• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberadaan dan Status Fungi Mikoriza Arbuskula pada Lahan Kelapa Kopi di Berdasarkan Perbedaan Ekologi dan Tempat Tumbuh di Dairi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Keberadaan dan Status Fungi Mikoriza Arbuskula pada Lahan Kelapa Kopi di Berdasarkan Perbedaan Ekologi dan Tempat Tumbuh di Dairi"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

KEBERADAAN DAN STATUS FUNGI MIKORIZA

ARBUSKULA PADA LAHAN KOPI BERDASARKAN

PERBEDAAN EKOLOGI DAN TEMPAT TUMBUH DI DAIRI

SKRIPSI

Oleh : Sinta Sabarina 101201007/Budidaya Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Keberadaan dan Status Fungi Mikoriza Arbuskula pada Lahan Kelapa Kopi di Berdasarkan Perbedaan Ekologi dan Tempat Tumbuh di Dairi

Nama : Sinta Sabarina Ginting Nim : 101201007

Program Studi : Kehutanan

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing

Dr. Delvian, S.P, M.P Dr. Deni Elfiati, S.P, M.P Ketua Anggota

Mengetahui,

(3)

ABSTRAK

SINTA S. GINTING: Keberadaaan dan Status Fungi Mikoriza Arbuskula pada Lahan Kopi Berdasarkan Perbedaan Lokasi dan Tempat Tumbuh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan dan status FMA pada lahan kebun kopi berdasarkan ekologi dan tempat tumbuh. Contoh tanah dan akar berasal dari Desa Adia Nangka, Kecamatan Lae Parira, Kabupaten Dairi. Penelitian ini menggunakan metode tuang saring untuk mendapatkan spora dan metode pewarnaan untuk mengetahui kolonisasi akar. Hasil trapping dengan tanaman inang jagung (Zea mays)diperoleh kepadatan spora pada lokasi kopi ke-1 397,6 spora/ 50 gr tanah dan pada lokasi kopi-2 diperoleh 364,6 spora/50 gr tanah. Hasil penelitian pada lokasi 1 didapat 16 spora tipe glomus dan 7 tipe spora Acaulospora dengan presentasi kolonisasi akar 31%, sedangkan pada lokasi 2 diperoleh 19 tipe glomus dan 5 tipe spora Acaulospora dengan persentasi kolonisasi mencapai 27%.

(4)

ABSTRACT

SINTA S. GINTING: The existence and status arbuscular mycorrhizal fungi in Coffee Land and Place Location Based Differences Grow

This study aims to determine the existence and status of the FMA on the land based on ecological coffee farm and a place to grow. Examples of soil and roots from the village of Nangka Adia, District Lae Parira, Dairi. This study uses the filter to get a spore cast and staining methods to determine root colonization. Results of trapping the host plant maize (Zea mays) spore density obtained at the location of the coffee to-1 397.6 spores / 50 g soil and the location of the coffee-2 was obtained 364.6 spores / 50 g soil. The results of the study on the location of the type 1 acquired 16 glomus spores and spore types Acaulospora 7 with root colonization presentation 31%, while the location of glomus type 2 obtained 19 and 5 types of spores Acaulospora with colonization percentage reached 27%.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmatNya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul

“Keberadaan Dan Status Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Lahan Kopi Berdasarkan Perbedaan Ekologi Dan Tempat Tumbuh Di Dairi ” ini dengan baik.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada, Dr. Deni Elfiati, S.P, M.P dan Dr. Delvian, S.P, M.P selaku Komisi Pembimbing

yang telah banyak mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam

menyelesaikan proposal penelitian ini, dan penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan sejawat di Program Studi Kehutanan Fakultas

Pertanian USU yang selalu memberi semangat kepada penulis.

Penulis masih mengharapkan kritik, saran, dan masukan dari pembaca demi kelancaran penelitian ini. Semoga penelitian ini akan memberi manfaat dan

menyumbangkan kemajuan bagi ilmu pengetahuan, khususnya bidang kehutanan.

(6)

DAFTAR ISI

Faktor yang Mempengaruhi Kolonisasi dan Pemebentukan Spora FMA.... 7

Kopi Sebagai Inang FMA ... ... 9

Kepadatan Spora fungi mikoriza arbuskula………... 18

Tipe dan karakteristik spora FMA hasil pengamatan ... ... 19

Tipe dan Karakteristik spora FMA hasil pengamatan ... ... 19

Pembahasan ... ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... ... 33

Saran ... ... 33

(7)

ABSTRAK

SINTA S. GINTING: Keberadaaan dan Status Fungi Mikoriza Arbuskula pada Lahan Kopi Berdasarkan Perbedaan Lokasi dan Tempat Tumbuh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan dan status FMA pada lahan kebun kopi berdasarkan ekologi dan tempat tumbuh. Contoh tanah dan akar berasal dari Desa Adia Nangka, Kecamatan Lae Parira, Kabupaten Dairi. Penelitian ini menggunakan metode tuang saring untuk mendapatkan spora dan metode pewarnaan untuk mengetahui kolonisasi akar. Hasil trapping dengan tanaman inang jagung (Zea mays)diperoleh kepadatan spora pada lokasi kopi ke-1 397,6 spora/ 50 gr tanah dan pada lokasi kopi-2 diperoleh 364,6 spora/50 gr tanah. Hasil penelitian pada lokasi 1 didapat 16 spora tipe glomus dan 7 tipe spora Acaulospora dengan presentasi kolonisasi akar 31%, sedangkan pada lokasi 2 diperoleh 19 tipe glomus dan 5 tipe spora Acaulospora dengan persentasi kolonisasi mencapai 27%.

(8)

ABSTRACT

SINTA S. GINTING: The existence and status arbuscular mycorrhizal fungi in Coffee Land and Place Location Based Differences Grow

This study aims to determine the existence and status of the FMA on the land based on ecological coffee farm and a place to grow. Examples of soil and roots from the village of Nangka Adia, District Lae Parira, Dairi. This study uses the filter to get a spore cast and staining methods to determine root colonization. Results of trapping the host plant maize (Zea mays) spore density obtained at the location of the coffee to-1 397.6 spores / 50 g soil and the location of the coffee-2 was obtained 364.6 spores / 50 g soil. The results of the study on the location of the type 1 acquired 16 glomus spores and spore types Acaulospora 7 with root colonization presentation 31%, while the location of glomus type 2 obtained 19 and 5 types of spores Acaulospora with colonization percentage reached 27%.

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lahan atau tanah merupakan sumberdaya alam fisik yang mempunyai

peranan penting dalam segala kehidupan manusia, karena lahan atau tanah diperlukan manusia untuk tempat tinggal dan hidup, melakukan kegiatan

pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, pertambangan dan sebagainya. Karena pentingnya peranan lahan atau tanah dalam kehidupan manusia, maka ketersediaannya juga jadi terbatas. Kesuburan tanah sangat penting bagi

pertumbuhan tanaman karena asupan nutrisi bagi tanaman disediakan oleh tanah, salah satu penentu kesuburan tanah ini adalah jenis lahannya. Perbedaan jenis lahan akan turut serta menentukan jumlah nutrisi yang ada di dalamnya.

Meningkatnya kesadaran manusia terhadap terjadinya kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh aktivitas pertanian telah mendorong

timbulnya paradigma baru dalam sistem pertanian yang merupakan koreksi terhadap paradigma sebelumnya. Dimana paradigma sebelumnya menekankan pada hasil yang sebesar-besarnya dengan menggunakan bahan kimia

sebanyak-banyaknya. Maka paradigma baru mulai memikirkan cara bagaimana mendapatkan hasil pertanian secara maksimal tanpa merusak lingkungan, salah

satu cara untuk menggantikan sebagian atau seluruh fungsi pupuk buatan tersebut adalah dengan memanfatkan pupuk hayati salah satunya adalah Fungi Mikoriza Arbuskular ( FMA).

(10)

dunia membentuk simbiosis dengan cendawan ini (Fitter dan Merryweather, 1992). Keberadaan dan keanekaragaman FMA dalam ekosistem dapat meningkatkan keanekaragaman tanaman. Menurut van Der Heijden at el. (1998)

keanekaragaman FMA adalah faktor utama yang memelihara keanekaragaman tanaman dan fungsinya dalam ekosistem. Selain itu interaksi FMA dengan

mikroba tanah lainnya dapat mengatur fungsi ekosistem seperti keanekaragaman, produktivitas dan variabilitas tanaman. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan FMA dan fungsinya dalam pengelolaan lingkungan.

FMA diketahui mampu memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman pada tanah-tanah dengan kondisi yang kurang menguntungkan. FMA menginfeksi

sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi jaringan hifa eksternal yang tumbuh secara ekspansif dan menembus lapisan sub soil sehinggga meningkatkan kapasitas akar dalam penyerapan hara dan air ( Cruz et al., 2004)

Beberapa penelitian yang melaporkan bahwa FMA dapat ditemukan pada berbagai ekosistem dan membentuk simbiosis dengan berbagai macam jenis

tanaman. Namun demikian, pertumbuhan dan perkembangannya FMA sangat dipengaruhi oleh tanaman inang dan lingkungan serta spesies FMA. Mikoriza adalah simbion obligat, sehingga semua faktor yang mempengaruhi fisiologi

tanaman inang juga akan mempengaruhi simbiosis yang terjadi.

Informasi mengenai FMA dan pemanfaatannya pada tanaman kopi sejauh

(11)

Sehingga akan didapatkan informasi mengenai keberadaan dan status FMA berkaitan dengan ekologi tempat tumbuh.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari keberadaan dan status FMA berkaitan dengan perbedaan ekologi dan tempat tumbuh.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan:

1. Memberi informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

keberadaan dan status FMA dalam tanah.

2. Memberi informasi mengenai keberadaan dan status FMA pada berbagai

ekologi tempat tumbuh. Hipotesis

Keberadaan dan status FMA dipengaruhi oleh perbedaan ekologi tempat

(12)

TINJAUAN PUSTAKA

Defenisi Mikoriza

Istilah mikoriza diambil dari Bahasa Yunani yang secara harfiah berarti

jamur (mykos = miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk simbiosa mutualisme antara jamur dan akar tumbuhan. Jamur memperoleh karbohidrat dalam bentuk gula sederhana (glukosa) dari tumbuhan. Sebaliknya, jamur

menyalurkan air dan hara rhizosfer untuk tumbuhan. Mikoriza merupakan jamur yang hidup secara bersimbiosis dengan sistem perakaran tanaman tingkat tinggi. Walau ada juga juga yang bersimbiosis dengan rizoid akar (akar semu). Asosiasi

antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi rhizosfer dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan

berkembang biak. Jamur mikoriza berperan untuk meningkatkan ketahanan hidup bibit terhadap penyakit dan meningkatkan pertumbuhan ( Hesti L dan Tata, 2009).

Fungi Mikoriza Arbuskula

Fungi mikoriza arbuskula merupakan suatu bentuk asosiasi antar jamur dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, yang mencerminkan adanya interaksi

fungsional yang saling menguntungkan antara suatu tumbuhan dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu. Fungi mikoriza termasuk golongan endomikoriza. Tipe fungi ini dicirikan oleh hifa intraseluler yaitu hifa yang

menembus kedalam korteks dari satu sel ke sel yang lain ( Manan, 1993)

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) dapat berasosiasi dengan hampir 90%

(13)

pertumbuhan positif terhadap inokulasi FMA. Konsep ketergantungan tanaman akan FMA adalah relatif dimana tanaman tergantung keberadaan FMA untuk mencapai pertumbuhannya. Tanaman yang mempunyai ketergantungan yang

tinggi pada keberadaan FMA, biasanya akan menunjukkan pertumbuhan yang nyata terhadap inokulasi FMA, dan sebaliknya tidak dapat tumbuh sempurna

tanpa adanya asosiasi dengan FMA (Setiadi, 2001).

Terdapat tiga komponen dalam sistem asosiasi akar FMA yaitu akar tanaman inangnya sendiri, hifa eksternal yaitu bagian hifa yang menjulur ke luar

akar dan menyebar dalam tanah dan hifa internal yaitu bagian hifa yang masuk kedalam akar dan menyebar dalam akar. Pengamatan terhadap hifa internal sangat

penting untuk menentukan sampai sejauh mana tingkat kolonisasi akar tersebut oleh FMA. Hifa FMA ini sangat halus dengan diameter bervariasi antara 2-27 μm dan transparan. Oleh karena itu untuk pengamatannya diperlukan pewarnaan

(Sumarni, 2001).

Peranan Fungi Mikoriza Arbuskula

Peran FMA sebetulnya secara tidak langsung meningkatkan ketahanan terhadap kadar air yang ekstrim. Fungi mikoriza dapat mempengaruhi kadar air tanaman inang (Morte dkk., 2000). Ada beberapa dugaan tanaman bermikoriza

lebih tahan terhadap kekeringan, antara lain:

1. Adanya mikoriza menyebabkan resistensi akar terhadap gerakan air

menurun sehingga transpor air ke akar meningkat

2. Peningkatan status P tanaman sehingga daya tahan tanaman terhadap kekeringan meningkat. Tanaman yang mengalami kahat P cenderung

(14)

3. Pertumbuhan yang lebih baik serta ditunjang adanya hifa eksternal cendawan yang dapat menjangkau air jauh ke dalam tanah sehingga tanaman dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang tidak

menguntungkan (Auge, 2001)

Menurut Siradz et al., (2007), hampir semua tanaman asli lahan pantai

terinfeksi oleh fungi mikoriza. Hubungan antara jumlah spora dengan pertumbuhan tanaman menunjukkan hubungan positif dalam hal menyerap unsur hara. Hubungan yang positif tersebut cukup memberikan indikasi yang jelas

tentang peluang penggunaan fungi mikoriza untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, membantu memperbaiki dan meningkatkan sifat-sifat struktur agregat

tanah.

Sebaran dan Eklogi Fungi Mikoriza Arbuskula

Fungi mikoriza biasanya tersebar dengan berbagai cara. Penyebaran aktif

miselia melalui tanah, setelah infeksi di akar hifa berkembang di daerah perakaran pada tanah dan terbentuk struktur fungi, diantaranya miselium eksternal akar

merupakan organ yang sangat penting dalam menyerap unsur hara dan mentransferkan ke tanaman, sedangkan penyebaran pasif dapat dilakukan oleh beberapa hewan dan juga angin (Setiadi, 2001). Penyebaran fungi mikoriza

melalui inokulasi agak berkurang pada tanah yang sudah bermikoriza, tetapi meningkat pada tanah yang tidak bermikoriza.

Perbedaan lokasi dan rizosfer menyebabkan perbedaan keanekaragaman spesies dan populasi fungi mikoriza, misalnya yang didominasi oleh fraksi lempung berdebu merupakan tanah yang baik bagi perkembangan Glomus begitu

(15)

hanya Glomus sp. yang dapat hidup, sedangkan tanah yang berpasir genus Acaulospora dan Gigaspora ditemukan dalam jumlah yang tinggi. Sebaran kedua genus tersebut ternyata berkebalikan apabila ditinjau posisinya dari garis pantai.

Kepadatan populasi Acaulospora meningkat sejalan dengan jarak dari garis pantai, artinya makin jauh dari garis pantai populasi Acaulospora makin tinggi.

Kecenderungan sebaliknya diperlihatkan oleh Gigaspora yang makin jauh dari garis pantai populasinya semakin menurun (Siradz et al., 2007).

Faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan FMA

Keberadaan spora FMA dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti :

1. Cahaya

Adanya naungan yang berlebihan terutama untuk tanaman yang senang cahaya dapat mengurangi infeksi akar dan produksi spora, selain itu respon

tanaman terhadap fungi mikoriza akan berkurang. Hal ini disebabkan adanya hambatan pertumbuhan dan perkembangan internal hifa dalam akar yang

berakibat terbatasnya perkembangan eksternal hifa pada rizosfer (Setiadi, 2001). 2. Suhu

Suhu berpengaruh terhadap infeksi yakni pada perkembangan spora,

penetrasi hifa pada sel akar dan perkembangan pada korteks akar, selain itu suhu juga berpengaruh pada ketahanan dan simbiosis. Semakin tinggi suhu semakin

besar terbentuknya kolonisasi dan meningkatnya produksi spora. Menurut Schenk dan Schroder (1974) bahwa suhu terbaik untuk perkembangan arbuskula yakni pada suhu 30oC tetapi untuk koloni miselia terbaik berada pada suhu

(16)

3. Kandungan air tanah

Kandungan air tanah dapat berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung terhadap infeksi dan pertumbuhan fungi mikoriza. Pengaruh secara

langsung tanaman bermikoriza dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air. Sedangkan pengaruh tidak langsung karena adanya miselia eksternal

menyebabkan fungi mikoriza efektif dalam mengagregasi butir-butir tanah, kemampuan tanah menyerap air meningkat. Penjenuhan air tanah yang lama berpotensi mengurangi pertumbuhan dan infeksi fungi mikoriza karena kondisi

yang anaerob. Daniels dan Trappe (1980) menggunakan Glomus epigaeum dikecambahkan pada lempung berdebu pada berbagai kandungan air. Glomus epigaeum ternyata berkecambah paling baik pada kandungan air di antara

kapasitas lapang dan kandungan air jenuh. 4. pH Tanah

Fungi mikoriza pada umumnya lebih tahan terhadap perubahan pH tanah. Meskipun demikian adaptasi masing-masing spesies fungi mikoriza terhadap pH

tanah berbeda-beda, karena pH tanah mempengaruhi perkecambahan,

perkembangan dan peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman (Maas dan Nieman, 1978).

Kemasaman (pH) optimum untuk perkembangan fungi mikoriza berbeda-beda tergantung pada adaptasi fungi mikoriza terhadap lingkungan. pH dapat

berpengaruh langsung terhadap aktivitas enzim yang berperan dalam perkecambahan spora fungi mikoriza. Misalnya Glomus mosseae biasanya pada tanah alkali dapat berkecambah dengan baik pada air atau pada soil extract agar

(17)

yang lebih tahan asam dapat berkecambah dengan baik pada pH 4-6. Glomus epigaeum perkecambahannya lebih baik pada pH 6-8.

5. Bahan organik

Bahan organik merupakan salah satu komponen dalam tanah yang penting disamping air dan udara. Jumlah spora FMA berhubungan erat dengan kandungan

bahan organik dalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2% sedangkan pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0,5% kandungan spora sangat rendah (Pujianto, 2001).

6. Logam berat dan unsur lain

Adanya logam berat dalam larutan tanah dapat mempengaruhi

perkembangan mikoriza. Beberapa spesies mikoriza arbuskular diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng (Zn), tetapi sebagian besar spesies mikoriza peka terhadap kandungan Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain

diketahui pula strain-strain fungi mikoriza tertentu toleran terhadap kandungan Mn, Al, dan Na yang tinggi (Janouskuva et al., 2006).

Kopi Sebagai Tanaman Inang FMA

Di dunia perdagangan dikenal beberapa golongan kopi, tetapi yang paling sering dibudidayakan hanya kopi arabika, robusta, dan liberika. Pada umumnya,

penggolongan kopi berdasarkan spesies, kecuali kopi robusta. Kopi robusta bukan nama spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari beberapa spesies kopi,

(18)

Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionta

Sub divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida/Dicotyledons Sub class : Asteridae

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae Genus : Coffea

Spesies : Coffea arabica L

Pertumbuhan dan produksi tanaman kopi sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim dan tanah, bibit unggul yang produksinya tinggi dan tahan terhadap hama

dan penyakit. Hal yang juga penting harus dipenuhi adalah pemeliharaan antara lain: pemupukan, pemangkasan, pohon peneduh dan pemberantasan hama dan

penyakit (AAK, 1988).

Tanaman kopi menghendaki penyinaran matahari yang cukup panjang, akan tetapi cahaya matahari yang terlalu tinggi kurang baik. Oleh karena itu

dalam praktek kebun kopi diberi naungan dengan tujuan agar intensitas cahaya matahari tidak terlalu kuat. Sebaliknya naungan yang terlalu berat (lebat) akan

mengurangi pembuahan pada kopi. Produksi kopi dengan naungan sedang, akan lebih tinggi dari pada kopi tanpa naungan. Kopi termasuk tanaman hari pendek (short day plant), yaitu pembungaan terjadi bila siang hari kurang dari 12 jam

(19)

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juli 2014. Kegiatan

penelitian terdiri dari beberapa tahapan kegiatan yang diawali dengan pengambilan sampel (eksplorasi) lapangan yang dilakukan di dua lahan

perkebunan kopi di Desa Adia Nangka, Kec. Lae Parira, Kabupaten Dairi. Pembuatan kultur trapping di rumah Kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian, dan

pengamatan kolonisai akar dan identifikasi spora FMA di Laboratorium Biologi Tanah, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah contoh tanah dan akar

pada tegakan kopi (Coffea arabica L) yang ada pada petak contoh. Pasir sungai, jagung (Zea mays) sebagai inang pada perlakuan pemerangkapan. Untuk ekstraksi

dan identifikasi spora mikoriza digunakan bahan berupa larutan glukosa 60%, larutan Melzer’s sebagai bahan pewarna spora. Larutan trypan blue untuk bahan proses pewarnaan akar (staining). Larutan KOH 10% untuk mengeluarkan cairan

sitoplasma dalam akar, sehingga akar pucat dan sebagai pengawet. Larutan HCl 2% untuk mempermudah masuknya trypan blue pada saat pewarnaan.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini untuk pengambilan contoh tanah dan akar tanaman adalah GPS, tali plastik, cangkul, kantong plastik, dan spidol serta kertas label. Alat untuk pengamatan di laboratorium adalah saringan 200

(20)

digunakan untuk pemerangkapan di rumah kaca berupa pot (aqua cup), dan sprayer.

Prosedur Penelitian

1. Pengambilan Contoh Tanah dan Akar

Petak penelitian dibuat sesuai metode ICRAF (Ervayenri et al., 1999).

Adapun ukuran petak pengamatan yang digunakan adalah 20 m × 20 m. pengambilan contoh tanah dilakukan pada lima titik dalam satu petak ukur. Contoh tanah diambil pada daerah rizosfir atau pada kedalaman 20 cm. Berat

tanah yang diambil dari setiap titik sebanyak 500 gram secara komposit. Sedangkan contoh akar tanaman diambil yaitu akar anakan kopi setiap petak.

Akar tanaman diambil sebanyak lima anakan setiap petak, dengan diameter yang diambil berukuran 0.5 - 1.0 mm dengan cara memotong akar-akar halus pada tanaman agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman.

Analisis Tanah

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan analisa awal

terhadap kondisi tanah meliputi pH tanah, C-organik, dan P-tersedia untuk mengetahui sifat tanah.

2. Pembuatan Kultur Trapping.

Teknik trapping yang digunakan mengikuti metoda Brundrett et al. (1994) dengan menggunakan pot kultur terbuka. Media tanam yang digunakan berupa

campuran contoh tanah dan pasir sungai. Teknik pengisian media tanam dalam pot kultur adalah pot kultur diisi dengan pasir sungai sampai setengah volume pot, kemudian dimasukkan contoh tanah dan terakhir ditutup dengan pasir sungai

(21)

Selanjutnya benih jagung dimasukkan pada lubang tanam yang sudah diisi dengan pasir sungai, tanah kemudian ditutupi lagi dengan pasir sungai.

Dari setiap contoh tanah dibuat 5 pot kultur. Disamping itu diberikan

penambahan terrabuster guna merangsang pembentukan spora yang lebih baik. Perlakuan terrabuster diberikan dengan konsentrasi 0,4% sebanyak 20 ml tiap

pot. Frekuensi pemberian asam humat adalah 3 x 1 minggu selama satu bulan pertama dan 1 x 1 minggu selama 1 bulan kedua. Penambahan asam humat ini diharapkan berpengaruh terhadap sporulasi fungi mikoriza.

Setelah kultur berumur 8 minggu kegiatan penyiraman dihentikan dengan tujuan menkondisikan kultur pada keadaan stress kekeringan. Proses pengeringan

ini berlangsung secara perlahan sehingga dapat merangsang pembentukan spora lebih banyak. Periode pengeringan ini akan berlangsung selama lebih kurang 2 minggu

Pemeliharaan kultur meliputi kegiatan penyiraman, pemberian hara dan pengendalian hama secara manual. Larutan hara yang digunakan adalah Hyponex

merah (25-5-20) dengan konsentrasi 1 g/l. Pemberian larutan hara dilakuan setiap minggu sebanyak 20 ml tiap pot kultur.

Pemanenan dilakukan setelah diasumsikan pembentukan spora-spora baru

cukup baik yaitu setelah dilakukan stressing selama dua minggu. Variabel yang diamati adalah jumlah spora per 50 g media tanam dan jenis spora. Selanjutnya

spora-spora yang diperoleh dari kultur ini akan diidentifikasi jenisnya. 3. Pengamatan Contoh Tanah dan Akar

(22)

Teknik yang digunakan dalam mengekstraksi spora FMA adalah teknik tuang – saring dari Pacioni (1992) dan akan dilanjutkan dengan teknik sentrifugasi dari Brundrett et al. (1996). Prosedur kerja teknik tuang – saring ini, pertama

adalah mencampurkan tanah sampel sebanyak 50 g dengan 200–300 ml air dan diaduk sampai butiran-butiran tanah hancur. Selanjutnya disaring dalam satu set

saringan dengan ukuran 200 mm, 710 μm, 250 μm, dan 53 μm secara berurutan dari atas ke bawah. Dari saringan bagian atas disemprot dengan air kran untuk memudahkan bahan saringan lolos. Kemudian saringan paling atas dilepas dan

saringan kedua kembali disemprot dengan air kran. Setelah saringan kedua dilepas sejumlah tanah sisa yang tertinggal pada saringan terbawah dipindahkan

ke dalam tabung sentrifuse.

Ekstraksi spora teknik tuang – saring ini kemudian diikuti dengan teknik sentrifugasi dari Brundrett et al. (1996). Hasil saringan dalam tabung sentrifuse

ditambahkan dengan glukosa 60% yang diletakkan pada bagian bawah dari larutan tanah dengan menggunakan pipet. Tabung sentrifuse ditutup rapat dan

disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm selama 3 menit. Selanjutnya larutan supernatan tersebut dituang ke dalam saringan 45 µm, dicuci dengan air mengalir (air kran) untuk menghilangkan glukosa. Endapan yang tersisa dalam saringan di

atas dituangkan ke dalam cawan petri dan kemudian diamati di bawah mikroskop binokuler untuk penghitungan kepadatan spora dan pembuatan praparat guna

identifikasi spora FMA yang ada.

Pembuatan preparat spora menggunakan bahan pewarna Melzer’s yang diletakkan kaca preparat. Spora-spora FMA yang diperoleh dari ekstraksi setelah

(23)

tersebut dipecahkan secara hati-hati dengan cara menekan kaca penutup preparat menggunakan pinset atau spatula. Perubahan warna spora dalam larutan Melzer’s adalah salah satu indikator untuk menentukan tipe spora yang ada.

b. Kolonisasi FMA pada Akar Tanaman Sampel

Pengamatan kolonisasi FMA pada akar tanaman contoh dilakukan melalui

teknik pewarnaan akar (staining). Metoda yang digunakan untuk pembersihan dan pewarnaan akar sampel adalah metoda dari Kormanik dan McGraw (1982). Langkah pertama adalah memilih akar-akar halus dengan diameter akar tanaman

diambil sebanyak lima anakan setiap petak, diameter yang diambil berukuran 0.5 -1.0 mm (Rajapakse dan Miller Jr., 1992) segar dan dicuci dengan air mengalir

hingga bersih.

Akar sampel dimasukkan ke dalam larutan KOH 10% dan dibiarkan selama lebih kurang 24 jam sehingga akar akan berwarna putih atau pucat.

Tujuannya adalah untuk mengeluarkan semua isi sitoplasma dari sel akar sehingga akan memudahkan pengamatan struktur infeksi FMA. Larutan KOH kemudian

dibuang dan akar contoh dicuci pada air mengalir selama 5-10 menit. Selanjutnya akar contoh direndam dalam larutan HCl 2% dan dibiarkan selama satu malam. Larutan HCl 2% kemudian dibuang dengan mengalirkannya secara

perlahan-lahan. Selanjutnya akar sampel direndam dalam larutan Trypan blue 0,05%. Kemudian larutan Trypan blue dibuang dan diganti dengan larutan lacto

glycerol untuk proses destaining (pengurangan warna). Selanjutnya kegiatan pengamatan siap dilakukan.

Penghitungan persentase kolonisasi akar menggunakan metoda panjang

(24)

potong-potongan akar yang telah diwarnai dengan panjang ± 1 cm sebanyak 10 potong-potongan akar dan disusun pada kaca preparat, untuk setiap tanaman sampel dibuat dua preparat akar. Potongan-potongan akar pada kaca preparat diamati untuk setiap

bidang pandang. Bidang pandang yang menunjukkan tanda-tanda kolonisasi (terdapat hifa dan atau arbuskula dan atau vesikula) diberi tanda positif (+),

sedangkan yang tidak terdapat tanda-tanda kolonisasi diberi tanda negatif (-). Derajat/persentase kolonisasi akar dihitung dengan menggunakan rumus:

Variabel Pengamatan

Variabel pengamatan dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu variabel

lingkungan dan variabel mikoriza. Variabel lingkungan meliputi (1) kesuburan tanah (pH, C-organik, P-tersedia), Variabel mikoriza yang akan diamati meliputi (1) persentase kolonisasi akar pada tanaman inang, (2) kepadatan spora atau

jumlah spora FMA tiap gram tanah dan (3) jenis spora FMA yang ditemukan. Berdasarkan data-data yang diperoleh dari variable pengamatan akan

dilakukan analisis untuk melihat hubungan antara variabel lingkungan dengan variabel mikoriza. Analisis ini dilakukan untuk menjelaskan bagaimana perbedaan keberadaan dan status FMA dengan adanya perubahan kondisi-kondisi

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

1. Kandungan dan Kondisi Tanah

Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi pada kedua sampel tanah lahan kopi yang berbeda lokasi ditemukan

sifat kimia tanah yang relatif sama . Kemasaman (pH) H2O pada lahan kebun kopi kesatu memiliki pH H2O yang lebih rendah yaitu 5,24 dibandingkan dengan kandungan kemasaman (pH) pada lahan kebun kopi kedua yang hanya mencapai

5,47. Pada lahan kebun kopi kesatu memiliki C- Organik lebih tinggi yaitu 1,70% dibandingkan dengan C- Organik pada lahan kebun kopi kedua yaitu 1,60%.

Total P tersedia pada lahan kopi kedua lebih tinggi yaitu 4,19 dibandingkan pada lahan kopi kesatu yaitu 4,19. Berikut hasil analisa kandungan dan kondisi tanah pada kedua lokasi pengambilan sampel yang dapat dilihat pada Tabel 1. dibawah

ini.

Tabel 1. Kandungan dan kondisi tanah di Desa Lau Parira Kec. Sidikalang menurut penelitian tanah (1983) dalam Mukhlis (2007)

Lokasi pengamatan Lokasi I Lokasi II pH ( H2O) 5.24 m 5.47 m

C- Organik (%) 1.70 r 1.60 r P-bray (ppm) 4.19 sr 4.65 sr Keterangan

m = masam r= rendah s= sedang

am = agak masam sr= sangat rendah

(26)

Berdasarkan pengamatan kolonisasi akar yang dilakukan diketahui bahwa pada lahan kebun kopi kesatu memiliki tingkat persentase kolonisasi tertinggi yang rata-rata kolonisasinya yaitu 31%, sedangkan pada kebun kopi

kedua memiliki persentase kolonisasi yang lebih rendah yaitu 27%. Rata- rata kolonisasi akar kopi di dua lokasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentase kolonisasi akar kopi oleh FMA pada kedua kebun kopi Lokasi

pengamatan

Persentase kolonisasi akar (%) Rata-rata persentasi kolonisasi (%) Petak 1 Petak 2 Petak 3 Petak 4 Petak 5

Kopi 1 28 42 32 30 23 31% Kopi 2 20 32 25 33 35 27%

Hasil pengamatan akar anakan tanaman kopi pada kedua kebun kopi menunjukkan asosiasi antara FMA dengan akar yang membentuk hifa di dalam sel akar. Infeksi FMA pada akar anakan sampel di kedua lokasi yang ditemukan

hanya berupa hifa, sedangkan untuk vesikula maupun arbuskula tidak ditemukan pada akar sampel. Infeksi FMA pada akar sampel untuk lebih jelas dapat dilihat

pada Gambar 1.

Gambar 1. Infeksi FMA pada akar kedua anakan di kedua lokasi kebun kopi

(27)

Kepadatan spora FMA hasil pengamatan dalam 50 gr sampel tanah kebun kopi menunjukkan jumlah yang berbeda antara kedua kebun kopi. Berdasarkan hasil ekstraksi spora yang dilakukan ditemukakan bahwa rata-rata kepadatan

didapatkan dari kebun kopi kesatu adalah 397,6 spora/50 gram tanah. Sementara itu dari hasil ekstraksi tanah kebun kopi kedua, rata-rata kepadatan sporanya

hanya mencapai 364,6 spora/50 gram tanah. Rata-rata kepadatan spora kedua tempat dapat dilihat pada pada Tabel 3.

Lokasi pengamatan

Kepadatan spora/50 gr tanah Rata-rata kepadatan spora/ 50 gr tanah Petak 1 Petak 2 Petak 3 Petak 4 Petak 5

Kopi 1 342 430 442 417 357 397,6 Kopi 2 380 367 383 352 341 364,6

3. Tipe dan karakteristik spora FMA hasil pengamatan

Pengamatan spora yang ditemukan di lapangan memiliki tipe dan karakteristik yang berbeda. Perbedaan karakteristik ditemukan pada bentuk spora, permukaan spora, dinding spora, ukuran spora, warna dan corak spora hingga

tangkai spora (hyfal attachment). Hasil isolasi, pengamatan dan identifikasi yang dilakukan terdapat 2 genus spora FMA yaitu Acaulospora dan Glomus. Pada

lokasi kebun kopi kesatu genus Acaulospora didapat sebanyak 7 tipe spora, sedangkan untuk genus Glomus didapat sebanyak 16 tipe spora (Tabel 4). Lokasi kebun kopi kedua genus Acaulospora didapat sebanyak 4 tipe spora, sedangkan

untuk genus Glomus didapat sebanyak 12 tipe spora (Tabel 5).Tipe dan karakteristik spora FMA dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4. Tipe dan Karakteristrik spora pada kopi lokasi ke-1

(28)

1

Glomus sp-1

40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna cokelat , dinding spora tebal dan dengan permukaan kasar.

2

Glomus sp-2

40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna hitam, dinding spora tebal dan tidak begitu jelas, permukaan kasar.

3

Glomus sp-3

40 x

Spora berbentuk agak lonjong,berwarna kuning cokelat, dinding tebal, permukaan kasar.

4

Glomus sp-4

40 x

Spora berbentuk lonjong, bewarna cokelat, dinding spora tebal dengan permukaan halus.

5

Glomus sp-5 40 x

(29)

6

Glomus sp-6 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna cokelat, dinding spora tipis dengan permukaan berbintik

7

Glomus sp-7 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah bata, dinding spora tebal dan dengan permukaan kasar.

8

Glomus sp-8 40 x

Spora berbentuk bulat lonjong, berwarna merah bata, dinding spora tipis dan dengan permukaan kasar.

9

Glomus sp-9 40 x

(30)

10

Glomus sp-10

40 x

Spora berbentuk agak lonjong, berwarna merah bata, permukaan kasar, dinding tipis.

11

Glomus sp-11 40 x

Spora berbentuk bulat, dinding spora tebal, berwarna kuning kecokelatan, dengan permukaan kasar.

12

Glomus sp-12 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna hitam, dinding spora tipis, dengan permukaan halus.

13

Glomus sp-13 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah bata, dinding spora tidak jelas, dengan permukaan halus.

14

Glomus sp-14 40 x

(31)

15

Glomus sp-15 40 x

Spora berbentuk bulat lonjong, berwarna kuning kecoklatan, dinding spora tipis dengan permukaan halus dan memiliki

Hyfal attchment.

16

Glomus sp-16 40 x

Spora berbentuk bulat lonjong, berwarna merah bata, dinding spora tipis, dengan permukaan kasar.

17

Acaulospora sp-1 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah kehitaman, dinding spora jelas dengan permukaan bercorak kulit jeruk.

18

Acaulospora sp-2 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah kecokelatan , dinding spora agak tebal dengan permukaan bercorak kulit jeruk.

19

Acaulospora sp-3

40 x

(32)

20

Acaulospora sp-4 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah kecokelatan, dinding spora tebal dengan permukaan bercorak kulit jeruk.

21

Acaulospora sp-5

40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah bata, dinding spora agak tebal dengan permukaan bercorak kulit jeruk.

22

Acaulospora sp-6 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah bata, dinding spora tebal dengan permukaan mirip kulit jeruk dan berlapis.

23

Acaulospora sp-7 40 x

Spora berbentuk bulat lonjong, berwarna merah kecokelatan, dinding spora tebal dengan permukaan bercorak kulit jeruk.

Tabel 5. Tipe dan Karakteristrik spora pada kopi lokasi-2

(33)

1

Glomus sp-1

40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna cokelat , dinding spora tebal dan dengan permukaan kasar.

2

Glomus sp-2 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna hitam, dinding spora tebal dan tidak begitu jelas, permukaan kasar.

3

Glomus sp-3 40 x

Spora berbentuk agak lonjong, berwarna kuning cokelat, permukaan kasar.

4

Glomus sp-4 40 x

Spora berbentuk lonjong, bewarna cokelat, dinding spora tebal dengan permukaan halus.

5

Glomus sp-5 40 x

(34)

6

Glomus sp-6 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna cokelat, dinding spora tipis dengan permukaan berbintik

7

Glomus sp-7 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah bata, dinding spora tebal dan dengan permukaan kasar.

8

Glomus sp-8 40 x

Spora berbentuk bulat lonjong, berwarna merah bata, dinding spora tipis dan dengan permukaan kasar.

9

Glomus sp-9

40 x

(35)

10

Glomus sp-17 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna kuning, dinding spora tipis, dengan permukaan halus

11

Glomus sp-18 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna cokelat, dinding spora tebal, dengan permukaan kasar, berbintik dan memiliki Hyfal attachment.

12

Glomus sp-19 40 x

Spora berbentuk bulat lonjong, berwarna hitam, dinding spora agak tebal, dengan permukaan kasar.

13

Acaulospora sp-1

40 x

(36)

14

Acaulospora sp-2 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah kecokelatan , dinding spora agak tebal dengan permukaan bercorak kulit jeruk

15

Acaulospora sp-3 40 x

Spora berbentuk bulat, berwarna merah bata, dinding spora tebal dengan permukaan mirip kulit jeruk..

16

Acaulospora sp-7

40 x

Spora berbentuk bulat lonjong, berwarna merah kecokelatan, dinding spora tebal dengan permukaan bercorak kulit jeruk.

Pembahasan

1. Persentase Kolonisasi

Akar

Terjadinya asosiasi antara fungi mikoriza arbuskula (FMA) dapat diketahui dengan ada tidaknya infeksi yang yang terjadi. Infeksi FMA dapat diketahui

dengan adanya struktur-struktur yang dihasilkan oleh FMA antara lain, yaitu : hifa, miselia, vesikula, arbuskula, maupun spora. Hifa adalah salah satu struktur

(37)

dan menembus dinding sel serta membentuk sistem percabangan hifa yang kompleks, tampak seperti pohon kecil yang mempunyai cabang-cabang (Gunawan 1993), struktur ini berperan sebagai tempat pertukaran unsur hara dan karbon

(Hudson 1989). Hudson (1989) menjelaskan bahwa vesikula adalah struktur menggelembung yang dibentuk pada hifa-hifa utama, berfungsi sebagai organ

penyimpan. Struktur ini juga berfungsi sebagai spora istirahat (Setiadi 1989). Dengan adanya satu atau lebih struktur FMA tersebut, maka dapat dikatakan terjad infeksi oleh FMA.

Persentase kolonisasi akar yang terinfeksi FMA dari kedua lokasi menunjukkkan perbedaan persentase kolonisi akar yang terjadi pada kedua kebun

kopi . Rataan infeksi akar kopi lokasi kesatu memiliki persentase kolonisasi lebih tinggi yaitu 31% dibandingkan dengan akar kopi lokasi kedua yaitu 27%. Hal ini di duga relatif sama dikarenakan berbagai macam factor, baik faktor lingkungan,

kondisi tanah dan factor mikoriza itu sendiri. Berdasarkan kriteria persentase akar menurut Setiadi (1992) persentase kolonisasi kedua lokasi termasuk kategori

sedang.

Berdasarkan pengamatan di laboratorium terhadap akar kopi yang diperoleh dari lapangan di dikebun kopi Desa Adia Nangka, Kec. Lae Parira, Kabupaten

Dairi menunjukkan bahwa tanaman kopi di kedua lokasi ini mampu berasosiasi dengan FMA. Persentase kolonisasi yang dijumpai juga berada pada kisaran

relatif sama dari setiap lokasi pengambilan sampel. Persentase kolonisasi akar pada kedua lokasi relatif sama diduga disebabkan oleh kandungan kondisi tanah (Tabel 3) dan lingkungan yang relatif sama . Seperti yang dilaporkan oleh

(38)

yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kompatibilitas inang, komposisi eksudat akar, jenis inokulum dan faktor lingkungan.

Hasil analisa di laboratorium terhadap sifat kimia tanah menunjukan adanya

perbedaan sifat tanah dari kedua tempat pengambilan sampel akar walaupun dalam kisaran kategori yang sama yaitu masam. Safir dan Duniway (1988)

menyatakan bahwa sebaran mikoriza dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jenis dan struktur tanah, unsur hara P dan N dalam tanah, air, pH, dan suhu tanah. Tanah lahan kebun kopi kesatu memilik pH lebih rendah yaitu 5,24 dibandingkan dengan pH kebun kopi kedua yaitu 5,47. Menurut Setiadi (1989) perkembangan FMA yang optimal terjadi pada pH 3,9 – 5,9 namun pada perkecambahan masih memungkinkan untuk terjadi pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan bahwa adanya infeksi FMA dengan akar tanaman kopi.

Meningkatnya kesuburan tanah, terutama suplai unsur P menyebabkan daya infeksi yang lebih rendah. Sebaliknya jika unsur P rendah dan bahan organik tersedia maka daya infeksi akar akan tinggi. Berdasarkan hasil analisa (Tabel 1)

tanah P tersedia dalam tanaman kopi pada kedua lokasi ditemukan 4,19 ppm pada lokasi kesatu dan 4.65 ppm pada lokasi kedua. Kedua hasil analisa P tersedia

tersebut termasuk kedalam kriteria sangat rendah sehingga memberikan pengaruh terhadap pembentukan FMA. Smith dan Read (1997), menyatakan pada ketersediaan hara yang rendah, hifa dapat menyerap hara dari tanah yang tidak

dapat diserap oleh akar sehingga pengaruh FMA terhadap serapan hara tinggi. Namun pada unsur P yang cukup, akar tanaman dapat berperan sebagai organ

(39)

menyebabkan respons pertumbuhan yang positif karena faktor lain seperti akuisisi C menjadi pembatas pertumbuhan tanaman sehingga pada keadan P yang sangat tinggi bahkan dapat menyebabkan respons yang negatif terhadap kolonisasi FMA.

Bahan organik merupakan salah komponen penyusun tanah yang penting di samping air dan udara. Jumlah spora FMA tampaknya berhubungan dengan

kandungan bahan organik didalam tanah. Hasil analisa laboratorium menunjukan kedua lokasi memilki hasil analisis C- organik yang relatif sama yaitu 1,70 % pada lokasi kesatu dan 1,60 % pada lokasi kedua yang termasuk kedalam kriteria

rendah. Menurut Pujianto (2001) jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2 % sedangkan pada tanah-tanah-tanah-tanah

berbahan organik kurang dari 0,5 % kandungan spora sangat rendah .

Proses infeksi dimulai dengan pembentukan apresorium pada permukaan akar oleh hifa eksternal, dan selanjutnya hifa akan menembus sel-sel korteks akar

melalui rambut akar atau sel epidermis (Moose, 1981).. Infeksi akar yang terjadi pada kedua lokasi hanya berupa hifa (Gambar 1), Arbuskula yang merupakan

hifa bercabang halus yang dibentuk oleh percabangan dikotomi yang berulang-ulang sehingga menyerupai pohon dari dalam sel inang (Pattimahu, 2004) dan berfungsi untuk membantu dalam mentransfer unsur hara (terutama fosfat) dari

tanah ke sistem perakaran (Rao, 2004), tidak ditemukan pada akar tanaman sampel. Hal ini diduga disebabkan oleh kelangsungan hidup arbuskula yang

sangat singkat. Kepadatan Spora

Hasil pengamatan di laboratorium terhadap spora dari tanah hasil

(40)

lokasi relatif sama. Pada tanah asal lahan lahan kebun kopi kesatu rata-rata kepadatan spora yang diperoleh adalah 397,6 spora/50 gram tanah. Sementara itu dari hasil ekstraksi tanah kebun kopi kedua, rata-rata kepadatan sporanya

mencapai 364,6 spora/50 gram tanah. Hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kepadatan spora hasil pemerangkapan oleh Kartika (2006) 161- 173

spora/50 g tanah pada rizosfer kelapa sawit, dan Rainiyati (2007) 2-57 spora/50 g tanah pada rizosfer pisang. Perbedaan jumlah kepadatan spora di duga akibat perbedaan kemampuan tanaman untuk berasosiasi dengan FMA. Selain itu diduga

disebabkan oleh proses pemerangkapan, dimana faktor lingkungan dimanipulasi sehingga menghasilkan spora yang lebih banyak. Corryanti et al. (2008)

menyatakan bahwa adanya perbedaan keanekaragaman dan jumlah spora ditentukan oleh lingkungan dan tata kelola lahan serta tipe lahan. Tuheteru (2003) bahwa perkecambahan Glomus sp. Akan berkurang dengan meningkatnya

konsentrasi P, sehingga makin kecil konsentrasi P maka FMA akan berkembang lebih baik.

2. Jenis dan Karakteristik Spora

Dalam penelitian ini status FMA dibatasi hingga tingkat genus. Dari hasil pengamatan, diperoleh dua genus dari tujuh genus FMA yang ada. Genus yang

ditemukan yaitu Glomus dan Acaulospora genus lain tidak ditemukan. Berbeda dengan hasil penelitian Suciatmih (2003), isolat yang ditemukan pada hutan lahan

(41)

diolah, spesies yang ditemukan adalah Glomus, Acaulospora, Scutellospora, Entrophospora (Ekamawanti, 1997) .

Pada tanah lahan kebun kopi lokasi kesatu ditemukan 7 tipe spora dari genus Acaulospora dan 16 tipe spora dari genus Glomus (Tabel 4), sedangkan pada lahan kebun kopi kedua ditemukan 4 tipe spora genus Acaulospora dan 12

tipe spora genus Glomus (Tabel 5). Hal ini menunjukan bahwa tipe Glomus spp. Pada kedua lokasi penelitian mempunyai daya sebaran yang luas dan daya adaptasi yang lebih tinggi terhadap lingkungan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan genus Glomus yang ditemukan pada kedua lokasi pengamatan mempunyai bentuk bulat, bulat lonjong, memilki tangkai spora (Hyfal attcment) berwarna kemerahan, kecokelatan, kekuningandan berwarna hitam. Genus glomus yang ditemukan umumnya memiliki dinding yang tebal sampai transparan, serta permukaan halus dan kasar. Hasil identifikasi tipe

spora dari kedua lokasi terdapat 9 tipe spora yang memiliki kesamaan karakteristik dan dapat dijumpai pada kedua lokasi yaitu tipe spora Glomus sp 1, Glomus sp2, Glomus sp3, Glomus sp4, Glomus sp5, Glomus sp6, Glomus sp 7,

Glomus sp 8, dan Glomus sp 9.

Glomus adalah genus mikoriza dari family glomaceae. Genus Glomus

memiliki keberagaman jenis tertinggi dari yang lain, beberapa ciri khas dari genus ini yaitu spora terbentuk secara tunggal ataupun berpasangan dua pada terminal

(42)

dari satu lapis, berwarna hyaline sampai kuning, merah kecoklatan, coklat, dan hitam, berukuran antara 20 – 400 μm (Sen dan Hepper, 1986; Invam, 2010) Berdasarkan pengamatan ekstraksi yang dilakukan dilaboratorium Spora

Acaulospora yang didapatkan dari kedua lokasi biasanya berbentuk bulat dan bulat lonjong, berwarna kemerahan, cokelat, dan kekuningan. Dinding sel spora

lebih dari satu lapis dan memiliki permukaan bintik-bintik seperti kulit jeruk. Hasil identifikasi yang dilakukan ditemukan 3 tipe karakteristik spora yang sama pada kedua tempat yaitu Acaulospora sp1, Acaulospora sp2, dan

Acaulospora sp3.

Acaulospora adalah genus mikoriza yang termasuk dalam family

Acaulosporaceae. Genus ini memiliki beberapa ciri khas antara lain yaitu memiliki 2-3 dinding spora, spora terbentuk di sisi samping leher Sporiferous Saccule, berbentuk globos hingga elips, berwarna kuning, ataupun merah

kekuningan, berukuran antara 100-400 μm (Invam, 2010). Menurut Hall 1984 spora Acaulospora merupakan spora tunggal di dalam sporokarp, spora melekat

secara lateral pada hifa yang ujungnya menggelembung dengan ukuran yang hampir sama dengan spora, bentuk spora globos, subglobos, ellips atau fusiform melebar. Spora Acaulospora yang ditemukan memiliki bentuk bulat lonjong dan

memiliki dinding spora yang relatif tebal, Acaulospora sp. memiliki warna orange kemerahan.

(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Persentase kolonisasi akar kebun kopi kesatu memiliki persentase infeksi lebih tinggi yaitu 31% dibandingkan dengan akar kebun kopi kedua yaitu 27%.

2. Rata-rata kepadatan spora kebun kopi lokasi kesatu memiliki persentase lebih tinggi yaitu 397,6 dibandingkan dengan kepadatan spora kebun kopi kedua

yaitu 364.

3. Tipe dan Karakteristik spora yang banyak ditemukan adalah pada lokasi kebun kopi kesatu 16 Glomus dan 7 Acaulospora Sedangkan lokasi kedua

ditemukan 9 glomus dan 4 Acaulospora.

Saran

Hasil penelitian ini hanya mendapatkan data keanekaragaman FMA dan statusnya pada tanaman inang kebun kopi pada satu musim pengamatan saja, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui potensi FMA pada

(44)

DAFTAR PUSTAKA

AAK, 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Kanisius, Yogyakarta.

Auge RM. 2001.Water relations, drought and vesicular– arbuscularmycorrhizal symbiosis.Mycorrhiza 11:3–42.

Brundrett, M., N. Bougher, B. Dell, T. Grave and N. Malajezuk. 1996. Working with Mycorrihiza in Forestry and Agriculture. Australian Centre for InternationalAgricultural Research (ACIAR), Carbera.

Cruz, C., J.J. Green, C.A. Watson, F. Wilson, And M.A. Martin-LUCAO. 2004. Functional aspect of root architecture and mycorrhizal inoculation with respect to nutrient uptake capacity. Mycorrhiza 14:177- 184.

Daniels, B. A. H., dan Trappe, J. M. 1980 .“Factors affecting spora germination of the VAM fungus, Glomusepigaeus”. Mycology 72 : 457- 463. \

Direktorat Jenderal Perkebunan1996.Statistik Perkebunan Indonesia. Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia. Jakarta. 48 hal

Ervanyenri., Y. Setiadi., N. Sukarno, and C. Kusmana. 1999. Arbuskular Mycorrhiza Fungi (AMF) Diversity in Peat Soil Influenced by Land Vegetation Tyepes. Proceedings on International Conference Mycorrhiza in Suitanable Tropical Agriculture and Forest Ecosystem. In commemoration of 100 Years the world Pionereing Studies on Tropical Mycorrhizas in Indonesian by Professor JM Janse. 27-30 Oktober 1997. Bogor.pp. 85-92

Fitter AH danMerryweather JW. 1992. Why are some plants more mycorrhizal than others? An ecological enquiry. ?. Di Dalam : Read DJ, Lewis DH, Fitter AH, dan Alexander IJ (Eds). Mycorrhizas in ecosystems.C.A.B. International.Hal. 26-36

(45)

Gunawan AW. 1993. Mikoriza Arbuskula. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Hudson, H. J. 1986. Fungal Biology. Departemen Kehutanan. Jakarta.

INVAM. 2010. Internasional Cultur Collection of(Vesucular) Arbuscular Mycorrhizal Fungi. http://www.invam.caf.vwu.edu ( diunduh 22 Juli 2010) Janouskova M; Pavlikova D; Vosatka M. 2006. Potensial contribution of

arbuscular mycorrhiza to cadmium immobili sation in soil. Chemosphere 65 (11): 1959 - 1965.

Maas EV dan RH Nieman. 1978. Physiology of plant tolerance to salinity. Dalam GA Jung (Ed). Crop tolerance to suboptimal land conditions. ASA Spec. Pub. Hlm: 277-299.

Manan S. 1993.Pengaruh mikoriza pada pertumbuhan semai Pinus merkusi di persemaian. Kuliah silvikultur umum. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor : 247-261

McGraw AC dan Hendrix JW. Host and fumigation effects on spore population densities of species of endogonaceus mycorrhizal fungi .Mycologia 76: 122 - 131

Morte, A., C.Lovisolo and A. Schubert, 2000.Effect of drought stress on growth and water relations of the mycorrhizal association Helianthemum almeriense -Tervesiaclaveryi.Mycorrhiza J. 10/3 : 115-119

Najiyati, S. dan Danarti, 1999. Palawija Budidaya dan Analisa Usaha Tani. PenebarSwadaya, Jakarta

Pujiyanto. 2001. Pemanfatan Jasad Mikro, Jamur Mikoriza dan Bakteri dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan di Indonesia: Tinjauan Dari Perspektif Falsafah Sains. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

(46)

Setiadi Y. 2001. Peranan mikoriza arbuskula dalam reboisasi lahan kritis di Indonesia. makalah seminar penggunaan CMA dalam sistem pertanian organik dan rehabilitas lahan. Bandung. 21-23 April 2001.

Siradz SA dan S Kabirun. 2007. Pengembangan lahan marginal pesisir pantai dengan bioteknologi masukan rendah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian UGM. 7 : 83-92.

Smith, S. E. dan D. J. Read. 1997. Mycorrizal symbiosis. Second edition. Academic Press. Harcourt Brace & company publisher. London.

Sumarni, 2001. Pewarnaan Akar pada Cendawan Mikorriza Arbuskular. Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung.

Tuheteru FD. 2003. Aplikasi Asam Humat Terhadap Sporulasi CMA Dari Bawah Tegakan Alami Sengon [Skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor

[USDA] United States Department of Agriculture. 2002. Plants Profile for Coffea Arabica L. 2014]. .

Van der Heijden MGA, Klironomos JN, Ursic M, Moutoglis P, Streitwolf-Engel R, Boller T, weimken A, dan Sanders IR. 1998. Mycorrhizal fungal diversity determines plant biodiversity, ecosystems variability and productivity. Nature 5 : 69-72

Wachjar, A. 1984. Pengantar Budidaya Kopi Fakultas Pertanian. Bogor.

Gambar

Tabel 1. Kandungan dan kondisi tanah di Desa Lau Parira Kec. Sidikalang menurut penelitian tanah (1983) dalam Mukhlis (2007)
Tabel 2. Persentase kolonisasi akar kopi oleh FMA pada kedua kebun kopi
Tabel 4. Tipe dan Karakteristrik spora pada kopi lokasi ke-1
Tabel 5. Tipe dan Karakteristrik spora pada kopi  lokasi-2

Referensi

Dokumen terkait

Guru bertanya kepada anak mengenai materi yang berkaitan dengan panjang pendek dengan benda yang diketahui anak. Guru menjelaskan mengenai macam- macam ukuran panjang

Mean values and standard deviations of the times spent by male and female river buffalo calves during the first 4 and 8 months of their lives in each type of suckling behavior;

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah menganalisis putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 Tentang Kementerian Negara dalam Hal

SKRIPSI ANALISIS PENGARUH SISTEM KOMPENSASI ..... ADLN Perpustakaan

Permasalahan yang dibahas adalah mengetahui urgensi Lembaga Pembinaan Khusus Anak dalam pemidanaan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dan untuk mengetahui

Sedangkan koefisien determinasi (Adjusted R Square) sebesar 0,445 atau 44,5% yang berarti variabel kepuasan kerja karyawan dapat dijelaskan oleh variabel kepemimpinan, insentif

Pokja 12 ULP Provinsi Jawa Tengah akan melaksanakan Prakualifikasi untuk paket pekerjaan jasa konsultansi secara elektronik sebagai berikut :..

Pokja 12 ULP Provinsi Jawa Tengah akan melaksanakan Prakualifikasi untuk paket pekerjaan jasa konsultansi secara elektronik sebagai berikut :..