• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5. Kepadatan Penduduk

Titik lokasi konflik harimau pada kelas kepadatan penduduk cukup bervariasi. Konflik harimau di lokasi penelitian terjadi pada daerah dengan kepadatan penduduk 11 – 24 jiwa/km2 berjumlah 6 titik. Titik terbanyak yaitu pada daerah dengan kepadatan penduduk 25 – 48 jiwa/km2 berjumlah 20 titik, pada daerah kepadatan penduduk 49 -121 berjumlah 18 titik, pada daerah kepadatan penduduk 122 – 221 berjumlah 17 titik. Sebaran konflik berdasarkan kepadatan penduduk dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Sebaran Titik Konflik Berdasarkan Kepadatan Penduduk No Kelas (jiwa/km2) Luas

Harimau cenderung menjauhi wilayah dengan kepadatan penduduk yang relatif tinggi, mereka lebih suka menghindari dan menjauh dari manusia. Menurut (Anand dan Radhakrishna, 2017) Peningkatan intensitas konflik manusia dengan satwa liar telah dikaitkan dengan sejumlah faktor-faktor, seperti ekspansi aktivitas

manusia ke habitat satwa liar. Semakin padat penduduk di sekitar lokasi konflik yang berdekatan dengan sekitar hutan menyebabkan semakin banyaknya peluang aktivitas manusia di sekitar hutan. Peta sebaran konflik manusia - harimau berdasarkan kelas kepadatan penduduk dapat dilihat pada Gambar 8.

Titik konflik yang paling banyak terjadi berada pada titik konflik dengan kelas kepadatan penduduk 25 – 48 jiwa/km2. Hal ini disebabkan karena perbedaan posisi lokasi kejadian konflik. Sebagian besar wilayah dengan penduduk tinggi berada pada kawasan yang cukup jauh dari kawasan hutan. Sebaliknya kawasan yang berpenduduk lebih rendah, beberapa berada pada kawasan yang dekat dengan kawasan hutan dan memiliki aktivitas di lading dan kebun lebih tinggi.

Kelas Kepadatan Konflik

Peta kepadatan konflik dibuat menggunakan tools Kernel density pada Arcgis 10.3. Peta kepadatan konflik menunjukkan konsentrasi konflik dalam satu wilayah yang pernah terjadi konflik terjadi serta daerah sekitar yang merupakan daerah yang dianggap rawan. Kelas tingkat kepadatan konflik dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Kelas Kepadatan Konflik

No Kelas Luas (ha) Persentase Luas (%) Konsentrasi kepadatan sangat tinggi memiliki konsentrasi kepadatan sebesar >80%. Daerah ini sangat rawan terjadi konflik. Sekitar 1.76% dari seluruh luas kawasan merupakan daerah yang sangat rawan. Pada kelas tinggi konsentrasi rawannya konflik sebesar 80% denga luas 8.77% dari total luas seluruh kawasan, daerah sedang dengan konsentrasi konflik yaitu sebesar 60%, kelas rendah sebesar 40 %, dan terakhir daerah dengan kelas kepadatan konflik sangat rendah yaitu <20%

dan mencakup daerah terluas yaitu 81.29% dari total keseluruhan luas kawasan.

Gambar 8. Peta Sebaran Konflik Berdasarkan Kepadatan penduduk

Gambar 9. Peta Sebaran Konflik Berdasarkan Kepadatan konflik

Penentuan Nilai Bobot Variabel

Variabel-variabel yang digunakan dalam PCA adalah penutupan lahan, ketinggian, kemiringan lereng, jarak dari sungai dan kepadatan penduduk. Data yang digunakan dalam analisis komponen utama adalah data sebaran konflik manusia-harimau. Setiap titik sebaran konflik dianalisis letak spasialnya (jenis penutupan lahan, letak ketinggian, letak kemiringan lereng, kepadatan penduduk dan jarak dari sungai). Data yang digunakan adalah titik sebaran konflik manusia-harimau yaitu sebanyak 52 titik yang diperoleh dari survey lapangan di desa sekitar kawasan wilayah kerja KPH VI dan data sekunder dari Balai Besar Gunung Leuser

Menurut Constain dan Cristinel 2014, pada langkah awal analisis komponen utama dilakukan pengujian untuk menentukan kesesuaian data dengan metode yaitu dengan pengukuran besaran indeks Kaiser-Meyer-Olkin (KMO). Nilai hasil pengujian KMO yaitu 0.588. Data dianggap cocok untuk PCA jika indeks KMO 0.50. Dihasilkan 5 (lima) komponen utama, dimana kelima komponen seluruhnya digunakan. Hasil pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Nilai Akar Ciri (Initial Eigenvalues)

Komponen Akar Ciri

Komponen pertama memiliki 4 variabel yang berhubungan positif dengan nilai tertinggi yaitu ketinggian, kelerengan, kepadatan penduduk dan tutupan lahan. Komponen dua memiliki satu variabel yaitu jarak dari sungai. Nilai total tabel akar ciri merupakan nilai bobot yang digunakan untuk membangun model.

Tabel vektor ciri dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Vektor ciri dari Analisis Komponen Utama

Variabel Komponen

1 2

Kelerengan 0,841 0,116

Ketinggian 0,835 0,109

Jarak dari sungai - 0,522 0,586 Tutupan lahan 0,043 - 0,841

Kepadatan penduduk 0,519 0,295

Tabel 14 menunjukkan nilai korelasi masing-masing variabel yang telah diperoleh. Nilai korelasi ini dipakai untuk menentukan kelompok komponen setiap variabel pada tabel akar ciri. Nilai korelasi yang dipakai adalah nilai korelasi yang bernilai positif paling tinggi. Variabel kelerengan, ketinggian, tutupan lahan dan kepadatan penduduk memiliki nilai korelasi yang positif pada komponen pertama, sehingga keempat variabel tersebut bernilai 1,947. Variabel jarak kesungai memiliki nilai bobot 1,964 karena nilai korelasi positif tertinggi merujuk pada komponen dua. Nilai bobot ditentukan dengan mempertimbangkan skor PCA masing-masing komponen utama dan vektor ciri dari masing-masing komponen (Prasetyo et al., 2007)

Komponen pertama memiliki 4 variabel yang hubungan positif dengan nilai tertinggi yaitu ketinggian, kelerengan, kepadatan penduduk dan tutupan lahan. Komponen kedua memiliki 1 variabel yang berhubungan positif dengan nilai jarak kesungai. Bobot masing-masing variable dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Nilai Bobot Tiap Variabel

No Variabel Nilai Total pada Akar Ciri

1 Ketinggian 1,947

2 Kelerengan 1,947

3 Sungai 1.164

4 Tutupan Lahan 1,947

5 Kepadatan Penduduk 1,947

Bobot setiap variabel digunakan untuk membuat persamaan model daerah rawan konflik. Model daerah rawan konflik manusia - harimau di sekitar wilayah kerja KPH VI Kabupaten Aceh Selatan adalah :

Y = 1,947( F1+ F2 + F3 + F4) + 1,164F5 keterangan :

Y = total nilai daerah rawan konflik F1 = faktor Ketinggian

F2 = faktor Kelerengan

F3 = faktor kepadatan penduduk F4 = faktor Tutupan Lahan F5 = faktor Sungai

Peta Daerah Rawan Konflik Manusia – Harimau

Persamaan yang diperoleh dari analisis PCA kemudian dioverlay terhadap masing-masing variabel. Analisis spasial dilakukan dengan metode tumpang susun (overlay), pengkelasan (class), pembobotan (weighting), dan pengharkatan (skoring) dan overlay. Analisis spasial dengan metode skoring, pembobotan, menghasilkan nilai terendah 1 dan tertinggi 81. Standar deviasi data yang dihasilkan sebesar 26,627 dan rerata (mean) sebesar 43.531. pembagian kelas rawan konflik dapat dilihat Tabel 16.

Tabel 16. Kelas Kerawanan Konflik Harimau No Kelas Kerawanan

Konflik

Selang Luas (Ha) Persentase (%)

Tabel 16 menunjukkan daerah kerawanan konflik harimau dengan kelas kerawanan yang sangat tinggi hanya sekitar 0,45% dari total luas. Sementara yang daerah yang paling luas adalah sedang yaitu berkisar 66,39% dari total luas.

Daerah dengan kelas kerawanan sedang dianggap merupakan daerah yang berpotensi terjadi konflik. kelas kerawanan tinggi memiliki persentase sebesar 23.182%, sangat rendah memiliki luas wilayah terkecil yaitu 0.026% dan kelas kerawanan rendah sebesar 9.90%. peta kerawanan konflik manusia-harimau dapat dilihat pada Gambar 10.

Validasi Hasil Overlay

Validasi ditujukan untuk mengetahui tingkat kepercayaan terhadap model yang dibangun (Prasetyo et al,. 2007). Jumlah titik sebaran konflik yang digunakan untuk validasi sebanyak 21 titik yang dipilih secara acak. Berdasarkan uji validasi, model yang dibangun mempunyai tingkat akurasi sedang untuk memprediksi daerah rawan konflik yaitu 71,42 % dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Validasi Model Rawan Konflik Harimau

No Kelas Rawan Konflik Jumlah Titik Persentase (%)

1 Cukup rawan (sedang) 6 28,57

2 Rawan (tinggi-sangat tinggi) 15 71,42

3 Tidak rawan (rendah – Sangat rendah) 0 0

Analis Perbandingan Kepadatan Konflik dan Model Rawan Konflik

Kepadatan konflik menunjukkan tingkat konsentrasi konflik dalam satu wilayah yang berdekatan dan hanya berdasarkan sebaran titik konflik saja sementara model rawan konflik merupakan hasil analisis dan overlay parameter yang merupakan faktor terjadinya konflik untuk mendapatkan informasi wilayah yang rawan yang lebih luas. Tabel perbandingan analisis kepadatan dan model rawan dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Perbandingan Analisis Kepadatan Konflik dan Model Rawan Konflik

Kelas Kerawanan (Model (PCA)

Kelas Kepadatan Konflik (Metode Kernel density) Kelas Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat

Tinggi Blank Total

Tabel 18 menunjukkan kelas kepadatan pertama yaitu kelas kepadatan yang sangat rendah. Pada model rawan, wilayah kepadatan sangat rendah mencakup wilayah dengn tingkat kerawanan sangat rendah hingga tingkat sangat tinggi. Pada kelas kepadatan rendah, model kelas rawan mencakup empat kelas kelas yaitu rendah, sedang hingga sangat tinggi. Pada kelas kepadatan sedang model kelas kerawanan terdiri dari empat kelas yaitu sedang hingga sangat tinggi.

Kelas kepadatan tinggi mencakup sebagian kecil kelas tidak rawan dan didominasi oleh kelas sedang hingga tinggi. Terakhir pada kelas kepadatan sangat tinggi, model kelas kerawasan terdiri atas lima kelas yaitu sangat rendah , rendah, sedang, tinggi hingga sangat tinggi.

Perbedaan kategori kawasan yang terjadi disebabkan rentang perbedaan kelas dan teknis yang digunakan. Pada model kerawasan rentang kelas cenderung lebih besar dibandingkan kelas kepadatan konflik. kelas kepadatan konflik hanya mencakup titik-titik konflik yang saling berdekatan sehingga menghasilkan peta terkonsentrasi sementara pada model telah mencakup sebaran kelas konflik yang lebih besar.

Gambar 10. Peta Daerah Rawan Konflik

Dokumen terkait