• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Sarjana. Dikerjakan NAMA : DELMITA SARI NIM : PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Skripsi Sarjana. Dikerjakan NAMA : DELMITA SARI NIM : PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

DARI PETANI MENJADI BURUH PERKEBUNAN

Peralihan Mata Pencaharian Masyarakat Desa Sikapas Kecamatan Muara Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal (2000- 2010)

Skripsi Sarjana Dikerjakan O

L E H

NAMA : DELMITA SARI NIM : 140706022

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dari Petani Menjadi Buruh Perkebunan: Peralihan Mata Pencaharian Masyarakat Desa Sikapas Kecamatan Muara Batag Gadis Kabupaten Mandailing Natal (2005- 2010)”. Skripsi ini disusun sedemikian rupa agar para pembaca mendapatkan kemudahan dalam memahami maksud dan tujuan dari skripsi ini.

Skripsi ini membahas masalah tentang latarbelakang perubahan mata pencaharian masyarakat yang terjadi dipedesaan. Peralihan yang terjadi tentunya membawa perubahan bagi masyarakatnya dalam berbagai bidang. Ini lah yang terjadi pada masyarakat Desa Sikapas yang mengalami peralihan mata pencaharian akibat pembangunan perkebunan kelapa sawit oleh PT. Madina Agrolestari di Desa Sikapas.

Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat kesalahan ataupun kekurangan, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar dilain kesempatan penulis dapat memberikan perbaikan ataupun penyajian yang lebih baik dari sekarang. Akhir kata semoga skripsi ini berguna dan dapat dimanfaatkan dengan baik, atas bantuan dari semua pihak, penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Februari 2019 Penulis

Delmita Sari Nim: 140706022

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan, meskipun banyak hambatan dan kekurangan. Shalawat beriring salam penulis persembahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sekaligus untuk meraih gelar kesarjanaan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Penulisan ini juga tidak akan pernah dapat terwujud tanpa bantuan, kerja sama dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis juga ingin mengungkapkan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan telah memberi pengaruh besar baik selama perkuliahan serta dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini:

1. Bapak Dr. Budi Agustono. M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, serta kepada Wakil Dekan beserta Staf pegawai Fakultas Imu Budaya, USU.

2. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU sekaligus dosen pembimbing tugas akhir skripsi penulis yang telah banyak memberikan nasehat, sabar membimbing penulis, meluangkan waktu serta memberikan masukan dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Nina Karina, M.SP., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Sejarah yang turut membantu dalam kelancaran penulisan ini.

(8)

4. Ibu Dra. Junita Setiana Ginting, MSi., selaku Dosen Penasehat Akademik penulis, yang sabar dalam membimbing, memotivasi, memberikan nasehat dan bantuan kepada penulis.

5. Seluruh Bapak/Ibu dosen staf pengajar Program Studi Ilmu Sejarah, terima kasih penulis ucapkan atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan selama ini semoga nantinya menjadi manfaat bagi penulis. Tidak lupa juga kepada staf Administrasi Program Studi Ilmu Sejarah, Bang Ampera Wira yang banyak membantu penulis selama menjalani perkuliahan.

6. Seluruh informan yang sudah memberikan keterangan dan penjelasan selama proses pengumpulan data di lapangan.

7. Kedua orang tua saya Ibunda Rosni dan Ayahanda Alimunar yang telah memberikan dukungan dan do’a yang tak pernah henti sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Sahabat yang telah menemani hari-hari yang tak akan terlupakan, Halimatussa’diah Simangunsong, SS., Ratna Devi, SS., Sri Dayanti Butar butar, SS., Atika Putri Ananda, SS., terima kasih atas do’a, semangat dan dukungannya yang selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ketika penulis merasa malas dan jenuh.

9. Terima kasih kepada teman-teman stambuk 2014 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, semoga kenangan kita di masa perkuliahan tidak pernah terlupakan.

(9)

10. Terakhir kepada Resdi dan Fikri, teman masa sekolah dulu di kampung dan Azmila, SS., teman seperjuangan dari SD sampai ke Perguruan Tinggi, terima kasih atas bantuan selama mengumpulkan data di lapangan.

Akhir kata, untuk semua yang membantu baik terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Februari 2019 Penulis

Delmita Sari Nim: 140706022

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMAKASIH... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

ABSTRAK ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.4 Tinjauan Pustaka ... 7

1.5 Metode Penelitian ... 9

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIKAPAS 2.1 Wilayah ... 12

2.2 Penduduk ... 16

2.3 Pemerintahan Desa ... 20

BAB III MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT DESA SIKAPAS (2000-2005) 3.1 Petani ... 25

3.2 Nelayan ... 31

3.3 Pedagang ... 34

(11)

BAB IV PERALIHAN MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT DESA SIKAPAS DARI PETANI MENJADI BURUH

4.1 Latar Belakang Peralihan ... 36

4.1.1 Kepemilikan Lahan ... 37

4.1.2 Pembangunan Perkebunan ... 39

4.1.3 Penghasilan Sebagai Petani ... 42

4.2 Proses Peralihan Mata Pencaharian ... 43

BAB V MASYARAKAT PETANI DESA SIKAPAS SETELAH PERALIHAN MATA PENCAHARIAN MENJADI BURUH (2005-2010) 5.1 Penghasilan Sebagai Buruh ... 53

5.2 Kehidupan Perekonomian Buruh ... 56

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 53

5.2 Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Penggunaan Tanah di Desa Sikapas... 13

Tabel 2 Peningkatan Jumlah Penduduk Desa Sikapas ... 17

Tabel 3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelami ... 18

Tabel 4 Jumlah Masyarakat Desa Sikapas Berdasarkan Mata Pencaharian ... 24

Tabel 5 Jumlah Masyarakat Petani Menjadi Buruh ... 52

Tabel 6 Upah Buruh Per Hari dari Tahun ke Tahun ... 56

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 : Buruh Perkebunan di PT MAL LAMPIRAN 2 : Akses Jalan ke Pos 1 PT MAL LAMPIRAN 3 : Gambaran Letak Desa Sikapas

LAMPIRAN 4 : Peta Tapal Batas Desa Sikapas dengan Desa Singkuang I dan Desa Batu Mundom

(14)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Dari Petani Menjadi Buruh Perkebunan : Peralihan Mata Pencaharian Masyarakat Desa Sikapas Kecamatan Muara Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal (2005-2010)”. Penulisan skripsi ini mengkaji bagaimana peralihan mata pencaharian yang terjadi di Desa Sikapas dari petani menjadi buruh pada tahun 2000-2010. Penelitian ini mengunakan metode yang digunakan dalam melakukan penelitian sejarah ini adalah menggunakan metode sejarah, yaitu Heuristik (Pengumpul Sumber), penulisan ini menggunakan studi lapangan dengan melakukan tehnik wawancara. Penulisan ini juga menggunakan studi kepustakaan, selanjutnya ialanh Verifikasi, interpretasi, dan Historiografi.

Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kehidupan petani yang mengalami penyempitan lahan pertanian akibat pembangunan perkebunan kelapa sawit oleh PT Madina Agrolestari (PT MAL) kemudian menjadi buruh mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Keberadaan perkebunan tersebut membawa perubahan dapat dilihat dari tingkat perekonomian masyarakat yang semakin baik dan pendidikan anak-anak di Desa Sikapas yang sudah tidak jarang mulai mengecap pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Berkurangnya pengangguran di Desa Sikapas juga merupakan salah satu perubahan yang disebabkan keberadaan perkebunan di Desa Sikapas.

Kata kunci: Desa Sikapas, Pembangunan Perkebunan, Perubahan.

(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kemajuan suatu daerah dapat dilihat dari kehidupan masyarakat, serta perkembangan pembangunan infrastruktur. Kehidupan masyarakat pada umumnya mengalami perubahan baik secara cepat atau lambat. Akibat adanya perubahan maka terjadi suatu perkembangan atau kemerosotan. Berbicara tentang perubahan tertuju pada masalah “apakah yang berubah”. Hal ini disebabkan karena sumber-sumber dan arah perubahan sedikit banyaknya pada tipe-tipe khusus sistem-sistem sosial yang ada.1 Demikian halnya dengan perubahan mata pencaharian masyarakat sebuah daerah.

Perubahan dapat terjadi karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi setiap individu di dalam masyarakat. Beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan mata pencaharian masyarakat antara lain adanya mata pencaharian yang lebih baik, dan perubahan mata pencaharian dapat menambah variasi mata pencaharian masyarakat. Perubahan yang dimaksud dalam hal ini adalah perubahan dari suatu yang kurang baik menuju keadaan yang lebih baik. Bukti- bukti sejarah akan dapat mengklasifikasikan proses-proses perubahan sesuai dengan bidang-bidang kehidupan seperti ekonomi, politik, agama, sosial, hukum, dan seterusnya. Kecuali dari itu maka dapat diadakan studi-studi terhadap sejauh manakah proses perubahan itu terjadi dalam bidang-bidang lain dalam masyarakat

1 Soerjono Soekanto, Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, hlm. 42.

(16)

yang bersangkutan.2 Begitu juga halnya yang terjadi di sebuah desa yaitu Desa Sikapas.

Desa Sikapas adalah salah satu desa yang ada di Kecamatan Muara Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Letak Desa Sikapas tepat berhubungan langsung dengan Pantai Barat Sumatera. Desa Sikapas memiliki wilayah yang luas, berbentuk lahan kering dan datar. Dengan keadaan alam yang demikian, masyarakat Desa Sikapas umumnya bermata-pencaharian sebagai petani. Selain petani, ada juga yang bermata-pencaharian sebagai nelayan dan pedagang.

Desa Sikapas dapat dikategorikan desa terpencil dan dapat dikatakan 80%

masyarakatnya bergantung pada alam untuk memperoleh penghasilan dalam memenuhi kebutuhan. Hal tersebut diketahui karena sebelum terjadinya masa peralihan mata pencaharian, masyarakat Desa Sikapas umumnya hanya memanfaatkan alam sebagai sumber penghasilan dalam memenuhi kebutuhan hidup dengan pendapatan secukupnya, atau hanya mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Penghasilan yang diperoleh dari mata pencaharian mereka, tidak menjajikan untuk meningkatkan penghasilan, termasuk untuk menyekolahkan anak-anak mereka sampai keperguruan tinggi tidak akan sanggup.3 Hal ini menyebabkan terjadinya kemiskinan, ketertinggalan dan keterbatasan masa depan.

2 Ibid., hlm. 31.

3 Wawancara, Amril, Desa Sikapas, 29 Januari 2018.

(17)

Pada tahun 2005, sebuah perusahaan swasta yaitu PT Madina Agrolestari (PT MAL) memperoleh lahan untuk pembangunan perkebunan di Desa Sikapas.

Namun dari luas lahan yang diperoleh dalam pembangunan perkebunan terdapat lahan garapan masyarakat yang sejak turun-temurun telah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Hal ini tentunya berdampak bagi masyarakat yang bermata- pencaharian sebagai petani. Pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi lahan perkebunan, mengakibatkan hilangnya sumber penghasilan masyarakat Desa Sikapas yang bekerja sebagai petani dalam memenuhi kebutuhan.

Sejak hilangnya sumber penghasilan masyarakat petani akibat pembangunan perkebunan, mereka pun mulai mencari alternatif baru sebagai sumber penghasilan untuk melanjutkan keberlangsungan hidup. Secara bersamaan, perkebunan yang membuka pemanfaatan lahan baru untuk perkebunan, kemudian membuka kesempatan kerja untuk menjalankan pembangunan. Dengan demikian, pihak perkebunan merekrut tenaga kerja yang dijadikan sebagai buruh dari masyarakat petani yang umumnya mengalami penyempitan lahan pertanian.

Sejak pembangunan perkebunan dijalankan, masyarakat yang disebut sebagai bekas petani (eks petani) mulai menetap menjalani profesi baru sebagai buruh perkebunan untuk memenuhi kebutuhan dalam melanjutkan keberlangsungan hidup. Selain hilangnya mata pencaharian sebagai petani akibat perkebunan, dengan bekerja menjadi buruh perkebunan dianggap lebih menjamin

(18)

penghasilan dan lebih pasti yang diperoleh setiap bulannya.4 Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat perekonomian masyarakat yang semakin mampu memenuhi kebutuhan primer dan sekunder. Bahkan untuk pendidikan anak-anak masyarakat di Desa Sikapas sudah tidak jarang mulai mengecap pendidikan hingga ke perguruan tinggi.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk menulis tentang “DARI PETANI MENJADI BURUH PERKEBUNAN : Peralihan Mata Pencaharian Masyarakat Desa Sikapas Kecamatan Muara Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal (2000-2010)”. Penelitian ini menarik untuk dikaji dikarenakan tidak ditemukannya tulisan yang membahas mengenai peralihan mata pencaharian yang terjadi di Desa Sikapas dan masih sangat sedikit yang melakukan penelitian mengenai objek yang diteliti. Selain itu, penulis juga tertarik dengan alasan kasus perubahan mata pencaharian penduduk secara temporal. Perubahan dari petani yang bekerja dilahan sendiri kemudian beralih menjadi buruh dengan bekerja dilahan perusahaan. Hal ini memiliki keunikan tersendiri berdasarkan zamannya.

Dengan dilakukannya penelitian ini, maka ditemukan sebuah fakta baru mengenai fenomena yang terjadi di suatu daerah.

Tahun 2000 dijadikan sebagai batas awal penelitian dilatarbelakangi penulis melihat 5 tahun ke belakang cukup untuk menjelaskan bagaimana mata pencaharian masyarakat Desa Sikapas sebelum terjadinya masa peralihan.

Umumnya masyarakat Desa Sikapas bekerja sebagai petani dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari sebelum pembangunan perkebunan. Sulit untuk

4 Ibid.,

(19)

menentukan tahun sebagai batas awal penelitian, karena masyarakat Desa Sikapas yang bermata-pencaharian seabagi petani sudah terbilang lama. Oleh karena itu, penulis memilih tahun ini dengan asumsi bahwa belum terjadi perubahan pada mata pencaharian masyarakat tersebut.

Kemudian tahun 2010 dijadikan sebagai batas akhir penelitian dilatarbelakangi oleh sebagian besar masyarakat Desa Sikapas yang bermata- pencaharian sebagai petani sudah mengalami peralihan sejak pembukaan lahan perkebunan di Desa Sikapas. Dengan pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi lahan perkebunan, mengakibatkan masyarakat petani juga beralih menjadi buruh di perkebunan sebagai sumber mata pencaharian baru untuk meningkatkan perekonomian dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

1.2 Rumusan Masalah

Kehidupan masyarakat di Desa Sikapas mengalami peningkatan setelah adanya perubahan mata pencaharian dari petani menjadi buruh perkebunan kelapa sawit di Desa Sikapas. Untuk melihat peningkatan karena peralihan mata pencaharian perlu dibuat suatu rumusan masalah sebagai landasan utama dalam sebuah penelitian dan substansi dari penulisan.

Rumusan Masalah merupakan bagian yang membuat lebih jelas tentang masalah yang telah diterapkan dalam latar belakang masalah. Dengan kata lain, masalah ini didefenisikan dengan rumusan masalah secara eksplisit dalam urutan

(20)

sesuai dengan intensitas terhadap topik penelitian.5 Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini akan dirumuskan melalui pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana Mata Pencaharian Masyarakat Desa Sikapas Sebelum Peralihan Mata Pencaharian (2000-2005)?

2. Bagaimana Proses Peralihan Mata Pencaharian Masyarakat Desa Sikapas Dari Petani Menjadi Buruh Perkebunan?

3. Bagaimana Kehidupan Masyarakat Petani Desa Sikapas Setelah Peralihan Mata Pencaharian Menjadi Buruh (2005-2010)?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan berarti sebagai tindak lanjut terhadap masalah yang di identifikasikan, sehingga apa yang dituju hendaklah sesuai dengan urutan masalah yang telah dirumuskan. Adapun manfaat disini lebih ditegaskan pada penelitian itu bagi pengembangan suatu ilmu dan bagi kegunaan praktis. Maka dari itu tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk Menjelaskan Mata Pencaharian Masyarakat Desa Sikapas Sebelum Peralihan Mata Pencaharian (2000-2005).

2. Untuk Menjelaskan Proses Peralihan Mata Pencaharian Masyarakat Desa Sikapas Dari Petani Menjadi Buruh Perkebunan.

5 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999, hlm. 43.

(21)

3. Untuk menjelaskan Kehidupan Masyarakat Petani Desa Sikapas Setelah Peralihan Mata Pencaharian Menjadi Buruh (2005-2010).

Adapun manfaat dalam penelitian adalah sebagi berikut:

1. Sebagai dokumentasi untuk menambah referensi dalam bidang Ilmu Sejarah, khususnya mengenai peralihan mata pencaharian dari petani padi menjadi buruh perkebunan di Desa Sikapas Kecamatan Muara Batang Gadis.

2. Sebagai tulisan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat umum dan masyarakat Desa Sikapas khususnya untuk lebih mengetahui tentang peralihan mata pencaharian yang terjadi di Desa Sikapas.

3. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi penlitian yang berkaitan selanjutnya.

1.4 Tinjauan Pustaka

Penulis tidak banyak menemukan buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan mengenai peralihan mata pencaharian dari petani padi menjadi buruh perkebunan di Desa Sikapas, namun ada beberapa tulisan dan kajian ilmiah yang berkaitan dengan judul yang akan diteliti.

Sari Fitria Daulay (2011) dalam tesis yang berjudul Studi Tentang Perolehan Hak Atas Tanah Dan Pemanfaatan Pada PT Madina Agro Lestari menjelaskan bagaimana proses perolehan hak atas tanah yang tepatnya terletak di Desa Sikapas dan pemanfaatan lahan perkebunan PT. MAL dalam meningkatkan

(22)

taraf hidup masyarakat di sekitar perkebunan. Tesis ini memberikan informasi bagi penulis mengenai Desa Sikapas dan gambaran perkebunan yang mengalihkan masyarakat dari petani menjadi buruh perkebunan (PT. MAL).

Ratna Sari (2013) dalam skripsi yang berjudul Dari Buruh Perkebunan Ke Petani : Pengaruh Gerakan 30 September Terhadap Masyarakat Desa Baja Dolok Kabupaten Simalungun (1973-2000). Membahas mengenai peralihan para buruh eks PKI menjadi petani di Desa Baja Dolok yang mengolah lahan dengan pengetahuan yang diperoleh secara otodidak. Terjadi perkembangan pertanian seiring bekembangnya pengetahuan dan teknologi yang dapat dilihat dengan perbaikan kondisi ekonomi dan sosial di Desa Baja Dolok. Skripsi ini memberikan gambaran untuk memudahkan penulis dalam memaparkan tulisan yang akan diteliti.

Yandi Deriawan (2013) dalam skripsi yang berjudul Peralihan Mata Pencaharian Masyarakat dari Sektor Pertanian ke Sektor Pertambangan (Studi Deskriptif Perubahan Status Sosial-Ekonomi Masyarakat Di Desa Rambat Kabupaten Bangka Barat). Skripsi ini menjelaskan mengenai peralihan yang terjadi ditandai dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat, dan peningkatan pendidikan anak-anak, serta semakin berkembangnya pola pikir masyarakat tentang kemajuan desanya. Skripsi ini penulis manfaatkan sebagai bahan perbandingan untuk memudahkan dalam penulisan.

Ismail Ruslan dalam artikel yang berjudul Perubahan Sosial Dan Ekonomi Masyarakat Akibat Perkebunan Kelapa Sawit. Artikel ini terhimpun dalam Al-

(23)

Maslahah: Jurnal Ilmu Syariah Vol. 9 (2014). Artikel ini menjelaskan mengenai perubahan yang terjadi pada semua dimensi masyarakat akibat perkembangan pembangunan perkebunan kelapa sawit. Tulisan ini penulis gunakan sebagai bahan tambahan dalam melengkapi penulisan ini.

1.5 Metode Penelitian

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode-metode penelitian yang sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah. Maka di dalam menuliskan peristiwa sejarah,6 metode yang digunakan adalah Metode Penelitian Sejarah yang penerapannya sangat bertumpu pada empat tahapan pokok yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.7

Tahap pertama heuristik merupakan proses awal yang digunakan dalam penulisan ini dengan mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam hal ini, penulis telah melakukan studi lapangan ke Desa Sikapas dan perkebunan PT. MAL dengan melakukan wawancara terhadap para pekerja, pengelola dan warga setempat yang masih bisa memberikan data atau informasi sesuai dengan topik penelitian. Untuk melengkapi penulisan, selanjutnya penulis juga telah mengumpulkan sumber melalui studi pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh sumber-sumber yang berhubungan dengan topik penelitian ini baik dalam bentuk buku, skripsi, tesis, disertasi, jurnal dan lainnya.

6 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahaan dari Nugroho Notosusanto, Jakarta:

UI Press, 1985, hlm. 39.

7 Dudung Abdurrahman, Op. Cit., hlm. 54.

(24)

Pengumpulan sumber pustaka penulis telah mengunjungi kantor Kepala Desa Sikapas untuk memperoleh data-data. Namun disini penulis mengalami kesulitan dalam memperoleh beberapa data seperti gambar peta desa. Dengan demikian penulis membuat peta sendiri yang kira-kira bisa menggambarkan bagaimana bentuk dari Desa Sikapas. Selain ke Desa Sikapas, penulis juga ke perpustakaan seperti ke Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Tengku Luckman Sinar.

Kritik merupakan tahap berikutnya yang penulis lakukan setelah memperoleh sumber-sumber yang dinginkan. Pada tahap ini, sumber-sumber relevan yang diproleh akan di verifikasi kembali untuk mengetahui keabsahannya.8 Untuk mendapatkan sumber yang objektif, maka sumber-sumber yang telah diperoleh perlu dikritik secara ekstern dan intern. Kritik ekstern dilakukan untuk memilih sumber-sumber yang mana yang digunakan dalam penulisan. Kritik intern dilakukan terhadap sumbersumber yang telah di seleksi.

Tujuannya adalah untuk mendapatkan kredibilitas atau kebenaran isi dari sumber tersebut.

Interpretasi yaitu tahap selanjutnya yang merupakan penafsiran-penafsiran terhadap sumber-sumber yang telah dikritik sebelumnya. Dalam tahap ini, penulis melakukan analisa dengan menguraikan sumber-sumber yang telah dikritik untuk menghasilkan fakta-fakta. Kemudian fakta-fakta yang telah diperoleh disintesis- kan sehingga mendapatkan sebuah kesimpulan

8 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995.

hlm. 99.

(25)

Historiografi merupakan tahap akhir dalam metode yang digunakan untuk penulisan ini. Di tahap ini penulis menuliskan hasilnya berdasarkan interpretasi fakta-fakta secara kronologis dalam bentuk tulisan yang bersifat ilmiah sehingga dapat dituangkan dalam bentuk skripsi yang dapat menggambarkan dan menjelaskan tentang topik penelitian yang tentunya berpedoman pada outline yang telah dirancang sebelumnya.

(26)

BAB II

GAMBARAN UMUM DESA SIKAPAS

Bab ini menceritakan mengenai keadaan wilayah Desa Sikapas sebelum terjadinya peralihan mata pencaharian penduduk di Desa Sikapas. Dalam bab ini juga dibahas mengenai keadaan penduduk yang membicarakan tentang kehidupan dan aktivitas penduduk Desa Sikapas. Bab ini juga membahas mengenai mata pencaharian penduduk Desa Sikapas sebelum terjadinya peralihan mata pencaharian. Selain membahas wilayah, keadaan penduduk, dan mata pencaharian, bab ini secara singkat juga membahas mengenai pemerintahan di Desa Sikapas.

2.1 Wilayah

Di dalam penulisan sejarah tidak dapat terlepas dari unsur yang paling penting yaitu lokasi atau tempat penelitian. Dalam penulisan ini, yang menjadi lokasi atau tempat penelitian adalah Desa Sikapas. Desa Sikapas adalah salah satu desa yang ada di Kecamatan Muara Batang Gadis9 Kabupaten Mandailing Natal.10 Jarak antara Kota Medan dengan Desa Sikapas sekitar 267 km atau sekitar 20 jam dan jarak dari pusat Kabupaten Mandailing Natal ke Desa Sikapas sekitar 77 km

9 Muara Batang Gadis adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal.

Kecamatan Muara Batang Gadis terdiri dari 17 desa, salah satu desa yang ada di Kecamatan Muara Batang Gadis adalah Desa Sikapas. Sumber: Proyek Proposal Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit PT. MAL.

10Kabupaten Mandailing Natal diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Syarwan Hamid pada tanggal 9 Maret 1999 di Kantor Gubernur Sumatera Utara Medan dan pejabat Bupati Mandailing Natal pada masa itu adalah H. Amru Daulay, SH. www.madina.go.id. Selayang Pandang Kabupaten Mandailing Natal, yang diakses 27 Februari 2018.

(27)

atau sekitar 8 jam, yang dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat.11

Adapun batas-batas dari wilayah Desa Sikapas secara administrasi sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan 2. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Natal

3. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Samudera Indonesia

4. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, Kecamatan Siabu.12

Penggunaan tanah dari luas wilayah di Desa Sikapas meliputi pemukiman, pertanian, perkebunan dan lainnya. Secara geografis dapat dilihat penggunaan luas wilayah Desa Sikapas sebagai berikut:

Tabel 1

Penggunaan Tanah di Desa Sikapas

No Penggunaan Tanah Luas (Ha)

1 Pemukiman 215

2 Pertanian 360

3 Perkebunan 6.500

4 Lainnya 9.777

11 Lihat Google Maps. Di akses 13 Mei 2018.

12 Sari Fitria Daulay, “Study Tentang Perolehan Hak Atas Tanah Dan Pemanfaat Pada PT Madina Agra Lestari”. Dalam Tesis S-2,belum diterbitkan, Medan: Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2011,. hlm. 32.

(28)

5 Jumlah 16.852

Sumber : Badan Pusat Statistik, KSK Kec. Muara Batang Gadis, 2010.

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa lahan pertanian (360 Ha) lebih luas dibandingkan dengan lahan pemukiman (215 Ha). Hal ini disebabkan karena masyarakat Desa Sikapas membuka hutan yang sebagian difungsikan sebagai lahan pertanian, sedangkan sebagian besar lahan di Desa Sikapas belum dikelola dan masih berbentuk hutan. Pada tahun 2005, dari keseluruhan luas lahan di Desa Sikapas sebagian besar juga sudah digunakan untuk lahan perkebunan dengan luas sekitar 6.500 Ha.

Desa Sikapas terletak di pinggir Pantai Barat Sumatera pada ketinggian sekitar 15 meter dari permukaan laut. Berdasarkan letak astronomisnya wilayah Desa Sikapas memiliki jenis tanah berpasir, tanahnya datar dan kering seperti pada umumnya desa-desa yang terletak di pesisir Pantai Barat.

Wilayah Desa Sikapas dilalui oleh sungai kecil atau masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah Siriom yang berasal dari aliran sungai desa sebelah (Desa Singkuang). Sungai Siriom berhubungan langsung dengan aliran air Sungai Batang Gadis. Sungai Siriom terletak di sebelah Selatan sampai kearah Timur.

Sungai tersebut dimanfaatkan sebagai tempat mandi, mencuci piring dan pakaian, juga sebagai tempat menangkap ikan.

Wilayah Desa Sikapas memiliki iklim tropis yang terdiri dari musim hujan dan kemarau. Curah hujan tahunan berdasarkan data curah hujan Mandailing Natal menunjukkan bahwa Desa Sikapas memiliki curah hujan berkisar 1000

(29)

sampai 2000 mm/tahun dan tidak terdapat bulan kering. Jumlah hari hujan rata- rata 13,4 hari/bulan. Kelembaban udara rata-rata 80% menunjukkan tingkat kelembaban yang cukup tinggi. Suhu udara maksimum 32º celcius serta suhu udara minimum 23º celcius.13

Untuk pola pemukiman Desa Sikapas umumnya berkelompok. Artinya, rumah-rumah penduduk berdekatan satu sama lain. Adapun rumah tersebut terbuat dari papan yang umumnya masih berbentuk rumah panggung. Hanya sedikit rumah-rumah penduduk yang terbuat dari batu/semen. Pekarangan rumah- rumah penduduk ditumbuhi oleh jenis tanaman, seperti pohon kelapa, pohon jambu, pohon mangga, pohon nangka, serta pinang.

Pembangunan sarana pendidikan seperti Sekolah Dasar Negeri sudah ada di Desa Sikapas, namun untuk bangunan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) tidak ada di desa ini. Sarana Kesehatan seperti Pusat Kesehatan Masyrakat (Puskesmas) tidak ada di Desa Sikapas. Alasan pemerintah tidak membangun puskesmas di Desa Sikapas disebabkan oleh karena letak Desa Sikapas yang berdekatan dengan ibu kota kecamatan, sehingga banyak masyarakat yang berobat ke puskesmas yang berada di ibu kota kecamatan. Untuk hal posyandu, penduduk melaksanakannya di balai desa.14

13 Sari Fitria Daulay, Ibid., hlm. 35.

14 Wawancara, Akul, Desa Sikapas, 13 Mei 2018.

(30)

Koperasi Unit Desa (KUD) sudah dibangun pada tahun 1990-an oleh pemerintah. KUD ini berfungsi untuk menyediakan kebutuhan pertanian masyarakat desa. Namun pada awal tahun 2000-an KUD ini tidak lagi berfungsi dengan baik. Hal ini dikarenakan masyarakat lebih banyak yang menjual hasil panennya kepada agen dan tauke, begitu juga untuk pemenuhan kebutuhan sehari- hari sudah banyak penduduk yang mulai membuka warung-warung yang menyediakan kebutuhan sehari-hari.15

2.2 Keadaan Penduduk

Penduduk didefenisikan sebagai jumlah individu-individu yang membentuk suatu kelompok tertentu, seperti jumlah orang-orang yang mendiami suatu negara, bangsa, negeri bagian, ataupun masyarakat. Penduduk yang ideal adalah jumlahnya tidak terlalu besar dan tidak pula terlalu kecil tetapi cukup untuk besarnya suatu Negara dan untuk sumber-sumber yang tersedia di negara.16 Rata-rata pertumbuhan penduduk adalah angka yang menunjukkan tingkat pertambahan penduduk per-tahun dalam jangka waktu tertentu. Angka ini dinyatakan sebagai persentase dari penduduk dasar.

Penduduk yang mendiami Desa Sikapas umumnya bersuku Mandailing yang terdiri dari berbagai marga. Marga yang dominan di Desa Sikapas adalah marga Nasution dan Lubis. Dalam kehidupan sehari-hari bahasa yang digunakan masyarakat Desa Sikapas adalah bahasa Pesisir. Penduduk Desa Sikapas

15 Ibid.,

16 Sanches, C.A., Pendidikan Kependudukan, Jakarta: Bumi Aksara, 1982. hlm.18

(31)

menganut Agama Islam dan belum ada agama lain di Desa Sikapas.17 Untuk jumlah sarana beribadah di Desa Sikapas ada 1 unit Masjid dan 3 unit Mushollah.

Berdasarkan keterangan dari Kepala Desa Sikapas setiap tahun Desa Sikapas mengalami peningkatan jumlah penduduk. Selain dipengaruhi oleh angka kelahiran dan kematian, pertambahan penduduk ini juga dipengaruhi oleh keadaan desa yang semakin berkembang. Menurut Kepala Desa Sikapas setiap tahun jumlah kelahiran lebih besar dibandingkan jumlah kematian. Namun, berapa jumlah kematian dan jumlah kelahiran setiap tahun tidak dapat diketahui secara kuantitatif, disebabkan tidak ada data secara tertulis dari catatan kantor Kepala Desa.18 Berikut ini tabel jumlah penduduk Desa Sikapas berdasarkan Kantor Kepala Desa Sikapas.

Tabel 2

Peningkatan jumlah penduduk Desa Sikapas No. Tahun Jumlah Penduduk

1 2000 624

2 2003 687

3 2005 729

4 2008 810

6 2010 878

Sumber : Kantor Kepala Desa Sikapas, Tahun 2010

17 Op.Cit.,

18 Wawancara, Hakim Siregar, Desa Sikapas, 13 Mei 2018.

(32)

Pada tabel 2 dapat dilihat jumlah penduduk Desa Sikapas setiap tahun mengalami peningkatan. Salah satunya dapat dilihat pada tahun 2008 hingga 2010 rata-rata sebanyak 34 jiwa bertambah dalam kurun waktu satu tahun. Dalam kurun waktu 10 tahun dapat dihitung pertambahan penduduk di Desa Sikapas sekitar 254 jiwa. Selain dipengaruhi oleh angka kelahiran bayi dan kematian, pertambahan penduduk ini juga dipengaruhi oleh keberadaan perkebunan di Desa Sikapas pada tahun 2005 sehingga orang-orang pendatang dari luar desa memilih untuk bermigrasi ke Desa Sikapas, karena dianggap mampu menjamin kehidupan mereka. Umumnya mereka yang pindah ke desa ini adalah orang-orang bersuku Jawa.

Jumlah penduduk Desa Sikapas tahun 2000 sampai 2010 diperoleh berdasarkan data-data yang ada di kantor Kepala Desa Sikapas. Rata-rata jumlah anggota keluarga setiap rumah tangga di Desa Sikapas sebanyak 3 (tiga) sampai 5 (lima) orang. Selain itu jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2010, menunjukkan jumlah laki-laki lebih tinggi dibanding jumlah perempuan di Desa Sikapas.

Tabel 3

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin.

No. Kelompok Penduduk Desa Sikapas

1 Laki-Laki 458

2 Perempuan 420

3 Jumlah Penduduk 878

(33)

4 Jumlah KK 316 Sumber: Badan Pusat Statistik, KSK Kec. Muara Batang Gadis, 2010

Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin hanya diperoleh tahun 2010.

Hal ini disebabkan tidak adanya sensus yang dilakukan setiap tahunnya.

Berdasarkan wawancara di lapangan, adanya jumlah penduduk di Desa Sikapas menurut jenis kelamin tahun 2010 disebabkan karena adanya permintaan dari Camat di Kecamatan Muara Batang Gadis untuk dilakukan sensus pada tahun 2010. Hal ini disebabkan Kecamatan Muara Batang Gadis hanya ingin membuat buku baru berdasarkan data dari setiap desa pada tahun 2010.

Dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat Desa Sikapas sebelum masa peralihan, pada umumnya masih banyak yang belum mengecap pendidikan.

Masyarakat yang bersekolah pun umumnya hanya sebatas tingkat Sekolah Dasar Negeri dan sedikit yang mengecap Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini terjadi dilatarbelakangi kehidupan perekonomian masyarakat Desa Sikapas yang masih rendah. Selain itu, di Desa Sikapas hanya terdapat Sekolah Dasar, untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP atau SMA diharuskan untuk pulang pergi dari desa mereka ke desa sebelah yaitu Desa Singkuang. 19 Melihat situasi inilah, masyarakat mengalami kesulitan, karena akan mengeluarkan biaya yang cukup besar bagi masyarakat Desa Sikapas harus melanjutkan sekolah ke luar desa.

19 Ibid.,

(34)

2.3 Pemerintahan Desa

Pemerintahan adalah badan yang memiliki kekuasaan untuk memerintah suatu negara. Pemerintah memilki wewenang untuk memberikan keputusan dan kebijakan dalam rangka mewujudkan tujuan negara serta sebagai penguasa yang menetapkan perintah-perintah dalam suatu negara. Penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan. Sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.20

Pemerintahan Desa atau disebut juga Pemdes adalah lembaga pemerintahan yang bertugas mengelola wilayah tingkat desa. Desa Sikapas dipimpin oleh Kepala Desa. Untuk menentukan Kepala Desa yang akan menjabat, akan dilakukan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) oleh masyarakat desa. Sistem Pemilihan Kepala Desa di Desa Sikapas seperti pemilihan pada umumnya, mulai dari pencalonan, pencoblosan dan penghitungan suara. Yang memperoleh hasil terbanyak dari penghitngan suara, akan ditetapkan sebagai pemenang untuk dijadikan sebagai pimpinan desa yaitu Kepala Desa. Setelah pemilihan selesai, seperti biasanya selanjutnya akan dilakukan pelantikan Kepala Desa sebagai peresmian terpilihnya Kepala Desa yang akan menjabat.

Sistem pemerintahan desa di Desa Sikapas tidak dapat diketahui secara pasti sejak kapan mulai diterapkan. Namun berdasarkan periode dalam penelitian ini (tahun 2000 sampai 2010), diketahui Desa Sikapas sudah menerapkan sistem

20 Widjaja, Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli, Bulat Dan Utuh, Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada 2010, hlm 17.

(35)

pemerintahan desa. Dari tahun 2000 sampai tahun 2010, sistem pemilihan Kepala Desa oleh masyarakat desa sudah dilakukan sekitar tiga kali pemilihan artinya sama dengan sudah tiga kali terjadi pergantian Kepala Desa.21

Kepala Desa yang terpilih umumnya akan menjabat selama lima tahun.

Setelah masa jabatannya berakhir, akan digantikan dengan Kepala Desa baru yang telah terpilih melalui Pemilihan Umum seperti yang telah dilakukan pada umumnya.

Seperti yang kita ketahui, Pemerintahan Desa terdiri dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kapala Desa. Kepala Desa tentunya akan dibantu oleh perangkat-perangkat desa lainnya. Demikian juga di Desa Sikapas, Kepala Desa Sikapas dibantu oleh perangkan-perangkat desa lainnya seperti Sekretaris Desa, Bendahara Desa, Kepala Urusan (Kaur) dan Masyarakat. Tiap- tiap perangkat desa memiliki tugas yang telah ditetapkan sesuai dengan bidang masing-masing. Struktur Pemerintahan Desa Sikapas dapat dilihat pada bagan berikut ini:

21 Op.Cit.,

Kepala Desa BPD

LMD

Bendahara Desa Sekretaris Desa

Kaur

Masyarakat

(36)

Desa Sikapas memiliki luas wilayah 16.852 yang terdiri dari dataran.

Secara administratif, Desa Sikapas berada di wilayah pemerintahan Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal. Adapun batas-batas wilayah Desa Sikapas : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Natal, sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, Kecamatan Siabu.

Desa Sikapas sebelum peralihan mata pencaharian, bisa dikategorikan tergolong desa Swadaya menurut tatanan desa-desa di Indonesia. Desa Swadaya yaitu desa yang masih memiliki berbagai situasi yang terbatas seperti penduduk yang jarang, kehidupan yang masih terkait dengan adat-istiadat, lembaga-lembaga masyarakat yang masih sederhana dan tingkat pendidikan warganya masih sangat rendah. Kegiatan ekonomi penduduknya masih bergantung dengan alam seperti bertani. Biasanya desa seperti ini berada di lokasi terpencil dan sistem mata pencaharian masih berpusat pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari saja.

(37)

BAB III

MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT DESA SIKAPAS (2000-2005)

Bab ini membahas mengenai mata pencaharian masyarakat Desa Sikapas tahun 2000 sampai tahun 2005, sebelum terjadinya masa peralihan mata pencaharian. Dalam bab ini akan diceritakan tentang kehidupan dan aktivitas penduduk Desa Sikapas yang bermata-pencaharian sebagai petani, nelayan dan pedagang.

Mata pencaharian merupakan pekerjaan yang rutin dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari corak kehidupan penduduk setempat berdasarkan ciri yang dimiliki pada wilayah masing-masing.22 Seperti Desa Sikapas yang terletak di Pantai Barat Sumatera.

Salah satu sumber penghasilan masyarakat Desa Sikapas sebelum masa peralihan, yaitu umumnya sebagai petani.

Petani merupakan salah satu alternatif yang dapat mereka lakukan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari sebelum terjadi masa peralihan. Mereka memanfaatkan hutan yang telah diolah sejak turun-temurun untuk dijadikan lahan pertanian sebagai sumber penghasilan. Selain itu ada juga masyarakat Desa Sikapas yang memanfaatkan hasil laut Pantai Barat dengan bekerja sebagai nelayan. Sumber mata pencaharian lainnya yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sikapas dalam memenuhi kebutuhan yaitu bekerja sebagai pedagang.

22 Evan J. Sipahutar, “Dinamika Kehidupan Masyarakat Desa Sibulan-bulan Dari Karet Ke Pertanian (1980-2000)”. Dalam Skripsi S-1, belum diterbitkan, Medan: Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, 2015. hlm. 28.

(38)

Untuk mengetahui jumlah masyarakat Desa Sikapas berdasarkan mata pencaharian, dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4

Jumlah Masyarakat Desa Sikapas Berdasarkan Mata Pencaharian No Tahun Petani Nelayan Pedagang Buruh

1. 2000 98 Orang 21 Orang 6 Orang -

2. 2003 102 Orang 17 Orang 6 Orang -

3 2005 25 Orang 10 Orang 9 Orang 77 Orang

Sumber: Kantor Kepala Desa Sikapas (dalam angka)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat jumlah masyarakat yang bekerja sebagai petani lebih banyak dari jumlah masyarakat yang bekerja sebagai nelayan dan pedagang. jumlah petani mengalami peningkatan pada tahun 2003. Karena pada tahun 2000 hingga menjelang tahun 2003, pendapatan masyarakat yang bekerja sebagai petani mengalami peningkatan dari 80 kaleng hingga 100 kaleng.

Hal inilah salah satu penyebab jumlah petani di Desa Sikapas mengalami peningkatan pada tahun 2003. Namun pada tahun 2005 jumlah petani di Desa Sikapas mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan mulai terjadinya masa peralihan mata pencaharian akibat pembangunan perkebunan pada tahun 2005.

Pada tabel di atas juga dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk yang bekerja sebagai nelayan lebih sedikit dibanding jumlah penduduk yang bekerja sebagai petani. Karena masyarakat Desa Sikapas pada umumnya bekerja sebagai petani dengan memanfaatkan hutan sebagai sumber penghasilan dalam memenuhi

(39)

kebutuhan hidup. Jumlah nelayan di Desa Sikapas mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 semakin menurun akibat pembangunan perkebunan di Desa Sikapas yang menyebabkan sebagian masyarakat nelayan juga mengalami peralihan mata pencaharian.

Kemudian pada tabel di atas juga diuraikan jumlah masyarakat yang bekerja sebagai pedagang. Jumlah penduduk yang bekerja sebagai pedagang adalah jumlah penduduk yang paling sedikit antara petani dan nelayan. Pada tahun 2005 terlihat jumlah penduduk yang bekerja sebagai pedagang meningkat. Seperti meningkat dan menurunnya jumlah petani dan nelayan akibat perkebunan, hal ini juga berdampak bagi jumlah pedagang di Desa Sikapas dari tahun ke tahun.

Selain petani, nelayan dan pedagang, pada tabel 4 tahun 2005 masyarakat Desa Sikapas sudah memiliki sumber penghasilan baru yaitu buruh. Terlihat jumlah buruh lebih banyak dari tiga mata pencaharian yang umumnya setelah pembangunan perkebunan di Desa Sikapas.

Dari uraian di atas, selanjutkan akan dibahas lebih lengkap mengenai mata pencaharian masyarakat Desa Sikapas sebelum terjadinya peralihan. Berikut pemaparan ketiga mata pencaharian Desa Sikapas yaitu petani, nelayan dan pedagang.

3.1 Petani

Petani merupakan salah satu mata pencaharian yang umum dilakukan masyarakat Desa Sikapas dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Tidak

(40)

diketahui secara pasti sejak kapan masyarakat Desa Sikapas diperkenalkan dengan sistem pertanian. Namun dari hasil penelitian, sistem pertanian di Desa Sikapas sudah dikenal secara turun-temurun. Masyarakat Desa Sikapas telah mempertahankan mata pencaharian sebagai petani selama berpuluh-puluh tahun lamanya.23 Hal ini menandakan bahwa masyarakat Desa Sikapas tidak lagi tergolong ke dalam masyarakat yang hidupnya berpindah-pindah (nomaden), akan tetapi sudah hidup secara menetap dengan bercocok tanam walaupun dengan sistem yang tradisional.

Jenis tanaman yang ditanam oleh masyarakat di Desa Sikapas pada umumnya adalah tanaman pangan seperti padi. Dari hasil penanaman padi tersebut masyarakat Desa Sikapas hanya mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Padi adalah tanaman pokok yang secara langsung dapat dikonsumsi oleh masyarakat Desa Sikapas tanpa harus bersusah payah pergi ke pasar. Desa Sikapas memiliki topografi berlahan kering, oleh karena itu jenis padi yang umumnya ditanam oleh petani di Desa Sikapas adalah padi lokal.

Padi lokal merupakan jenis padi yang di tanam pada lahan kering tanpa harus diberi pengairan seperti jenis padi yang ditanam di sawah. Benih yang digunakan biasanya adalah benih yang ditanam dari hasil penanaman sebelumnya.

Benih dipilih dari hasil tanaman yang sehat, memiliki bulir yang banyak dan memiliki jumlah anakan yang banyak.24

23 Wawancara, Sarida, Desa Sikapas, 27 Mei 2018.

24 Ibid.,

(41)

Penanaman benih dilakukan sekali dalam satu tahun yaitu lima bulan sebelum Hari Raya Idul Fitri. Luas lahan pertanian yang ditanami masyarakat rata-rata sekitar 0,5 ha/rumah tangga. Untuk luas lahan setengah hektar tersebut, mereka membutuhkan benih berkisar 1,5 kaleng untuk ditanam. Di Desa Sikapas 1 kaleng beratnya sekitar 10 sampai 11 kg gabah padi kering.

Penanaman dilakukan dengan cara ditugal25 dengan jarak 20 x 20 cm, benih yang ditanam berjumlah 5 benih perlubang. Sebelum ditanam benih terlebih dahulu direndam didalam air selama 1 malam atau sekitar 6 sampai 12 jam, kemudian dikeringkan sekitar 6 sampai 12 jam sebelum dilakukan tugal.

Saat padi berumur 3 sampai 4 minggu, dan 8 minggu setelah penanaman, akan dilakukan perawatan dengan melakukan penyiangan dan pemupukan agar tanaman padi terhindar dari rumput liar. Penyiangan dilakukan dengan menggunakan cangkul kecul, sabit, atau dengan tangan kosong. Setelah dilakukan penyiangan, selanjutnya dilakukan pemupukan, pupuk yang digunakan adalah jenis pupuk kandang atau kompos sesuai dengan kebutuhan tanaman.26

Kendala yang cukup berat dihadapi oleh para petani saat menjelang panen.

Banyak hewan seperti burung, monyet, dan babi yang siap merusak tanaman padi mereka jika tidak diawasi. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya mereka akan bermalam di ladang, dengan begitu mereka dapat mengawasi tanaman padi mereka. Tanaman padi juga rentan terserang oleh hama, seperti tanaman-tanaman

25 Tongkat runcing yang terbuat dari kayu, biasanya digunakan untuk membuat lubang di tanah yang akan ditanami benih.

26 Op.Cit.,

(42)

padi lainnya. Hama tersebut biasanya berupa wereng, penggerek batang padi, walang sangit, dan lundi (orong-orong). Untuk mengatasi hama-hama tersebut biasanya petani menyemprotkan insektisida27 berbahan aktif.

Setelah genap berusia 6 bulan dan padi sudah terlihat menguning antara 80-90%, maka menggotil atau memanen padi siap untuk dilakukan. Setiap tahun, waktu pemanenan biasanya dilakukan tepat pada bulan Ramadhan sebelum Idul Fitri. Dari penanaman benih padi di lahan pertanian yang luasnya 0,5 ha, diperoleh hasil panen sekitar 80 sampai 100 kaleng. Berdasarkan pengakuan dari penduduk di Desa Sikapas, dari keseluruhan hasil panen yang mereka peroleh hanya untuk di konsumsi keluarga. Jadi selama 6 bulan sebelum kembali masa penanaman, mereka tidak lagi membeli beras. Setelah selesai masa panen, lahan pertanian dibiarkan kosong hingga masa penanaman kembali 6 bulan sebelum Idul Fitri. Selama itu pula mereka para petani mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti jadi tukang, pencari kayu bakar, memancing ikan di sungai. Untuk para ibu biasanya membuat tikar yang terbuat dari pandan untuk dijual.28

Hasil pertanian yang mereka peroleh setiap tahunnya kadang mengalami ketidak-stabilan. Dari 80 kaleng hasil yang mereka peroleh dalam satu tahun, kadang mereka hanya memperoleh 50 kaleng dalam satu tahun. Namun hal tersebut, tidak membuat mereka mengeluh dalam menjalani profesi sebagai

27 Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk membunuh serangga.

28 Wawancara, Kamis, Desa Sikapas, 27 Mei 2018.

(43)

petani. Karena sebelum terjadi peralihan mata pencaharian, untuk desa yang bisa dikategorikan terpencil hanya bisa memanfaatkan alam dengan menjadi petani.

Petani merupakan salah satu alternatif yang mampu mereka lakukan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari meskipun dengan pendapatan secukupnya, namun juga harus mengenyamkan pendidikan untuk anak-anak mereka.

Keterbatasan ekonomi di Desa Sikapas sebelum tahun 2005, jelas terlihat dari tingkat pendidikan yang rendah. Sebelum tahun 2005, masih banyak masyarakat Desa Sikapas yang memperoleh pendidikan hanya sebatas Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP), dan sedikit yang mampu sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun setidaknya pendidikan anak-anak mereka lebih baik dari mereka para petani yang umumnya hanya lulusan SD (Sekolah Dasar).29

Petani di Desa Sikapas umumnya kepala keluarga dan ibu rumah tangga, namun anak-anak mereka juga tidak jarang ikut serta dalam membantu kegiatan bertani di ladang masing-masing seperti menyiangi rumput hingga memanen hasil pertanian. Kepala keluarga dan ibu rumah tangga yang bertani rata-rata berumur 50-an hingga 60-an tahun. Keterbatasan alat transportasi yang mereka miliki, memaksa para petani berjalan kaki untuk pergi ke ladang mereka yang berjarak sekitar 2 km, dan akan menggukan sampan jika letak ladang mereka jauh dan memungkinkan untuk melalui perairan sungai siriom. Setiap hari sekitar pukul 6 pagi, para petani sudah siap untuk berangkat menuju ladang masing-masing atau

29 Ibid.,

(44)

setidaknya mereka sudah sampai di ladang sebelum matahari terlalu terik. Mereka juga akan membawa bekal makanan secukupnya.

Namun selama menjelang musim panen para petani khususnya untuk laki- laki tidak jarang bermalam di ladang dan pulang sekali dalam seminggu untuk berbagai keperluan. Bahkan anak mereka juga tidak jarang dibawa bermalam, pagi hari akan diantar ke sekolah untuk anak-anak mereka yang masih sekolah.

Dengan bermalam di ladang, mereka bisa menjaga tanaman dari gangguan- ganguan binatang seperti monyet dan binatang malam lainnya yang umumnya seperti babi.

Setelah anak-anak mereka menyelesaikan pendidikan, tidak banyak yang bisa dilakukan anak-anak mereka dalam memanfaatkan pendidikan untuk memperoleh penghasilan. Hal ini disebabkan tidak tersedianya lapangan pekerjaan dan pola pikir yang masih monoton untuk tetap menetap di desa mereka. Bahkan apabila tidak ada kegiatan yang bisa dilakukan setelah menyelesaikan pendidikan, tidak jarang anak-anak mereka langsung menikah ketika ada yang mempersunting.

Selain menanam tanaman padi, masyarakat di Desa Sikapas juga menanam tanaman jenis lain seperti sayur-sayuran, cabai, kunyit, lengkuas, dan serai.

Tanaman-tanaman tersebut biasanya digunakan untuk keperluan memasak sehari- sehari. Hal ini menandakan bahwa hampir 80% masyarakat Desa Sikapas

(45)

menggantungkan hidupnya dengan bercocok tanam yang telah dilakukan secara turun temurun. 30

3.2 Nelayan

Masyarakat nelayan yaitu suatu masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dengan mata pencaharian memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) yang terdapat di dalam lautan, baik itu berupa ikan, udang, rumput laut, kerang-kerangan, terumbu karang dan hasil kekayaan laut lainnya. Masyarakat nelayan memiliki karakteristik khusus yang membedakan mereka dari masyarakat lainnya, yaitu karakteristik yang terbentuk dari kehidupan di lautan yang sangat keras dan penuh dengan resiko, terutama resiko yang berasal dari faktor alam. Wilayah pesisir diketahui memiliki karakteristik yang unik dan memiliki keragaman potensi sumberdaya alam, baik hayati maupun non-hayati yang sangat tinggi. Oleh sebab itu, laju pertambahan jumlah nelayan di Indonesia sangat pesat. Hal ini disebabkan, hasil perikanan laut merupakan sumber daya yang besar. Namun banyak juga kendala yang dialami oleh para nelayan, sehingga hasil tangkapan yang didapat hanya sedikit. Kondisi seperti ini yang mengakibatkan nelayan menjadi miskin.31

Kegiatan yang sangat penting dan vital bagi seorang nelayan adalah mencari ikan di laut. Karena dari kegiatan melautlah para nelayan dapat memenuhi kebutuhan mereka dan meneruskan kehidupan mereka. Dan laut

30 Ibid.,

31 1Rosni, “Analisis Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Di Desa Dahari Selebaran Kecamatan Talawi Kabupaten Batubara”. Jurnal Geografi. Vol 9 No. 1 2017 hlm. 53.

(46)

merupakan sumber penghidupan bagi para nelayan mereka menyadari laut sangat penting bagi kehidupan mereka. Oleh karena itu dalam melaut mereka tidak menggunakan alat-alat dan bahan-bahan yang dapat membahayakan ekosistem laut. Jika ekosistem laut rusak/tidak terjaga, maka mereka akan mendapatkan dampaknya. Salah satu dampak adalah hasil tangkapan mereka akan berkurang.

Desa Sikapas merupakan sebuah desa di Kabupaten Mandailing Natal yang letaknya di Pesisir Pantai Barat Sumatera. Karena letaknya yang strategis, maka selain umumnya memanfaatkan hutan sebagai petani, masyarakat Desa Sikapas juga memanfaatkan hasil laut sabagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yaitu sebagai nelayan.

Nelayan Desa Sikapas masih berada dalam taraf sosial ekonomi yang sederhana. Dalam melaut nelayan Desa Sikapas pada umumnya masih menggunakan perahu dayung dan menggunakan alat tangkap yang masih sederhana seperti jaring dan jala. Hasil tangkapan yang mereka peroleh masih terbatas dan tidak menentu karena bergantung pada musim dan cuaca. Bahkan kadang-kadang mereka menghadapi resiko yang sangat besar saat melaut. Mereka sering ditimpa gelombang pasang sehingga menghancurkan peralatan dalam menangkap ikan. Namun, meskipun demikian mereka tetap bersyukur karena masih bisa melakukan kegiatan melaut secara berkesinambungan dan terus menerus.32

32 Wawancara, Tasman, Desa Sikapas, 27 Mei 2018.

(47)

Para nelayan biasanya berangkat melaut sekitar pukul 05:30 pagi hari dan kembali dari melaut sekitar pukul 15:00 sore hari. Hasil tangkapan para nelayan dari melaut dengan menggunakan alat tangkap sederhana biasanya berupa ikan kecil seperti ikan gembung. Namun sekali-sekali ada juga nelayan yang menggunakan alat tangkap berupa kail dengan perahu mesin apabila hasil tangkapan mulai sedikit dari hasil jala atau jaring. Hasil tangkapan yang diperoleh dari kail dengan perahu mesin biasaya berupa ikan tenggiri dan tongkol. Hasil tangkapan tersebut akan dijual pada penduduk desa, apabila hasil tangkapan mereka banyak atau lebih cukup dari yang mereka konsumsi. Pendapatan para nelayan hanya mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bekerja sebagai nelayan dilakukan oleh para kepala keluarga yang memang memilki keahlian dalam melaut. Sedangkan para ibu juga tidak jarang membantu memenuhi kebutuhan dengan melakukan pekerjaan yang bisa dilakukan seperti mencari dan mengupulkan kayu bakar untuk dijual.33

Dari penghasilan yang diperoleh, kehidupan penduduk yang bekerja sebagai nelayan di Desa Sikapas sama seperti para petani yang hanya mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun tetap mengenyamkan pendidikan pada anak-anak mereka meskipun umumnya masih sebatas Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sedikit yang mampu menyelesaikan pendidikan hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).

Penduduk Desa Sikapas sebelum masa peralihan mata pencaharian masih kurang memahami pentingnya pendidikan. Tidak terlalu berusaha mengenyamkan

33 Ibid.,

(48)

pendidikan hingga ke tingkat yang lebih tinggi, karena penghasilan yang kurang memadai dan pemikiran yang masih monoton. Tidak hanya petani, nelayan di Desa Sikapas juga memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Kebanyakan nelayan hanya lulusan SD (Sekolah Dasar), pemahaman ilmu yang dimiliki masih jauh tertinggal khususnya dalam pengembangan teknologi alat tangkap.

3.3 Pedagang

Pedagang adalah orang yang melakukan perdagangan memperjual-belikan barang yang tidak diproduksi sendiri, untuk memperoleh suatu keuntungan.

Perdagangan atau perniagaan adalah kegiatan tukar menukar barang atau jasa ataupun keduanya. Pada masa awal sebelum ditemukan, tukar menukar barang disebut barter yaitu menukar barang dengan barang. Pada masa modern perdagangan dilakukan dengan penukaran uang, setiap barang di nilai dengan sejumlah uang. Pembeli akan menukar barang atau jasa dengan sejumlah uang yang diinginkan penjual.34

Namun yang disebut pedagang di Desa Sikapas yaitu pedagang yang memperjual-belikan barang dalam skala kecil berupa warung. Selain umumnya sebagai petani dan nelayan, pedagang merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat Desa Sikapas dalam memenuhi kebutuhannya.

Pedagang di Desa Sikapas berjualan di rumah mereka masing-masing dengan mumbuka tempat berjualan di teras rumah. Umumnya jenis dagangan

34 2Jeri, Setiawaan. et all, “Pengaruh Keberadaan Minimarket TerhadapPendapatan Pedagang Kelontong Dikelurahan Klender Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur”. Jurnal Vol.

10 No.1 2012. hlm 1-7.

(49)

yang diperjual-belikan oleh pedagang di Desa Sikapas seperti sembilan bahan pokok kebutuhan sehari-hari, rokok dan jajanan (permen, kerupuk dan kudapan lainnya). Selain itu ada yang berdagang sayuran, perabotan rumah tangga, dan menjual pakaian.

Barang dagangan yang diperdagangkan oleh pedangan di Desa Sikapas adalah barang dagangan yang diperoleh (dibeli) dari pedangan lain atau bukan diproduksi sendiri. Pedagang akan membeli dagangan yang akan diperdagangkan sekali dalam satu minggu yaitu Hari Minggu. Pada Hari Minggu, ada pasar keliling yang menjual berbagai jenis kebutuhan seperti bumbu dapur, perabotan rumah tangga, pakaian dan lainnya. Pasar keliling artinya para pedangan dari luar desa misalnya seperti dari Natal bahkan ada yang dari Panyabungan. Para Pedagang ini tidak hanya berdagang pada Hari Minggu di Desa Sikapas, tapi juga berdagang di desa sekitar pada hari lainnya. Pasar yang sekali dalam satu minggu ini disebut pekan oleh masyarakat Desa Sikapas. 35

Dagangan yang telah diperoleh (dibeli) akan diperdagangkan kembali pada masyarakat desa. Pendapatan dari bekerja sebagai pedagang di Desa Sikapas mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Pedagang di Desa Sikapas merupakan profesi yang minoritas ditemukan antara petani dan nelayan.

35 Wawancara, Kuyung, Desa Sikapas, 27 Mei 2018.

(50)

BAB IV

PROSES PERALIHAN MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT DESA SIKAPAS DARI PETANI MENJADI BURUH

Bab ini membahas mengenai latar belakang terjadinya peralihan mata pencaharian masyarakat Desa Sikapas yang umumnya bekerja sebagai petani, kemudian beralih menjadi buruh perkebunan. Selain itu, bab ini juga membahas mengenai proses beralihnya masyarakat Desa Sikapas dari petani menjadi buruh, serta membahas secara singkat mengenai kendala dan upaya pihak perkebunan dalam memperolehan lahan di Desa Sikapas.

4.1 Latar Belakang Peralihan

Masyarakat Desa Sikapas mengalami peralihan mata pencaharian dari petani menjadi buruh. Peralihan tersebut tentunya dilatar-belakangi beberapa hal, diantaranya yaitu: status hak kepemilikan lahan pertanian masyarakat petani di Desa Sikapas yang masuk dalam izin lokasi pembukaan lahan perkebunan, adanya pembangunan perkebunan di Desa Sikapas dan penghasilan yang diperoleh masyarakat yang bekerja sebagai petani relatif rendah.

Hal-hal yang melatarbelakangi peralihan mata pencaharian masyarakat petani di Desa Sikapas akan dibahas lebih lanjut pada sub-sub bab sebagai berikut:

(51)

4.1.1 Kepemilikan Lahan

Pada masa sebelum peralihan, Desa Sikapas bisa dikategorikan desa yang terpencil, karena desa ini terletak cukup jauh dari pusat ibukota kecamatan dan belum memiliki sarana-prasarana yang memadai. Desa Sikapas tepatnya berada di pesisir Pantai Barat Sumatera, memiliki wilayah yang cukup luas. Dengan demikian, memanfaatkan alam merupakan salah satu alternatif yang mampu mereka lakukan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari meskipun dengan pendapatan secukupnya.

Adapun mata pencaharian masyarakat Desa Sikapas sebelum terjadinya masa peralihan yaitu dengan bekerja sebagai petani, nelayan dan pedagang dalam memenuhi kebutuhan hidup. Tapi pada umumnya, mata pencaharian masyarakat Desa Sikapas adalah petani. Bekerja sebagai petani telah dilakukan sejak puluhan tahun sebelum terjadi masa peralihan mata pencaharian. Lahan yang dimanfaatkan untuk pertanian merupakan hutan yang telah dikelola oleh petani sejak turun- temurun.36

Namun pada tahun 2005, sebuah perusahaan swasta telah memperoleh izin lokasi untuk pembangunan perkebunan di Desa Sikapas yang sesuai dengan areal pengembangan tanaman perkebunan yang fungsi hidrologinya sama dengan tanaman hutan. Mengenai lahan yang diperoleh perusahaan untuk usaha perkebunan yang terletak di Desa Sikapas merupakan lahan milik negara yang berbentuk hutan dan lahan garapan masyarakat Desa Sikapas.

36 Wawancara, Sabirin, Desa Sikapas, 28 Mei 2018.

(52)

Dari luas lahan milik negara yang diperoleh untuk perkebunan, ternyata terdapat lahan garapan masyarakat Desa Sikapas. Lahan garapan masyarakat Desa Sikapas yang masuk ke dalam lahan yang diperoleh perusahanan untuk perkebunan, umumnya milik masyarakat yang bekerja sebagai petani. Akan tetapi, lahan garapan masyarakat Desa Sikapas ini merupakan lahan pertanian yang belum terdaftar (belum berbentuk sertifikat).37

Dalam hal ini untuk melaksankan peralihan hak atas tahan kepada perusahaan tetap dilakukan dengan “Surat Pelepasan Hak Atas Tanah dengan Ganti Rugi” yang dibuat di bawah tangan dan diketahui oleh Camat Muara Batang Gadis dan Kepala Desa. Sebagaimana yang diketahui bahwa tanah hak adalah tanah yang diatasnya ada hak seseorang/badan hukum. Lahan tersebut dikuasai oleh negara, tetapi penguasaannya tidak langsung sebab ada hak atas tanah dari pihak tertentu diatasnya. Bila hak atas tanah tersebut telah terhapus, maka tanah itu menjadi tanah yang langsung dikuasai negara.38

Beralihnya hak atas tanah dari masyarakat kepada perusahaan, berarti terjadi pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi lahan perkebunan. Hal tersebut tentunya berdampak bagi masyarakat Desa Sikapas, terutama yang bekerja sebagai petani. Dampak yang ditimbulkan seperti terjadi penyempitan lahan pertanian yang menyebabkan hilangnya sumber penghasilan masyarakat Desa Sikapas yang bekerja sebagai petani. Hilangnya sumber penghasilan dari mata

37 Wawancara, Hakim Siregar, Desa Sikapas, 28 Mei 2018.

38 Sari Fitria Daulay, Op.Cit., hlm. 61.

(53)

pencaharian sebagai petani, mengharuskan mereka untuk mencari alternatif lain dalam memenuhi kebutuhan hidup.

4.1.2 Pembangunan Perkebunan

Di dalam Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya masih bercorak agraris dan saat ini dikembangkan untuk mendukung pengembangan industrialisasi, maka fungsi dan peranan tanah adalah memegang peranan yang sangat penting. Tanah sebagai suatu sumber daya alam, sangat penting artinya bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan tanah dalam berbagai sektor kegiatan seperti pertanian, pemukiman, sarana umum dan lain-lain mengakibatkan tanah menjadi suatu benda yang kian hari kian dibutuhkan.39 Selain itu tanah merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia adalah merupakan kenyataan, bahwa permintaan akan kebutuhan terhadap tanah terus bertambah sesuai dengan pertambahan penduduk dan kegiatan pembangunan.

Saat ini, masalah tanah makin lama makin berkembang sebagai objek yang kontroversial. Disatu sisi hutan harus dijaga dan diselamatkan demi kelestarian untuk menjalankan fungsi-fungsinya dan disisi lain hutan harus dimanfaatkan

39 Hasim Purba, Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Asas Musyawarah Mufakat, dalam Buku Hasim Purna, dkk, Sengketa Pertanahan dan Alternatif Pemecahan, Cahaya Ilmu, Medan, 2006, hlm. 1.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian diperoleh bahwa perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat Desa Lalang terjadi penurunan penduduk lokal yang bekerja di bidang pertanian (petani dan

Alasan penulis membahas Harimau Tapanuli dikarenakan Harimau Tapanuli merupakan salah satu tim sepak bola asal Sumatera Utara yang pernah berkiprah di dunia

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya

Hasil dari skripsi yang diperoleh oleh penulis adalah penulis akan mengetahui mengapa nangan tersebut diberikan kepada anak-anak saat menjelang tidur, dimana dalam nangan

Pusat administrasi Belanda di Labuhan Batu yang terakhir berada di Rantau Prapat, dipindahkan dari Labuhan Bilik pada tahun 1932 dan menjadi pusat administrasi

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

Atas izin dan syukur serta anugrah penulis panjatkan kepada Allah SWT karena rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik penulisan

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah sejauh apa fungsi Tari Anak dalam kebudayaan, terutama pada Upacara Adat