• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kendala-kendala yang dihadapi dalam Pelaksanaan Novasi Subjektif Pasif

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 37-41)

C. Kendala-kendala yang dihadapi dalam Pelaksanaan Novasi Subjektif Pasif dan Upaya Mengatasinya

1. Kendala-kendala yang dihadapi dalam Pelaksanaan Novasi Subjektif Pasif

1. Kendala-kendala yang dihadapi dalam Pelaksanaan Novasi Subjektif Pasif

Pasal 1318 KUHPerdata menyebutkan bahwa jika seorang minta diperjanjikan sesuatu hal, maka dianggap bahwa itu untuk ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak daripadanya, kecuali jika dengan tegas ditetapkan atau dapat disimpulkan dari sifat perjanjian bahwa tidak demikian maksudnya. Namun bank tidak serta merta menganggap bahwa ahli waris akan meneruskan kredit tapi bank memerlukan novasi. Debitor baru setuju dan menerima sepenuhnya novasi tersebut sehingga menerima semua peralihan hak dan kewajiban debitor lama pada bank. Dalam hal ini bank sebagai pihak pertama sedangkan debitor sebagai pihak kedua. Apabila debitor cidera janji, Pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

Masalah yang mungkin timbul dalam pelaksanaan novasi subjektif pasif adalah keadaan dimana debitor lalai untuk melakukan kewajibannya atau yang disebut wanprestasi. Fakta yang sering terjadi dilapangan adalah debitor terlambat dalam melakukan pembayaran, baik cicilan maupun bunga.

Wanprestasi adalah tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitor disebabkan oleh dua kemungkinan alasan yaitu :137

a. Karena kesalahan debitor, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban maupun karena kelalaian;

137 Abdulkadir Muhammad, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm. 203

commit to user

b. Karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi diluar kemampuan debitor.

Bentuk wanprestasi ini dapat terwujud dalam beberapa bentuk yaitu :138 a. Debitor sama sekali tidak melaksanakan kewajibannya;

b. Debitor tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya / melaksanakan kewajibannya tetapi tidak sebagaimana mestinya;

c. Debitor tidak melaksanakan kewajibannya pada waktunya;

d. Debitor melaksanakan sesuatu yang tidak diperbolehkan. Wanprestasi tersebut terjadi karena kesengajaan debitor untuk tidak mau melaksanakannya, maupun karena kelalaian debitor untuk tidak melaksanakannya.

Yang menjadi faktor penyebab nasabah tidak melaksanakan kewajibannya adalah :139

a. Kondisi ekonomi nasabah

Pada umumnya yang meminjam uang pada lembaga perbankan adalah nasabah menengah ke bawah. Sehingga dalam mengembangkan usahanya selalu tergantung pada harga pasar yang berlaku. Semuanya tergantung dari kondisi usahanya.

b. Kemauan debitor untuk membayar hutangnya sangat rendah

Rendahnya kemauan debitor untuk membayar hutang-hutangnya ini disebabkan karena jaminan yang digunakan oleh mereka adalah tanah milik orang lain. Untuk mendapat uang tersebut maka yang bersangkutan menyuruh orang lain untuk memperoleh kredit tersebut. Didalam mengajukan permohonan kredit debitor meminjam kredit dalam jumlah besar sehingga pada gilirannya tidak mampu untuk membayar utang pokok dan bunga. Kurangnya itikad baik dari debitor.

c. Nilai jaminan lebih kecil dari jumlah hutang pokok dan bunga

Pada saat dilakukan penilaian oleh lembaga perbankan, bahwa objek jaminan yang dimiliki oleh nasabah dianggap cukup untuk membayar

138 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari Perjanjian, Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 70

139 Salim HS, Op.Cit, hlm. 270

commit to user

hutang pokok dan bunga manakala ia tidak mampu membayar hutang.

Namun dalam kenyataannya saat dilakukan pelelangan nilai jaminan itu tidak cukup untuk membayar hutangnya. Maka dari itu nasabah memberi kesempatan kepada Kantor Lelang untuk melakukan pelelangan terhadap barang tersebut.

d. Usaha nasabah bangkrut

Bangkrutnya usaha nasabah disebabkan bisnis yang dikembangkannya sangat banyak dan adanya pengaruh krisis ekonomi dan moneter.

e. Kredit yang diterima nasabah disalahgunakan

Didalam usulan yang disampaikan kepada bank, nasabah telah menentukan tujuan kreditnya misal untuk investasi usaha, pengembangan usaha, pembangunan sarana dan prasarana investasi. Tetapi mereka tidak menggunakan uang itu sebagaimana mestinya.

f. Manajemen usaha yang sangat lemah

Pengelolaan bisnis harus disertai dengan manajemen yang baik artinya setiap nasabah didalam mengembangkan usahanya mempunyai pengetahuan dan skill yang berkaitan dengan pengelolaan usahanya. Tanpa adanya hal itu maka usaha nasabah tidak dapat berkembang dengan baik. Suatu manajemen dikatakan baik apabila nasabah tersebut mempunyai catatan yang berkaitan dengan debit dan kredit

g. Pembinaan kreditor terhadap nasabah sangat kurang

Keberhasilan nasabah didalam mengembangkan usahanya tidak terlepas dari pembinaan yang dilakukan oleh kreditor terhadap nasabahnya. Pembinaan nasabah ini mencakup pembinaan skill, pembinaan manajemen, marketing, negosiasi. Pembinaan baru dilakukan oleh kreditor setelah debitor mengalami masalah didalam pengembalian kreditnya. Seharusnya nasabah diberikan ketrampilan, baik skill, manajemen marketing dan negosiasi.

Hambatan lainnya adalah dalam pembebanan Hak Tanggungan terhambat dengan beban finansiil yang dialami dan harus dibayar oleh debitor.

Apabila seorang debitor hendak mengajukan kredit ke bank dengan jaminan barang tidak bergerak maka harus ada pengikatan Hak Tanggungan dan debitor

commit to user

selain harus membayar biaya-biaya kepada bank, biaya administrasi, bunga dan lain sebagainya debitor juga harus membayar biaya Notaris untuk pembuatan akta Notaris/ PPAT serta masih dibebani lagi dengan membayar pajak. Hal ini dirasa cukup memberatkan debitor.

Hambatan yang ditemui pada Kantor Pertanahan adalah dalam pelaksanaan peralihan jaminan Hak Tanggungan berkas yang diterima tidak lengkap sesuai dengan persyaratan pendaftaran Hak Tanggungan sehingga menghambat proses dan pelaksanaan peralihan Hak Tanggungan. Selain itu hambatan lain dalam hal novasi subjektif pasif yaitu dalam ketertiban administrasi dalam hal proses pencoretan Hak Tanggungan. Sehingga menghambat jalannya proses. Pelaksanaan pencoretan Hak Tanggungan harus melengkapi persyaratan :

a. Surat Permohonan;

b. Surat permohonan pencoretan Hak Tanggungan dari kreditor;

c. Sertifikat Hak Atas Tanah;

d. Sertifikat Hak Tanggungan;

e. Fotokopi KTP/ Identitas diri Pemohon;

f. Fotokopi / identitas diri penerima kuasa disertai surat kuasa jika permohonan dikuasakan.

Proses pencoretan Hak Tanggungan tersebut belum dimengerti oleh masyarakat, antara lain :

a. Kelengkapan persyaratan pencoretan Hak Tanggungan tidak terpenuhi oleh pemohon, sehingga permohonan pencoretan Hak Tanggungan harus dikembalikan untuk diperbaiki dan dilengkapi.

b. Roya tanpa melampirkan Surat Pengantar dari kreditor, pemohon tidak meminta surat permohonan pencoretan Hak Tanggungan dari bank selaku kreditor sementara pelunasan kredit sudah berlangsung lama.

c. Permohonan pencoretan Hak Tanggungan tanpa melampirkan Sertifikat Hak Tanggungan.

d. Surat permohonan pencoretan Hak Tanggungan dari bank hilang.

commit to user

Berdasarkan hasil analisa, kendala yang dihadapi dalam proses Novasi Subjektif Pasif dilihat dari sistem hukum yang dipaparkan oleh Lawrence M.Friedman adalah sebagai berikut :

a. Struktur Hukum merupakan kerangka atau rangkanya, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan. Bahwa lembaga Mediasi belum efektif.

b. Substansi Hukum, belum adanya aturan yang termuat dalam Standar Operasional dan Prosedur mengenai ketentuan yang mengharuskan Novasi Subjektif Pasif apabila ada debitor yang meninggal dunia secara tegas dan terperinci.

c. Kultur Hukum, yang diterangkan sebagai berikut :

Friedman menjelaskan kultur hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum, berupa kepercayaan, nilai-nilai, pemikiran serta harapannya. Tanpa kultur hukum maka sistem hukum itu sendiri menjadi tidak berdaya menjalankan fungsinya dalam masyarakat. Kendala dalam kultur ini adalah terlihat dalam kebiasaan masyarakat bahwa ahli waris itu hanya ingin mendapatkan kesenangan dari harta warisan tetapi tidak mau bertanggung jawab dalam hal hutang pewaris yang telah meninggal dunia.

2. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan dalam

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 37-41)

Dokumen terkait