Pemerintah Hindia Belanda mencatat beberapa jumlah pemimpin di daerah Onderafdeling Samosir tahun 1913 mulai dari Kontorolir, Jaihutan, Raja Paindua
hingga kepala kampong sebanyak sebanyak 679 orang.Jumlah tersebut dibagi dalam empat bagian yaitu:
1. 1 Orang Kontrolir 2. 25 Orang Jaiuhutan 3. 77 Orang Raja Paindua 4. 576 Kepala Kampung25.
Dari jabatan Kontrolir, Jaihutan,Raja Paindua atau Kepala Negeri hingga Kepala Kampung, mereka semuamendapat gaji dari Belanda.Gaji tersebut dibayarkan dengan mengambil pajak yang dipungut dari setiap negeri. Tapi gaji tersebut sebenarnya kecil karena gaji tambahan yang paling besar didapatkan dari sumber-sumber lain dari rakyat sepertiSilua (oleh-oleh) dan Hamauliateon (uang terimakasih) yang diberikan rakyat sehubungan dengan ketika rakyat mendapatkan surat-surat atau dokumen atas peristiwa-peristiwa sosial mereka seperti dokumen kelahiran anak, dokumen perkawinan, dokumen perjalanan, dokumen perpindahan tempat tinggal dan lain-lain. Namun seorang kepala negeri berkewajiban menyampaikan semacam upeti diluar pajak rutin yang dipungutnya dari rakyat kepada Pemerintah Kolonial Belanda26.Semakin besar upeti yang diberikan kepada pemerintah Belanda, maka semakin besar pula penghargaan yang didapatkan dari pihak Belanda.Kadang-kadang masalah upeti yang kecil juga bisa menyebabkan
25M.J. RUYCHAVER,Memorie Van Overgave, No 24 Seri 1 E, Juni 1931-Februari 1936, hal 229, Arsip Nasional Republik Indonesia
26OTB Sitanggang, Sang Pelopor, Jakarta, PT. Suara Harapan Bangsa: 2011. hal, 10
33
Belanda memgambil keputusan untuk menggantikan seorang kepala Negeri lewat sistem perkising baru. Sistem Perkising tersebut sama seperti sistem pemilihan sekarang akan tetapi sistem perkising terang-terangan menyogok masyarakat supaya terpilih. Tahun 1940, diseluruh SamosirBelanda membentuk 25 kepala negeri yang berfungsi untuk memungut hasil bumi dan pajak.
Untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan dan untuk merubah Bius27di Pangururan, Belanda membentuk Jaihutan dan Paidua (Pandua).Kesulitan pemerintah Belanda dalam menghadapi orang Batak Mulai muncul setelah melewati tahap transisi konsultasi dengan para pemimpin kerajaan.Lalu mulai menerapkan hierarki kepemimpinan yang responsif dan rasional yang sebelumnya tidak dikenal.
Pada tahun1880-an di silindung Welsink mengusulkan mengangkat 16 pemimpin marga yang digaji, namun penguasa yang lebih tinggi di Padang berpendapat bahwa pembagian kekuasaan yang berdasarkan pada garis keturunan semata akan tidak sangat efisien. Sebagai gantinya dipilih pembagian yang bersifat teritorial kedalam hundulan28 atau distrik. Pada mulanya tidak ada maksud untuk membuat hundulansama dengan satuan masyarakat hukum atau masyarakat yang didasarkan pada adat setempat. Pemimpin yang di sebut Jaihutan29diangkat oleh Pemerintah Kolonial Belanda dan pada dasarnya bukan merupakan jabatan yang bersifat turun-temurun.Jaihutandipilih dari pemimpin adat yang terdapat dalam hundulan, dan tentu saja pemerintah cenderung memilih seorang pemimpin yang
27Bius merupakan sebuah bentuk struktur pemerintahan yang digunakan sebelum kedatangan Belanda ke tanah Batak.
28Hundulan merupakan suatu jenis pembagian wilayah di wilayak tanah Batak.
29Jaihutan merupakan jabatan pemimpin nomor 2 setelah Kontrolir yang dibentuk pemerintah Hindia Belanda.
benar-benar memiliki otoritas di daerah itu, terlebih lagi karena dana yang tersedia ternyata tidak mencukupi untuk membayar gaji yang setara dengan di Tapanuli Selatan. Pemimpin terpaksa tergantung pada penghasilan yang berasal dari adat yang dibayar oleh rakyatnya pada waktu perkawinan, pindah kampung, atau pada berbagai peristiwa lain.
Dalam menentukan batas-batas hundulan, pejabat baru tentu saja memperhatikan realitas garis keturunan, kenyataan sosial dan politik sejauh mereka dapat melihatnya.Namun mereka merasa terdesak oleh permintaan atasan yang mengutamakan efisiensi, yaitu mencapai jumlah penduduk yang ditetapkan untuk suatu hundulan.Akibatnya orang-orang yang sebenarnya tidak termasuk dalam suatu kelompok digabungkan menjadi satu kelompok. Hal ini secara khusus terjadi di daerah Holbung, sepanjang pantai selatan Danau Toba, dimana satuan masyarakat yang lebih kecil dari Bius merupakan satuan masyarakat pribumi yang penting tetapi umumnya terlalu kecil untuk membentuk suatu wilayah. Oleh karena itu penggabungan penduduk diperlukan, namun penggabungan ini menciptakan kekusutan yang sulit dibenahi selama pemerintahan kolonial Belanda. Di Samosir, bius terbukti merupakan pegangan yang lebih memuaskan, dan batas-batas bius yang ditentukan oleh Kontrolir pertama tidak perlu diganti.
Masalah lainnya adalah memilih Jaihutan.Bertahun-tahun kemudian beredar banyak cerita tentang kesalahan-kesalahan yang diperbuat dalam pengangkatan Jaihutan pada waktu itu.“Siapa saja yang berteriak lebih keras, atau maju kedepan untuk berhubungan dengan pemerintah Belanda dan memberikan jasanya, maka dialah yang diakui sebagai pemimpin, demikian ditulis oleh seorang pejabat.Ada
35
suatu kasus di Samosir Timur dimana seorang yang mempunyai cacat fisik dipilih, sesuatu yang tidak dapat diterima oleh adat.Ada juga kasus, Jaihutan pertama di suatu daerah pantai berasal dari pedalaman pegunungan, padahal keturunan penguasa setempat jelas-jelas mempunyai hak yang lebih kuat dibanding orang yang berasal dari pedalaman pegunungan.Dalam kasus-kasus yang seperti itu, pemimpin yang terpilih sering mendapat petunjuk dari para kerabatnya yang ada di daerah yang terlebih dulu dikuasai Belanda. Meraka biasanya memberitahu berbagai cara untuk berhubungna dengan orang kulit putih. Dipihak lain, ada pemimpin, entah karena harga diri atau memang tidak tahu, mencemohkan surat penunjukan pemerintah sehingga diberikan kepada orang lain, yang membuat para keturunannya kecewa.
Dalam banyak kasus, pemerintah menjatuhkan pilihan berdasarkan pada kepentingan kristenisasi daripada kepentingan adat atau pemerintahan yang baik.Namun, semua kritikan ini tampaknya didasarkan pada pendapat bahwa memang ada orang yang tepat yang seharusnya dipilih.(Inti dari semua cerita tadi sering merupakan penjelasan mengapa nenek moyang pencerita tidak dipilih padahal seharusnya dialah yang dipilih).Mereka tidak dapat melihat bahwa kedudukan sebagai Jaihutan adalah sebuah pembaharuan yang pasti mengundang oposisi para pemimpin yang tidak terbiasa tunduk secara rutin pada yang lebih tinggi.
Tidak bisa dipungkiri kedatangan Hindia Belanda di Pangururan juga membawa dampak positif bagi perkembangan Samosir sendiri khusunya Pangururan.Banyak pengetahuan yang di dapat oleh orang-orang Pangururan dari pemerintah Hindia Belanda.Hanya saja perlakuan yang menindas dan memaksa itulah
yang kurang berkenan di hati mereka.30Kemudian setelah Belanda masuk ke Samosir, masyarakat Samosir tidak harus ke Haranggaol lagi untuk membeli garam.Hal ini disebabkan karena Pemerintah Kolonial Belanda telah membuka penjualan garam, opium candu di Pangururan tahun 1927. Dibidang Opium, Pemerintah Kolonial Belanda melarang penjualan candu di divisi Batak kecuali daerah Samosir dan Dairi.
Opium di Samosir dan Dairi tidak dilarang karena memiliki hukum manajemen resmi tahun 1927 nomor 279 yang berisi tentang hukum opium31.
2.3. Keadaan Samosir Sebelum Pengerukan Terusan Tano Ponggol
Sebelum masuknya Kolonial Belanda ke Samosir dan Terusan Tano Ponggol dikeruk, orang-orang menyebut Pulau Samosir (Sekarang) hanya dengan“Samosir”
karena semenanjung Samosir masih menyatu dengan daratan Sumatera. Barulah pada Tahun 1906 ketika Kolonial Belanda berhasil memasukiSamosirdan mengeruk Terusan Tano Ponggol,Samosir mengalami perubahan nama dari Samosir menjadi Pulau Samosir.32Pengerukan terusan seiring dengan masuknya Belanda ke Samosir dimana beberapa bulan setelah menguasai Samosir, Belanda langsung mengeruk terusan Tano Ponggol.Perubahan nama dariSamosir menjadi Pulau Samosir tidak terlepas dari Inspirasi Welsink untuk menggali semenanjung Samosir untuk kepentingan perekonomian dan militer Belanda di OnderafdelingSamosir. Tanpa adanya terusan Tano Ponggol, maka tidak akanada yang namanya Pulau Samosir.
30Wawancara dengan Op. Esdi Br Simbolom, di Pangururan, tanggal 30 Agustus 2017.
31M.J. RUYCHAVER, Memorie Van Overgave, No 24 Seri 1 E, Juni 1931-Februari 1936, hal 213, Arsip Nasional Republik Indonesia.
32Wawancaradengan Rakman Naibaho, di Desa Tano Ponggol, tanggal 2 Mei 2017.
37
Samosir merupakan daerah jajahan terakhir di tanah Batak tidak seperti daerah Silindung, Tarutung dan lainnya yang sudah lama dijajah Belanda.Hal ini disebabkan karena Samosir merupakan daerah yang tidak mempunyai hasil bumi terutama rempah-rempah yang bisa diolah Belanda. Sebelum penjajahan Belanda, masyarakat Samosirkhususnya yang berada di Selatan seperti Rianiate, Pintu Batu, Simbolon, Harian, Sihotang dan lain-lain merupakan daerah termiskin di Samosir karena sulitnya mendapatkan akses perekonomian ke luar Samosir terutama mendapatkan garam33. Garam merupakan salah satu bahan pokok makanan yang wajib ada didapur tiap rumah karena tubuh manusia sangat membutuhkan zat Yodium. Masyarakat Samosir khususnya yang berada di Selatan sangat sulit mendapat garam karena garam hanya tersedia di daerah Tongging34.Oleh karena itu dahulu orang Samosir banyak yang mengidap penyakit gondok karena kekurangan zat Yodium. Satu-satunya cara masyarakat di selatan Samosir untuk mendapatkan garam hanya dengan berlayar mengelilingi Samosir dan membawa hasil bumi untuk ditukarkan dengan garam dan bahan makanan ataupun peralatan rumah tangga lainnya. Jika melalui semenanjung Samosir, mereka akan kewalahan membawa hasil bumi dari desa Tajur sampai ke desa Sitanggang bau karena belum adanya transportasi darat yang dapat mengangkut barang dalam skala lumayan besar. Bahkan sarana transportasi darat di sekeliling Samosir dan menuju Samosir seperti jalan Tele sekarang ini belum ada samasekali.
Sebelum Terusan Tano Ponggol dikerukhampir tidak ada aktifitas perekonomian di Samosir. Aktifitas perekonomian hanya ada di daerah Silalahi, Tongging, Haranggaol
33O.H.S. Purba dan Elvis F. Purba, Migrasi Spontan Batak Toba (Marserak), Medan: CV.
MONORA, 1997, hal 29.
34WawancaradenganG. Malau, diKel. Pintusona, tanggal 13 Juni 2017
dan juga Tigaras. Oleh sebab itu sebelum kedatangan Belanda,Samosir merupakan daerah yang sangat miskin di daerah tanah Batak. Kemiskinan tersebut juga menyebabkan terjadinya penyebaran orang Batak ke berbagai daerah dan menetap hampir di seluruh pinggiran Danau Toba seperti sekarang ini.Haranggaol merupakan daerah pusat perekonomian terbesar disekitar Danau Toba karena letak Haranggaol strategis dan lebih dekat dengan Kabanjahe, Berastagi dan Medan.
39 BAB III
LATAR BELAKANG PEMERINTAH HINDIA BELANDA MENGERUK