• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Kepadatan Spora Fungi Mikoriza Arbuskula

Kepadatan spora FMA hasil pengamatan dalam 50 gr sampel tanah kebun kopi menunjukkan jumlah yang berbeda antara kedua kebun kopi. Berdasarkan hasil ekstraksi spora yang dilakukan ditemukakan bahwa rata-rata kepadatan didapatkan dari kebun kopi kesatu adalah 397,6 spora/50 gram tanah. Sementara itu dari hasil ekstraksi tanah kebun kopi kedua, rata-rata kepadatan sporanya hanya mencapai 364,6 spora/50 gram tanah. Rata-rata kepadatan spora kedua tempat dapat dilihat pada pada Tabel 3.

Lokasi pengamatan

Kepadatan spora/50 gr tanah Rata-rata kepadatan spora/ 50 gr tanah Petak 1 Petak 2 Petak 3 Petak 4 Petak 5

Kopi 1 342 430 442 417 357 397,6 Kopi 2 380 367 383 352 341 364,6

3. Tipe dan karakteristik spora FMA hasil pengamatan

Pengamatan spora yang ditemukan di lapangan memiliki tipe dan karakteristik yang berbeda. Perbedaan karakteristik ditemukan pada bentuk spora, permukaan spora, dinding spora, ukuran spora, warna dan corak spora hingga tangkai spora (hyfal attachment). Hasil isolasi, pengamatan dan identifikasi yang dilakukan terdapat 2 genus spora FMA yaitu Acaulospora dan Glomus. Pada lokasi kebun kopi kesatu genus Acaulospora didapat sebanyak 7 tipe spora, sedangkan untuk genus Glomus didapat sebanyak 16 tipe spora (Tabel 4). Lokasi kebun kopi kedua genus Acaulospora didapat sebanyak 4 tipe spora, sedangkan untuk genus Glomus didapat sebanyak 12 tipe spora (Tabel 5).Tipe dan karakteristik spora FMA dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4. Tipe dan Karakteristrik spora pada kopi lokasi ke-1

1

Glomus sp-1

40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna cokelat , dinding spora tebal dan dengan permukaan kasar.

2

Glomus sp-2

40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna hitam, dinding spora tebal dan tidak begitu jelas, permukaan kasar.

3

Glomus sp-3

40 x

Spora berbentuk agak lonjong,berwarna kuning cokelat, dinding tebal, permukaan kasar.

4

Glomus sp-4

40 x

Spora berbentuk lonjong, bewarna cokelat, dinding spora tebal dengan permukaan halus.

5

Glomus sp-5 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna cokelat kehitaman, dinding spora tebal dengan permukaan halus.

6

Glomus sp-6 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna cokelat, dinding spora tipis dengan permukaan berbintik

7

Glomus sp-7 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah bata, dinding spora tebal dan dengan permukaan kasar.

8

Glomus sp-8 40 x

Spora berbentuk bulat lonjong, berwarna merah bata, dinding spora tipis dan dengan permukaan kasar.

9

Glomus sp-9 40 x

Spora berbentuk bulat , berwarna kuning kecokelatan, dinding spora tebal, dengan permukaan halus.

10

Glomus sp-10

40 x

Spora berbentuk agak lonjong, berwarna merah bata, permukaan kasar, dinding tipis.

11

Glomus sp-11 40 x

Spora berbentuk bulat, dinding spora tebal, berwarna kuning kecokelatan, dengan permukaan kasar.

12

Glomus sp-12 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna hitam, dinding spora tipis, dengan permukaan halus.

13

Glomus sp-13 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah bata, dinding spora tidak jelas, dengan permukaan halus.

14

Glomus sp-14 40 x

Spora berbentuk bulat lonjong, berwarna hitam, dinding spora tipis, dengan permukaan halus.

15

Glomus sp-15 40 x

Spora berbentuk bulat lonjong, berwarna kuning kecoklatan, dinding spora tipis dengan permukaan halus dan memiliki

Hyfal attchment.

16

Glomus sp-16 40 x

Spora berbentuk bulat lonjong, berwarna merah bata, dinding spora tipis, dengan permukaan kasar.

17

Acaulospora sp-1 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah kehitaman, dinding spora jelas dengan permukaan bercorak kulit jeruk.

18

Acaulospora sp-2 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah kecokelatan , dinding spora agak tebal dengan permukaan bercorak kulit jeruk.

19

Acaulospora sp-3

40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah bata, dinding spora tebal dengan permukaan mirip kulit jeruk..

20

Acaulospora sp-4 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah kecokelatan, dinding spora tebal dengan permukaan bercorak kulit jeruk.

21

Acaulospora sp-5

40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah bata, dinding spora agak tebal dengan permukaan bercorak kulit jeruk.

22

Acaulospora sp-6 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah bata, dinding spora tebal dengan permukaan mirip kulit jeruk dan berlapis.

23

Acaulospora sp-7 40 x

Spora berbentuk bulat lonjong, berwarna merah kecokelatan, dinding spora tebal dengan permukaan bercorak kulit jeruk.

Tabel 5. Tipe dan Karakteristrik spora pada kopi lokasi-2

1

Glomus sp-1

40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna cokelat , dinding spora tebal dan dengan permukaan kasar.

2

Glomus sp-2 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna hitam, dinding spora tebal dan tidak begitu jelas, permukaan kasar.

3

Glomus sp-3 40 x

Spora berbentuk agak lonjong, berwarna kuning cokelat, permukaan kasar.

4

Glomus sp-4 40 x

Spora berbentuk lonjong, bewarna cokelat, dinding spora tebal dengan permukaan halus.

5

Glomus sp-5 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna cokelat kehitaman, dinding spora tebal dengan permukaan halus.

6

Glomus sp-6 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna cokelat, dinding spora tipis dengan permukaan berbintik

7

Glomus sp-7 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah bata, dinding spora tebal dan dengan permukaan kasar.

8

Glomus sp-8 40 x

Spora berbentuk bulat lonjong, berwarna merah bata, dinding spora tipis dan dengan permukaan kasar.

9

Glomus sp-9

40 x

Spora berbentuk bulat berwarna kuning kecokelatan, dinding spora tebal, dengan permukaan halus.

10

Glomus sp-17 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna kuning, dinding spora tipis, dengan permukaan halus

11

Glomus sp-18 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna cokelat, dinding spora tebal, dengan permukaan kasar, berbintik dan memiliki Hyfal attachment.

12

Glomus sp-19 40 x

Spora berbentuk bulat lonjong, berwarna hitam, dinding spora agak tebal, dengan permukaan kasar.

13

Acaulospora sp-1

40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah kehitaman, dinding spora jelas dengan permukaan bercorak kulit jeruk

14

Acaulospora sp-2 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah kecokelatan , dinding spora agak tebal dengan permukaan bercorak kulit jeruk

15

Acaulospora sp-3 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah bata, dinding spora tebal dengan permukaan mirip kulit jeruk..

16

Acaulospora sp-7

40 x

Spora berbentuk bulat lonjong, berwarna merah kecokelatan, dinding spora tebal dengan permukaan bercorak kulit jeruk.

Pembahasan

1. Persentase Kolonisasi

Akar

Terjadinya asosiasi antara fungi mikoriza arbuskula (FMA) dapat diketahui dengan ada tidaknya infeksi yang yang terjadi. Infeksi FMA dapat diketahui dengan adanya struktur-struktur yang dihasilkan oleh FMA antara lain, yaitu : hifa, miselia, vesikula, arbuskula, maupun spora. Hifa adalah salah satu struktur dari FMA berbentuk seperti benang-benang halus yang berfungsi sebagai penyerap unsur hara dari luar. Miselia merupakan kumpulan dari hifa. Arbuskula adalah unit kolonisasi yang telah mencapai sel korteks yang lebih dalam letaknya

dan menembus dinding sel serta membentuk sistem percabangan hifa yang kompleks, tampak seperti pohon kecil yang mempunyai cabang-cabang (Gunawan 1993), struktur ini berperan sebagai tempat pertukaran unsur hara dan karbon (Hudson 1989). Hudson (1989) menjelaskan bahwa vesikula adalah struktur menggelembung yang dibentuk pada hifa-hifa utama, berfungsi sebagai organ penyimpan. Struktur ini juga berfungsi sebagai spora istirahat (Setiadi 1989). Dengan adanya satu atau lebih struktur FMA tersebut, maka dapat dikatakan terjad infeksi oleh FMA.

Persentase kolonisasi akar yang terinfeksi FMA dari kedua lokasi menunjukkkan perbedaan persentase kolonisi akar yang terjadi pada kedua kebun kopi . Rataan infeksi akar kopi lokasi kesatu memiliki persentase kolonisasi lebih tinggi yaitu 31% dibandingkan dengan akar kopi lokasi kedua yaitu 27%. Hal ini di duga relatif sama dikarenakan berbagai macam factor, baik faktor lingkungan, kondisi tanah dan factor mikoriza itu sendiri. Berdasarkan kriteria persentase akar menurut Setiadi (1992) persentase kolonisasi kedua lokasi termasuk kategori sedang.

Berdasarkan pengamatan di laboratorium terhadap akar kopi yang diperoleh dari lapangan di dikebun kopi Desa Adia Nangka, Kec. Lae Parira, Kabupaten Dairi menunjukkan bahwa tanaman kopi di kedua lokasi ini mampu berasosiasi dengan FMA. Persentase kolonisasi yang dijumpai juga berada pada kisaran relatif sama dari setiap lokasi pengambilan sampel. Persentase kolonisasi akar pada kedua lokasi relatif sama diduga disebabkan oleh kandungan kondisi tanah (Tabel 3) dan lingkungan yang relatif sama . Seperti yang dilaporkan oleh Bakhtiar (2002), perkecambahan spora berperan penting di dalam infeksi akar,

yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kompatibilitas inang, komposisi eksudat akar, jenis inokulum dan faktor lingkungan.

Hasil analisa di laboratorium terhadap sifat kimia tanah menunjukan adanya perbedaan sifat tanah dari kedua tempat pengambilan sampel akar walaupun dalam kisaran kategori yang sama yaitu masam. Safir dan Duniway (1988) menyatakan bahwa sebaran mikoriza dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jenis dan struktur tanah, unsur hara P dan N dalam tanah, air, pH, dan suhu tanah. Tanah lahan kebun kopi kesatu memilik pH lebih rendah yaitu 5,24 dibandingkan dengan pH kebun kopi kedua yaitu 5,47. Menurut Setiadi (1989) perkembangan FMA yang optimal terjadi pada pH 3,9 – 5,9 namun pada perkecambahan masih memungkinkan untuk terjadi pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan bahwa adanya infeksi FMA dengan akar tanaman kopi.

Meningkatnya kesuburan tanah, terutama suplai unsur P menyebabkan daya infeksi yang lebih rendah. Sebaliknya jika unsur P rendah dan bahan organik tersedia maka daya infeksi akar akan tinggi. Berdasarkan hasil analisa (Tabel 1) tanah P tersedia dalam tanaman kopi pada kedua lokasi ditemukan 4,19 ppm pada lokasi kesatu dan 4.65 ppm pada lokasi kedua. Kedua hasil analisa P tersedia tersebut termasuk kedalam kriteria sangat rendah sehingga memberikan pengaruh terhadap pembentukan FMA. Smith dan Read (1997), menyatakan pada ketersediaan hara yang rendah, hifa dapat menyerap hara dari tanah yang tidak dapat diserap oleh akar sehingga pengaruh FMA terhadap serapan hara tinggi. Namun pada unsur P yang cukup, akar tanaman dapat berperan sebagai organ penyerap hara sehingga tanaman mengakumulasi P dalam jumlah yang tinggi. Pada keadaan ini FMA tetap mendapatkan senyawa C dari tanaman sehingga mempengaruhi metabolisme tanaman. Serapan hara oleh FMA tidak

menyebabkan respons pertumbuhan yang positif karena faktor lain seperti akuisisi C menjadi pembatas pertumbuhan tanaman sehingga pada keadan P yang sangat tinggi bahkan dapat menyebabkan respons yang negatif terhadap kolonisasi FMA.

Bahan organik merupakan salah komponen penyusun tanah yang penting di samping air dan udara. Jumlah spora FMA tampaknya berhubungan dengan kandungan bahan organik didalam tanah. Hasil analisa laboratorium menunjukan kedua lokasi memilki hasil analisis C- organik yang relatif sama yaitu 1,70 % pada lokasi kesatu dan 1,60 % pada lokasi kedua yang termasuk kedalam kriteria rendah. Menurut Pujianto (2001) jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2 % sedangkan pada tanah-tanah-tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0,5 % kandungan spora sangat rendah .

Proses infeksi dimulai dengan pembentukan apresorium pada permukaan akar oleh hifa eksternal, dan selanjutnya hifa akan menembus sel-sel korteks akar melalui rambut akar atau sel epidermis (Moose, 1981).. Infeksi akar yang terjadi pada kedua lokasi hanya berupa hifa (Gambar 1), Arbuskula yang merupakan hifa bercabang halus yang dibentuk oleh percabangan dikotomi yang berulang-ulang sehingga menyerupai pohon dari dalam sel inang (Pattimahu, 2004) dan berfungsi untuk membantu dalam mentransfer unsur hara (terutama fosfat) dari tanah ke sistem perakaran (Rao, 2004), tidak ditemukan pada akar tanaman sampel. Hal ini diduga disebabkan oleh kelangsungan hidup arbuskula yang sangat singkat.

Kepadatan Spora

Hasil pengamatan di laboratorium terhadap spora dari tanah hasil pemerangkapan di rumah kaca menunjukkan bahwa kepadatan spora di kedua

lokasi relatif sama. Pada tanah asal lahan lahan kebun kopi kesatu rata-rata kepadatan spora yang diperoleh adalah 397,6 spora/50 gram tanah. Sementara itu dari hasil ekstraksi tanah kebun kopi kedua, rata-rata kepadatan sporanya mencapai 364,6 spora/50 gram tanah. Hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kepadatan spora hasil pemerangkapan oleh Kartika (2006) 161- 173 spora/50 g tanah pada rizosfer kelapa sawit, dan Rainiyati (2007) 2-57 spora/50 g tanah pada rizosfer pisang. Perbedaan jumlah kepadatan spora di duga akibat perbedaan kemampuan tanaman untuk berasosiasi dengan FMA. Selain itu diduga disebabkan oleh proses pemerangkapan, dimana faktor lingkungan dimanipulasi sehingga menghasilkan spora yang lebih banyak. Corryanti et al. (2008) menyatakan bahwa adanya perbedaan keanekaragaman dan jumlah spora ditentukan oleh lingkungan dan tata kelola lahan serta tipe lahan. Tuheteru (2003) bahwa perkecambahan Glomus sp. Akan berkurang dengan meningkatnya konsentrasi P, sehingga makin kecil konsentrasi P maka FMA akan berkembang lebih baik.

Dokumen terkait