• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN SKRIPSI SARJANA Dikerjakan O L E H.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN SKRIPSI SARJANA Dikerjakan O L E H."

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

TERUSAN TANO PONGGOL : SEBAGAI PEMISAH DARATAN SUMATERADANSAMOSIR1906-1945

SKRIPSI SARJANA Dikerjakan

O L E H

Nama :

GILLBERT SIMBOLON

Nim : 130706072

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

TERUSAN TANO PONGGOL : SEBAGAI PEMISAH DARATAN SUMATERADANSAMOSIR1906-1945

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan Oleh:

Nama : Gilbert Simbolon Nim : 130706072

Diketahui Oleh:

Pembimbing

Drs. Wara Sinuhaji, M.Hum NIP. 195707161985031003

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Sejarah.

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

TERUSANTANOPONGGOL:SEBAGAIPEMISAHDARATAN SUMATERADANSAMOSIR1906-1945

Dikerjakan Oleh:

Nama : Gilbert Simbolon NIM : 130706072

Telah disetujui untuk diajukan dalam ujian Skripsi oleh:

Pembimbing

Drs. Wara Sinuhaji, M.Hum Tanggal: ………2017 NIP 195707161985031003

Ketua Program Studi Ilmu Sejarah

Drs. Edi Sumarno, M.Hum Tanggal: ………2017 NIP 196409221989031001

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(4)

LEMBAR PERSETUJUAN KETUA DEPARTEMEN

DISETUJUI OLEH :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH Ketua Program Studi Ilmu Sejarah,

Drs. Edi Sumarno, M.Hum Tanggal: ………2017 NIP 196409221989031001

(5)

PENGESAHAN

Diterima Oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam Jurusan Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Pada : Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan,

Dr. Budi Agustono, MS NIP. 196008051987031001

Panitia Ujian:

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Edi Sumarno, M.Hum. ...

2. Dra. Nina Karina, M.SP. ...

3. Drs. Wara Sinuhaji, M.Hum ...

4. Dra. Farida Hanum Ritonga, M. SP ...

5. Dra. Ratna, MS ...

(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu melimpahkan berkat dan kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk melengkapi dan memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sejarah di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Judul skripsi ini adalah “TerusanTanoPonggol: SebagaiPemisahDaratan Sumatera danSamosir”. Pada proses penulisan skripsi ini penulis banyak menghadapi cobaan, rintangan maupun hambatan, namun penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan yang sangat bernilai dari berbagai pihak, terutama dari staf pengajar jurusan Ilmu Sejarah.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan. Akhirnya dengan kerendahan hati, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, 20Oktober 2017 Penulis

GillbertSimbolon 130706072

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang MahaKuasa yang selalu melimpahkan berkat dan kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono,DekanFakultasIlmuBudayaUniversitas Sumatera Utara Medan, beserta Wakil Dekan I Prof.Drs. Mauly Purba, M.A.,Ph.d, Wakil Dekan II Dra. Heristina Dewi, M.Pd, dan Wakil Dekan III Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si, berkat bantuan dan fasilitas yang penulis peroleh di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, maka penulis dapat menyelesaikan studi.

2. Bapak Drs. Edi Sumarno M.Hum, Ketua Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah banyak memberikan dorongan, nasihat dan motivasi kepada penulis baik selama kuliah maupun pada saat mengerjakan penulisan skripsi ini. Juga kepada Ibu Dra. Nina Karina, MSP. sebagai Sekretaris Program studi IlmuSejarah. Terimakasih banyak penulis hanturkan kepada seluruh Bapak/Ibu dosen khususnya di Prodi Ilmu Sejarah, semoga ilmu yang diberikan dapat bermanfaat.

3. Bapak Drs. WaraSinuhaji, M.Hum sebagai dosen pembimbing skripsi, yang telah sabar dan tanpa henti-hentinya memberi nasihat kepada penulis. Terimakasih atas

(9)

segala arahan dan bantuannya dalam penulisan skripsi ini, masukan dan bimbinganBapak sangat penting menuntun penulisdalam penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Lila Pelita Hati M.Si. Dosen Penasihat Akademik yang telah sabar dan tanpa henti-hentinya memberi nasihat kepada penulis dan yang selalu memberi semangat kepada penulis untuk lebih giat belajar dari semester 1-8. Terimakasih atas segala arahan dan nasehatnya selama proses perkuliahanpenulis.

5. Seluruh staff pengajar Program Studi Ilmu SejarahFakultas Ilmu Budaya yang telah banyak memberi ilmu pengetahuan, bimbingan, nasehat dan dorongan selama penulis menjadi Mahasiswa. Semoga ilmu yang telah penulis terima bisa diterapkan dalam kehidupan sehari- hari.

6. Kedua orang tua penulis Bapak B. Simbolon dan Ibunda tersayang R.M.

Naibahoyang telah merawat, membesarkan, mendidik, membiayai, memberi dorongan dan nasehat. Terimakasih atas segalanya, doa, didikan dan dukungannya yang menjadikan penulis bisa sampai seperti ini. Terimakasih juga kepadasemuakeluargabesar penulis.Terima kasih kepada semua saudara penulis ( Sarah, Nebay, Putin danExaudi) yang selalumendoakandan memotivasi penulis untuk tetap semangat dan selalu mengingatkan penulis untuk selalu berpengharapan kepada Tuhan Yang Maha Esa.Terimakasih atasdoadan bantuannya baik materil maupun moril, tanpa kalian penulis tidak bisa menyelesaikan studi ini.

7. Kepada Sahabat-sahabat penulis Panda Hasiolan Naibaho, Junita Situmorang, JhonsonSirait, SarintonSagala, Sri Ulina Hasibuan, Cici Manurung, Rico P

(10)

Muhammad Helmi dan juga teman-temanstambuk 2013 yang telah memberikan motivasi, doa serta dukungannya. Kalian semua adalah orang-orang terpilih yang Tuhan kirimkan dalam hidup penulis sebagai sahabat sampai saat ini. Kebaikan kalian yang tulus pada penulis layaknya seperti saudara kandung sendiri.

Semua cerita kebersamaan yang sudah kita lewati, canda tawa, keluh kesah yang sudah kita lalui bersama tidak akan pernah penulis lupakan.

8. Terimakasih banyak kepada masyarakat Desa Tano Ponggol dan Sekitarnya yang telah bersedia memberikan waktu dan berbagi informasi, sehingga informasi tersebut sangat banyak membantupenulis.

Akhir kata, kepada semua pihak dan para informan yang telah membantu penulis baik dari segi moril maupun materi untuk menyelesaikan skripsi ini, kiranya segala kebaikan dibalas oleh Tuhan Yang MahaEsa.

(11)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang Sejarah Terusan Tano Ponggol sebagai pemisah daratan Samosir dengan daratan Sumatera yang menjadikan Samosir menjadi sebuah Pulau tahun 1906. Adapun yang menjadi persoalan didalam skripsi ini adalah latarbelakang pengerukan Terusan Tano Ponggol, Menjelaskan perkembangan Terusan Tano Ponggol (1906-1982), mengetahui kontribusi Terusan Tano Ponggol terhadap masyarakat Samosir. Kajian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode Sejarah melalui heuristik, kritik, interprestasi dan historiografi.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Terusan Tano Ponggol pada dasarnya merupakan sebuah Situs bersejarah peninggalan Belanda yang diprakarsai oleh seorang Controleur bernama Louis CoperusWelsink tahun 1906 dan masih digunakan hingga saat ini. Terusan Tano Ponggol dikeruk oleh Belanda yang bertujuan untuk mempermudah perjalanan pelayaran militer dan ekonomi Belanda di Samosir. Sejak 1909 Terusan Tano Ponggol sudah digunakan oleh Belanda dan masyarakat Samosir sebelah Selatan dan Utara untuk mempersingkat perjalanan pelayaran kedaerah lain. Seiring dengan perkembangannya hingga tahun 1982. Seiring dengan perkembangan zaman, Terusan dan Jembatan Tano Ponggol terus mengalami perubahan hingga tahun 1982. Perkembangan ini sangat berpengaruh terhadap Samosir dibidang infrastruktur dan ekonomi. Tanpa adanya Terusan Tano Ponggol, maka tidak akan ada kata “Pulau Samosir” melainkan hanya Samosir.

Kata kunci :Situs, Pemisah Daratan, Samosir

(12)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMAKASIH... ii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.4 Tinjauan Pustaka ... 12

1.5 Metode Penelitian... 13

BAB II LATAR BELAKANG PEMERINTAH HINDIA BELANDA MENGERUK TERUSAN TANO PONGGOL DI SAMOSIR TAHUN 1906-1909 15 2.1 Letak Geografis ... 15

2.1.1 Iklim ... 19

2.2 Jumlah Penduduk ... 20

2.3 Keadaan Penduduk Samosir ... 23

2.3.1 Sebelum Masuknya Kolonial ... 23

2.3.2 Setelah Masuknya Kolonial ... 26

2.4 Keadaan Samosir Sebelum Pengerukan Terusan TanoPonggol ... 36

2.5 Latar Belakang Pengerukan ... 38

2.5.1 Awal Pembangunan ... 40

(13)

2.5.2 Pengumpulan Pekerja ... 42

2.5.3 PengerukanTanah ... 45

BAB III KEHIDUPAN PEKERJA TERUSAN TANO PONGGOL DAN MASYARAKAT SAMOSIR 1906-1982 ... 49

3.1 Kehidupan Pekerja Terusan Tano Ponggol 1906-1982 ... 49

3.2 ManfaatTerusanTanoPonggol Bagi Masyarakat Samosir 1909-1982 .... 52

BAB IV PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN TERUSAN TANO PONGGOL DAN JEMBATAN TANO PONGGOL DI SAMOSIR TAHUN 1906-1932... 59

4.1 Terusan Tano Ponggol dan Jembatan Tano Ponggol tahun 1906-1913 . 59 4.2 Terusan Tano Ponggol dan Jembatan Tano Ponggol tahun 1918-1932 . 61 BAB V PENUTUP ... 83

5.1 Kesimpulan ... 83

5.2 Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86 DAFTAR INFORMAN

LAMPIRAN

(14)

DAFTAR TABEL Tabel.1 Statistik Geografi Kecamatan Pangururan

Tabel.2 Perbedaan bentuk Jembatan sebelum dan sesudah direnovasi

(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Masalah.

Terusan Tano Ponggol memang seperti asing bagi kita, khususnya bagi masyarakat diluar Kabupaten Samosir.Tano Ponggol dalam bahasa asli lokal disebut Tano Magotap1 yang artinya tanah yang diputuskan untuk memisahkan daratan Samosir dengan daratan Sumatera.Terusan Tano Ponggol terletak disebelah Barat Pulau Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara (Sekarang Kabupaten Samosir), Provinsi Sumatera Utara.Pada masa pemerintahan Hindia BelandaSamosir merupakan sebuah OnderAfdeling yang merupakan subbagian dari AfdelingBataklanden yang ada di Keresidenan Tapanuli.Keresidenan Tapanuli merupakan wilayah administrasi Hindia Belanda yang beribukota di Sibolga yang didirikan pada tahun 1834 dan dipimpin oleh seorang Residen.Hingga saat ini, Tapanuli merupakan satu-satunya bekas karesidenanBelanda yang belum dimekarkan menjadi sebuah provinsi di Pulau Sumatera.Adapun pembagian wilayah administratif keresidenan Tapanuli yaitu:

1. Afdeling Padang Sidempuan 2. Afdeling Nias

3. Afdeling Sibolga dan Ommenenlanden 4. AfdelingBataklanden

1Tano Magotap adalah tanah yang diputuskan atau dibelah untuk menyatukan Danau Toba.

(16)

3

OnderAfdelingSamosir sendiri berada dalam wilayah administrasi AfdelingBataklandendan dibentuk oleh Belanda pada tahun 1907. Akan tetapi Samosir menetap dibawah pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1906 ketika mereka berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan di Samosir.Pada awal pembentukan menjadi OnderAfdeling, wilayah Samosir dibagi menjadi 3 yaitu Ambarita, Pangururan dan Onan Runggu yang sekarang sudah dimekarkan menjadi sebuah kecamatan.Tak banyak masyarakat mengenal peninggalanBelanda ini hingga jarang kelihatan wisatawan mengunjungi situs bersejarah ini.Sebutan Tano Ponggol / Tano Magotap dilatarbelakangi oleh masyarakat sekitar yang menamai terusan tersebut dengan bahasa lokal yaitu Tano Ponggol.Sebelum masa penjajahan Hindia Belanda, Pulau Samosir menyatu dengan Pulau Sumatera dan pada masanya belum ada kata pulau tetapi hanya Samosir.

Sebelum Tano Ponggol dikeruk dan digali menjadi sebuah terusan,Samosir bukan merupakan sebuah pulau melainkan hanya sebuah daratan yang masih menyatu dengan Pulau Sumatera.Kemudian masyarakat yang datang dari Bonandolok, Haranggaol dan sekitarnya yang menggunakan perahu atau solu ke Pangururan harus meninggalkan perahu di Sitanggang Bau dan kemudian berjalan kakihingga sampai di Pangururan sejauh 1 km. Ada juga yang menyeret perahunya supaya bisa melanjutkan perjalanan menggunakan transportasi danau jika ingin ke Desa Sihotang dan Desa Harian. Bagi yang menggunakan kapal pengangkut barangdagang, mereka harus mengitari Samosir supaya bisa sampai di pusat perdagangan yaitu di

(17)

Haranggaol, Tongging dan Tigaras.2LuasSamosir yang harus dikelilingi adalah 43 km dan lebar 20 km. Jika dijumlahkan maka jarak yang mereka tempuh sekitar 63 km dan waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak tersebut bahkan sampai berhari- hari.Sebelum ada transportasi darat, masyarakat lebih banyak menggunakan transportasi danau menuju daerah di sekitar Danau Tobakarena lebih mudah membawa barang dengan jumlah yang lebih banyak dan tidak harus berjalan kaki menuju desa – desa yang terletak di pinggiran Danau Toba.

Berikut merupakan gambaran jalur transportasi Danau yang ada di Samosir sebelum Terusan Tano Pongggol dikeruk.Gambar tersebut menunjukkan rute perjalanan pelayaran yang harus ditempuh untuk menjual hasil bumi dan membeliGaram dari Tigaras.Garis panjang berwarna hitam merupakan jalur kapal/perahu yang harus ditempuh untuk sampai di Tongging, Silalahi dan Tigaras yang harus di tempuh masyarakat yang berada di daerah Selatan Samosir dan begitu juga sebaliknya sebelum TerusanTano Ponggol dikeruk. Kemudiangaris berwarna merah merupakan jalur ketika Terusan Tano Ponggol Sudah bisa dilewati kapal/perahu dari selatan menuju Utara Samosir. Kedua Jalur tersebut mempunyai perbedaan yang sangat jauh dimana jalur Terusan Tano Ponggol mempunyai jarak yang lebih dekat dibanding jalur mengelilingi Samosir.

2Lastrika Debora Marbun,”Sejarah Kota Pangururan”, (Skripsi), Medan: Universitas Negeri Medan. 2016, hal 47

(18)

5

Gambaran Perjalanan Pelayaran di Danau Toba Sebelum Terusan Tano Ponggoldikeruk

Sumber :Burger Lijke Openbare Werken (Grote Bundel 1854-1933) Arsip Nasional Republik Indonesia

(19)

Setelah Terusan Tano Ponggoldikeruk, masyarakat setempat maupun Pemerintah Hindia Belanda lebih mudah mengangkut rempah-rempah tanpa harus mengelilingi Danau Toba.Sementara dari segi transportasi darat, jalan Tele merupakan jalan satu-satunya menuju Sidikalang ataupun Dolok Sanggul yang kondisinya memprihatinkan.Jalan tersebut merupakan jalan yang beralaskan tanah dimana ketika hujan jalan tersebut akan sangat licin dan akan sangat sulit untuk dilalui kendaraan. Akan tetapi jalan ini di bangun sangat lama setelah Samosir menjadi sebuah pulau.Tidak mengherankan kalau orang Samosir jarang melihat mobil hingga tahun 1982. Setelah tahun 1983 biasanya kalau ada mobil datang, masyarakat terutama anak-anak akan datang berkerumun untuk sekedar melihat-lihat.

Praktis perhubungan dengan dunia luar di dominasi oleh jalur air.Padahal jumlah kapal masih terbatas dan jalur pelayanannnya juga terbatas.

Sekitar tahun 1900-an,Indonesia masih dijajah oleh Belanda termasuk OnderAfdelingSamosir yang dipimpin oleh seorang Controleur Van Samosir dibawah keresidenan Tapanuli yang dipimpin oleh Louis Couperus Welsink. Kemudian tahun 1906, Welsink memerintahkan kepada tentara Belanda yang ada diResiden Tapanuli untuk mengumpulkan perkerja untuk menggali tanah sepanjang 1,5 km dan lebar 5 m dari ujung lokasi Tajur sampai dengan Sitanggang Bau.3 Welsink mungkin terinspirasi oleh Terusan Suez (1869) dan Kanal Korintus (1893) untuk mematahkan semenanjung Samosir yang bermanfaat untuk memperbaiki jalur pelayaran ataupun

3Ibid., hal 49

(20)

7

militer.4Kerja Paksa atau rodi (istilah lokal) sangat menyedihkan, bekerja tanpa gaji, dijaga ketat dan dengan ancaman senjata api yang diarahkan kepada para pekerja.Pembangunan Terusan Tano Ponggol ini dimaksudkan untuk memudahkan arus logistik militer, ekonomi, dan Pemerintah Kolonial Belanda. Waktu itu proses penggalian dipimpin langsung oleh L.C.Welsink yang menjabat sebagai Controleur Van Samosir yang mempresentasikan rasionalisme kepada masyarakat Samosir sebagai cara untuk membujuk mereka supaya penggalian terusan dapat dilaksanakan.

Masyarakat setempat yang mempresentasikan mistisme berkeberatan dengan penggalian terusan karena dalam kepercayaan mereka tanah genting itu adalah jalur lintas roh-roh sekaligus tangkai yang mengikatkan daratan Samosir ke daratan Sumatera. Memutus jalur itu dengan membangun terusan menurut mereka akan menyebabkan kemarahan roh-roh dan berakibat tenggelamnya daratanSamosir. Untuk membuktikan Samosir tidak akan tenggelam, Welsink ditemani para opsirnya setiap hari lalu duduk dibawah pohon besar di daratan Samosir. Ketika terusan selesai digali dan terisi air danau, terbukti daratan Samosir memang tak tenggelam.Kemudian setelah menghubungkan kedua sisi danau, dibuatlah jembatan kayu sebagai jalur transportasi darat untuk masuk maupun keluar Pulau Samosir.5Ide pembangunan terusan Tano Ponggol ini sama persis dengan ide pembangunan terusan Panama yang dibangun tahun 1880. Dimana jika tanah genting di Panama dibelah, maka akan

4 Java Post, Het kanaal Van Samosir , diakses dari https://javapost.nl/2016/12/16/het-kanaal- van-samosir/pada tanggal 25 Agustus 2017 pukul 18.46 .

5 Henri Sitorus,dkk.,Membangun Pariwisata yang Bermartabat dan Berkelanjutan di Kawasan Danau Toba, Medan: Bina Media Perintis, 2012, hal. 147

(21)

meringankan perjalanan kapal-kapal kerajaan yang berlayar dari Ekuador ke Peru ataupun sebaliknya.6Begitu juga dengan ide pembangunan terusan Tano Ponggol.

Kemudian pada tahun 1913, Pemerintah Hindia Belanda meresmikan Terusan Tano Ponggoldibawah kepemimpinan seorang Controleur Van Samosir.Terusan Tano Ponggol dan jembatan Tano Ponggol sama sekali tidak mengalami perubahan hingga waktu yang cukup lama. Tahun 1982 Pemerintah Republik Indonesia mulai melirik terusan ini karena selain merupakan sebuah situs Terusan Tano Ponggol memiliki fungsi yang sangat berguna bagi aktifitas perekonomian masyarakat Samosir dan sekitarnya.Kemudian TerusanTano Ponggol di keruk kembali untuk memperluas lebarnya dan membangun jembatan beton yang di kerjakan oleh OTB Sitanggang, seorang kontraktor ternama waktu itu.7 Setelah dibangun jembatan beton, jalur transportasi darat mulai lancar dan bus bus besar dan truk-truk bisa masuk keluar Samosir.

OTB Sitanggang merupakan seorang tokoh Batak yang dianggap berhasil dalam pembangunan Samosir, beliau merupakan pengusaha kapal motor.Nama OTB sendiri disingkat dari Ompu Tuan Binur Sitanggang.Beliau pertama kali membangun sebuah bioskop di Pangururanpada tahun 1981. Kemudian tahun 1982, Beliau mendapat proyek untuk melaksanakan pengerukan terusan Tano Ponggol sepanjang 1,5 km.Lalu tahun 1986 OTB Sitanggang membangun kapal fery penyebrangan Tomok – Ajibata yang diberi nama KM Tao Toba I dan KM Tao Toba II. Selain itu

6 Hoeda Manis, Sejarah dan Pengetahuan Dunia Abad 20 , Jogjakarta: Tran Idea Publishing, 2016, hal, 247

7Benget Besalicto Tnb., Eben Ezer Siadari, OTB Sitanggang, Sang Pelopor, Jakarta;

PT. Suara Harapan Bangsa, 2011, hal, 85

(22)

9

beliau juga memperbaiki sebanyak 15 jembatan yang rusak atau belum dibangun.Kebanyakan jembatan itu berada di sepanjang 75 km jalan yang menghubungkan Tomok dengan Nainggolan. Beliau membangun jembatan tersebut secara swadaya supaya mobil-mobil yang akan diangkat fery itu bisa beroperasi di Samosir.

Jembatan Tano Ponggol merupakan satu-satunya jalan lintas darat bagi orang- orang yang datang ke Pangururan seperti dari Karo, Sidikalang, Sumbul, Medan dan lain-lain. Selain Jalan darat, transportasi Danau juga digunakan untuk sampai ke Pulau Samosir seperti dari Tomok-Ajibata, Simanindo-Tigaras, Onan Runggu-Balige dan lain lain. Sebelum terusan Tano Ponggol dikeruk, daerah desa Tano Ponggol merupakan rawa-rawa yang memanjang dari desa Tajur hingga Sitanggang bau.Jadi ketika orang dari luar datang atau berkunjung ke Pangururan terlebih dahulu mereka harus menggunakan urur (Bambu atau kayu bulat) sebagai pijakan agar bisa sampai ke Pangururan. Dengan kata lain, hanya dengan menggunakan Urur lah orang bisa sampai ke Pangururan8.

Situs merupakan suatu lokasi kejadian, objek, atau hal lain baik aktual, lampau ataupun direncanakan. Selain itu situs juga dapat mengacu kepada beberapa hal seperti: situs Arkeologi, situs Bangunan. Tempat-tempat dimana ditemukan peninggalan-peninggalan arkeologidikejadian mahluk manusia masa dulu dikenal dengan nama situs. Situs biasanya ditentukan berdasarkan survey suatu daerah.Begitu

8Ibid., hal. 3

(23)

juga dengan Tano Ponggol yang merupakan bekas situs peninggalan Pemerintah Hindia Belanda sebelum Indonesia Merdeka.

Potensi Tano Ponggol sebagai sebuah situs Sejarah ibarat emas belum dikelola, menjadi tujuan wisatawan karena sisi Timur dan Barat sepanjang terusan Tano Ponggol masih terbuka.Peluang membangun berbagai fasilitas yang menarik untuk wisatawan, dan kalau itu terjadi tidak mustahil Tano Ponggol menjadi Pintu Wisata Samosir.Bahkan menjadi ikon Kabupaten Samosir seperti Salib Kasih di Tapanuli Utara dan Taman Iman di Kabupaten Dairi.9

Adapun alasan penulis memilih judul karena penulis merasa tertarik untuk mengetahui sejarah terusan Tano Ponggol secara lengkap dan pasti karena belum ada tulisan yang membahas secara khusus tentang Terusan Tano Ponggol melainkan hanya membahas sekilas tentang Tano Ponggol saja. Alasan penulis memilih tahun 1906 sebagai awal penulisan dan membatasi akhir tahun yaitu tahun 1982 adalahsebagai berikut:

1. Tahun 1906 merupakan awal pengerjaan mulai dari pengumpulan pekerja hingga pengerukan Terusan Tano Ponggol.

2. Tahun 1945 merupakan tahun kemerdekaan Republik Indonesia dimana Masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Samosir dapat merasakan kebebasan yang sebelumnya dijajah oleh Belanda dan Jepang.

9 Koestro Pertanda Lucas, dkk.,Situs dan Objek Arkeologi di Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara, hal. 29

(24)

11

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang Sejarah Terusan Tano Ponggolkarena ingin mengetahui proses pengerukan dan perkembangan Terusan Tano Ponggol dari tahun 1906-1982.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat ditulis permasalahan dalam penelitian ini.Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa yang melatar belakangi Pemerintah Hindia Belanda membangun Terusan Tano Ponggol tahun 1906?

2. Bagaimana perkembangan pembangunan Terusan Tano Ponggol sejak tahun 1906 sampai 1932?

3. Bagaimana dampak pembangunan terusan Tano Ponggol terhadap Masyarakat Samosir?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini dimaksud untuk menjawab permasalahan yang sudah terlebih dahulu dirumuskan dalam rumusan masalah.

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan alasan Pemerintah Hindia Belanda membangun Terusan Tano Ponggol di Pangururan.

2. Menjelaskan perkembangan pembangunan Terusan Tano Ponggolyang dilakukan Pemerintah Hindia Belanda di Pangururan.

(25)

3. Menjelaskan dampak pembangunan Terusan Tano Ponggol terhadap masyarakat Samosir

Selain tujuan penelitian, juga dapat diperoleh berbagai manfaat penelitian, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Menambah pengetahuan penulis tentang Sejarah Tano Ponggol secara mendalam.

2. Menjadikan karya tulis (skripsi), sebagai persyaratan untuk menjadi sarjana Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Ilmu sejarah.

3. Penelitian ini juga berguna bagi masyarakat luas sehingga dapat mengetahui Sejarah pembangunan Terusan Tano Ponggol di Samosir

1.4 Tinjauan Pustaka

Adapun sumber tujuan tinjauan pustaka yang didapat adalah melalui sumberbuku,skripsi sarjana dan Arsip Nasional yaitu sebagai berikut:

Benget BesalictoTnb., Eben Ejer Siadari dalam bukunya OTB Sitanggang (2011). Buku ini di dapat dari arsip daerah Kabupaten Samosir, buku tersebut menceritakan tentang Biografi OTB Sitanggang yang merupakan tokoh pembangunan jembatan Tano Ponggol tahun 1982 sebagai pemenang tender untuk proyek Terusan sepanjang 1 kilometer yang memisahkan Pulau Samosir dengan Pulau Sumatera dan menceritakan kisah Ayahnya sebagai Seorang Kepala Nagari di Pangururan tahun 1940Buku ini berkaitan dengan penelitian saya karena dalam buku ini menceritakan tentang perluasan Terusan Tano Ponggol tahun 1982.Selain menceritakan

(26)

13

pembangunan Terusan ini, buku ini juga menceritakan sedikit keadaan Samosir setelah Terusan Tano Ponggol di perluas.

Lastrika Debora Marbun dalam Skripsi yang berjudul Sejarah Kota Pangururan(2016).Buku tersebut sangat berhubungan dengan penelitian saya karena buku tersebut menceritakan tentang sejarah Kota Pangururan. Pembangunan Terusan Tano Ponggol seiring dengan diberikannya nama kotaPangururan karena nama Pangururan di dasari dari kata urur yang berarti tiang atau bulatan kayu yang digunakan untuk menyebrangi Terusan Tano Ponggol sebagai pintu masuk maupun keluar Pulau Samosir.

Koestro Pertanda Lucas, dkk, dalam buku Situs dan Objek Arkeologi di Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara (2005).Buku tersebut mediskripsikan tentang situs dan objek arkeologi yang ada di Kabupaten Samosir.Salah satu situs yang diceritakan dalam buku ini yaitu situs Terusan Tano Ponggol yang merupakan peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang menjadi objek penelitian tulisan saya ini.

Arsip Nasional Republik Indonesia dalam dokumen Memorie Van Overgave (Juni 1931 – Februari 1936), Burgerlijke Openbare Werken (1854-1933).Dokumen Memorie Van Overgave tersebut berisi tentang berkas-berkas penyerahan kekuasaan yang diberikan para pejabat-pejabat Belanda kepada para penggatinya.Kemudian Dokumen Burgerlijke Open Bare tersebut berisi tentang berkas-berkas bangunan yang dibuat selama penjajahan Belanda.

(27)

1.5.Metode Penelitian

Dalam menuliskan sebuah peristiwa bersejarah yang dituangkan kedalam historiografi, maka harus mengggunakan metode sejarah.Metode sejarah yang dimaksudkan untuk menceritakan kejadian masa lampau guna mendapatkan sebuah karya yang mempunyai nilai. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman peninggalan masa lampau.10 Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian sejarah antara lain:

1. Heuristik merupakan tahap awal yang dilakukan penulis untuk mencari sumber yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam tahap heuristik,sumber dapat diperoleh melalui studi lapangan, studi kepustakaan dan Studi Arsip Nasional Republik Indonesia.Data dari hasil lapangan diperoleh melalui wawancara dengan Op. Manatap Simbolon, Op. Esdi Br.

Simbolon, Ir. Rakman Naibaho, Op. Togar Simbolon dan M. Naibaho yang terkait dengan penelitian. Dalam penelitian lapangan yang dilakukan penulis akan menggunakan metode wawancara yang terbuka. Selain itu, dalam mengumpulkan sumber-sumber penelitian, penulis juga melakukan studi kepustakaan yang diperoleh dari berbagai buku, dokumen, arsip dan lain sebagainya yang terkait dengan judul penelitian. Sumber-sumber tertulis tersebut dapat diperoleh dari Perpustakaan Umum, Perpustakaan Daerah,

10 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press, 1985.

(28)

15

Perpustakaan Provinsi Sumatera Utara dan Arsip Nasional Republik Indonesia.

2. Kritik Sumber, merupakan proses yang dilakukan peneliti untuk mencari nilai kebenaran sumber sehingga dapat menjadi penelitian yang obyektif.

Dalam tahap ini sumber-sumber yang telah terkumpul dilakukan kritik, baik itu kritik internal maupun kritik eksternal. Kritik internal merupakan kritik yang dilakukan untuk mencari kesesuaian data dengan permasalahan yang diteliti, sedangkan kritik eksternal merupakan kritik yang mencari kebenaran sumber pustaka yang diambil oleh peneliti maupun fakta yang diperoleh dari wawancara yang dilakukan dengan informan.

3. Interpretasi, yaitu tahap peneliti berusaha untuk menuangkan berbagai ide pemikirin yang diperoleh melalui sumber primer ataupun sekunder, sehingga diharapkan sumber tersebut menjadi data yang obyektif.

4. Historiografi, yaitu tahap akhir dalam metode sejarah. Dalam tahap ini peneliti menuliskan hasil penelitian secara kronologis dan sistematis.

(29)

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH SAMOSIR

Dalam bagian ini, penulis akan membicarakan tentang kondisi Samosir dan Kecamatan Pangururan sebagai daerah penelitian. Yang dibahas dalam sub bab ini adalah bagaimana letak geografis , jumlah penduduk, keadaan penduduk, keadaan Samosir sebelum pengerukan Terusan Tano Ponggol dan latar belakang pengerukan terusan. Seperti diketahui bahwa adanya latar belakang geografis suatu daerah akan memberikan corak yang khas mengenai kehidupan di daerah tersebut. Dalam perkembangan kehidupannya, suatu daerah dapat saja mengalami perubahan fungsi dari suatu fungsi tertentu menjadi fungsi lain. Seperti yang terjadi di daerah-daerah Eropa Barat pada abad pertengahan, dimana daerah-daerah yang ada sekarang mempunya fungsi sebagai pusat perdagangan tetapi sebelum mengalami perubahan daerah kota tersebut mempunyai fungsi sebagai pusat keagamaan atau pusat pemerintahan. Perubahan fungsi tersebut sejalan dengan semakin berkembangnya infrastruktur dan kemajuan teknologi di daerah tersebut.

2.1. Letak Geografis

Pulau Samosir merupakan pulau yang berada di tengah pulau Sumatera dan dikelilingi Danau Toba. Pulau ini merupakan sebuah pulau buatan yang masih berusia 116 tahun dan memiliki keunikan tersendiri yaitu berada di tengah pulau. Pulau Samosir masuk kedalamwilayah Kabupaten Samosir yang secara administrative diapit oleh Tujuh Kabupaten, yaitu:

 Sebelah Utara : Kabupaten Karo dan Simalungun

(30)

17

 Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan

 Sebelah Barat : Kabupaten Dairi dan Pakpak Barat

 Sebelah Timur : Kabupaten Toba Samosir

Secara Geografis,Pulau Samosir terletak pada 2o 24’ – 2o45 Lintang Utara dan 98o 21’- 99o 55’ Bujur Timur. Pulau Samosir memiliki luas wilayah sekitar 1.419 km2dengan panjang 43km dan lebar 20 km11yang terdiri dari 9 kecamatan, yaitu:

1. Kecamatan Harian 2. Kecamatan Nainggolan 3. Kecamatan Onan Runggu 4. Kecamatan Palipi

5. Kecamatan Pangururan 6. Kecamatan Ronggur Nihuta 7. Kecamatan Sianjur Mula-Mula 8. Kecamatan Simanindo

9. Kecamatan Sitiotio

Dari ke sembilan kecamatan tersebut, Kecamatan Pangururan merupakan ibukota Kabupaten Samosir yang merupakan hasil pemekaran dari induknya Kabupaten Toba Samosir yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang nomor 36 tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Berdagai di Provinsi Sumatera Utara, yang diresmikan tanggal 7 Januari 2004 oleh

11 Hotman J. Lumban Gaol, Tapanuli Utara Dalam Angka 1980, Tarutung : Kantor Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, 1980, hal 3

(31)

Menteri dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia. Usul Pemekaran Kabupaten Toba Samosir menjadi dua kabupaten yang didasarkan atas desakan masyarakat wilayah Samosir dan DPRD Kabupaten Toba Samosir adalah:

1. Kabupaten Toba Samosir (induk) yang terdiri dari 10 (sepuluh) Kecamatan, yaitu: Kecamatan Balige, Laguboti, Silaen, Habinsaran, Porsea, Lumbanjulu, Uluan, Pittu PohanMeranti, Ajibata dan Borbor.

2. Kabupaten Samosir ( Kabupaten Baru)

Terdiri dari 9 (sembilan) kecamatan yaitu : Kecamatan Pangururan, Ronggur ni huta, Sianjur mula-mula, Simanindo, Nainggolan, Onan Runggu, Palipi, Harian dan Sitio-tio.

KecamatanPangururan terletak diantara 2o- 32’- 2o 45’ Lintang Utara dan diantara 98o 42 – 98o 47’ Bujur Timur dengan luas wilayah daratan sebesar 121.43 km2. Batas-batas wilayahnya adalah :

 Sebelah Utara : Kecamatan Simanindo

 Sebelah Selatan : Kecamatan Palipi

 Sebelah Barat : Kecamatan Sianjur Mula-mula

 Sebelah Timur : Kecamatan Ronggur Nihuta

Luas wilayah Kecamatan Pangururan sebesar 8,41% dari total luas wilayah Kabupaten Samosir, Sekitar 92,85% desa di Kecamatan Pangururan berada di hamparan dan hanya 7,14% desa berada di lereng pegunungan. Topografi wilayahnya pada umumnya berbukit-bukit dan bergelombang hingga pegunungan dengan ketinggian 2,157m di atas permukaan laut.Struktur tanahnya labil dan berada pada jalur gempa tektonik dan vulkanik.Sebanyak 2 desa di Kecamatan Pangururan

(32)

19

terletak di lereng pegunungan, 26 desa berada di hamparan dan tidak ada desa yang berada di lembah daerah aliran sungai.12

Dengan kondisi topografi demikian dapat dipahami bahwa masyarakat Pangururan secara ekonomis menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian meliputi tanaman semusim seperti padi, bawang dan sayuran.Disamping itu, masyarakat Pangururan juga memanfaatkan keberadaan Danau Toba, khususnya yang bermukim di tepi pantai dengan melakukan penangkapan langsung ikan dari Danau Toba dengan menggunakan peralatan sederhana.

Temperatur Samosir berkisar antara 170o C – 290o C dengan kelembaban udara rata-rata 85% dan tergolong dengan beriklim tropis. Curah hujan tertinggi terjadi di bulan November dengan rata-rata 440 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 15 hari.Curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni sampai dengan Agustus berkisar dari 31-56 mm / bulan dengan hari hujan 5-7 hari. Kecamatan yang tertinggi rata-rata curah hujannya adalah Kecamatan Harian sebesar 302mm, dan yang terendah adalah Kecamatan Nainggolan dengan rata-rata sebesar 120mm.

Jenis tanah Topografi dan kontur tanah di Kabupaten Samosir pada umumnya berbukit dan bergelumbang.Penggunaan lahan Kabupaten Samosir memiliki 10 buah sungai yang keseluruhannya bermuara ke Danau Toba. Sebagian besar sungai tersebut telah dimanfaatkan untuk mengairi lahan sawah seluah 3.987 ha, lahan sawah yang beririgasi setengah teknis (62,13% dari luas yang ada). Panjang saluran irigasi di Kabupaten Samosir mencapai 74,77 km yang terdiri dari irigasi setengah teknis

12Ibidhal6.

(33)

70,63 km ( 21,53 km saluran primer dan 49,10 km saluran sekunder) dan irigasi sederhana sepanjang 4,14 km.

Sejak tahun 1980, rata-rata curah hujan yang terjadi di Kecamatan Pangururan adalah sebanyak 121 hari dalam setahun dengan rata-rata hari hujan tertinggi pada bulan April yaitu mencapai 25 hari sementara terendah terjadi pada bulan September yaitu hanya 6 hari per bulan. Berikut tabel data statistic kecamatan Pangururan.

Tabel 1. Statistik Geografi Kecamatan Pangururan tahun 1980

Uraian Satuan Tahun 1980

Luas Daratan Ketinggian

Km2 M dpl

121.43 904-2.157 Desa bukan pesisir

Desa di hamparan Desa di lereng Desa di lembah

Desa Desa Desa

28 26 2 0 Kemiringan lahan

Landai Sedang Curam

Desa Desa Desa

14 7 7

Sumber : Badan Pusat Statistika Kabupaten Tapanuli Utara

(34)

21

Berdasarkan penjelasan tabel diatas dapat dipahami bahwa sekitar 92,85%

desa dikecamatan Pangururan berada di hamparan dan sisanya 7,14% berada di lereng gunung.

2.2 KeadaanPendudukSamosir

Penduduk merupakan dasar pembangunan suatu daerah dimana perkembangan dan pertumbuhan suatu penduduk mengharuskan adanya suatu pembangunan yang lebih maju. Penduduk juga merupakan salah satu komponen pembangunan yang memiliki dua sisi yang sangat penting, di satu sisi sebagai pembangunan dan di sisi lain sebagai objek pembangunan berupa peningkatan mutu dayanya.Penduduk memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan suatu daerah.Selain sebagai modal dasar, penduduk juga merupakan penggerak yang berperan aktif dalam pembangunan. Dengan adanya sumber daya manusia yang berkualitas maka sumber daya alam akan bermanfaat dan dapat dipergunakan sebagaimana baiknya untuk pembangunan suatu daerah.

Jumlah penduduk di Afdeling Bataklandendalam catatan Pemerintah Hindia Belanda tahun 1930 adalah sebesar 499.794 jiwa. Jumlah tersebut adalah gabungan dari 5 Onderafdeling yaitu sebagai berikut:

1. Onderafdeling Dairi : 53.740 Jiwa 2. Onderafdeling Samosir : 97.763 Jiwa 3. Onderafdeling Toba : 126.477 Jiwa 4. Onderafdeling Hoogvalkte van Toba : 126.477 Jiwa

(35)

5. Onderafdeling Silindung : 101.801 Jiwa

Jumlah 449.794 Jiwa13

Samosir memiliki jumlah penduduk sebesar 97.763 jiwa dan menduduki peringakat nomor 4 daerah terbayak jumlah penduduk. Sedikitnya jumlah penduduk tersebut diakibatkan karena Samosir hingga tahun 1930 masih dalam kategori daerah sangat terbelakang dan daerah sangat miskin karena tanah di Samosir tidak sesubur di daerah luar Samosir sehingga menyebabkan tidak semua tanaman yang bisa tumbuh dan berbuah. Dengan jumlah yang sedikit tersebut, Samosir memiliki jumlah kepadatan 123,3/ km2.

Di Daerah Onderafdeling Samosir, Pangururan merupakan daerah dengan kepadatan penduduk yang paling tinggi. Kepadatan disebabkan karena Pangururan merupakan daerah yang lebih maju dari pada daerah lainnya sejak penjajahan Belanda.Selama penjajahan Belanda, mereka membangun dan mengembangkan berbagai infrastruktur baik perkantoran maupun gedung-gegung lainnya.Pangururan dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan pusat perekonomian Samosir karena letak Pangururan lebih strategis dari pada daerah lainnya.Kemajuan tersebut menimbulkan percepatan perkembangan masyarakat Pangururan baik dibidang ekonomi, sosial, pendidikan yang menyebabkan masyarakat harus melakukan penyebaran.

2.2.1. Sebelum Masuknya Kolonial

13M.J. RUYCHAVER, Memorie Van Overgave, No 24 Seri 1 E, Juni 1931-Februari 1936, hal. 72, Arsip Nasional Republik Indonesia.

(36)

23

Samosir sebelum datangnya kolonial Belanda masih berupa hutan belantara, semak belukar dan padang ilalang. Hutan yang sangat lebat itu dihuni oleh sekumpulan bintang–binatang liar yang sangat berbahaya seperti harimau, rusa, kera, dan jenis binatang lainnya.

Adapun manusia yang mendiami Samosir pada saat itu masih sangat jarang.Belum seperti sekarang yang sudah menjadi Kabupaten, khsusnya Pangururan yang sudah menjadi ibukota yang dulunya masih teridiri dari pemukiman-pemukiman yang sangat jarang penduduknya.Sebelum masa kolonial masyarakat Batak-Toba hampir tidak mengenal Negara.Penduduk tinggal di kampung-kampung yang disebut huta.Kampung kampung itu dikelilingi tembok tanahdan pagar bambu sebagai perlindungan dari berbagai ancaman. Di Samosir pada 1912 masing-masing huta rata- rata masih memiliki penduduk 35 orang, sedangkan di dataran tinggi Humbang pada 1878 terdapat paling banyak 16 rumah. Pemimpin huta yang di sebut raja ni huta merupakan pendiri kampung atau para keturunannya. Mereka menganggap diri mereka penguasa hutadan tidak tunduk secara politis kepada otoritas yang lebih tinggi. Namun huta sebenarnya tidak merdeka.Ikatan adat, religi, teritorial, dan mengatur hubungan antar huta14.

Sebagaimana dinyatakan di atas, prinsip pokok silsilah mereka adalah eksogami patrinial.Semua keturunan laki-laki dari seorang nenek moyang membentuk kelompok agnatic yang mengatakan solidaritas mereka dalam perjamuan upacara.Kelompok seperti itu membentuk suatu hirarki. Jarak seseorang dari nenek

14 Lance Castels, Kehidupan Politik Suatu Keresidenan di Sumatra: Tapanuli 1915-1940, Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) bekerjasama dengan Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford Foundation, 2001, hal, 18.

(37)

moyangnya tercermin dari besarnya binatang hewan yang disembelih: di luar keluarga batih yang dimakan bersama adalah Ayam, keluarga yang lebih luas Babi, lalu Sapi atau Kerbau. Garis keturunan yang lebih luas seperti itu, yaitu yang diturunkan dari seorang nenek moyang yang jauh di atas disebut menjadi marga atau klan. Semua marga pada dasarnya dianggap bermula dari Si Raja Batak, pada tingkat yang lebih tinggi mereka membentuk dua kelompok besar marga atau moitie, Sumba dan Lontung.

Menurut adat batak, margalah yang memiliki tanah. Dalam kenyataan, hal ini berarti bahwa hak untuk memberikan tanah dari daerah tertentu kepada pihak lain berada pada cabang marga yang menempatinya. Namun, dalam daerah seperti itu tidak terdapat kepemilikan kolektifitas tanah pertanian.Anggota marga yang membersihkan lahan memperoleh hak milik pribadi atas lahan yang dibersihkannya dan dapat mewariskan, mengagungkan, atau menjualnya kepada orang asing.Walaupun hak seperti itu berubah dalam masa kolonial di daerah Toba, pelepasan hak atas tanah jarang terjadi.Orang Batak cenderung mempertahankan tanah leluhurnya walaupun mereka sudah merantau dan tinggal menetap diperantauan.Sejenis transaksi berdasarkan janji merupakan hal yang biasa.Pemilik tanah mengagungkan tanahnya untuk memperoleh pinjaman dari pihak yang memiliki banyak uang. Pinjaman itu tidak berbunga dan seluruh hasil tanah akan dikembalikan kepada si peminjam. Pemilik tanah dapat memperoleh tanahnya kembali setelah membayar pinjamannya.

Perkawinan Batak tidak hanya antara orang per orang, tetapi merupakan transaksi antara kelompok patrinial.Kelompok yang memberi anak perempuannya

(38)

25

dalam perkawinan memperoleh status terhormat dan lebih tinggi dari pada kelompok yang mengambil anak perempuan itu.Lebih tepat lagi hula-hula atau kelompok pemberi isteri merupakan sumber berkah supernatural kepada anakboru-nya atau kelompok penerima perempuan.Hubungan seperti itu tidak boleh dibalik; umumnya diperkuat lagi pada generasi-generasi berikutnya, dan idealnya diulang lagi dengan mengawini anak perempuan dari saudara laki-laki ibu. Dengan cara ini suatu jaringan kekerabatan terbentuk, melengkapi silsilah dan garis keturunan.

Seseorang mempunyai tiga kategori keluarga: agnat atau dongan sabutuha- nya 15sendiri, hula-hula-nya16dan anak boru-nya17.Sekali lagi, hubungan kekerabatan ini diwujudkan dalam pembagian hewan pada jamuan upacara dan pada kesempatan menari dalam berbagai upacara adat.Pengetahuan tentang keturunan orang Batak sering sangat dalam sehingga apabila dua orang bertemu, ada kemungkinan mereka dapat menentukan hubungan kekeluargaan mereka melalui garis tertentu. Umunya dalam suatu kampung, selain anggota marga penguasa atau keturunan pendiri kampung, berdiam pula marga lain. Mereka biasanya digolongkan sebagai boru karena mengawini anak perempuan dari penguasa kampung tersebut.Hak atas tanah yang mereka peroleh lebih terbatas dari pada hak anggota marga yang berkuasa. Jika meninggalkan kampung, mereka akan kehilangan hak atas tanah tersebut. Semakin lama keturunan boru berdiam di sebuah kampung maka semakin kokohlah hak-hak mereka di kampung tersebut.

15 Agnat atau dongan Sabutuha merupakan Saudara Kandung

16 Hula-hula merupakan Ayah dan Saudara Istri yang semarga

17 Anak Boru merupakan Anak Perempuan

(39)

Tahun 1905 Belanda sudah mulai mengintip Samosir dan mencoba memasuki daerah Samosir untuk memperluas daerah jajahan dan mengambil rempah-rempah.

Oktober 1905 Belanda mulai menyerang Samosir dari Barat Pulau Samosir tepatnya di daerah Buhit. Belanda menyerang sebuah kerajaan di Samosir yaitu Kerajaan Buhit. Sepupu dan beberapa kerabat dari Sisingamangaraja XII ditangkap di kerajaan Buhit tersebut. Kemudian Raja Sisingamangaraja XII mengirim bantuan sebanyak 2000 orang dengan perlengkapan senjata ke daerah Lumban Suhi-suhi di pertengahan Samosir untuk mencegah pasukan Belanda menyebar ke seluruh daerah Samosir.

Akan tetapi tahun 1906 Belanda berhasil mengalahkan kerajaan Buhit dan memasuki daerah Pangururan, Ambarita hingga Onan Runggu18.

2.2.2 Setelah Masuknya Kolonial

Secara geografis sejarah Pulau Samosir tidak terlepas dari letusan gunung Toba ribuan tahun silam yang menyihsakan sebuah danau bernama Danau Toba.Danau ini terbentuk dari vulkanik gunung merapi yang hasil letusannya membentuk sebuah bentuk danau, yang letusannya berdampak menyemburkan kawah yang kemudian dipenuhi oleh debit air yang sangat besar.Danau Toba ini adalah salah satu kebanggaan masyarakat Batak Toba sebagai danau yang sangat bermanfaat untuk sumber kehidupan dari hasil yang ada di dalam danau ini seperti sumber air bersih, ikan-ikan dan sebagai asset pariwisata karena pemandangannya yang menawan di sekitar danau ini. Pada umumnya, untuk melangsungkan kehidupannya,

18M.J. RUYCHAVER, Memorie Van Overgave, No 24 Seri 1 E, Juni 1931-Februari 1936, hal 117,Arsip Nasional Republik Indonesia

(40)

27

masyarakat Samosiryang tinggal di desa memiliki mata pencaharian sebagai petani.

Pertanian sudah menjadi kegiatan sehari- hari terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah pegunungaan. Hampir 80% masyarakat di berbagai Kecamatan berprofesi sebagai petani dan kehidupan bertani ini sudah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat setempat sehingga dominannya masyarakatnya pada sekitar jam 9 atau jam 10 sangat jarang dijumpai di rumah dan sangat sepi karena sudah berada di lahan/ areal sawah masing- masing

Setelah masuknya Belanda ke Samosir, mereka melakukan gerakan maju mundur pada tahun 1880 membiarkan Samosir, daerah pegunungan di sebelah barat laut (Dairi) dan daerah tenggara (Uluan) “merdeka”. Sekali lagi, misi mendahului Pemerintah Belanda memasuki ketiga daerah ini. Sebagaimana sering terjadi pada daerah terdepan sebuah imperium, orang yang terlibat langsung mengkehendaki politik aneksasi yang aktif, akan tetapi Batavia mengkehendaki supaya keterlibatan Belanda diusahakan sekecil mungkin. Suatu hal yang tidak mengherankan mengingat Belanda Mengalami kesulitan di Aceh. Karena itu pemerintah Belanda memasuki daerah Batak-Toba secara perlahan dan bertahap dengan memakai kekerasan yang relatif kecil, dan dapat dikatakan sering dengan persetujuan dari orang-orang yang akan diperintah. Orang dapat meragukan berbagai permohonan yang disampaikan secara teratur oleh para pemimpin di daerah perbatasan utuk menganeksasi wilayah mereka.19

19 Lance Castels, Op. Cit., hal, 24.

(41)

Akan tetapi orang dapat juga terkesan oleh kenyataan yang tidak dapat disangkal bahwa penduduk Dolok Sanggul ketika menyongsong aneksasi berhasil membangun jalan untuk kereta kuda ke Lobu Tua di daerah yang telah dikuasai Belanda. Beberapa diantara para pemimpin itu mengharapkan berbagai keuntungan dari pemerintahan Belanda, dan yang lain merasa takut bahwa mereka akan kalah bersaing dalam memperoleh keuntungan dari kekuasaan baru yang besar yang memasuki hidup mereka.

L.C Welsink merupakan orang yang berturut-turut menjadi kontrolir, Asisten Residen, dan Residen yang mengepalai seluruh gerakan maju yang terjadi sejak 1882 hingga 1908. Apabila Batavia menyetujui aneksasi suatu daerah maka pesta besar gaya Batak diadakan, dan disana para pemimpin berjanji akan tunduk kepada perintah Belanda. Weslink juga sering mengadakan rapat besar atau sidang pengadilan yang dihadiri 200 pemimpin di daerah yang baru dianeksasi, kemudian jumlah pemimpin yang hadir dikurangi menjadi sekitar 60 orang.Mereka bertemu dari pukul 09.00 sampai 16.00 selama seminggu, dan perselisihan yang terjadisebelumnya pun berhasil diselesaikan.20

Ciri khas pemerintahan Welsink adalah kegemarannya menghilangkan kepercayaan orang Batak terhadap hal yang berbau mistis. Salah satunya adalah ketika membuat terusan melalui tanah genting yang menghubungkan daratan Samosir dengan daratan Sumatera. Untuk menghilangkan rasa takut orang Samosir, Weslink dan para opsirnya duduk dibawah sebuah pohon di Samosir. Penduduk

20Ibid. hal 30

(42)

29

setempat percaya bahwa Samosirakan tenggelam apabila jalan yang biasa dilalui oleh roh-roh dan yang menghubungkannya dengan pusuk buhit di putus.

Walaupun semua aturan sudah dipatuhi, tuntutan pemerintah tetap saja memberatkan, menurut hukum dalam setahun maksimum 52 hari.Memang orang yang berusia lanjut dan sakit dibebaskan, hari-hari raya dihormati, dan kewajiban bisa diganti dengan uang.Namun dalam prakteknya, berbagai pembatasan itu tidak ditaati secara ketat.Dibawah tekanan permintaan Vortman, jalan-jalan di seluruh daerah dibangun dan diperbaiki dengan kecepatan yang luar biasa.Demikian pula halnya dengan gorong-gorong, pasar-pasar, dan pusat-pusat pemerintahan. Kurang lebih 3 tahun rodi Danau Toba sebelah utara dan sebelah selatan akhirnya tersambung dan tidak ada lagi daratan yang menghubungkan Samosir dengan daratan Sumatera, maka muncullah kata sebutan baru yaitu ; (1) hasil kerja rodi disebut Tano Ponggol dan (2) Samosir menjadi sebuah Pulau yang dikelilingi Danau Toba dan hanya dihubungkan jembatan yang bernama Jembatan Tano Ponggol.21

Belanda masuk ke Samosir pada tahun 1906, hal itu ditandai dengan hancurnya kerajaan di Buhit dan Pangururan dan dibentuklah kepala Nagari dan Raja Pandua.Samosir menetap dibawah pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1906 dan disusul dengan Dairi beberapa bulan kemudian.Tahun 1907 Samosir disahkan Pemerintah Hindia Belanda menjadi sebuah OnderAfdeling serentak dengan pembentukan OnderAfdeling Dairi dengan peraturan Undang-undang Pemerintah kolonial tahun 1907 nomor 396.Tahun itu juga Samosir langsung memiliki seorang staf Controleur yang dibentuk dengan sangat buru-buru oleh kepala dewan pelajar

21Ibid hal 44

(43)

dan kepala dewan Organisasi.Samosir tahun 1907 masih terbagi menjadi 3 wilayah yaitu Ambarita,Pangururandan Onan Runggu22.Masuknya Belanda dibuktikan dengan dibukanya Terusan Tano Ponggol tahun 1906 dan pesanggerahan tahun 1909 di Pangururan.Pesanggerahan tersebut digunakan untuk menyelesaikan segala urusan yang menyangkut kehidupan bermasyarakat di Pangururan. Namun Pesanggerahan yang sekarang ini sudah direnovasi dan digunakan menjadi kediaman Bupati Samosir.23

Tahun 1906, Belanda mencoba masuk dan mengambil rempah-rempah yang ada di Samosir.Pada masa penjajahan Belanda di Pangururan sangatlah kejam.Orang- orang di Pangururan khususnya laki-laki banyak yang ditangkap dan dipaksa ikut kerja paksa membuat jalan dari Tajur hingga ke Tano Ponggol.Bukan hanya dipaksa kerja, mereka juga tidak diberi upah dan yang lebih parahnya lagi tidak diberi makan/minum.Sementara itu, perempuan perempuannya tidak ada yang berani keluar dari rumah bahkan mereka bersembunyi ke hutan agar terhindar dari tentara-tentara Belanda.24

Berdasarkan pendapat yang di peroleh dari para informan tersebut, peneliti mengambil kesimpulan bahwaBelanda berhasil masuk ke Pangururan adalahawal tahun 1906. Hal ini diperkuat dengan bukti dengan dibangunnya Terusan Tano Ponggol oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1906 untuk kepentingan militernya.Dengan maksud Belanda mendirikan pos pertama di Pangururan tepatnya di kaki gunung Pusuk Buhit yang berada dibagian daratan Pulau Sumatera.Pos

22M.J. RUYCHAVER, Memorie Van Overgave, No 24 Seri 1 E, Juni 1931-Februari 1936, hal 198, Arsip Nasional Republik Indonesia

23Wawancaradengan Hatoguan Sitanggang, warga di Desa Tajur , tanggal 2 Mei 2017.

24Wawancara dengan Op. Esdi br. Simbolon, di Pangururan, tanggal 30 Agustus 2017.

(44)

31

tersebut dibuat sebagai pertanda bahwasannya Belanda sudah berhasil menguasai Samosir terutama Pangururan dan sebagai tempat para tentara Belanda untuk berjaga- jaga.

Hingga tahun 1942 di seluruh tanah Batak Belanda hanya membentuk tiga kontroleur, yakni di Samosir yang berpusat di Pangururan, di Balige yang berpusat di Balige dan di Humbang Hasundutan yang berpusat di Siborong-borong. Diatas ketiga kontroleur tersebut terdapat asisten residen yang berkedudukan di Tarutung.

Kemudian diatas asisten residen terdapat Residen yang berkedudukan di Sibolga

Adapun struktur pemerintahan di Samosir setelah masuknya Belandaadalah : KONTROLIR

JAIHUTAN

RAJA PAIDUA/ PANDUA (KEPALA NEGERI)

KEPALA KAMPUNG

Pemerintah Hindia Belanda mencatat beberapa jumlah pemimpin di daerah Onderafdeling Samosir tahun 1913 mulai dari Kontorolir, Jaihutan, Raja Paindua

(45)

hingga kepala kampong sebanyak sebanyak 679 orang.Jumlah tersebut dibagi dalam empat bagian yaitu:

1. 1 Orang Kontrolir 2. 25 Orang Jaiuhutan 3. 77 Orang Raja Paindua 4. 576 Kepala Kampung25.

Dari jabatan Kontrolir, Jaihutan,Raja Paindua atau Kepala Negeri hingga Kepala Kampung, mereka semuamendapat gaji dari Belanda.Gaji tersebut dibayarkan dengan mengambil pajak yang dipungut dari setiap negeri. Tapi gaji tersebut sebenarnya kecil karena gaji tambahan yang paling besar didapatkan dari sumber- sumber lain dari rakyat sepertiSilua (oleh-oleh) dan Hamauliateon (uang terimakasih) yang diberikan rakyat sehubungan dengan ketika rakyat mendapatkan surat-surat atau dokumen atas peristiwa-peristiwa sosial mereka seperti dokumen kelahiran anak, dokumen perkawinan, dokumen perjalanan, dokumen perpindahan tempat tinggal dan lain-lain. Namun seorang kepala negeri berkewajiban menyampaikan semacam upeti diluar pajak rutin yang dipungutnya dari rakyat kepada Pemerintah Kolonial Belanda26.Semakin besar upeti yang diberikan kepada pemerintah Belanda, maka semakin besar pula penghargaan yang didapatkan dari pihak Belanda.Kadang-kadang masalah upeti yang kecil juga bisa menyebabkan

25M.J. RUYCHAVER,Memorie Van Overgave, No 24 Seri 1 E, Juni 1931-Februari 1936, hal 229, Arsip Nasional Republik Indonesia

26OTB Sitanggang, Sang Pelopor, Jakarta, PT. Suara Harapan Bangsa: 2011. hal, 10

(46)

33

Belanda memgambil keputusan untuk menggantikan seorang kepala Negeri lewat sistem perkising baru. Sistem Perkising tersebut sama seperti sistem pemilihan sekarang akan tetapi sistem perkising terang-terangan menyogok masyarakat supaya terpilih. Tahun 1940, diseluruh SamosirBelanda membentuk 25 kepala negeri yang berfungsi untuk memungut hasil bumi dan pajak.

Untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan dan untuk merubah Bius27di Pangururan, Belanda membentuk Jaihutan dan Paidua (Pandua).Kesulitan pemerintah Belanda dalam menghadapi orang Batak Mulai muncul setelah melewati tahap transisi konsultasi dengan para pemimpin kerajaan.Lalu mulai menerapkan hierarki kepemimpinan yang responsif dan rasional yang sebelumnya tidak dikenal.

Pada tahun1880-an di silindung Welsink mengusulkan mengangkat 16 pemimpin marga yang digaji, namun penguasa yang lebih tinggi di Padang berpendapat bahwa pembagian kekuasaan yang berdasarkan pada garis keturunan semata akan tidak sangat efisien. Sebagai gantinya dipilih pembagian yang bersifat teritorial kedalam hundulan28 atau distrik. Pada mulanya tidak ada maksud untuk membuat hundulansama dengan satuan masyarakat hukum atau masyarakat yang didasarkan pada adat setempat. Pemimpin yang di sebut Jaihutan29diangkat oleh Pemerintah Kolonial Belanda dan pada dasarnya bukan merupakan jabatan yang bersifat turun-temurun.Jaihutandipilih dari pemimpin adat yang terdapat dalam hundulan, dan tentu saja pemerintah cenderung memilih seorang pemimpin yang

27Bius merupakan sebuah bentuk struktur pemerintahan yang digunakan sebelum kedatangan Belanda ke tanah Batak.

28Hundulan merupakan suatu jenis pembagian wilayah di wilayak tanah Batak.

29Jaihutan merupakan jabatan pemimpin nomor 2 setelah Kontrolir yang dibentuk pemerintah Hindia Belanda.

(47)

benar-benar memiliki otoritas di daerah itu, terlebih lagi karena dana yang tersedia ternyata tidak mencukupi untuk membayar gaji yang setara dengan di Tapanuli Selatan. Pemimpin terpaksa tergantung pada penghasilan yang berasal dari adat yang dibayar oleh rakyatnya pada waktu perkawinan, pindah kampung, atau pada berbagai peristiwa lain.

Dalam menentukan batas-batas hundulan, pejabat baru tentu saja memperhatikan realitas garis keturunan, kenyataan sosial dan politik sejauh mereka dapat melihatnya.Namun mereka merasa terdesak oleh permintaan atasan yang mengutamakan efisiensi, yaitu mencapai jumlah penduduk yang ditetapkan untuk suatu hundulan.Akibatnya orang-orang yang sebenarnya tidak termasuk dalam suatu kelompok digabungkan menjadi satu kelompok. Hal ini secara khusus terjadi di daerah Holbung, sepanjang pantai selatan Danau Toba, dimana satuan masyarakat yang lebih kecil dari Bius merupakan satuan masyarakat pribumi yang penting tetapi umumnya terlalu kecil untuk membentuk suatu wilayah. Oleh karena itu penggabungan penduduk diperlukan, namun penggabungan ini menciptakan kekusutan yang sulit dibenahi selama pemerintahan kolonial Belanda. Di Samosir, bius terbukti merupakan pegangan yang lebih memuaskan, dan batas-batas bius yang ditentukan oleh Kontrolir pertama tidak perlu diganti.

Masalah lainnya adalah memilih Jaihutan.Bertahun-tahun kemudian beredar banyak cerita tentang kesalahan-kesalahan yang diperbuat dalam pengangkatan Jaihutan pada waktu itu.“Siapa saja yang berteriak lebih keras, atau maju kedepan untuk berhubungan dengan pemerintah Belanda dan memberikan jasanya, maka dialah yang diakui sebagai pemimpin, demikian ditulis oleh seorang pejabat.Ada

(48)

35

suatu kasus di Samosir Timur dimana seorang yang mempunyai cacat fisik dipilih, sesuatu yang tidak dapat diterima oleh adat.Ada juga kasus, Jaihutan pertama di suatu daerah pantai berasal dari pedalaman pegunungan, padahal keturunan penguasa setempat jelas-jelas mempunyai hak yang lebih kuat dibanding orang yang berasal dari pedalaman pegunungan.Dalam kasus-kasus yang seperti itu, pemimpin yang terpilih sering mendapat petunjuk dari para kerabatnya yang ada di daerah yang terlebih dulu dikuasai Belanda. Meraka biasanya memberitahu berbagai cara untuk berhubungna dengan orang kulit putih. Dipihak lain, ada pemimpin, entah karena harga diri atau memang tidak tahu, mencemohkan surat penunjukan pemerintah sehingga diberikan kepada orang lain, yang membuat para keturunannya kecewa.

Dalam banyak kasus, pemerintah menjatuhkan pilihan berdasarkan pada kepentingan kristenisasi daripada kepentingan adat atau pemerintahan yang baik.Namun, semua kritikan ini tampaknya didasarkan pada pendapat bahwa memang ada orang yang tepat yang seharusnya dipilih.(Inti dari semua cerita tadi sering merupakan penjelasan mengapa nenek moyang pencerita tidak dipilih padahal seharusnya dialah yang dipilih).Mereka tidak dapat melihat bahwa kedudukan sebagai Jaihutan adalah sebuah pembaharuan yang pasti mengundang oposisi para pemimpin yang tidak terbiasa tunduk secara rutin pada yang lebih tinggi.

Tidak bisa dipungkiri kedatangan Hindia Belanda di Pangururan juga membawa dampak positif bagi perkembangan Samosir sendiri khusunya Pangururan.Banyak pengetahuan yang di dapat oleh orang-orang Pangururan dari pemerintah Hindia Belanda.Hanya saja perlakuan yang menindas dan memaksa itulah

(49)

yang kurang berkenan di hati mereka.30Kemudian setelah Belanda masuk ke Samosir, masyarakat Samosir tidak harus ke Haranggaol lagi untuk membeli garam.Hal ini disebabkan karena Pemerintah Kolonial Belanda telah membuka penjualan garam, opium candu di Pangururan tahun 1927. Dibidang Opium, Pemerintah Kolonial Belanda melarang penjualan candu di divisi Batak kecuali daerah Samosir dan Dairi.

Opium di Samosir dan Dairi tidak dilarang karena memiliki hukum manajemen resmi tahun 1927 nomor 279 yang berisi tentang hukum opium31.

2.3. Keadaan Samosir Sebelum Pengerukan Terusan Tano Ponggol

Sebelum masuknya Kolonial Belanda ke Samosir dan Terusan Tano Ponggol dikeruk, orang-orang menyebut Pulau Samosir (Sekarang) hanya dengan“Samosir”

karena semenanjung Samosir masih menyatu dengan daratan Sumatera. Barulah pada Tahun 1906 ketika Kolonial Belanda berhasil memasukiSamosirdan mengeruk Terusan Tano Ponggol,Samosir mengalami perubahan nama dari Samosir menjadi Pulau Samosir.32Pengerukan terusan seiring dengan masuknya Belanda ke Samosir dimana beberapa bulan setelah menguasai Samosir, Belanda langsung mengeruk terusan Tano Ponggol.Perubahan nama dariSamosir menjadi Pulau Samosir tidak terlepas dari Inspirasi Welsink untuk menggali semenanjung Samosir untuk kepentingan perekonomian dan militer Belanda di OnderafdelingSamosir. Tanpa adanya terusan Tano Ponggol, maka tidak akanada yang namanya Pulau Samosir.

30Wawancara dengan Op. Esdi Br Simbolom, di Pangururan, tanggal 30 Agustus 2017.

31M.J. RUYCHAVER, Memorie Van Overgave, No 24 Seri 1 E, Juni 1931-Februari 1936, hal 213, Arsip Nasional Republik Indonesia.

32Wawancaradengan Rakman Naibaho, di Desa Tano Ponggol, tanggal 2 Mei 2017.

Gambar

Tabel 1. Statistik Geografi Kecamatan Pangururan tahun 1980
Tabel 2. Perbedaan bentuk jembatan sebelum (tahun 1913) dan sesudah direnovasi    (Tahun 1918)

Referensi

Dokumen terkait

Lokasi penelitian yang menjadi objek kajian dalam tulisan ini adalah berada di sebuah gudang bengkel instrumen tempat pembuatan gitar Sipoholon tersebut dekat dengan

Senar atau dawai yang membunyikan atau menyuarakan suara ogung disimbolkan juga dengan sistem notasi barat, karena yang penulis analisis adalah pola bunyi ritem yang dimainkan

Penelitian ini akan dibuat ke dalam karya tulis ilmiah dengan judul: “Kajian Makna Teks dan Struktur Melodi Lagu Onang-onang yang Disajikan Bapak Ridwan Aman

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI ETNIS TIONGHOA DI KECAMATAN MEDAN AREA KELURAHAN SUKARAMAI II DARI TAHUN 1970 2005 Skripsi Sarjana Dikerjakan O L E H NAMA LOUIS R PANJAITAN NIM 140706064

Pusat administrasi Belanda di Labuhan Batu yang terakhir berada di Rantau Prapat, dipindahkan dari Labuhan Bilik pada tahun 1932 dan menjadi pusat administrasi

Tulisan ini berjudul “Teknik Permainan Bansi” oleh Bapak Zul Alinur di Kota Medan.” Bansi adalah salah satu alat musik tradisional Minangkabau yang masuk dalam

Lebih jauh, fungsi nandong smong adalah sebagai sarana penyelamatan diri dari bencana tsunami, kontinuitas generasi manusia, menjaga hubungan manusia dengan manusia,

Kehadiran partaganing perempuan menjadi sebuah perubahan dalam kebudayaan Batak Toba, yang pada dasarnya selalu menggunakan partaganing laki-laki dalam memainkan