesalahan dan tanggung jawab kepada orang lain. Untuk mendapatkan keseganan dan ketakutan atau pengakuan orang lain sering pula melakukan tindakan-tindakan yang penuh keberanian, kehebatan dan di luar dugaan.

(3) Pseudo social delinquent, remaja atau pemuda yang mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap kelompok

atau “gang” sehingga sikapnya tampak patuh, setia dan

kesetiakawanan yang baik. Jika melakukan sesuatu tindakan kenakalan bukan atas dasar kesadaran diri sendiri yang baik tetapi karena didasari anggapan bahwa ia harus melaksanakan sesuatu kewajiban kelompok yang telah digaariskan. Kelompok memberikan rasa aman kepada dirinya oleh karena itu ia selalu siap sedia memenuhi kewajiban yang

39

diletakkan atau ditugaskan oleh kelompoknya. Padahal kelompoknya adalah kelompok yang tidak dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya karena tindakan dan kegiatannya yang sering meresahkan masyarakat.

6. Faktor-faktor yang melatar belakangi kenakalan remaja

Merebaknya kenakalan remaja seolah-olah mampu meningkatkan angka kriminalitas yang terjadi. Tidak mengherankan banyak ahli sosial mulai melakukan penelitian dan pembelajaran mengenai kenakalan remaja sebagai upaya pencegahan. Hasilnya didapat beberapa teori mengenai penyebab terjadinya juvenile delinquency. Beberapa teori tersebut dalam buku Vina Dwi Laning (tt:43) sebagai berikut:

a. Teori Biologis

Umumnya tindakan kenakalan remaja muncul karena faktor-faktor fisiologis dan struktur jasmaniah seseorang. Namun, tidak menutup kemungkinan faktor biologis mempengaruhi remaja untuk melakukan kenakalan remaja. Hal ini akan dijelaskan melalui tiga hal, sebagai berikut:

1) Melalui gen atau plasma pembawa sifat dalam keturunan dapat memunculkan penyimpangan tingkah laku oleh remaja.

40

2) Melalui pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang luar biasa (abnormal) sehingga membuahkan tingkah laku delikuen. 3) Melalui pewarisan kelemahan jasmaniah atau kondisi badan

memicu anak remaja melakukan kenakalan remaja. b. Teori Psigenis

Teori ini menekankan sebab-sebab tingkah laku delikuen anak-anak dari aspek psikologis atau isi kejiwaanya. Antara lain faktor inteligensi, ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi, internalisasi diri yang keliru, konflik batin, dan emosi yang kontroversial.

c. Teori Sosiogenis

Menurut teori ini kenakalan remaja murni disebabkan oleh faktor sosiologis. Misalnya, disebabkan oleh pengaruh lingkungan remaja yang nakal, tekanan dari kelompok, dan kondisi masyarakat.

d. Teori Subkultur Delikunsi

Menurut teori ini kenakalan yang dilakukan remaja disebabkan oleh dua hal berikut ini:

1) Bertambahnya jumlah kejahatan, meningkatnya kualitas kekerasan, dan kekejaman yang dilakukan oleh anak-anak remaja yang memiliki subkebudayaan menyimpang (subkultur delikuen).

41

2) Meningkatnya jumlah kriminalitas mengakibatkan kerugian dan kerusakan secara keseluruhan terutama terdapat di negara-negara industri maju yang disebabkan meluasnya kejahatan anak-anak remaja.

Menurut teori subkultur, sumber juvenile deliquency ialah sifat-sifat sesuatu struktur sosial dengan pola hubungan yang khas dari lingkungan keluarga, tetangga, dan masyarakat sekitar. Adapun sifat-sifat masyarakat tersebut, antara lain:

a) Mempunyai populasi yang padat,

b) Status sosial ekonomi penghuninya rendah,

c) Kondisi fisik perkampungan yang sangat buruk, serta d) Banyak disorganisasi keluarga dan sosial tingkat tinggi.

Dokumen terkait