• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Pembahasan Hasil Penelitian

4. Kendala Meningkatkan Kompetensi Guru Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah Medan

Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab XI pasal 39 ayat 2 menjelaskan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, dan menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penenlitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Pendidik merupakan nama lain dari jabatan atau profesi guru yang berarti mempunyai tugas mendidik, mengajar, dan melatih siswa, juga mendampingi siswa dan menjadi fasilitator ketika melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan belajar mengajar bagi siswanya di sekolah. Peningkatan mutu pendidikan tentunya melibatkan guru yang berkualitas. Hal ini dapat dipahami bahwa salah satu faktor utama keberhasilan pendidikan adalah tersedianya guru yang berkualitas. guru yang berkualitas berarti menguasai bahan pelajaran dan strategi belajar mengajar sehingga dapat mendorong siswa untuk mencapai prestasi tinggi. Guru merupakan jabatan profesional yang memerlukan berbagai kompetensi.

Seorang guru dituntut memiliki berbagai persyaratan dan kemampuan atau kompetensi yang diperlukan agar dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai guru dengan baik. Kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugas dan kewajibannya secara layak dan bertanggung jawab.

Hamijoyo menegaskan bahwa kompetensi guru merupakan hak atau wewenang yang dimiliki guru untuk mengajar, menguji, dan melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswanya. Guru berkompeten melaksanakan berbagai aktivitas tersebut karena dianggap memiliki sejumlah pengetahuan, keterampilan,

dan keahlian yang mendukungnya dalam menjalankan tugas berkaitan dengan bidang pendidikan. 47

Selanjutnya Danim juga menegaskan bahwa ompetensi juga dapat diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi guru menunjukkan profesionalisme guru. Hal ini dimaksudkan bahwa guru yang berkompeten memiliki pengetahuan, sikap, keterampilan, dan kemampuan, sehingga menguasai materi pembelajaran dan ekselensi tertentu dan dapat menyampaikan materi pembelajaran tersebut secara efektif kepada siswa.48

Dengan senantiasa memperhatikan dan mempertimbangkan peran penting kompetensi guru, maka pemerintah senantiasa berupaya dalam memberikan pembinaan terhadap peningkatan kompetensi tersebut. Perkembangan tenaga kependidikan dalam hal ini guru merupakan bagian dari sumber daya manusia Indonesia yang berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan dan mengembangkan diri, melalui berbagai bentuk perkembangan seperti pendidikan, pelatihan dan perkembangan, melalui in-sercive training, pendidikan lanjutan atau kehadiran dalam forum-forum ilmiah: seminar dan MGMP, sehingga dengan berkembagnya guru diharapkan dapat pula mengembangkan dan meningkatkan mutu keluaran lembaga-lembaga pendidikan dan yang akan menjadi salah satu indikator peningkatan mutu pendidikan nasional.

Pemerintah sudah melakukan berbagai kebijakan dalam upaya pembinaan kompetensi guru baik dalam hal peningkatan kualifikasi akademik sanpai kepada kebijakan finansial untuk meningkatan kompetensi guru. Pemerintah sudah menyusun program dan kegiatan untuk meningkatkan mutu guru, seperti bentuk kegiatan pendidikan dilembaga pendidikan tenaga kependidikan (preservice education), pendidikan dan pelatihan (in-service training), dan on the job training

(pendidikan dalam jabatan). Ketiganya merupakan subsistem pembinaan guru yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Program dan

47

Hamijoyo, Mengangkat Citra dan Martabat Guru (Bandung : Adicita Karya Nusah), 2008, h. 300.

48

Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme

pembinaan mutu guru tersebut telah berkembang dari waktu kewaktu dan dilaksanakan secara sistematik.

Berbagai upaya kebijakan untuk membina dan meningkatkan kompetensi guru masih memiliki tantangan dan hambatan. Secara khusus bagi Pesantren Raudlatul Hasanah Medan juga memiliki kendala dalam pembinaan kompetensi guru bagi hambatan secara struktural, personal guru sendiri dan faktor sosial budaya daerah yang menjadi penghambat dalam upaya mengoptimalkan pembinaan kompetensi guru di pesantren.

Selanjutnya Saman juga menegaskan bahwa ada beberapa faktor hambatan dalam pengembangan kompetensi, adalah sebagai berikut :

(1) Adanya pergeseran aspirasi masyarakat terhadap profesi guru, sejak tahun 60-an jabatan guru umumnya kurang menarik perhatian remaja berbakat (khususnya dibidang akademis), hal ini berhubungan dengan banyaknya tawaran jenis pekerjaan lain yang prospek ekonomisnya bagus.

(2) Sistem seleksi calon guru yang variatif, baik menyangkut ada tidaknya seleksi, jenis alat seleksi yang digunakan, maupun tinggi rendahnya standar kelulusannya (passing grade yang ditetapkan).

(3) Kualifikasi LPTK, dalam bidang ini banyak faktor yang terkait, yaitu: kurikulum LPTK yang masih labil, kelengkapan fasilitas pendukung penyelenggaraan LPTK yang kurang memadai, keterbatasan nara sumber yang sesuai dengan kebutuhan serta berbobot, ada tidaknya sistem supervisi atau monitoring yang kontinyu serta berbobot, dan profesionalitas sistem evaluasi hasil belajar serta penentuan norma kelulusan yang pemantapan lebih lanjut.

(4) Proses penempatan tenaga kependidikan (khusunya guru) masih belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Misalnya terkait dengan lancar tidaknya proses penempatan tenaga kependidikan.

(5) Masih belum memadainya unit sekolah sehingga menghambat perkembangan kompetensi guru.

(6) Tidak adanya kemampuan yang memadahi dalam diri guru, ada tidaknya peluang untuk belajar serta bereksplorasi dalam meningkatkan kompetensinya.49

Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan di atas dapat maknai bahwa dalam usaha peningkatan kualitas pendidikan disadari satu kebenaran fundamental, yakni bahwa kunci keberhasilan mempersiapkan dan menciptakan guru-guru yang profesional, yang memiliki kekuatan dan tanggung jawab yang baru untuk merencanakan pendidikan dimasa depan. Dalam kaitan mempersiapkan guru yang berkualitas dimasa depan, dunia pendidikan di Indonesia diperhadapkan pada persoalan bagaimana meningkatkan kualitas guru.

Desentralisasi pendidikan mestinya dapat membawa kemaslahatan khususnya dalam kualitas pendidikan di daerah-daerah. Pelayanan prima dalam pendidikan sampai saat ini masih menjadi harapan dan masih tetap menjadi harapan, belum bisa menjadi kenyataan. Dalam prakteknya desentralisasi pendidikan dihadapkan pada tiga masalah besar yang sekaligus menjadi hambatan dalam kemajuan pendidikan. Hambatan tersebut diantaranya adalah :

(1) Kesiapan pemerintah daerah dengan Sumber Daya Manusia yang berkualitas (2) Lemahnya monitoring dan evaluasi

(3) Formulasi supervisi kelembagaan yang dianggap masih lemah. Ketiga masalah tersebut dianggap cukup signifikan dalam koridor peningkatan mutu kelembagaan pendidikan dasar secara total. 50

Pelaksana kebijakan mungkin telah mengetahui apa yang harus dilakukan dan telah memiliki keinginan yang kuat dan sumber daya yang mencukupi, namun mereka masih akan terhalang dalam mengimplementasikan kebijakan oleh struktur organisasi dimana mereka bekerja. Ciri utama birokrasi adalah adanya

Standard Operating Procedures (SOP) atau prosedur standar pelaksanaan dan adanya pembagian tugas dalam unit kerja.

49

A. Saman, Profesionalisme Keguruan (Yogyakarta : Kanisius, 2004), h. 112.

50

Dharma Satria. Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional (Jakarta : Grasindo, 2009), h. 211.

Sebeanrnya SOP adalah acuan yang memungkinkan pegawai untuk membuat keputusan dalam pekerjaan sehari-hari. SOP dibuat dalam merespon keterbatasan waktu dan sumber daya yang ada serta untuk penyeragaman pelaksanaan. Implementasi sebuah kebijakan akan lebih mudah dilaksanakan jika aturan yang diterapkan seragam. Dalam Struktur birokrasi ini, terdapat dua hal penting yang harus diperhatikan yaitu adanya Standard Operating Procedures

(SOP) dan Fragmentation (pembagian tanggungjawab).

Sebenarnya, pihak pembuat kebijakan di pusat (pemerintah pusat) telah membuat sistem komunikasi yang baik dengan adanya sistem komunikasi dua arah. Namun di daerah, sistem komunikasi yang ada adalah komunikasi satu arah. Para guru sebagai sasaran kebijakan guru ini banyak mengalami kesulitan untuk mendapatkan informasi mengenai guru. Informasi yang ada pun tidak memberikan kejelasan kepada guru akan program sertifikasi guru. Masalah komunikasi ini tentunya akan menghambat pelaksanaan kebijakan guru karena ketiadaan informasi yang jelas dan memadai mengenai guru akan membingungkan guru dan staf tata usaha di sekolah yang membantu pelaksanaan sertifikasi. Jika hal ini tidak cepat ditanggulangi.

Birokrasi di Indonesia masih belum efisien, seperti masih terjadinya tumpang tindih kegiatan atau tupoksi antar instansi pemerintah. Terjadinya penumpukan pegawai di beberapa lembaga dan distribusi pegawai yang tidak merata menjadi salah satu aspek lemahnya birokrasi yang menyebabkan kinerja birokrasi menjadi lamban dan tidak efektif. Kepekaan birokrasi untuk mengantisipasi tuntutan masyarakat mengenai perkembangan ekonomi, sosial dan politik sangat kurang sehingga kedudukan birokrasi yang seharusnya sebagai pelayan masyarakat cenderung bersifat vertical top down daripada horizontal participative. 51

51

Ajib Rakhmawanto. Kebijakan Moratorium dan Penataan Pegawai Negeri Sipil Bagian

dari Reformasi Birokrasi (Jakarta : BKN Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian, 2013), h.