• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Sarjana. Dikerjakan : RINDI ISWARA NIM : PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Skripsi Sarjana. Dikerjakan : RINDI ISWARA NIM : PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

DARI PERUSAHAAN NEGARA PERKEBUNAN (PNP) HINGGA PERSEROAN TERBATAS PERKEBUNAN NEGARA (PTPN) Sejarah Perkebunan Teh Sidamanik di Kabupaten Simalungun Tahun 1968-2005

Skripsi Sarjana Dikerjakan O

L E H

NAMA : RINDI ISWARA NIM : 110706003

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING

DARI PERUSAHAAN NEGARA PERKEBUNAN (PNP) HINGGA PERSEROAN TERBATAS PERKEBUNAN NEGARA (PTPN) Sejarah Perkebunan Teh Sidamanik di Kabupaten Simalungun Tahun 1968-2005

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

RINDI ISWARA 110706003 Pembimbing

Drs. Edi Sumarno. M.Hum.

NIP. 19640922989031001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya dalam bidang Ilmu Sejarah

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI

DARI PERUSAHAAN NEGARA PERKEBUNAN (PNP) HINGGA PERSEROAN TERBATAS PERKEBUNAN NEGARA (PTPN) Sejarah Perkebunan Teh Sidamanik di Kabupaten Simalungun Tahun 1968-2005

Yang Diajukan Oleh:

Nama: Rindi Iswara NIM : 110706003

Telah disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi oleh:

Pembimbing

Dr. Edi Sumarno, M.Hum Tanggal, 30 Maret 2017

NIP. 196409221989031001

Ketua Program Studi Ilmu Sejarah

Drs. Edi Sumarno, M.Hum. Tanggal, 30 Maret 2017

NIP. 196409221989031001

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(4)

LEMBAR PENGESAHAN KETUA DEPARTEMEN

DISETUJUI OLEH:

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH Ketua Program Studi Ilmu Sejarah:

Tanggal: 30 Maret 2017 Drs. Edi Sumarno, M.Hum.

NIP. 196409221989031001

(5)

LEMBAR PENGESAHAN DEKAN DAN PANITIA UJIAN

PENGESAHAN:

Diterima oleh:

Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Dalam bidang Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan Pada :

Tanggal : waktu :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan,

Dr. Budi Agustono, M.S NIP. 196008051987031001

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Edi Sumarno, M.Hum. (...) 2. Dra. Nina Karina, M.SP. (...) 3. Dra. Lila Pelita Hati, M.Si (...) 4. Dra. Penina Simanjuntak, M.S (...) 5. Dra. Junita Setiana Ginting, M.Si (...)

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt, atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Walaupun tantangan dan cobaan melintang namun penulis masih diberikan nikmat kesabaran, keikhlasan dan nikmat iman sehingga penulis sabar menjalaninya. Shalawat berangkaikan salam penulis hadiahkan ke ruh junjungan alam Nabi besar Muhammad Saw.

Penulisan skripsi adalah salah satu syarat yang wajib dipenuhi untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. dalam hal ini penuli mengkaji tentang perkebunan teh yang berada di Kecamatan Sidamanik. Skripsi ini berjudul Dari Perusahaan Perkebunan Negara (PNP) hingga Perseroan Terbatas Perkebunan Negara (PTPN) Sejarah Perkebunan Teh Sidamanik di Kabupaten Simalungun Tahun 1968-2005.

Penulis menyadari skripsi ini belum lah sempurna dan masih banyak kekurangan yang terdapat didalamnya. Untuk itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat untuk menambah khasanah sejarah bagi kita semua.

Medan, Maret 2017 Penulis,

Rindi Iswara NIM. 110706003

(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud dan selesai tanpa adanya bantuan, dorongan, pelayanan, serta semangat baik yang bersifat moril maupun materil yang diberikan oleh banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada yang terhormat:

1.

Bapak Dr. Budi Agustono, MS., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, serta kepada Wakil Dekan beserta Staf pegawai Fakultas Ilmu Budaya, USU.

2.

Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum., selaku Ketua Departeman Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU, dan sebagai Pembimbing Skripsi yang telah sabar dalam membimbing, memotivasi, membrikan nasehat dan bantuan kepada penulis, terimakasih atas segalah arahan, waktu luang dan bantuan yang telah bapak berikan segala pemikiran yang bapak kemukakan saya jaadikan motivasi dan inspirasi dalam penulisan skripsi ini. Tidak lupa juga Ibu Dra. Nina Karina, M.SP, selaku Sekretaris Departemen Sejarah yang turut membantu dalam kelancaran penulis.

3.

Seluruh staf pengajar Bapak/ Ibu dosen yang telah menurunkan ilmunya kepada penulis, baik dari segi pengetahuan, pengalaman, serta wawasan selama penulis menjadi mahasiswa. Serta tidak lupa kepada Staf Administrasi Departemen

(8)

Sejarah Bang Ampera yang telah banyak membantu penulis dalam persoalan administrasi.

4.

Seluruh Staf Pegawai di PT. Perkebunan Nusantara IV Sidamanik terutama ditujukan kepada Bapak P. Manik dan Bapak Makruf, Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Digital Universitas Negeri Medan, Arsip daerah kota Medan, Kantor Dinas Perkebunan kota Medan, dan Badan Pusat Statistika Simalungun yang telah memberikan data serta pelayanan selama penulis melakukan penelitian.

5. Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua penulis yang sangat penulis sayangi. Bapak Suyono dan Ibu Ruliana terima kasih yang sebesar- besarnya atas segala pengorbanan doa bapak dan ibu yang tidak pernah putus dan tanpa kenal lelah tetap mendulung penulis menyelesaikan study.

6.

Kepada rekan-rekan dan sahabat-sahabat saya, Wahyu Putra Kelana, S.S yang telah memberikan masukan-masukan untuk penulisan skripsi ini. Tidak lupa pula pada Rini Amanda, S.S., Nelli Oktavia Tambunan, S.S., Dedek Murni Hutapea, S.S, Putri Junita Tanjung, S.S, Rahmat Syahdoni, S.S., Vennica Simajuntak, S.S., Serli Nuli, S.S., dan semua teman-teman terkhusus untuk stambuk 2011 yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu per satu semoga kebersamaan diantara kita yang telah terjalin selama ini tetap terpelihara. Terima kasih atas pengalaman baik suka maupun duka yang sangat berharga yang telah kita lewati bersama.

(9)

7.

Kepada adik saya, Rayi Sekar Sari yang telah memberikan banyak masukan- masukan dan teman berkelahi dirumah serta yang selalu mengingatkan saya untu secepatnya sarjanah..

Akhirnya untuk semua orang yang telah membantu langsung maupun tidak langsung penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga kebaikan dan bantuan kalian semua mendapat imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin..

Medan, Maret 2017 Penulis,

Rindi Iswara NIM. 110706003

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR...i

UCAPAN TERIMAKASIH...ii

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL...viii

DAFTAR GAMBAR...ix

ABSTRAK...xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Rumusan Masalah...9

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian...9

1.4 Tinjauan Pustaka...10

1.5 Metode Penelitian...12

BAB II PERKEBUNAN TEH SIDAMANIK SEBELUM TAHUN 1968 2.1 Sekilas tentang Kecamatan Sidamanik...15

2.2 Perkebunan Teh Sidamanik Sebelum Tahun 1968...20

2.3 Produksi Teh di Perkebunan Teh Sidamanik...24

(11)

2.4 Administrasi dan Sistem Kerja Di Perkebunan Teh

Sidamanik...27

2.5 Kehidupan Masyarakat Perkebunan...29

BAB III PERKEBUNAN TEH SIDAMANIK MASA PNP 1968-1974 3.1 Kondisi dan Luas lahan Perkebunan Teh Sidamanik...32

3.2 Produksi Teh...35

3.3 Struktur Organisasi...38

3.4 Kehidupan Masyarakat Perkebunan...41

BAB IV PERKEBUNAN TEH SIDAMANIK MASA PTP, 1974-1996 4.1 Kondisi dan Luas lahan Perkebunan Teh...45

4.2 Produksi Teh...47

4.3 Struktur Organisasi...54

4.4 Kehidupan Masyarakat Perkebunan...58

BAB V PERKEBUNAN TEH SIDAMANIK MASA PTPN, 1996-2005 5.1 Kondisi Luas lahan Perkebunan...62

5.2 Produksi Teh...72

5.3 Struktur Organisasi...66

5.4 Kehidupan Masyarakat Perkebunan...76

(12)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan...81

6.2 Saran...83

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel. 2.1. Distribusi penggunaan tanah Kecamatan Sidamanik tahun 2001

Tabel. 2.3 Produksi Teh Perkebunan Sidamanik Tahun 1926-1930

Tabel. 3.1 Luas lahan Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) tahun 1969- 1973

Tabel. 3.2 Produksi Teh Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) tahun 1969- 1973

Tabel. 4.1 Luas lahan PT. Perkebunan VIII Sidamanik tahun 1990-1995

Tabel. 4.2 Produksi Teh di perkebunan PTP VIII Sidamanik tahun 1990-1995

Tabel. 5.1 Luas lahan perkebunan teh PT. Perkebunan Nusantara VI Sidamanik tahun 1996-2005

Tabel. 5.2 Produksi Teh PT. Perkebunan Nusantara VI Sidamanik tahun 1996-2005

Tabel. 5.3 Jumlah tenaga kerja di PT. Perkebunan Nusantara VI Sidamnaik tahun 1990-2005

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar. 1. Kantor Besar HVA di Medan

Gambar. 2. Kegiatan memetik teh

Gambar. 3. Kampung Jawa di Simaloengun

Gambar. 4. Pembersihan Lahan dan Penaman bibit teh baru

Gambar. 5. Pabrik perkebunan teh Sidamanik

Gambar. 6. Pabrik pengolahan teh Sidamanik

Gambar. 7. Kantor kebun Sidamanik

Gambar. 8. Pengayaan Teh jadi

Gambar. 9. Proses Pelayuan Pucuk Daun Teh

Gambar.10. Teh Hitam Sidamanik

Gambar. 11. Bubuk Teh yang telah diayak

(15)

GLOSARIUM

Administratur : Kepala/ pemimpin sebuah perkebunan.

Afdeeling : Wilayah pemerintah yang merupakan bagian dari keresidenan atau provinsi dan dikepalai oleh seorang asisten.

Devisa : Subah barang yang dapat dipakai sebagai alat pembayaran internasional atau antarnegara.

HVA : Perusahaan yang membawahi atau mengolah beberapa perkebunan.

Onderneming : Perkebunan

(16)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Dari Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) hingga Perusahaan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) Sejarah Perkebunan Teh Sidamanik 1968-2005” ini merupakan sebuah kajian perkebunan yang dikaitkan dengan keadaan perkebunan seperti, kondisi perkebunan, perkembangan perkebunan, kehidupan masyarakat per-kebunan, dan bentuk manajemen di perkebunan serta produksi perkebunan di daeranh Simalungun Kecamatan Sidamanik. Dimana dalam keadaan ini dapat dilakukan bagaimana, latar belakang perkembangan produksi perkebunan dan perkembangan perkebunan Sidamanik pada 1968-2005.

Skripsi ini menggunakan metode penelitian sejarah yaitu, heuristik (pengumpulan sumber), kritik eksteren dan interen (pengkritikan sumber), interpretasi (penafsiran sumber), dan historiografi (tahap akhir penulisan).

Penulisan ini diuraikan dalam bentuk deskriptif – naratif yaitu menganalisis setiap data dan fakta agar tulisan bersifat ilmiah (objektif), dan kronologis.

Dari hasil penelitian yang dilakukan dilapangan menunjukan bahwa, adapun alasan yang melatar belakangi belakangu menurunya produksi teh Sidamanik disebabkan oleh beberapa faktor yaitu. Pertama: biaya produksi teh jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga jualnya. Kedua: membanjir produsen-produsen teh dari negara-negara berkembang di asia menyebabkan penumpukan produksi teh di Sidamanik. Ketiga: harga jual teh di pasaran ekspor tidak pernah stabil dan ini menyebabkan sangat sulit bagi perusahaan untuk bisa memgembangkan produksi tehnya dan semakin berkurangannya luas lahan perkebunan teh itu sendiri.

Kata Kunci: Perkebunan Teh Sidamanik pada masa PNP, PTP, hingga PTPN

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masakah

Perkebunan pertama kali diperkenalkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda sejak datang ke Indonesia dengan keuntungan yang melimpah. Hal tersebut merupakan salah satu sisi sejarah yang mempunyai pengaruh cukup luas bagi bangsa Inonesia dalam waktu yang cukup panjang. Belanda sebagai salah satu negara penjajah mempunyai peran penting dalam sejarah perkebunan terutama yang telah melakukan dasar bagi perkebunan di Indonesia. 1 Pada dasarnya tujuan dari kebijaksanaan perkebunan adalah meningkatkan Devisa, pendapatan petani perkebunan, memperluas lapangan kerja dan meningkatkan hasil-hasil perkebunan.

Sistem perkebunan dibawa ke Indonesia oleh kalangan pengusaha yang berasal dari negeri Belanda. Sebelum kedatangan Bangsa Belanda, masyarakat Indonesia telah mengenal sistem kebun yang merupakan bagian dari sistem pertanian tradisional.

Sistem kebun umumnya diwujudkan dalam bentuk usaha kecil, lahan terbatas, jumlah tenaga kerja sedikit yang biasanya hanya berpusat pada anggota keluarga, kurang berorientasi pada pasar, lebih bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan subsisten.

Berbeda dengan sistem perkebunan modern yang diwujudkan dalam bentuk usaha skala besar dan berorientasi pada pasar. Secara pokok pertumbuhan sistem perkebunan di Indonesia pada masa kolonial mengalami dua fase perkembangan,

1 Sartono Kartodirdjo, Sejarah Perkebunan di Indonesia: Kajian Sosial Ekonomi, Yogyakarta: Aditya Media, 1991, hlm.3.

(18)

yaitu dari fase perkembangan perkebunan negara ke fase perkebunan swasta.2 Perkembangan ini terjadi seiring dengan pergeseran orientasi politik Pemerintah kolonial yang mendasarinya, yaitu dari politik konservatif kepolitik liberal. Pada saat Pemerintahan Kolonial dipegang oleh kalangan konservatif, kebijakan perkebunan garis kebijakan yang pernah diterapkan oleh VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) yang bersifat eksploitatif dan memaksa. Terlebih setelah Belanda mengalami kekosongan kas negara akibat membengkaknya biaya perang, maka sebuah sistem untuk mengekploitasi negeri jajahan yang kita kenal sebagai Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) diterapkan pada tahun 1830. Kurang lebih selama 40 tahun sistem yang digagas oleh Van den Bosch ini diterapkan di Indonesia atau disebut sebagai Hindia-Belanda yang pelaksanaannya dinilai berhasil karena telah mampu memenuhi kas negeri Belanda yang semula kosong menjadi berlimpah.3 Kebahagiaan yang dirasakan negeri Belanda karena keberhasilan Sistem Tanam Paksa, justru berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan oleh rakyat di Hindia- Belanda. Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa yang diwarnai oleh berbagai penyimpangan telah menimbulkan penderitaan yang berat bagi rakyat Hindia- Belanda.

2 Ibid., hlm.10.

3 Sistem Tanam Paksa telah berhasil meningkatkan produksi tanaman ekspor, dan mengirimkannya ke negeri induk dan kemudian dijual ke pasaran dunia yang mendatangkan keuntungan yang besar untuk Pemerintah Kolonial Belanda.

(19)

Beralihnya kendali Pemerintahan dari kalangan konservatif kepada kalangan liberal, telah membuka perjalanan sejarah perekonomian bangsa Indonesia, khususnya dalam perkembangan perkebunan. Pada masa liberal, Pemerintah memberlakukan Politik Pintu Terbuka yang memberi kesempatan kepada para pengusaha swasta untuk berusaha seluas-luasnya di negeri jajahan. Dengan diizinkannya kalangan swasta untuk masuk dan menanamkan modalnya, usaha-usaha perkebunan di Hindia-Belanda berkembang pesat. Banyak perkebunan besar berdiri di berbagai daerah seperti di Priangan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura dan Sumatera.4 Dan tanaman teh yang dikembangkan di daerah-daerah dataran tinggi seperti hampir di seluruh wilayah Priangan. Meskipun teh bukan komoditas utama, tetapi memiliki peranan cukup penting bagi pemasukan devisa Hindia-Belanda.

Tanaman teh mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1686. Pembawa tanaman tersebut adalah seorang Belanda yang bernama Andreas Cleyer di perkebunan Batavia (Jakarta).5 Perkebunan tersebut pada saat itu tidak begitu luas, hanya berupa pekarangan milik Gubernur Jenderal Camphuys yang menanam teh sebagai tanaman hias. Awal pembudidayaan di Hindia-Belanda (Hindia Timur) dimulai sejak jaman VOC yaitu pada tahun 1728. Pada tahun tersebut, pemerintah Belanda mulai mendatangkan biji-biji teh secara besar-besaran dari Cina untuk dikembangkan di Pulau Jawa.6 Pada tahun 1824, Dr. Van Siebold, mempromosikan bibit teh dari Jepang atas ijin pemerintah. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal No.6

4 Ibid., hlm.64.

5 James J. Spillane, Komoditi Teh: Peranannya dalam Perekonomian Indonesia, Jakarta:

Kanisius, 1992, hlm. 32.

6 Ibid.,

(20)

tanggal 10 Juni 1824, maka didatangkanlah biji-biji teh dari Jepang tersebut. Dua tahun kemudian, bibit-bibit teh dari Jepang tersebut mulai dicoba untuk di budidayakan di wilayah-wilayah Priangan, Bogor dan Garut. Uji coba pembudidayaan ini membuahkan hasilnya pada tahun 1828. Keberhasilan uji coba ini juga tidak terlepas dari peranan J.I.L.L Jacobson.7

Tanaman teh oleh pemerintah dianggap sebagai tanaman yang tidak menguntungkan bahkan cenderung merugikan. Hal ini karena pada saat itu teknologi penanaman serta pengolahannya masih terbatas, selain itu biaya pekerjaan dan pengangkutan dari kebun ke pabrik sangat mahal. Oleh karena pemerintah terus mengalami kerugian akibat pembudidayaan tanaman teh, maka Menteri Jajahan pada saat itu mengusulkan agar membebaskan seluruh budidaya teh dan menyewakannya kepada para pengusaha swasta dengan keputusan tersebut, maka berdatanganlah para pengusaha swasta untuk menyewa perkebunan teh milik pemerintah. Pada awalnya, para pengusaha ini mengalami berbagai kesulitan dalam mengembangkan budidaya teh di Hindia-Belanda. Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Agraria tahun 1870, perkebunan-perkebunan teh mulai berkembang dengan baik, dan saat itu para pengusaha-pengusaha swasta mulai tertarik untuk menanamkan modalnya ke dalam usaha perkebunan di Hindia-Belanda.

Perkembangan tanaman teh di Indonesia selanjutnya terjadi pada tahun 1872, yaitu dengan didatangkannya benih teh dari Assam (India) dan mencapai kesuksesan pertama pada tahun 1878. Teh yang ditanam di perkebunan-perkebunan sekarang

7 Ibid., hlm.74.

(21)

hampir seluruhnya merupakan Teh Assam, yang sebenarnya lebih cocok dengan iklim dan tanah di Indonesia khususnya di Jawa. Sejak saat itu, perkebunan teh di Pulau Jawa berkembang dengan pesat dan kemudian menjalar ke Sumatera.8

Awal penanaman teh pertama kali di Sumatera Timur dilakukan di sebidang tanah percobaan di salah satu ondernaming Rimbun Hulu Deli pada tahun 1898, akan tetapi percobaan ini tidak memberikan harapan dan hasil yang baik, karena biaya pembukaan hutan jauh lebih mahal dibandingkan dengan hasil yang diharapkannya.

Kemudian penanaman dialihkan di perkebunan Tebing Tinggi didapat hasilnya cukup baik.9 Di wilayah Pematang Siantar penanaman teh lebih menunjukkan hasil ynag jauh lebih baik hal ini di karenakan kecocockan tanahnya.10 Pada tahun 1910, mulai dibangun perkebunan teh di daerah Simalungun, Sumatera Utara. Perkebunan teh ini di buka pertama kali oleh Handles Vereningin Amsterdam (HVA) pada tahun 1924 di Sidamanik dan pada tahun 1926 didirikan pabrik pengolahan teh oleh perusahaan yang sama, dan sampai saat ini masih beroperasi. Sejak berdirinya sampai sekarang pengolahan kebun ini telah beberapa kali pindah tangan.

Pada tahun 1957 Pemerintah Indonesia melalui keputusan Mentri Pertanian NO 229/ UM 157 pada tanggal 10 Desember 1957 melakukan penggambilalihan kekuasaan atas perusahaan-perusahaan perkebunan yang pada saat itu dipegang oleh

8 Ita Setiawati, dkk, Teh: Kajian Sosial Ekonomi, Yogyakarta: Aditya Media, 1991, hlm. 14.

9 Karl J Pelzer, Toean Kebun dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria di Sumatera Timur 1863-1947, Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hlm. 51

10 Pengusaha Onderneming Swis, A. Ris telah membuktikan bahwa wilayah Sumatera Timur dapat dijadikan sebagai komersial penanaman teh. tahun 1910 dan 1920 jerman dan Inggris telah memberikan modal untuk mengembangkan onderneming-onderneming teh di sekeliling Pematang Siantar yang diwakili oleh Rubber Plantation Inestment Trust. Ita Setiawati, op. cit. hlm 16

(22)

bangsa asing yang kemudian untuk menanggani pengelolaan perkebunan ini pemerintah membentuk Perusahaan Negara Baru (PNB) dan Pusat Perkebunan Negara (PPN). Sejak pengambilalihan perkebunan milik Belanda ini dengan UU NO 86 Tahun 1958 seleruh perusahaan dinasionalisasikan, termasuk perusahaan perkebunan yang ada. Selanjutnya PNB dan PPN yang ada dilebur menjadi Badan Pimpinan Umum Pusat Perkebunan Negara dan daerah Sumatera I sampai IX

Kemudian pada tahun 1963 untuk meningkatkan komoditi perkebunan, perkebunan Sumatera Utara termasuk perkebunan teh Sidamanik dialihkan menjadi perusahaan Aneka Taanaman IV (ANTAN IV) yang menanam berbagai komditi yang dapat di ekspor. Sekitar tahun 1968 berubah nama lagi menjadi Perusahaan Negara Perkebunan VIII (PNP VIII). Berdasarkan surat putusan Mentri pada tahun 1974 maka terbentuklah Perseroaan Terbatas Perkebunan VIII (PTP VIII) dan berkantor pusat di Medan.perusahaan ini mengusahakan berbagai jenis komoditi tanaman perkebunan.

Akhirnya tanggal 11 Maret 1996, terjadi peleburan anatara PTP IV, PTP VII, PTP VIII, di lebur menjadi PT. Perkebuan Nusantara IV (PTPN IV). Tak terkecuali pekebunan teh Sidamanik yang masuk dalam lingkup PTPN IV. Dengan adanya peleburan ini PT Perkebunan Nusantara IV mengolah 3 komoditi tanaman yaitu, kelapa sawit, teh, dan kakao.11

11 Sejarah Singkat Perkebunan Teh Sidamanik, dalam PT.Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Kebun Sidamanik. Selayang Pandang 2015.hal. 2.

(23)

Perkebunan sejak masa Kolonial Belanda sudah menjadi sektor unggulan yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar bagi negara penghasil teh.

dan segala kegiatan yang berhubungan dengan produksi teh merupakan bidang usaha yang memberikan sumber terhadap kesempatan kerja dan pemerataan penghasilan bagi masyarakat. Bidang usaha produksi teh ini sungguh-sungguh membutuhkan tenaga kerja yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat karena tenaga-tenaga kerja yang dibutuhkan mulai dari pembukaan lahan untuk perkebunan, pembibitan, penanaman, pemupukan, pemetikan, pengangkutan, proses produksi, sampai pada pusat-pusat penjualan.12 Setiap tahunnya perusahaan selalu dihadapkan oleh beberapa masalah dalam produksi dimana setiap tahunnya hasil produksi tidak pernah stabil, di tahun 1990-an jumlah produksi teh mengalami penurunan dan meningkat kembali di tahun 2005. Hal ini disebabkan karena membanjirnya teh dari negara-negara berkembang yang pada saat itu baru menjadi produsen teh dunia dan harga jual di pasaran dunia tidak sebanding dengan jumlah biaya produksi teh itu sendiri.

Penelitian sejarah mengenai sejarah perkebunan teh Sidamanaik masih sedikit, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Adapun penelitian sejarah sebelumnya yang diteliti membicarakan mengenai kehidupan karyawan wanita di PT Perkebunan Nusantara IV di Kecamatan Sidamanik dan latar belakang pembukaan perkebunan teh di kecamatan Sidamanik.Penelitian tentang perkebunan teh Sidamanik masih sedikit padahal seperti yang kita ketahui perkebunan teh Sidamanik

12 Indonesia merupakan negara pengeskpor komoditi teh nomor lima di dunia. ekspor komoditi teh Indonesia sebagian besar merupakan teh hitam yang diolah secara ortodoks dan sebagian kecil teh hijau. Daerah pemasaran teh dari Indinesia meliputi ASA, Pakistan, Negara-negara Timur Tengah, Erops, Mesir, Astralia, Singapura. James J Spillen, op. cit. hlm 40.

(24)

merupakan perkebunan lama milik Belanda yang kemudian dinasionalisasikan pemerintah Indonesia menjadi perkebunan Negara.

Teh merupakan salah satu komoditi yang banyak peminatnya di Eropa.

Indonesia kemudian menjadi negara pengekspor teh lebih dari 75 % kebutuhan teh dunia. Sehingga Indonesia menjadi salah satu produsen teh dunai peringkat kelima.

Dengan begitu eskpor teh memberikan sumbangan yang besar bagi devisa Indonesia.

Namun demikian tidak jarang perkebunan selalu dihadapkan oleh beberapa masalah yang mempengaruhu hasil produksi teh. Dan tidak jarang perusahaan berniat untuk mengkonversikan tanaman teh menjadi tanaman Kelapa sawit yang lebih memberikan keuntungan bagi perusahaan.13

Dari beberapa uraian di atas, maka penelitian ini diberi judul “Dari Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) hingga Perusahaan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) Sejarah Perkebunan Teh Sidamanik 1968-2005. Tahun 1968 merupakan awal penelitian ini karena di tahun ini awal pertama peleburan perusahaan perkebunan teh di Sidamanik setelah pemerintah Indonesia mengambil alih perkebunan milik Kolonial Belanda. Tahun 2005 menjadi tahun akhir dari peningkatan produksi teh yang jauh lebih baik di bandingkan tahun sebelumnya meskipun di tahun sebelumnya jumlah produksi naik.

13 Jan. Ericson Chandra Purba,” Tesis Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Alih fungsi Lahan Tanaman Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun.” Medan: Sekolah Pascasarjanah Universitas Sumatera Utara, 2009, hal. 6-8.

(25)

1.2 Rumusan Masalah

Dalam melakukan suatu penelitian perlu untuk membatasi hal-hal yang akan dibahas sehingga memudahkan penulis untuk mendapatkan data-data yang relevan.

Dengan demikian untuk penjabaran permasalahan yang akan dikaji diperlukan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi Perkebunan Teh Sidamanik sebelum tahun 1968 ?

2. Bagaimana kondisi Perkebunan Teh Sidamanik pada masa PNP, 1968-1974

3. Bagaimana kondisi Perkebunan Teh Sidamanik pada masa PTP, 1974-1996

4. Bagaimana kondisi Perkebunan Teh Sidamanik pada masa PTPN,1996- 2005 ?

1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian

Penelitian memiliki tujuan dan manfaat penting bukan hanya bagi penelitian tetapi juga bagi masyarakat umum. Tujuan penelitian ini adalah:

1 Untuk mengetahui kondisi Perkebunan Teh Sidamanik sebelum tahun 1968 ? 2 Untuk mengetahui kondisi Perkebunan Teh Sidamanik pada masa PNP, 1968-

1974 ?

3 Untuk mengetahui kondisi Perkebunan Teh Sidamanik pada masa PTP, 1974- 1996 ?

(26)

4 Untuk mengetahui kondisi Perkebunan Teh Sidamanik pada masa PTPN, 1996- 2005 ?

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1 Dalam bidang sejarah untuk menambah referensi tentang sejarah perkebunan khususnya Perkebunan Teh Sidamanik pada masa PNP-PTPN 1968-2005 2 Bagi masyarakat umum penelitian ini dapat memberi pengetahuan baru

tentang sejarah Perkebunan Teh Sidamanik dan perubahan apa saja yang terjadi pada masa PNP-PTPN 1968-2005

3 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan terhadap perusahaan perkebunan teh Sidamanik untuk lebih meningkatkan dan mempertahankan kualitas teh dan jumlah produksi teh.

1.4 Tinjauan Pustaka

Karya James J. Spillane dalam buku yang berjudul “Komoditi Teh:

Peranannya dalam perekonomian Indonesia”(1992). Buku ini memberikan gambaran tentang bagaimana peranan teh dalam perekonomian dunia khususnya perekonomian Indonesia. Buku ini juga menjelaskan keadaan produksi teh dunia yang setiap tahunya tidak pernah stabil melihat perekembangan produksi teh di beberapa negara yang mengalami peningkatan yang begitu cepat hingga mengakibatkan menurunya harga produksi teh Indonesia. Di dalam buku ini juga menjelaskan bagaimana peranan teh dalam memberikan keuntungan devisa bagi negara penghasil tanaman teh.

(27)

Karl J.Pelzer yang berjudul “Toean Kebun dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria (1985). Dalam buku ini menjelaskan awal masuknya perkebunan teh di Sumatera Utara yang kemudian berkembang ke seluruh wilayah Sumatera utara. Tidak hannya itu saja setelah pengembangan tanaman perkebunan seperti tembakau kemudian di buku ini juga menjelaskan awal pertama tanaman teh di Sumatera Timur dikembangkan. Tanaman teh pertama kali di tanaman di sebuah onderneming Rimbun di Hulu Deli yang merupakan tanaman percobaan, akan tetapi percobaan ini tidak menunjukan hasil yang baik karena biaya pembukaan lahan jauh lebih mahal dibandingkan dengan hasil yang diharapkan. Kemudian, penanaman dialihkan ke Tebing tinggi dan menunjukan hasil yang baik, pengembangan tanaman teh diperluas hingga ke wilayah Pematang Siantar dan Simalungun.

Ita Setiawati, dkk dalam bukunya yang berjudul “Teh: Kajian Sosial- Ekonomi (1991)” buku ini menjelaskan bagaimana teh berperan dalam pasaran internasional yang memberikan keuntungan bagi negara Indonesia. Buku ini juga menjelaskan bagaimana standarnisasi teh, pemasaran teh, perdagangan, dan permasalahannya, buku ini juga dapat membantu penulis untuk menjelaskan bagaimana gambaran umum perkebunan teh, mekanisme kerja lingkungan perkebunan teh, dan seberapa jauh peranan perkebunan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat perkebunan.

Karya Jan Ericson Chandra Purba yang berjudul Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi alih fungsi Lahan Tanaman Teh menjadi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun (tesis 2009), tesis ini membahas mengenai permasalhan-

(28)

permasalahan yang menyebabkab produktivitas teh tidak pernah stabil, dimana harga jual teh tiap tahunnya tidak bisa ditentukan, sementara biaya produksi teh selalu naik dari tahun ke tahun dan keuntungan yang didapat tidak sebanding dengan biaya produksi.

PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero). (Artikel) ini menjelaskan awal keberadaan perkebunan ini yang merupakan milik maskapai Belanda yang kemudian dinasionalisasikan oleh pemerintah Indonesia, dan telag mengalami beberpa kali perubahan nama perusahaan yang pada akhirnya menjadi PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV).

1.5 Metode Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian membutuhkan metode untuk dapat mempermudah mengumpulkan fakta-fakta dari permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian sejarah telah dikenal proses penelitian sejarah yang berisi cara atau aturan- aturan yang di buat sedemikian rupa, proses ini juga disebut metode sejarah. Metode sejarah merupakan proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan jejak- jejak peninggalan sejarah.14 Tahapan dalam metode sejarah terdiri dari empat tahap yaitu, heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.

Tahap pertama yaitu Heuristik, pengumpulan sumber-sumber yang berhubungan dengan masalah yang sedang di teliti dan dalam hal ini tentang pertanian nilam. Metode yang dilakukan dalam heuristik adalah studi pustaka dan

14 Louis Gottchalk, Mengerti Sejarah, Terjemahan dari Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Pers, 1995, hal. 9

(29)

wawancara. Studi pustaka adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan bahan bacaan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti berupa buku-buku, arsip daerah, skripsi, tesis, disertasi, jurnal, dan lainnya. Untuk mengumpulkan sumber pustaka yang berkaitan tentang perkebunan Teh di Sidamanik penulis telah mengunjungi Kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Simalungun, Kantor Dinas Perkebunan kota Medan, Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun, Kantor Perpustakaan Arsip daerah kota Medan dan Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, dan Perpustakaan umum kota Siantar, perpustakaan Universitas STIPAP Medan dan Kantor pusat PTPN IV Medan, dan Kantor PTPN IV Sidamanik.

Dalam studi pustaka ini penulis memperoleh data seperti data mengenai luas areal perkebunan teh Sumatera Utara tahun 1970-an dan jumlah produksi teh di Sumatera Utara.

Selanjutnya metode yang dilakukan untuk mengumpulkan bahan adalah dengan metode wawancara. Wawancara dilakukan dengan orang-orang yang memiliki pengetahuan lebih tentang perkebunan teh di Sidamanik seperti beberapa karyawan perkebunan yang berkerja di perkebuna teh Sidamanik dan lain-lainnya.

Setelah sumber-sumber yang berhubungan terkumpul maka tahap yang perlu dilakukan selanjutnya adalah kritik sumber. Kritik sumber terdiri dari dua yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern dilakukan dengan memilah sumber yang telah didapat menurut keaslian sumber-sumber tersebut apakah sumber itu sepenuhnya asli atau telah mengalami perubahan dengan mengamati tulisan, ejaan, jenis kertas dan mencermati dokumen apakah isinya telah mengalami perubahan sebagian atau utuh.

Kritik intern yaitu suatu langkah untuk menilai isi dari sumber-sumber yang telah

(30)

dikumpulkan. Hal ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kredibilitas dari sumber yang didapat.

Tahapan selanjutnya adalah interpretasi yaitu memberikan tanggapan teoritis terhadap sumber-sumber yang telah dikumpulkan. Interpretasi atau penafsiran sering disebut sebagai biang subyektivitas.15 Setelah mendapatkan data dari sumber yang di kumpulkan, peneliti kemudian menganalisis dan menyatukan kepingan data tersebut sehingga mendapatkan fakta sementara.

Historiografi merupakan tahap terakhir dalam proses penelitian sejarah.

Rekonstruksi yang imajinatif daripada masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses itu disebut historiografi (penulisan sejarah).16 Tahapan penulisan dilakukan agar fakta-fakta yang dikumpulkan dapat dirangkai secara kronologis menjadi sebuah tulisan yang bersifat objektif yang berisi kebenaran- kebenaran yang dapat diterima semua pihak.

15 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Jogyakarta: Yayasan Bentan Budaya, 1995, hal. 99.

16 Ibid., hlm. 100

(31)

BAB II

PERKEBUNAN TEH SIDAMANIK SEBELUM TAHUN 1968

2.1 Sekilas tentang Kecamatan Sidamanik

Sidamanik adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Kecamatan Sidamanik ini terletak anatara 02° LU-90º BT. Pada masa Kolonial Belanda Sidamanik merupakan bagian wilayah kerajaan Siantar yang terdiri dari Siantar, Bandar, dan Sidamanik dan memiliki struktur tanah yang sangat subur.

Kecocokan dan kesuburan tanah yang dimiliki kerajaan Siantar menjadikan daerah kerajaan sebagai salah satu lahan perkebunan.

Kecamatan Sidamanik berada diantara dua perkebunan teh besar yang sekarang dimilik oleh Unit Usaha PT. Perkebunan Nusantara IV. Di kawasan wilayah Sidamanik ada beberapa daerah yang ditanami teh seperti Bahbutong dan Toba Sari.17 Masing- masing dari perkebunan ini menghasilkan kualitas yang sangat baik.

Teh dari perkebunan Sidamanik memiliki kualitas yang baik dan jumlah yang lebih banyak begitu juga di Bahbutong dan Tobasari.

Sebagian besar lahan di Sidamanik adalah pegunungan yang bergelombang dan hanya sedikit yang datar/rata. Kecamatan Sidamanik terdiri dari 140 desa/kelurahan dengan luas keseluruhan 174,59 ha, dengan ketinggian permukaannya

17 Kebun teh Bahbutong merupakan perkebunan pertama yang dibuka di Kecamatan Sidamanik yang di buka pada tahun 1917 dan kebun Toba Sari baru dibuka pada tahun 1997 yang masih merupakan kawasan dari kebun Sidamanik.

(32)

780m diatas permukaan laut.18 Sidamanik sendiri merupakan Tanah Kerajaan yang masuk dalam distrik kerajaan Sinatar yang pada saat pemerintahan Kolonial Belanda dijadikan kawasan perkebunan.

Dari luas keseluruhannya Kecamatan Sidamanik arealnya terdiri dari tanah sawah dan tanah kering. dan dari luas arealnya perkebunan merupakan daerah yang terluas yang mencapai 5678 ha dari luas areal keseluruhan, kemudian disusul areal irigasi setengah teknis yang mencapai 1011 ha dari seluruh areal, sedang areal yang sementara tidak diusahkan dalam areal yang tidak berproduksi dan merupakan areal yang paling kecil.19 Data tersebut dapat dilihat dalam tabel.

18 Kecamatan Sidamanik dalam angka 2016, penerbit: Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun

19 Ibid., hlm. 10.

(33)

Tabel 2.1 Distribusi penggunaan tanah Kecamatan Sidamanik tahun 2001

No Jenis penggunaan tanah Luas (ha) Persentasi (%)

1 Tanah kering

a.perkarangan,halaman/tapak bangunan

3.416 4,91

21,82 3,13 b.regal/ kebonan

c. perkebunan d. lainnya

771 5678 2925

4,91 36,28 18,69

2 Tanah sawah

Ladang a. rigasi, teknis

2059 310

13,15 1,98

Jumlah 156.50 100

Sumber: data statistik kecamatan Sidamanik tahun 2001

Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Sidamanik sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Panei tongah - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Dolok Pardamean - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pematang Sidamanik - Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Jorlang Hataran

Sebagian besar wilayah Sidamanik merupakan daerah dataran tinggi. Wilayah Sidamanik berikilim tropis memiliki suhu udara yang tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas (sedang) berkisar 24°C samapai dengan 26ºC dengan ketinggian berkisar 780 m diatas permukaan laut. Dengan kondisi ini sangat cocok untuk usaha perkebunan, seperti tanaman teh, kopi, dan kakao. Salah satu perkebunan yang

(34)

berkembang samapai saat ini adalah perkebunan teh Sidamanaik. Keadaan iklim dan tanah yang subur menjadikan wilayah Sidamanik sebagai lahan perkebunan teh yang banyak di kenal masyarakat luas.20 Selain cocok untuk lahan perkebunan kondisi iklim dan tanah di Sidamanik juga cocok untuk usaha pertanian. Sistem pertanian yang digunakan masyarakat Sidamanik adalah bersawah dan berladang. Tanaman pertanian yang biasa di tanam masyarakat Sidamanik adalah padi, jagung, cabai, tomat, dan lain-lain. Bertani sendiri merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat Sidamanik.

Sebagian besar lahan Sidamanik di pergunakan untuk perkebunan. Areal perkebunan teh sendiri ± 2.243,07 ha. Dengan pemakaian lahan untuk areal tanaman sekitar 1.704 ha dan luas areal untuk tanaman menghasilkan 1.068 ha, yang terdiri dari 4 Afdeling yang masing memiliki luas areal sebagai berikut:

Afdeling I: 324,02 ha

Afdeling II: 35,00 ha

Afdeling III: 349,10 ha

Afdeling IV: 360,07 ha

Perkebunan teh Sidamanik berada antara 2 perkebunan teh lainnya yaitu perkebunan teh Bahbutong dan Toba Sari yang masing-masing dikepalai seorang manejer perkebunan dengan sistem kerja yang sama untuk menghasilkan teh yang

20 Jan. Ericson Chandra Purba, “Tesis Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Alih fungsi Lahan Tanaman Teh Menjadi Perkebunan kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun,” Medan: Sekolah Pascasarjanah Universitas Sumatera Utara, 2009, hal. 6-8

(35)

berkualitas. Namun sayangnya seiring waktu berjalan luas areal perkebunan teh menyusut. Hal ini di karenakan konsumsi masyarakat terhadap teh khas Sumut masih sangat minim. Hal itu, dikarenakan sudah banyak yang beralih mengonsumsi kopi.

Tidak hanya itu berkuranganya luas lahan tanaman juga dikarenakan harga jual teh tidak bisa melebihi dari harga pokok.

Namun demikian pihak PTPN tetap mempertahankn komoditas teh meskipun luas tanaman berkurang. Teh Sumut sendiri memiliki potensi tidak kalah dibandingkan dengan teh dari Tiongkok. Namun, dikarenakan indikasi ekspor tinggi, mengakibatkan produksi-produksi yang tidak memenuhi kriteria dipasarkan di lokal.

Sehingga teh-teh yang beredar di pasar Sumut adalah teh dengan kualitas rendah.

Namun, demikian indikasi serupa tidak berlaku pada saat impor dilakukan, tidak digunakan standar tinggi seperti dilakukan di pasaran dunia, kondisi ini terjadi di karenakan manajemen ekonomi8 kita tidak tertata secara baik. Pasar tidak didukung pemerintah maupun swasta. Melalui replanting terhadap teh yang telah berumur lebih besar 50 tahun pihak PTPN mengganti tanaman yang sudah tua dengan membibitkn tanaman teh yang baru. Dengan harapan produksi tinggi, mutu bagus, tahan terhadap iklim, responsip terhadap pupuk dan lainnya.21

Perkebunan teh Sidamanik juga memberikan fasilitas bagi masyarakat sekitar perkebunan seperti rumah pondok/emplasmen, taman kanak-kanak (TK), sarana

21 Sindo, No 5, tanggal 12 April 2015.

(36)

olahraga, rumah sakit dan rumah ibadah hal ini dilakukan untuk memeberikan kenyaman bagi masyarakat sekitar perkebunan.22

2.2 Perkebunan Teh Sidamanik Sebelum Tahun 1968

Teh (Camelia Sinensis) merupakan tanaman yang berasal dari Cina, diperkirakan dari propinsi Szechwan, pada tahun 221-265 sesudah Masehi. Di Eropa tanaman teh mulai dikenal sejak awal abad ke-17. Pada saat itu, teh di Eropa telah menjadi salah satu gaya hidup. Dua negara Eropa yangberperan dalam proses penyebaran tanaman teh ke negara-negara lain yaitu Inggris dan Belanda. Oleh segelintir orang dari kedua negara tersebut, tanaman teh dibawa ke Jepang, Indonesia, Srilanka dan negara-negara lainnya.

Sidamanik merupakan salah satu wilayah kerajaan Siantar yang ada di Simalungun Provinsi Sumatera Utara yang dijadikan sebagai lahan perkebunan teh oleh pihak Belanda yang didirikan pada tahun 1924 oleh Handles Vereninging Amsterdam (HVA). Pendirian perkebunan ini tidak terlepas dari keberhasilan Belanda dalam mendapatkan konsesi tanah oleh raja-raja Siantar yang sebelumnya Belanda mendapat penolakan dari Kerajaan-kerajaan di Simalungun. Melalui penandatangan Korte Verklaring (plakat pendek) Pemerintah Belanda berhasil mendapatkan tanah untuk lahan perkebunan bagi pengusaha-pengusaha asing. Setelah penandatanganan Korte Verklaring ini Kolonial Belanda mulai menerapkan bentuk

22 Sejarah Singkat Perkebunan Teh Sidamanik, dalam PT.Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Kebun Sidamanik. Selayang Pandang 2015. hal.2-3

(37)

pemerintahan baru, dengan pengakuan otonomi terhadap raja-raja Simalungun, namun demikian masih pengawasan Pemerintah Belanda itu sendiri.23

Pembukaan perkebunan ini di awali tahun 1863 dimana pada saat itu daerah Simalungun menjadi sasaran para pengusaha perkebuanan untuk perluasan pekebunan asing yang meliputi daerah kerajaan Siantar, Tanah Jawa, dan Panei yang merupakan daerah yang subur dan cocok untuk perkebunan. Dengan adanya Korte Verklaring tersebut telah memberi jalan bagi pengusaha perkebunan untuk mengembangkan perkebunan. Antara tahun 1910-1920, modal Jerman dan Inggris yang diwakili oleh Rubber Plantation Inestmen Trust, berhasil memperoleh konsesi tanah yang luas dari raja Siantar dan Tanah Jawa. Sejak saat itu langkah ini diikuti oleh pengusaha Belanda Handles Vereeniging Amsterdam (HVA) untuk melakukan pengembangan perkebunan teh di sebuah Kecamatan yaitu Sidamanik.24 Dimana pada saat itu Sidamanik masuk dalam distrik kerajaan Siantar

Beberapa tahun kemudian, orang-orang Eropa Belanda berdatangan kewilayah tersebut untuk membuka lahan perkebunan. Perkebunan-perkebunan tersebut hingga saat ini masih tetap berdiri. Teh menjadi salah satu pendapatan pemerintah Kolonial Belanda yang mampu memberikan keuntungan besar untuk devisa negara. Pada masa Kolonial teh ini menjadi salah satu primadona di Eropa.

Perkebunan teh berkembang dengan sangat baik di tangan pemerintah Kolonial Belanda dan bahkan volume ekspor teh terus meningkat seiring dengan kenaikan

23 Korte Verklaring merupakan sebuah palakat pendek yang ditanda tangani oleh Kolonial Belanda dengan raja-raja Simalungun untuk mendapatkan konsesi tanah dari wilayah Simalungun

24 Budi Agustono dkk, Sejarah Etnis Simalungun, Pematang Siantar: Museum Simalungun, 2012.

(38)

produksi teh dalam negri, namun untuk peningkatan konsumsi teh dalam negeri masih rendah. Kondisi ini telah memberikan keuntungan yang sangat banyak bagi Belanda. Sedikitnya ada tiga perkebunan teh yang sampai saat ini masih berdiri yang sekarang dikelola PT Perkebunan Nusantara IV. Ketiga perkebunan tersebut adalah perkebunan teh Sidamanik, perkebunan teh BahButong, dan perkebunan teh Toba Sari.25

Pembukaan perkebunan ini tidak jarang belanda selalu di hadapan pada masalah yang timbul dalam perkebunan seperti tenga kerja untuk mengerjakan perkebunan. Diketahui bahwasannya penduduk asli dari daerah Sidamanik itu senidiri enggan untuk berkerja di perkebunan karena bagi mereka berkerja diperkebunan sangat berat dan mereka lebih memilih untuk bertani, karena pada dasarnya mayoritas masyarakat Sidamanik bermata pencaharian sebagai petani.

Akhirnya pihak perkebunan di Sumatera Tumur mendatangkan kuli dari luar daerah, seperti pulau jawa, cina, dan keling. Perekrutan kuli tersebut sering dilakukan dengan cara penipuan yaitu dengan cara diajak nonton pertunjukan wayang, atau meyebutkan Johor sebagai tempat tujuan. Pada kenyataannya, mereka disebrangkan ke deli secara diam-diam. Para agen pencari kuli menbujuk calon kuli dengan memberikan janji akan memperoleh gaji yang besar. Begitu juga untuk para perkerja di perkebunan teh mereka di datangkan melalui agen kuli yang kemudian di

25 Sebelumnya perkebunan teh di Simalungun ada enam perkebunan teh hanya saja tiga dari perkebunan teh yang ada telah di konversikan dari tanaman teh menjadi kelapa sawit. Adapun perkebunan teh yang telah dikonversikan yaitu perkebunan teh Marjandi, Perkebunan teh Bahbirung Hulu, dan perkebunan teh Sibosar, untuk perkebunan Sibosar sendiri sampai saat ini perkebunan tersebut telah ditutup.

(39)

tempatkan di daerah-daerah perkebunan untuk diperkerjakan sebagai kuli perkebunan sebelum mereka di berangkatkan ke daerah tujuan, para calon kuli harus menandatangani kontrak dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun.26 Mereka juga akan menerima uang (upah) selama mereka berkerja sebagai kuli. Setelah menandatangani kontrak tersebut pihak perkebunan meminta kepatuhan para pekerja dalam berkerja.

Para kuli ini diperkerjakan sebagai penggarap lahan, penanam, penyortir, pemetik, penimpang, dan para pekerja dalam pabrik yang kemudian mengolah teh menjadi teh yang berkualitas. Pengolahan tanaman dilakukan di bawah pengawasan seorang Administratur (Eropaa) dengan bantuan empat atau enam asisten (Mandor) yang juga berasal dari orang Eropa.

Diatas lahan perkebunan tersebut tidak hanya digunakan untuk menanam teh, tetapi juga dibangun sarana dan prasarana penunjang perkebunan. Ketika awal pendirian perkebunan, HVA juga membangun sebuah pabrik teh pada tahun 1926 yang terletak ditengah-tengah perkebunan teh. hal ini dimaksudkan agar daun teh yang telah dipetik dapat langsung dibawa kepabrik dalam keadaan segar untuk segera diolah serta dapat mempermuda berlangsungnya kegiatan produktivits. Daun-daun yang telah dipetik dibawah dengan menggunakan keranjang bakol oleh para pemetik teh, langsung menuju pabrik.27 Sarana penunjang lainnya yang dibangun didaerah perkebunan adalah rumah untuk para pegawai Belanda, dan perkampungan untuk para perkerja.

26 Wawancara dengan Minan, Desa Bahbutong, 22 Februarai 2016.

27 Djiman H, “Makala Utama pascapanen: Pertimbangan teknis pengolahan teh hitam skala besar study kasus PT Perkebunan Nusantara IV, hal. 109

(40)

2.3 Produksi Teh di Perkebunan Sidamanaik

Kegiatan produksi sangat berperan penting dalam kegiatan ekonomi karena menyangkut kebutuhan. Tanpa adanya produksi persediaan barang akan menjadi langkah dan akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan. Tujuan dari produksi itu sendiri antara lain, untuk menghasilkan suatu barang, menambah serta meningktkan nilai guna barang yang sudah ada, memenuhi kebutuhan manusia, dan memperoleh tambahan penghasilan.28

Dalam sebuah perusahaan ataupun lembaga produksi juga berperan penting untuk meningkatkan kegiatan ekonomi perusahaan tersebut. Dalam sektor perkebunan produksi menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang dapat memberikan keuntungan dalam sebuah perkebunan di mana seperti yang kita tahu hasil dari pada perkebunan itu sendiri lebih banyak di ekspor seperti karet, kopi, teh, dan kakao.29

Proses produksi diperkebunan teh Sidamanik dimulai dengan pemetikan daun teh yang kemudian hasilnya ditimbang oleh para mandor. Setelah ditimbang, daun teh kemudian diangkat kepabrik oleh para buruh laki-laki dengan menggunakan pikulan untuk jumlah yang besar, sedangkan buruh wanita membawa daun teh yang sudah ditimbang menggunakan kain yang kemudian diangakt diletakan di atas kepala.

Pengangkutan daun-daun teh ke dalam pabrik selalu berada dalam pengawasan para mandor. Proses selanjutnya adalah pembuatan teh di dalam pabrik. Daun-daun teh

28 Muhammad Fitra Amsuri Nasution, Skripsi Analisis Efisiensi Produksi Tanaman Teh Study kasus Analisisi faktor-faktor yang Mempengaruhi hasil Produksi Teh di PTPN IV Sidamanik Kabupaten Simalungun, Medan: Sumatera Utara,2011. hlm 40.

29 James J. Spillane,”Komoditi Teh: Peranannya dalam Perekonomian Indonesia,”

Yogyakarta: Kanisius. 1992.hal. 70

(41)

tersebut kemudian dilayukan dan setelah itu digiling dengan menggunakan mesin.

Setelah itu teh disangrai pada tungku pembakaran, setelah itu hasilnya diayak dan dikemas dengan menggunakan kotak /kertas coklat.

Untuk menjamin mutu teh yang dihasilkan, dilakukan semacam “Test Quality Control” yaitu berupa pencicipan daun teh yang telah diseduh oleh pegawai eropa.

Tahap terakhir dari proses produksi ini adalah pemberian nama dalam kemesan dengan nama “Teh Sidamanik”. setelah produksi teh selesai produksi teh siap untuk diekspor

Tabel 2.2 Produksi Teh Perkebunan Sidamanik tahun 1926-1930

Tahun Produksi (Kg)

1926 1.307.375

1927 1.436.633

1928 1.558.270

1929 1.597.570

1930 1.598.639

Sumber PTPN IV Sidamanik

Perkembangan produksi teh dari tahun ketahun tidak pernah stabil. Awal pembukaan perkebuan teh ini jumlah produksi sekitar 1.307.375 kg dari jumlah lahan sekitar 340,632 dibandingkan dengan luas areal perkebunan jumlah produksi lebih banyak ini berarti jumlah pucuk daun teh yang dihasilkan lebih banyak. peningkatan

(42)

produksi teh setiap tahunnya selalu meningkat dan berkembang dengan baik di pasaran Eropa.

Skema Proses Produksi Teh di Perkebunan Sidamanik

2.4 Administrasi dan Sistem Kerja di Perkebunan Teh Sidamanik

Pemetikan

Penimban gan

Pengangka tan ke Pabrik

Pelayuan

Penggiling an Penyaring

an Pengayaan

Text Quality Control Pengemas

an

Pemberian Label

(43)

Pada awal pembukaan perkebunan, umumnya perkebunan dipimpin oleh seorang Planters (penanam) yang juga perintis pembukaan perkebunan tersebut, pemilik, pengolah, dan pemegang modal. Kondisi ini tidak jarang memberikan kekuasaan yang mutlak kepada pemilik perkebunan yang kemudian menimbulkan jurang pemisah dengan para pekerja lainnya.30

Pembagian kerja yang lebih baik baru dilakukan ketika keadaan menuntut para pemilik pekebunan untuk mengelola perkebunan secara profesionalyaitu dengan mengangkat manajer-manajer dan tenaga-tenaga ahli yang lebih memiliki kapasitas dalam mengolah perkebunan.31 Sistem kerja diperkebunan teh Sidamanik tidak jauh berbeda dengan perkebunan-perkebunan lainnya yang ada saat itu. Setiap perkebunan dipimpin oleh seorang administratur kepala yang dibantu oleh staf yang terdiri dari sinder kepala (untuk urusan lapangan), beberapa sinder afdeling (kepala bagian), serta mandor-mandor. Untuk pemimpin perkebunan serta jabatan staf lainnya dipegang oleh kalangan Eropa Belanda.

Untuk pejabat lapangan, di Perkebunan Teh Sidamanik terdapat empat mandor besar atau disebut juga sebagai mandor kepala yang mengawasi mandor- mandor pemetikan teh dan pemeliharaan daun teh. Bagian terbesar dari pekerjaan di perkebunan teh adalah memetik dan pengolahan, sehingga untuk kedua bagian pekerjaan tersebut dibutuhkan jumlah buruh yang paling banyak. Satu orang pemetik daun teh rata-rata mempunyai wilayah kerja sekitar 400 m2 setiap kali memetik daun

30 Euis Thresnawaty, Sejarah Perkebunan Teh Malabar. 2006. hlm 1

31 Ibid.,

(44)

teh.32 Perkebunan Teh Sidamanik terbagi dalam empat afdeling, yaitu afdeling I afdeling II, afdeling III, dan afdeling IV. Setiap afdeling dikepalai oleh seorang mandor besar yang membawahi 10 orang mandor. Satu orang mandor tersebut kemudian membawahi lagi 28 hingga 30 orang pemetik daun teh, ini merupakan satu kelompok kerja. Dengan demikian, di setiap afdeling terdapat 10 kelompok kerja pemetik daun teh. Sehingga empat afdeling Perkebunan Sidamanik memiliki 40 orang mandor.

Dalam kelompok kerja tersebut, para pemetik daun teh melakukan pekerjaan berdasarkan instruksi dari mandor masing-masing. Para mandor tersebut mendapat instruksi lagi dari mandor besar. Selain memberi instruksikepada para pemetik, para mandor akan selalu mengawasi pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya. Mandor petik ini juga berhak menentukan pembayaran upah dengan memperhatikan jumlah dan kualitas pucuk daun teh yang telah dipetik. Upah ini di dasarkan pada standar minimum yang telah ditetapkan oleh perkebunan, jika ada kelebihan itu dianggap sebagi bonus.33

Untuk jabatan staf dikantor perkebunan dipegang orang-orang Eropa Belanda.

Handles Vereeninging Amsterdam (HVA) dari awal berdirinyan perkebunan menjabat sebagai Administratur (Hoofdadministrateur). Sedangan untuk administratur perkebunan yaitu administratur untuk pabrik dan jabatan-jabatan di perkebunan lainnya di pegang oleh orang-orang Belanda sendiri.

32 Wawancara dengan T.Pasaribu, Desa Pematang Sidamanik, 10 Maret 2016.

33 Wawancara dengan T.Pasaribu, Desa Pematang Sidamanik 10 Maret 2016

(45)

Pada tahun 1957 setelah Indonesia merdeka pemerintah Indonesia melakukan pengambil alihan perusahaan-perusahaan yang dikelolah bangsa asing termasuk perusahaan HVA menjadi perusahaan perkebunan Negara. Dan di tahun 1963 perkebunan Teh Sumatera Utara dialihkan menjadi perusahaan Aneka Tanaman IV (ANTAN IV) yang mengelolah tiga komoditi perkebunan yaitu kelapa sawit, teh, dan kakao yang kemudian diekspor di pasaran Eropa. Selanjutnya pada tahun 1968 pemerintah mengubah nama perusahaan lagi menjadi perusahaan Negara Perkebunan VIII (PNP VIII) yang berpusat di perkebunan balimbingan.34

2.4 Kehidupan masyarakat perkebunan

Penduduk asli dari desa Sidamanik adalah etnis batak Simalungun. Seiring berjalannya waktu desa Sidamanik dipilih menjadi tempat untuk hidup dari etnis-etnis lain seperti Jawa, Batak Toba, Cina, Keling. Kehadiran para pendatang ini dimulai pada tahun 1920-an sejalan dengan perkembangan perkebunan teh di Sidamanik.

kelompok suku pendatang ini membentuk komunitas masing-masing dalam areal perkebunan. Hal ini dapat dilihat karena kedatangan mereka ini memang atas kontrak pihak perkebunan.35

Pada masa Kolonial Belanda pembukaan perkebunan ini berdampak pada hilangnya mata pencaharian masyarkat setempat dan tidak mendapatkan keuntungan dari perkebunan itu sendiri. Bahkan mereka malah dibebani dengan kewajiban pajak.

34 Op. cit, Sejarah Singkat Perkebunan Teh Sidamanik, hal. 1

35 Op. cit, Sejarah Etnis Simalungun, hlm. 235

(46)

Untuk menggantikan hilangnya mata pencaharian setempat pihak Belanda menawarkan tanah sebagai pengganti di sekitar perkebunan untuk ditanami dengan jenis tanaman pangan, mengingat masyarakat sidamanik yang berkerja lebih dominan bertani.

Untuk memenuhi kebutuhan perkebunan pihak Belanda mendatangkan orang-orang dari jawa, cina, india, dan keling untuk diperkerjan di perkebunan teh Sidmanik. Mereka diperkerjakan dengan sistem kontrak, di areal perekebunan mereka membentuk komunitas masing-masing. Mengingat masyarakat setempat tidak mau diperkerjakan sebagai mereka kuli di perkebunan. Perkerjaan sebagai kuli perkebunan dianggap sebagai perkerjaan yang sangat berat dan melelahkan. Dengan datangnya para kuli-kuli perkebunan tersebut mulai tumbuh perkempungan pekerja, yang mana para pekerja perkebunan mayoritas berasal dari Sumatera dan Jawa.

Para kuli tersebut bekerja dari hari Senin sampai Sabtu. Mereka mulai meninggalkan tempat tinggalnya sekitar jam 6 pagi dan baru kembali ke rumah pada sore hari. Untuk buruh perempuan mereka ditugaskan untuk memetik daun teh dan laki-laki ditugaskan sebagai pengangkut daun teh yang sudah dipetik kedalam pabrik yang kemudian untuk diolah menjadi teh hitam. Untuk parah buruh perekebunan bisa berasal dari dalam satu kelurga untuk dipekerjakan di perkebunan dengan begitu banyak kelurga-kelurga yang di luar dari sumatera yang awalnya di kontrak oleh Belanda untuk berkerja diperkebunan pada berdatangan untuk berkerja di perkebunan hal ini yang kemudian tidak menyulitkan pemerintah Kolonial Belanda untuk mendapatkan tenaga kerja.

(47)

Upah yang diberikan ditentukan berdasarkan banyaknya hasil petikan. Tetapi perkebunan telah menetapkan upah minimum untuk tiap buruh yang besarnya Antara 40 sampai 50 sen/Kg, jika ada kelebihan itu dianggap sebagai bonus. Pada saat pemberian upah ini, kesan feodalisme akan nampak di mana para buruh diharuskan untuk berjongkok rapi dalam menunggu giliran pembagian upah dari pegawai Eropa.

Nama mereka dipanggil satu persatu oleh seorang mandor, bergeser perlahan mendekati pembagi upah dengan terlebih dahulu menyembah sebagai ucapan terimakasih.36

36 Wawancara dengan Minan, Desa Bahbutong, 22 Februari 2016

(48)

BAB III

KONDISI PERKEBUNAN TEH SIDAMANIK PADA MASA PNP, 1968-1974

3.1 Perkebunan Teh Sidamanik (PNP)

Teh merupakan tanaman perkebunan skala besar yang merupakan salah satu komoditi perkebunan yang di pasarkan di pasaran eropa yang dapat memberikan devisa bagi negara penghasil perkebunan . Setelah mendapatkan konsesi tanah dari kerajaan Simalungun Belanda memperluas lahan perkebunannya hingga pada tahun 1924 perkebunan dibuka di wilayah Simalungun tepatnya di kawasan Sidamanik ini merupakan awal pertama perkembangan perkebunan teh di wilayah Sidamanik.

Sebelum dinasionalisasikannya perkebunan teh ini oleh pemerintah Indonesia, perkebunan teh ini milik Kolonial Belanda yang bernama HVA dan merupakan perkebunan teh hitam kedua setelah pulau Jawa. Perkebunan teh juga menjadi salah satu wadah untuk menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Perkebunan dimasa Kolonial menjadi salah satu komoditi yang diekspor di pasaran internasional yang sampai saat ini dikembangan oleh pemerintah Indonesia dalam meningkatkan produksi teh.

Setelah perkebunan-perkebunan teh Belanda dinasionalisasi terjadi beberapa kesulitan-kesulitan yang tidak pernah diduga sebelumnya. Salah satunya yaitu pergantian tenaga-tenaga ahli Belanda yang kemudian digantikan oleh tenaga-tenaga dari bangsa Indonesia sendiri, melihat konidisi ini tenaga ahli Indonesia belum memadai dalam kuantum kualitas yang berakibat untuk beberapa tahun kedepan

(49)

terjadi suatu situasi semacam vakum manajemen perkebunan yang diambil ahli itu, baik manajemen produksi maupun manajemen pemasaran. dalam bidang produksi maupun pemasarannya.37 Kemudian untuk mengisis kekosongan manajemen tersebut pemerintah Indonesia membentuk suatu badan untuk mengelolah perkebunan- perkebunan teh dengan nama PPN. Sumut III. Usaha ini membawa Indonesia dalam keberhasilan di mana dengan tenaga ahli yang seadaanya yang kebanyakan dari mereka merupakan bekas para pembantu ahli perkebunan Belanda. Hingga pada tahun 1963 perusahaan perkebunan Negara (PPN) Sumut III di diubah menjadi Perusahaan Aneka Tanaman (ANTAN) guna meningkatkan kualitas komoditi perkebunan.

Tahun 1968 dilakukan perubahan nama perusahaan menjadi Perusahaan Negara Perkebunan VIII (PNP VIII) termasuk perkebunan teh Sidamanik yang pada saat itu masuk dalam lingkup PNP VIII yang pada saat itu pusat dari perkebunan teh ini berada di daerah bahlimbingan. Pada periode ini juga belum dapat dikatakan ada peningkatan dalam perluasan areal tanaman teh atau dengan kata lain perkembangan areal tanaman teh masih mengalami pasang surut. Sifat fluktuatif dalam perluasaan areal ini berhubungan erat dengan manajemen pengolahan seperti rumitnya pemeliharaan, pemetikan hasil, pemprosesan, maupun pada perkembangan harga di pasaran dan masih berkurangnya konsumsi teh pada masyarakat setenpat. Hampir 70% produksi teh Sidamanik diperuntukkan bagi pasar luar negeri dan masih relatif

37 James J. Spillane, Komoditi Teh: Peranannya dalam Perekonomian Indonesia, Jakarta:

Kanisius, 1992, hlm.42-43.

(50)

rendahnya konsumsi dalam negeri, mengakibatkan belum terlihat meningkatnya perluasaan areal secara meyakinkan.38

Tahun 1970 dilakukan upaya perbaikan pada perkebunan teh, mengingat orientasi pada perkembangan perkebunan ditujukan untuk kepentingan ekspor. Maka perubahan maupun perbaikan akan lebih muda dilakukan melalui pemusatan organisasi. Perkembangan luas areal tanaman setiap tahunnya selalu berfluktuasi.

Berikut adalah tabel luas lahan perkebunan teh Sidamanik pada masa PNP.

Tabel 3. 1. Luas lahan Perkebunan Negara (PNP)

Tahun Tanaman Belum

Menghasilkan (Ha)

Tanaman

Menghasilkan (Ha)

Jumlah Luas Tanaman (Ha)

1969 360,48 12.413,38 12.773,86

1970 508,58 12.560,55 13.069,13

1971 698,01 12.594,96 13.292,97

1972 655,92 12.625,63 13.281,55

1973 387,31 12.856,57 13. 243,88

Dari data tabel di atas dapat disimpulkan , bahwa dalam kurun waktu lima tahun luas perkebunan masih tidak stabil hal ini yang kemudian akan mempengaruhi jumlah produksi teh. Luas areal tanaman meningkat pada tahun 1971 sekitar 13.292, 97 Ha dengan luas tanaman 12.594,96 Ha. Namun di tahun-tahun selanjutnya luas

38 Sejarah Singkat Perkebunan Teh Sidamanik, dalam PT. Perkebunan Nusantara IV Unit usaha Sidamanik. Selayang Pandang 2015. Hal. 2

Gambar

Tabel 2.1 Distribusi penggunaan tanah Kecamatan Sidamanik tahun 2001
Tabel 2.2  Produksi Teh Perkebunan Sidamanik tahun 1926-1930
Tabel 3. 1. Luas lahan Perkebunan Negara (PNP)
Tabel 3.2. Jumlah produksi teh Perkebunan Negara (PNP)  Tahun  Produksi (Kg)  1969  2.204  1970  2.130  1971  2.374  1972  2.173  1973  1.996  Sumber : PTPN IV Sidamanik
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tindak Pidana kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap anak di..

Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang disusun dalam penelitian ini yaitu ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang Pemeriksaan Kehamilan dengan

Adalah Sistem pengelolaan sampah yang banyak dilakukan oleh warga terutama di pedesaan, di mana sampah dikumpulkan, kemudian dilakukan pembuangan atau pemusnahaan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Dusun Karang, Sumberagung, Moyudan, Sleman, Yogyakarta pada 40 lanjut usia, maka penulis dapat mengambil beberapa simpulan

Analisis Kondisi Perkerasan Jalan Pada Rigid Pavement Dengan Metode Pavement Condition Index (Studi Kasus Pelabuhan Pangkalbalam) sistem penilaian kondisi

Hasil analisis menunjukkan terdapat 6 atribut sebagai faktor kunci penentu keberlanjutan pengembangan pertanian perkotaan yaitu: (1) Luas pekarangan; (2) Pengembangan komoditas dan

Sasaran Peserta dari kegiatan lomba kreativitas sampah ini adalah dosen, karyawan, dan mahasiswa dari setiap program studi yang ada di Universitas Sanata Dharma..

Gambar 13 menunjukkan bahwa semakin besar persentase uang muka yang dibayar maka semakin tinggi fungsi daya tahannya atau risiko untuk menjadi debitur macet