• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

Dari Kampung Labuhan Batu hingga Rantau Prapat: Perpindahan Pusat Administrasi Kolonial Belanda di Labuhan Batu Tahun 1865- 1932.

Skripsi Dikerjakan O

L E H

Nama : EDO SYAHPUTRA PASARIBU Nim : 130706057

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena berkah dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Tidak lupa shalawat beriring salam penulis sanjungkan kepada junjungan besar baginda Nabi Muhammad SAW.

Syarat utama dan terakhir untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara ialah menyelesaikan penulisan skripsi. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul Dari Kampung Labuhan Batu hingga Rantau Prapat: Perpindahan Pusat Administrasi Kolonial Belanda di Labuhan Batu Tahun 1865-1932. Penulisan ini mengambarkan tentang proses perpindahan pusat administrasi Belanda di wilayah Labuhan Batu dan apa-apa saja faktor penyebabnya.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk kesempurnaan penulisan ini. Akhir kata, penulis berterima kasih atas perhatiannya, semoga Allah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua.

Medan, 25 Juli 2018 Penulis

Edo Syahputra Pasaribu Nim: 130706057

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan disebabkan dorongan, motivasi, bantuan, kritik, saran, dan doa kepada penulis. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu terselesaikan- nya penulisan skripsi ini. Terutama kedua orang tua penulis, kepada Bapak Darma Pasaribu yang memberikan nasihat dan dukungan baik berupa materil dan inmateril kepada saya dengan memenuhi kebutuhan penulis selama menempuh pendidikan di Medan agar selesainya tugas akhir skripsi, dan kepada Mamak Erna Wati yang selalu memberikan kasih sayangnya serta mendoakan dan mendorong penulis untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Kepada adik penulis Ramadhan Pasaribu dan Darni Deana br Pasaribu yang selalu ada untuk membatu penulis dalam menyelesaikan tugas ini.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan telah memberi pengaruh besar baik selama perkuliahan serta dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, MS., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, serta kepada Wakil Dekan beserta Staf pegawai Fakultas Ilmu Budaya, USU.

2. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU sekaligus dosen pembimbing tugas akhir skripsi penulis. Jasa beliau tidak akan penulis lupakan, serta terima kasih atas

(8)

kesabaran di dalam membimbing menyelesaikan skripsi ini dan telah meluangkan waktu dalam memberikan arahan dan masukan selama pengerjaan penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Nina Karina, M.SP., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Sejarah yang turut membantu dalam kelancaran penulisan ini.

4. Ibu Dra. Nurhabsyah M.Si., selaku Dosen Penasehat Akademik penulis, yang telah sabar dalam membimbing, memotivasi, memberikan nasehat dan bantuan kepada penulis.

5. Seluruh Bapak/ Ibu dosen staf pengajar Program Studi Ilmu Sejarah yang telah menurunkan ilmunya kepada penulis, baik dari segi pengetahuan, pengalaman, serta wawasan selama penulis menjadi mahasiswa baik di dalam maupun di luar jam pelajaran. Tidak lupa juga kepada Staf Administrasi Program Studi Ilmu Sejarah, Bang Ampera yang telah banyak membantu penulis selama penulis menjadi mahasiswa.

6. Terima kasih kepada Arsip Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Arsip Nasional Jakarta, Perpustakaan Erasmus Kedutaan Kerajaan Belanda di Jakarta, Perpustakaan Tengku Luckman Sinar, Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya, Perpustakaan Fakultas Hukum USU, Perpustakaan Daerah Sumatra Utara, serta Perpustakaan Daerah Kabupaten Labuhan Batu yang telah memberikan data dan pelayanan dengan baik selama penulis melakukan penelitian.

(9)

7. Kepada keluarga, saudara, dan sahabat saya Juwita Romah Lestari Malau, Muhammad Rasyidin, Sri Handayani, Hilda Mauliza dan Cut Putra Sunjaya.

Kepada om saya Muhammad Ali yang sudah banyak membatu penulis dari awal kuliah hingga menyelesaikan tugas akhir ini, dan kepada keluarga Besar Pasaribu di Dusun Pasar Batu serta seluruh keluarga yang sudah memberikan semangat dan doa kepada penulis.

8. Terima kasih juga saya ucapkan kepada keluarga besar Ilmu Sejarah stambuk 2013 yakni; Emkal Barus, Nia Kumala Sari, Dairi Kardo Buang Manalu, Rahmad Syahputra Sianipar, Muhammad Ainul Yaqin, Rico Putra Tambunan, Bakri Syuhada, Junierdi Yusri Tarigan, Riza Yudhistira, Zoni Pranata Angkat, Muhammad Helmi, Syafri Mahardianto, Irfan Diansyah, Muhammad Alpan Suri Rangkuti, Angga Anugrah, Ardiansyah Hasibuan, Mhd Aziz Rizky Batubara, Fajar Steven, Jon Indo H Saragih, Akhmad Supandi, Sarinton Sagala, Andreas Pasaribu, Hengki F Manalu, Tomy W A Sihombing, Victor B Iman Nazara, Sion Putra Harefa, Azis Nababan, Jove Thobias Sumurung Lumban Tobing, Doni Herisandi, Fenrico A A Pasaribu, Samsul Syaifulloh, Vickry Hidayatullah, Muhammad Nurhadi, Deo Widika Alamsyah, Yosua H Samosir, Jhonson Sirait, Widya Irsya, Rina Wati ,Rini Melinda Sari,Rani Riskiyana, Junias Syariah, Khaifah Nazla, Sri Ulina Hasibuan, Kartisyah Handayani Manik, Kamaliah, Siti Anisah, Ayu Diah, Fatriani, Derlin Anakampun, Nurgrah Ayu,Syarifah Aini Putri, Rosida H Pasaribu, Nathalia A P Sitorus, Putri Nurjannah Harahap, Mentari,Merry Kristina Silaban, Dina L

(10)

Sitanggang, Junita I Situmorang, Wirda Zahara,Rosina H Siregar, Hotni Juita Nahampun, Chrisvina Anggreini Florensia Pandiangan, Nansha A Aritonang, Isti Julianti, dan Cici C Manurung.

9. Terima kasih juga saya ucapkan kepada orang-orang yang membantu dalam terselesainya skripsi ini kepada Bang Handoko, Kak Dara, Kak Mariana, Bang Junaidi, Bang Kiki dan Bang Aziz. Kepada teman-teman Muhammad Rasyidin, Bimasyah Sihite, Gilbert Simbolon, Mas Aprianto, Mas Anggi.

Serta pegawai pelayanan ANRI Mbak Dea, Mbak Kiki, Mbak Fajar, Mbak Mira, Eyang Yana, Mas Ucup dan pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia yang membatu penulis saat melakukan penelitian Arsip. Tak lupa kepada Bang Edi Syahwaner, dan Bang Rahmat yang membatu penulis selama berada di Jakarta. Kepada Bang Yusuf, Kak Nelvi, Bang Edho yang membatu penulis selama di Medan. Dan kepada Pak Eiwan Budi Kuswara, .Pak Muhammad Zen Ajrai yang membantu penulis saat mencari sumber di Perpustakaan Daerah Labuhan Batu.

Akhir kata, untuk semua yang membantu baik terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini penulis ucapkan terima kasih.

Medan, 11 Juli 2018.

Penulis

Edo Syhaputra Pasaribu 130706057

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

1.4 Tinjauan Pustaka ... 5

1.5 Metode Penelitian ... 8

BAB II LABUHAN BATU HINGGA 1862 ... 12

2.1 Wilayah ... 12

2.2 Penduduk ... 16

2.3 Pemerintahan ... 24

BAB III PROSES MASUKNYA PENGARUH BELANDA DI LABUHAN BATU 1862-1919 ... 34

3.1 Latar Belakang ... 34

3.2 Proses penaklukan kerajaan-kerajaan di Labuhan Batu ... 41

3.2.1 Latar Belakang ... 41

3.2.1 Penaklukan Kerajaan Bilah, Panai, dan Kota Pinang 44 3.2.3 Terbentuknya Afdeeling Labuhan Batu tahun 1865 . 46

3.2.4 Pengintegrasian Wilayah Kerajaan Kualuh ke Afdeeling Labuhan Batu Tahun 1886 ... 56

3.2.5 Kerajaan Na.IX-X Masuk ke dalam wilayah Kerajaan Bilah ... 59

(12)

BAB IV FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERPINDAHAN PUSAT ADMINISTRASI KOLONIAL BELANDA

DI LABUHAN BATU ... 65

4.1 Letak Strategis ... 65

4.2 Kepentingan Ekonomi... 67

4.2.1 Investasi Perkebunan ... 69

4.2.2 Perkembangan Infrastuktur ... 75

4.3 Kepentingan Politik ... 81

BAB V PERPINDAHAN PUSAT PEMERINTAH BELANDA DI LABUHAN BATU (1865-1932) ... 85

5.1 KAMPUNG LABUHAN BATU: Pusat Pemerintahan Belanda Pertama Tahun 1865-1895 ... 85

5.3 LABUHAN BILIK: Pusat Pemerintahan Belanda Kedua Tahun 1895-1932 ... 94

5.3 RANTAU PRAPAT: Pusat Pemerintah Belanda terakhir Tahun 1932. ... 108

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 114

6.1 Kesimpulan ... 114

6.2 Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Daftar barang ekspor hasil hutan dan pertanian

rakyat Afdeeling Labuhan Batu ... 21 Tabel 2 Daftar barang Import yang masuk ke Labuhan Batu ... 23 Tabel 3 Daftar anggaran belanja kas wilayah Labuhan Batu dari

tahun 1908-1925 ... 71 Tabel 4 Nama-nama Perusahaan Perkebunan di wilayah kerajaan

Bilah ... 73 Tabel 5 Nama-nama Perusahaan Perkebunan di wilayah kerajaan

Kota Pinang ... 73 Tabel 6 Nama Perusahaan Perkebunan di wilayah kerajaan Panai .... 74 Tabel 7 Nama-nama Perusahaan Perkebunan di wilayah kerajaan

Kualuh ... 74 Tabel 8 Perbaikan Jalan dan Pembangunan Jembatan di

Onderafdeeling Labuhan Batu ... 79 Tabel 9 Nama-nama pejabat Controleur Labuhan Batu yang

menjabat di wilayah Administrasi Kampung Labuhan Batu .. 91 Tabel 10 Nama-nama Controleur Labuhan Batu yang menjabat di

wilayah Administrasi Labuhan Bilik ... 105 Tabel 11 Nama-nama Gazaghebber yang berkedudukan di Marbau

dan Aek Kota Batu ... 107 Tabel 12 Daftar sekolah rakyat di wilayah kerajaan Panai ... 109

(14)

Tabel 13 Daftar sekolah rakyat di wilayah kerajaan Bilah ... 110 Tabel 14 Daftar sekolah rakyat di wilayah kerajaan Kota Pinang ... 110 Tabel 15 Daftar sekolah rakyat di wilayah kerajaan Kualuh ... 110 Tabel 16 Daftar sekolah unruk orang-orang Eropa dan Bangsawan .... 111 Tabel 17 Daftar sekolah untuk rakyat pribumi ... 111 Tabel 18 Nama-nama Controleur Labuhan Batu yang menjabat di

wilayah Rantau Prapat ... 113 Tabel 19 Nama-nama Gazaghebber yang berkedudukan di

Labuhan Bilik ... 113

(15)

DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 : Peta Wilayah Labuhan Batu.

LAMPIRAN 2 : Nama-nama Garis Keturunan Kesultanan Kualuh.

LAMPIRAN 3 : Surat Residen Sumatera Timur.

LAMPIRAN 4 : Peta Kampung Labuhan Batu via Satelit.

LAMPIRAN 5 : Kantor yang sekaligus menjadi Rumah dari Kepala Administrasi Perkebunan Sennah Rubber Company Ltd.

LAMPIRAN 6 : Kota Rantau Prapat.

LAMPIRAN 7 : Jalan Darat yang dibangun di Perkebunan Rantau Prapat.

LAMPIRAN 8 : Lintasan Rel Kereta Api di Labuhan Batu.

LAMPIRAN 9 : Hasil Perkebunan Karet di Wilayah Hulu Sungai Bilah.

LAMPIRAN 10 : Bangsal Perkebunan di Rantau Prapat.

(16)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Dari Kampung Labuhan Batu hingga Rantau Prapat:

Perpindahan Pusat Administrasi Kolonial Belanda di Labuhan Batu tahun 1865- 1932”. Penulisan skripsi ini mengkaji bagaimana sejarah perpindahan pusat administrasi kolonial Belanda di Labuhan Batu pada tahun 1865-1932. Penelitian ini menggunakan metode yang digunakan dalam melakukan penelitian sejarah ini adalah menggunakan metode sejarah, yaitu Heuristik (Pengumpulan Sumber), penulisan ini juga menggunakan metode arsip. Arsip-arsip yang gunakan dalam penulisan skripsi ini berupa arsip MVO (Memorie van Overgave) Staatblad, Besluit, Binnenlandsch Bestuur, arsip foto serta arsip-arsip lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Penulisan ini juga menggunakan studi kepustakaan, selanjutnya ialah Verifikasi, Interpretasi, dan Historiografi.

Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kota Rantau Prapat memiliki sejarah yang panjang sebelum menjadi pusat administrasi Onderafdeeling Labuhan Batu. Skripsi ini juga membahas bagaimana keadaan wilayah Labuhan Batu sebelum masuknya Belanda pada tahun 1865, serta prose masuknya pengaruh Belanda ke wilayah Labuhan Batu. Selain itu tujuan dari penulisan ini ialah untuk mengetahui proses perpindahan pusat administrasi Belanda dari Kampung Labuhan Batu hingga ke Rantau Prapat dan faktor-faktor yang melatarbelakangi perpindahan tersebut.

Kata kunci: Labuhan Batu, Kampung Labuhan Batu, Labuhan Bilik, Rantau Prapat, Perpindahan, Pusat Administrasi, Belanda.

(17)

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

Labuhan Batu merupakan kabupaten yang ada di Sumatera Utara pada saat ini. Pada masa penjajahan Belanda wilayah Labuhan Batu berstatus sebagai Afdeeling Labuhan Batu dan pada tahun 1915 berubah statusnya menjadi Onderafdeeling Labuhan Batu dibawah Afdeeling Asahan.1 Wilayah administrasi merupakan wilayah dimana kerja sama oleh penguasa bersama instansi-instansi-nya untuk mencapai tujuan tertentu. Wilayah administrasi berpusat pada satu wilayah yang telah di tentukan.

Wilayah Labuhan Batu menjadi daerah kekuasaan Belanda pada tahun 1865 hingga tahun 1942. Selama kekuasaan Belanda di Labuhan Batu yang kurang lebih 77 tahun, pusat administrasi wilayah ini sudah mengalami tiga kali perpindahan.

Pusat administrasi Belanda yang pertama berada di Kampung Labuhan Batu, dan menjadi pusat administrasi Labuhan Batu kurang lebih 30 tahun. Pusat administrasi yang kedua berada di Labuhan Bilik, dipindahkan dari Kampung Labuhan Batu pada tahun 1895 dan menjadi pusat administrasi kurang lebih selama 37 tahun. Pusat administrasi Belanda di Labuhan Batu yang terakhir berada di Rantau Prapat, dipindahkan dari Labuhan Bilik pada tahun 1932 dan menjadi pusat administrasi Labuhan Batu hingga saat ini.

1 Edi Sumarno, “Pertanian karet rakyat Sumatera Timur 1863-1932." Tesis S-2 belum diterbitkan, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 1998, hlm. 27.

(18)

Perpindahan pusat administrasi juga terjadi di wilayah Sumatera Timur lainnya, seperti wilayah Medan pusat administrasi yang awalnya berada di Labuhan Deli dipindahkan ke Medan pada tahun 1889. Pusat administrasi Serdang yang pertama berada di Rantau Panjang dipindahkan ke Lubuk Pakam pada tahun 1890.2 Pusat administrasi Siak yang pertama kali berada di Siak dipindahkan ke Bengkalis pada tahun 1873.3 Pusat wilayah adminitrasi Langkat yang pertama berada di Tanjung Pura dipindahkan ke Binjai. Pusat wilayah administrasi Batu Bara yang pertama berada di Tanjung Tiram dipindahkan ke Lima Puluh.4

Dari uraian di atas dapat kita lihat perpindahan pusat administrasi Belanda yang ada di wilayah-wilayah Sumatera Timur. Perpindahan pusat administrasi Belanda di Labuhan Batu menjadi salah satu yang terbanyak, melakukan perpindahan sebanyak tiga kali. Wilayah pusat administrasi sering menjadi titik perhatian kekuasaan politik dan menjadi ibukota, begitu juga halnya dengan kota Labuhan Batu.

Dari alasan tersebut penulis tertarik untuk meneliti tentang “Dari Kampung Labuhan Batu hingga Rantau Prapat: Perpindahan Pusat Administrasi Kolonial Belanda di Labuhan Batu Tahun 1865-1932”. Penelitian ini menarik untuk dikaji dikarenakan belum ada penelitian tentang perpindahan pusat administrasi

2 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera TImur, Medan: tanpa penerbit, 2007 hlm. 347.

3 Staatsblad van Nederlandsch, 1883. no. 84.

4 Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani, Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria, Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hlm. 88.

(19)

di Labuhan Batu. Perpindahan pusat administrasi di Labuhan Batu sebanyak tiga kali merupakan suatu hal yang menarik untuk diteliti.

Alasan penulis memilih periodisasi awal penulisan pada tahun 1865 karena pada tahun ini secara resmi wilayah Labuhan Batu menjadi wilayah jajahan Belanda.

Hal tersebut ditandai dengan surat keputusan tertanggal 27 Juni 1865 No. 15 dan tanggal 08 Oktober 1865 No.14 sebagai daerah yang diberikan dan ditempatkan seorang Controleur Belanda di Labuhan Batu.5 Batasan akhir penulis tahun 1932 dikarenakan pada tahun ini pusat administrasi Labuhan Batu dipindahkan ke Rantau Prapat dan merupakan pusat administrasi terakhir di Labuhan Batu.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam melakukan penelitian, rumusan masalah merupakan pokok yang sangat penting dalam melakukan penelitian. Rumusan masalah akan memudahkan penulis dalam mengumpulkan data dan analisis data. Dalam penelitian ini akan membahas beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran umum Labuhan Batu hingga tahun 1862 ?

2. Bagaimana proses masuknya pengaruh Belanda di Labuhan Batu tahun 1862-1919?

3. Apa faktor-faktor penyebab perpindahan pusat administrasi Labuhan Batu dari satu tempat ke tempat lainnya?

5 M. Hamerster, Bijdrage Tot deKennis van de Afdeeling Asahan, Den Haag: Oostkust van Sumatera Instituut, 1926, hlm. 66.

(20)

4. Bagaimana perpindahan pusat administrasi kolonial Belanda dari Kampung Labuhan Batu hingga Rantau Prapat ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian memiliki tujuan dan manfaat yang penting tentunya, bukan hanya bagi peneliti tetapi juga bagi masyarakat umum. Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan gambaran umum Labuhan Batu hingga tahun 1862.

2. Menjelaskan proses masuknya pengaruh Belanda di Labuhan Batu tahun 1862-1919.

3. Menjelaskan faktor-faktor penyebab perpindahan pusat administrasi Labuhan Batu dari satu tempat ke tempat lainnya.

4. Menjelaskan perpindahan pusat administrasi kolonial Belanda dari Kampung Labuhan Batu hingga Rantau Prapat.

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dalam bidang Ilmu Sejarah untuk menambah referensi dan kajian tentang perpindahan pusat administrasi kolonial Belanda di Sumatera Utara.

2. Bagi masyarakat umum, penelitian ini dapat memberikan pengetahuan baru tentang perpindahan pusat administrasi kolonial Belanda dari Kampung Labuhan Batu hingga Rantau Prapat.

(21)

3. Penelitian ini diharap dapat memberikan informasi tentang perpindahan pusat administrasi kolonial Belanda di Labuhan Batu.

1.4 Tinjauan Pustaka

M. Hamerster (1926) yang berjudul Bijdrage Tot de Kennis van de Afdeling Asahan, buku ini mengambarkan keadaan wilayah Afdeling Asahan yang terdiri dari Onderafdeling Batu Bara, Onderafdeling Asahan, Onderafdeling Labuhan Batu. Di dalam buku ini menyebutkan Residen E. Netcher di Riau mengeluarkan keputusan untuk wilayah Labuhan Batu tertanggal 27 Juni 1865 No. 15 dan 08 Oktober 1865 No. 14 diterima sebagian daerah yang diberikan dan ditempatkan seorang controleur di Labuhan Batu untuk mengadakan hubungan dengan kesultanan Panai, Bilah, dan Kota Pinang. Pembagian distrik di empat wilayah kesultanan yang dilakukan oleh Belanda serta pembangunan infrastruktur transportasi jalan darat di Labuhan Batu.

Buku ini membantu penulis dalam menetapkan tahun awal penelitian dan memberikan gambaran wilayah Labuhan Batu pada masa kolonial Belanda.

Ibrahim Jafar, dkk. (1990) yang berjudul Pra Seminar Sejarah Perkembangan Pemerintahan dalam Negeri Kabupaten Dati II Labuhan Batu, buku ini menceritakan awal masuknya Belanda ke wilayah Labuhan Batu. Serta cara Belanda mengeksploitasi wilayah Labuhan Batu, dengan membagi tiap-tiap kesultanan dalam suatu wilayah yang dikepalai oleh seorang distriekchoofd yang memerintah wilayah seluas kecamatan seperti saat ini. Distriekchoofd dipilih dari orang-orang kerajaan

(22)

yang tunduk pada perintah controleur. Buku ini memberikan gambaran kepada penulis bagaimana sistem pemerintahan Belanda di Labuhan Batu.

Edi Sumarno (2006) dalam Jurnal Historisme yang berjudul Mundurnya Kota Pelabuhan di Sumatera Timur pada Periode Kolonial. Jurnal ini menjelaskan bagaimana proses mundurnya kota-kota pelabuhan di Sumatera Timur yang merupakan pusat administrasi dari daerah-daerah di Sumatera Timur. Jurnal ini juga menjelaskan tentang pembangunan jalan darat dan jalur kereta api. Pembangunan ini memiliki dampak bagi kota pelabuhan tradisional yang mana sungai sebagai jalur transportasi utama mulai ditinggalkan dengan dibangunnya jalan raya dan jalur kereta api serta diikuti dengan pembangunan kota kolonial sebagai pusat administrasi yang baru di setiap daerah di Sumatera Timur. Jurnal ini memberikan informasi kepada penulis mengenai faktor-faktor yang mendukung perpindahan pusat administrasi di Sumatera Timur.

P.H. Van Der Kemp, dalam bukunya yang berjudul Londensch Tractaat van 17 Maart 1824, buku ini menceritakan tentang wilayah kesultanan Bilah dan jalur perdagangan yang ada di daerah tersebut. Buku ini memberi informasi kepada penulis mengenai keadaan alam dari kesultanan Bilah. Dalam buku ini penulis menemukan alasan mengapa perkebunan pertama dengan tanaman tembakau di Afdeeling Labuhan Batu mengalami kerugian akibat gagal panen. Serta informasi mengenai wilayah hulu Bilah yaitu daerah Rantau Prapat sebelum menjadi pusat dari

(23)

pemerintahan Onderafdeeling Labuhan Batu pada tahun 1931, daerah ini merupakan pusat perdagangan yang cukup besar di wilayah hulu sungai Bilah..

J.C.F. Vigelius dalam laporan Memorie van Overgave Afdeeling Panai en Bila, laporan ini mengambarkan wilayah dan populasi penduduk Labuhan Batu serta awal masuknya Belanda ke wilayah Labuhan Batu. Laporan ini memberikan informasi kepada penulis mengenai gambaran Labuhan Batu berupa pemanfaatan aliran sungai sebagai jalur transportasi. Dalam laporan ini juga menjelaskan mengenai populasi penduduk Afdeeling Labuhan Batu pada tahun 1865 dan suku apa saja yang mendiami wilayah tersebut. Serta laporan mengenai masuknya pengaruh Belanda di wilayah ini.

J.B. Neumenn dalam laporan Memorie van Overgave Afdeeling Labuhan Batu. Laporan ini menerangkan mengenai wilayah Afdeeling Labuhan Batu secara astronomis dan juga mengenai jenis tanah yang ada di wilayah ini. Laporan ini membantu penulis dalam menentukan letak Afdeeling Labuhan Batu secara astronomis dan menjelaskan mengenai kandungan dan perbedaan jenis – jenis tanah yang ada di wilayah ini.

M. Brouwer dalam laporan Memorie van Overgave Onderafdeeling Labuhan Batu, dalam laporan Controleur Labuhan Batu ini menerangkan alasan dibuatnya kantor pembantu pengawasan di wilayah Marbau, serta menjelaskan wilayah mana saja yang menjadi daerah pengawasannya. Laporan ini memberi informasi kepada

(24)

penulis alasan dibuatnya kantor pengawasan di Marbau dan wilayah mana saja yang menjadi cakupan pengawasannya.

Heer M. Boon dalam laporan Memorie van Overgave Onderafdeeling Labuhan Batu. Laporan controleur ini menjelaskan tentang perpindahan kantor pengawasan di Marbau ke Aek Kota Batu dan perubahan wilayah pengawasan.

Laporan ini membantu penulis mengetahui alasan dipindahkannya kantor pengawasan ke Aek Kota Batu serta wilayah-wilayah mana saja yang menjadi wilayah pengawasannya.

H.H. Morison dalam laporan Memorie van Overgave Onderafdeeling Labuhan Batu. Laporan ini menjelaskan proses perpindahan pusat administrasi di Labuhan Bilik ke Rantau Prapat serta perpindahan kantor pengawasan di Aek Kota Batu ke Labuhan Bilik. Laporan ini memberi informasi kepada penulis mengenai perpindahan pusat administrasi di Labuhan Bilik ke Rantau Prapat dan merupakan wilayah pusat administrasi Belanda yang terakhir di Labuhan Batu. Serta memberi informasi kepada penulis bahwa di wilayah Labuhan Batu hanya terjadi tiga kali perpindahan wilayah pusat administrasi dan tiga kali perpindahan kantor pengawasan.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara atau aturan yang digunakan sebagai proses untuk memperoleh fakta-fakta guna mencari kebenaran dari sebuah permasalahan. Dalam penulisan peristiwa sejarah pada masa lampau yang dilakukan dalam bentuk penulisan sejarah atau historiografi, harus menggunakan metode

(25)

sejarah. Metode sejarah merupakan proses penguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan jejak-jejak peninggalan sejarah.6 Dalam penerapannya metode sejarah menggunakan empat tahapan pokok, yaitu: heuristic, kritik, interpretasi, dan historiografi.

Tahap pertama heuristic yaitu proses pengumpulan sumber-sumber sejarah yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam hal ini, peneliti telah melakukan studi arsip dan perpustakaan. Penulis sudah melakukan penelitian di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di Jakarta Selatan pada bulan Juli dan Agustus 2017.

Penulis juga mengunjungi beberapa kantor arsip daerah seperti Arsip Daerah Sumatera Utara dan Arsip Daerah Labuhan Batu guna mengumpulkan sumber- sumber penelitian. Studi arsip diperlukan mengingat cakupan tahun yang dikaji dalam penulisan ini adalah masa kolonial. Studi arsip dilakukan untuk memperoleh data- data primer. Arsip yang telah ditemukan seperti Staatsblad, MVO (Memorie Van Overgave), Besluit, Binnenlandsch Bestuur, dan juga arsip-arsip yang berhubungan dengan pemerintahan kolonial Belanda di Labuhan Batu. Selain melakukan studi arsip di ANRI dan kantor-kantor arsip di daerah, penulis juga mengunjungi situs arsip online yang bekerja sama dengan instansi dan universitas yang dapat dijamin ke absahannya. Sumber arsip online yang diakses dan digunakan penulis ialah Delpher.nl. dan Gahetna.nl. Arsip online yang penulis dapat dari situs Delpher.nl

6 Louis Gottchalk, Mengerti Sejarah, terjemahan dari Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press, 1985, hlm. 39.

(26)

berupa arsip buku, koran, dan peta, sedangkan dari situs Gahetna.nl penulis mendapatkan arsip berupa foto-foto.

Selain sumber dari studi arsip, peneliti juga telah mengumpulkan sumber melalui studi pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh sumber-sumber yang berhubungan dengan topik penelitian ini baik dalam bentuk buku, skripsi, tesis, disertasi, jurnal dan lainnya. Penelitian telah menggunakan sumber yang berkaitan dengan masalah perpindahan pusat administrasi kolonial Belanda di Sumatera Timur khususnya Labuhan Batu. Untuk mengumpulkan sumber pustaka peneliti telah mengunjungi beberapa perpustakaan yakni Perpustakaan Erasmus Huis, Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Daerah Sumatera Utara, Perpustakaan Tengku Luckman Sinar, dan Perpustakaan Umum Labuhan Batu.

Setelah mendapatkan sumber-sumber yang diinginkan, maka tahap selanjutnya adalah kritik sumber. Pada tahap ini, sumber-sumber relevan yang akan diproleh akan di verifikasi kembali untuk mengetahui keabsahannya.7 Oleh karena itu perlu dilakukan kritik, baik kritik ekstern maupun intern. Kritik ekstern mencakup seleksi sumber-sumber yang didapatkan apakah sumber-sumber tersebut perlu digunakan atau tidak dalam penelitian. Kritik intern dilakukan terhadap sumber- sumber yang telah di seleksi. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kredibilitas atau kebenaran isi dari sumber tersebut.

7 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995, hlm.

99.

(27)

Tahap selanjutnya adalah interpretasi merupakan penafsiran-penafsiran terhadap sumber-sumber yang telah dikritik sebelumnya. Dari proses annalisa akan diperoleh fakta-fakta. Kemudian fakta-fakta yang telah diperoleh disintesis-kan sehingga mendapat sebuah kesimpulan.8

Tahap terakhir dari penelitian sejarah adalah historiografi. Historiografi merupakan proses penulisan fakta-fakta yang telah diperoleh secara kronologis dan kritis-analitis. Penulisan tersebut telah dituangkan kedalam bentuk skripsi yang berpedoman pada outline yang telah dirancang sebelumnya.

8 Ibid., hlm. 100.

(28)

BAB II

LABUHAN BATU HINGGA 1862

Bab ini menceritakan mengenai keadaan wilayah Labuhan Batu sebelum masuknya kolonial Belanda. Dalam bab ini juga dibahas mengenai penduduk, yang membicarakan tentang kehidupan dan aktivitas penduduk Labuhan Batu. Selain membicarakan wilayah dan penduduk, bab ini juga membicarakan mengenai pemerintahan tradisional di Labuhan Batu sebelum adanya campur tangan pemerintah Belanda.

2.1 Wilayah.

Secara astronomis Labuhan Batu terletak antara 1° 50’ sampai dengan 2° 40’

Lintang Utara dan 99° 40’ sampai dengan 100° 30’ Bujur Timur.9 Jarak antara pusat Onderafdeeling Labuhan Batu dengan Afdeeling Asahan ialah 128 km. Jarak dari Medan ke Onderafdeeling Labuhan Batu ialah 323 km.

Adapun batas – batas dari wilayah Labuhan Batu:

Sebelah Utara : berbatasan dengan wilayah Asahan

Sebelah Timur : berbatasan dengan selat Malaka.

Sebelah Barat : berbatasan dengan Padang Lawas.

9 J.B. Neumann, Memorie van Overgave Schets der Afdeeling Laboean Batoe Resident Sumatera Oostkust, 1878, hlm. 1.

(29)

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Bengkalis.10

Secara geografis luas wilayah Labuhan Batu 634.100 H.A terdiri dari.

Wilayah Bilah 279.000 H.A., Panai 103.010 H.A., dan Kota Pinang 252.000 H.A.

Dengan ditambahkan wilayah Kualuh ke dalam Afdeeling Labuhan Batu pada tahun 1886 yang memiliki luas wilayah 224.980 H.A. 11 Maka luas wilayah Labuhan Batu secara keseluruhan adalah 858.990 H.A.12

Wilayah Labuhan Batu memiliki ketinggian tanah 700 meter diatas permukaan laut dan berada di Pantai Timur Sumatera. Berdasarkan letak astronomis- nya wilayah Labuhan Batu sebagian besar tanahnya datar dan hanya sebagian yang berbukit berada di bagian barat. Di daerah yang datar tanahnya rendah dan berawa- rawa.13 Tanah di Labuhan Batu berjenis tanah liat, seperti di Panai jenis tanah liatnya berwarna kuning dan padat. Wilayah Bilah tanah liatnya berwarna merah dan bercampur dengan pasir. Wilayah Kota Pinang tanah liatnya bercampur dengan pasir.

Sepanjang aliran sungai banyak ditemukan akumulasi kerikil, pasir, tanah liat dan lumpur.

10 D.G. Stibbe, Encyclopedie van Nederlandsch-Indie, S. Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1937, hlm. 1766.

11 Ph. J. Deijs, Memorie van Overgave Onderafdeeling Laboean Batoe, Labuhan Bilik, 1926, hlm. 1.

12 Lihat lampiran 1 peta wilayah Labuhan Batu.

13 P.H. Van Der Kemp, De Geschiedenis van het londensch Tractaat van 17 Maart 1824, tanpa penerbit, hlm. 548.

(30)

Wilayah Labuhan Batu memiliki iklim tropis yang terdiri dari musim hujan dan kemarau dengan rata-rata eksitensitas curah hujan adalah 3000-4000 mm per tahunnya. Menurut J.B. Neumann pada tahun 1864 perkiraan iklim yang terjadi di Wilayah Labuhan Batu dapat dilihat melalui bulan kalender seperti : Pada bulan Februari, Maret, April, Juni, Juli ditandai dengan musim kering atau panas dengan bayangan angka 90° F. pada pertengahan April dan Mei akan terjadi sedikit hujan.

Sedangkan bulan Agustus, September, Oktober, November, Desember, dan Januari terjadi hujan lebat.

Wilayah Labuhan Batu di lalui oleh tiga sungai besar yaitu sungai Panai, sungai Bilah, dan sungai Kualuh yang memiliki banyak cabang anak sungai. Sungai merupakan sarana transportasi utama dan mudah karena aliran sungai di Labuhan Batu saling terhubung antara yang satu dengan yang lainnya. Semua kegiatan perdagangan dan hubungan antar wilayah di Labuhan Batu menggunakan dan bergantung dengan aliran sungai.

Sungai Panai berhulu di Padang Lawas dan menjadi pusat bertemunya aliran- aliran sungai lain seperti sungai Bilah dan sungai-sungai kecil lainnya. Sungai Panai menjadi tempat persinggahan barang dan jasa yang akan dibawa keluar dari sungai Berombang menuju selat Malaka untuk dikirim ke wilayah tujuan. Begitu juga sebaliknya barang dan jasa yang datang dari luar akan singgah di sungai Panai,

(31)

kemudian disebarkan ke wilayah lainnya. Tempat persinggahan kapal-kapal di sungai Panai disebut Labuhan Bilik.14

Setelah sungai Panai, sungai tersibuk yaitu sungai Bilah. Sungai Bilah berhulu di Silangge dan berhilir di Tanjung Kupia aliran sungai Panai. Sungai Bilah merupakan tempat berkumpulnya barang-barang atau hasil bumi seperti: beras, rotan, getah, damar, dll. Dari daerah-daerah di sekitar sungai Bilah, seperti Negeri Lama, Rantau Prapat, Jawi-jawi, dan Marbau. Hasil bumi dari wilayah kesultanan Bilah tersebut dibawa ke pelabuhan Labuhan Bilik melalui sungai Bilah, yang kemudian akan dibawa ke luar wilayah perdagangan seperti Malaka dan Singapura. Begitu juga sebaliknya barang/jasa yang datang dari luar akan melalui sungai Bilah jika ingin di didistribusikan ke wilayah kesultanan Bilah.15

Sungai Kualuh merupakan salah satu sungai terbesar di wilayah Labuhan Batu. Namun aliran sungai Kualuh tidak seproduktif dari sungai Panai dan sungai Bilah. Sungai Kualuh di sebut sebagai aliran sungai yang buruk dalam jalur transportasi di Labuhan Batu. Aliran sungai sering mengalami pendangkalan yang berakibat pada aktivitas transportasi menjadi terganggu. Sungai Kualuh berhulu di Parsoburan Tapanuli Utara dan berhilir di Kuala Bangka.16

14 D.G. Stibbe, op. cit., hlm. 1766-1767.

15 Ibid.

16 Ibid.

(32)

2.2 Penduduk.

Penduduk Labuhan Batu merupakan orang-orang pendatang dari daerah Tapanuli yang bermigrasi ke Labuhan Batu dengan mengikuti arus sungai dan membangun perkampungan di pinggiran sungai. Selain dari Tapanuli pendatang lainnya datang dari semenanjung melayu dikarenakan wilayah Labuhan Batu yang berada di pesisir pantai Sumatra Timur dan dekat dengan Malaysia menjadikan Labuhan Batu sebagai tempat persinggahan pedagang-pedagang yang akan menuju pelabuhan-pelabuhan besar yang ada di Sumatra Timur. Lama kelamaan banyak pedagang yang menetap dan tinggal di Labuhan Batu.

Jumlah penduduk Labuhan Batu tidak dapat dihitung berdasarkan tiap wilayah kesultanannya. Jumlah penduduk keseluruhan dari tiga kesultanan di Afdeeling Labuhan Batu yaitu sekitar 20.000 jiwa. Dari 20.000 jiwa tersebut jumlah pendatang sekitar 5.000-6.000 jiwa. Seperlima dari jumlah pendatang berasal dari suku Mandailing dan Rao. Sedangkan jumlah budak sekitar 3.000 jiwa.17

Konsentrasi pemukiman di wilayah Labuhan Batu dilihat dari 4 wilayah terdiri dari Bilah, Panai, Kota Pinang dan Kampung Raja.

Wilayah Bilah, kampung atau pemukiman yang paling banyak penduduknya berdasarkan jumlah rumah tangganya ialah Jawi-jawi dengan jumlah 250 rumah tangga, Bandar dengan jumlah 58 rumah tangga, Pasar Bernung dengan jumlah 42

17 J.C.F. Vigelius, Memorie van Overgave van het Bestuur over de Afdeeling Panai en Bila, 1866, hlm. 8.

(33)

rumah tangga, Rantau Prapat dengan jumlah 39 lebih rumah tangga, Marbau dengan jumlah 35 rumah tangga, Pulo Jantan dengan jumlah 33 rumah tangga, Siringo-Ringo Hulu dengan jumlah 32 rumah tangga, Siringo-Ringo Hilir dengan jumlah 29 rumah tangga, dan Negeri Lama 28 rumah tangga.18

Wilayah Panai, kampung atau wilayah pemukiman yang paling banyak penduduknya berdasarkan jumlah rumah tangganya ialah Labuhan Bilik dengan jumlah 188 rumah tangga, Sungai Lumut dengan jumlah 42 lebih rumah tangga, Sungai Palas dengan jumlah 23 rumah tangga, dan Bangan Bilah dengan jumlah 21 rumah tangga.19

Wilayah Kota Pinang, kampung atau wilayah pemukiman yang paling banyak penduduknya berdasarkan jumlah rumah tangganya ialah Kota Pinang dengan jumlah 84 lebih rumah tangga, Sampean dengan jumlah 78 rumah tangga, Air Gambir dengan jumlah 69 rumah tangga, Parimburan dengan jumlah 55 rumah tangga, Si Donok dengan jumlah 32 rumah tangga, Si Semoet dengan jumlah 30 lebih rumah tangga, Rara dengan jumlah 28 rumah tangga, Air Merah dengan jumlah 27 lebih rumah tangga, dan Marsonja dengan jumlah 24 rumah tangga.20

Wilayah Kampung Raja, kampung atau wilayah pemukiman yang paling banyak penduduknya berdasarkan jumlah rumah tangganya ialah Griyang dengan

18 J.B. Neumann, op.cit., hlm. 17-18.

19 Ibid., hlm 18-19.

20 Ibid., hlm. 19-20.

(34)

jumlah 32 rumah tangga, Bahroe dengan jumlah 18 rumah tangga, Pinang dengan jumlah 10 rumah tangga, tangkok dengan jumlah 7 pemukiman, Rantau Bahroe dengan jumlah 7 rumah tangga, Si Salak dengan jumlah 7 rumah tangga.

Penduduk yang mendiami wilayah Labuhan Batu saat ini merupakan suku pendatang dari berbagai etnis. Etnis pertama yang mendiami wilayah Labuhan Batu adalah suku Mandailing yang hidup secara nomaden.21 Suku Mandailing bermigrasi ke Labuhan Batu dengan mengikuti arus sungai Barumun dan Sungai Bilah. Orang- orang Mandailing yang pertama kali mendiami wilayah Labuhan Batu bermarga Tombaq, Hasibuan, Harahap, Rumbia, Dangoran, Panai dan Munte. Orang-orang Mandailing ini mulai hidup menetap di berbagai tempat di wilayah Labuhan Batu.

Marga Tombaq dan Dasopang tinggal di daerah Kota Pinang. Marga Hasibuan dan Harahap tinggal di daerah kampung Raro dan kampung Si Mongi. Marga Dangoran dan Panai tinggal di daerah kampung Si Donok, dan Marga Munte tinggal di daerah Bilah.22

Suku Minang dari Pagaruyung menjadi penduduk berikutnya yang menetap di Labuhan Batu. Berawal dari Batara Sinomba dan Putri Lenggani yang merupakan keturunan dari raja Pagaruyung. Membuat Petoean Hadjora kepala suku dari marga Tombak dan Dasopong mengangkat Batara Sinombah sebagai raja dengan gelar

21 Nomaden adalah sekelompok orang yang hidup tidak menertap atau berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.

22 Ibid., hlm. 47.

(35)

Sultan Batara Sinomba.23 Suku-suku lain yang datang dan menetap menjadi penduduk Labuhan Batu ialah suku Rau dari tanah Minangkabau, suku Melayu dari Selat Malaka, dan Batak dari Toba.24

Penduduk Labuhan Batu adalah pemeluk ajaran agama Islam dan sebagian tidak memiliki agama. Bagian wilayah Labuhan Batu yang masyarakatnya tidak memiliki agama berada di bagian hulu Bilah. Mereka yang memeluk ajaran agama Islam terdiri dari suku Mandailing, Minang dan Rau yang menjadi Melayu.

Pendidikan yang ada pada kesultanan Bilah, Panai, dan Kota Pinang yang ditulis oleh controleur J.C.F. Vigelius pada tahun 1864-1866 dalam memorie van overgave Panai en Bilah hanyalah pendidikan agama. Pendidikan agama yang diajarkan pada masyarakat Labuhan Batu adalah belajar membaca Al-Quran dan Berdoa kegiatan ini dilakukan di masjid-masjid dimana para pengajarnya kebanyakan orang-orang dari suku Melayu, Mandailing, Rau, dan Timur Asing. Agama Islam sudah lama berkembang di wilayah kesultanan Bilah, Panai dan Kota Pinang karena merupakan wilayah yang terbuka dengan wilayah luar.

Masyarakat di Labuhan Batu memiliki pekerjaan sebagai Petani, Nelayan, Pemburu, Pengrajin dan Pedagang. Masyarakat yang berkerja sebagai petani umumnya menanam tanaman padi. Selain padi masyarakat di sana juga menanam tanaman lainnya seperti pisang, tebu, kacang, terong, timun dan lain-lain. Pekerjaan

23 Tegku Ferry Bustamam, Bunga Rampai Kesultanan Asahan, Medan: tanpa penerbit, 2003, hlm. 8.

24 J.C.F. Vigelius, op.cit., hlm.8

(36)

sebagai nelayan masih menggunakan kail pancing sebagai alat untuk menangkap ikan, dan belum menggunakan jaring seperti saat ini. Masyarakat yang beternak umumnya beternak unggas seperti ayam. Hutan di wilayah Labuhan Batu yang begitu luas menjadikan tempat yang sesuai untuk tempat tinggal hewan-hewan buas. Hewan yang diburu seperti Gajah dan Badak untuk diambil gading dan tanduknya.

Banyaknya hasil alam yang melimpah seperti rotan, bambu dan tanaman lainnya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membuat kerajinan tangan seperti gerabah, tas, tikar dari bahan-bahan tersebut.

Aktivitas perdagangan di Labuhan Batu, terjadi antara masyarakat dengan pedagang yang datang dari luar wilayah. Perdagangan di Labuhan Batu sangat berkembang karena didukung oleh sarana dan prasaran berupa sungai sebagai jalur perdagangan yang memudahkan dalam proses pengangkutan barang yang terhubung dengan Selat Malaka. Adapun produk terdepan yang di per-dagangkan berupa perahu, yang diproduksi oleh Panai dan Bilah. Perahu menjadi moda transportasi yang sangat di butuhkan oleh masyarakat Labuhan Batu terutama untuk perdagangan.

Terjadinya permusuhan antar wilayah-wilayah di Labuhan Batu, membuat jalur perdagangan menjadi tidak aman terutama jalan kecil antar kampung sering terjadi perampokan. Hal ini membuat para pedagang harus mencari jalan lain yang lebih aman sebagai jalur perdagangan-nya. Sungai menjadi salah satu jalur alternatif yang mudah dan aman, karena wilayah Labuhan Batu banyak dialiri aliran sungai.

Para pedagang yang memiliki perahu akan memudahkannya dalam proses berdagang.

(37)

Selain industri perkapalan hasil pertanian (hasil hutan) juga menjadi salah satu barang perdagangan seperti getah, rotan, damar, rotan semamboe, kacang, minyak bumi dan lain-lain. Selain hasil hutan terdapat juga hasil buruan yang diperdagangkan seperti gading gajah dan tanduk badak.

Perdagangan hasil hutan, industri dan buruan dari wilayah Labuhan Batu, dilakukan oleh pedagang lokal. Terdapat juga perdagangan barang-barang impor yang dibawa oleh pedagang dari luar wilayah Labuhan Batu seperti garam, opium, besi, tembakau, kelapa, oli dan gula. Untuk lebih jelasnya barang-barang dagangan ekspor dan impor di wilayah Labuhan Batu dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1: Daftar barang ekspor hasil hutan dan pertanian rakyat Afdeeling Labuhan Batu.

No

Nama Barang Banyaknya Nilai Jual tahun 1864 K.P. & P.

1. Padi 100 gantang f. 0,70

2. Beras 100 gantang f. 1,40

3. Lilin 1 pikul f. 5.70

4. Rotan Semamboe 10.000 stuks f. 0,70

5. Rotan Halus 10.000 stuks f. -

6. Rotan Kasar 10.000 stuks f. -

7. Bambu 10.000 stuks f. 0,70

8. Getah Rambong 1 pikul f. 2,50

(38)

9. Dammar 100 gantang f.0,70

10. Kayu Lakka 1 bara = 3 pikul f. 0,70

11. Kayu Manis 1 pikul f.0,62

12. Ikan Jermal 100 stuks kering f.2,50

13. Ikan Pukat 100 stuks kering f. 0.62

14. Kacang 100 gantang f. 2,50

15. Gading 1 kati f. 0,07

16. Badak 1 kati f. 1,25

17. Kacang Hijau 100 gantang f. -

18. Kayu Garu 1 pikul f. -

19. Koffie 1 pikul f. -

20. Katun 1 pikul f. -

21. Ketan Hitam 100 gantang f. -

22. Ketan Putih 100 gantang f.2,50

23. Kerbau per stuks f. -

24. Sapi per stuks f. -

25. Kuda per stuks f. -

26. Pandan Carei 1 pikul f. -

(39)

27. Cucuk Atap 1 pikul f. -

28. Tikar Bidei 1 kodi f. -

Sumber: J. Neumenn, Memorie van Overgave Afdeeling Labuhan Batu.

Tabel 2: Daftar barang Import yang masuk ke Labuhan batu.

No Nama Barang Banyaknya Nilai Jual tahun 1864 K.P. & P.

1. Garam 1 kojang = 16 pikul f. 10,00

2 Opium 1 boek f. 2,50

3 Besi - f. -

4 Tembakau - f. -

5 Kelapa - f. -

6 Oli - f. -

7 Gula - f. -

Sumber: J. Neumenn, Memorie van Overgave Afdeeling Labuhan Batu.

Barang-barang import ini dibawa oleh pedagang-pedagang Cina dari Pulau Pinang, Malaka, Singapura, dan Pantai Timur Sumatera. Selain menjual, pedagang Cina membeli barang dagangan masyarakat Labuhan Batu untuk dijual kembali di

(40)

tempat lainnya. Barang import berupa opium tidak dijual kepada rakyat melainkan dimonopoli oleh sultan.25

2.3 Pemerintahan.

Pemerintah adalah badan yang memiliki kekuasaan untuk memerintah suatu negara. Pemerintah memiliki wewenang untuk memberikan keputusan dan kebijakan dalam rangka mewujudkan tujuan negara serta sebagai penguasa yang menetapkan perintah-perintah dalam suatu negara.26 Pemerintahan di Labuhan Batu bersifat pemerintahan tradisional berupa kerajaan. Sistem pemerintahan kerajaan yang dijalankan di Labuhan Batu bersifat monarki.27 Kesultanan di Labuhan Batu memiliki jumlah yang cukup banyak tetapi terbagi-bagi menjadi beberapa wilayah besar dimana setiap wilayah di kuasai oleh satu raja yang berkuasa. Wilayah kesultanan di Labuhan Batu terbagi atas 4 wilayah kerajaan besar yang terdiri dari kesultanan Kualuh, Bilah, Panai dan Kota Pinang.

Kesultanan Kualuh memiliki luas wilayah 224.980 H.A. yang terdiri dari dataran dan tanah berbukit di bagian barat. Adapun batas-batas wilayah Kualuh:

sebelah utara berbatasan dengan wilayah kerajaan Asahan, sebelah barat berbatasan dengan wilayah Tapanuli Utara, sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka, dan

25 Ibid., hlm. 9.

26 Inu Kencana Syafiie, Ilmu Pemeritahan, Bandung: Mandar Maju, 1994, hlm. 4.

27 Sistem pemerintahan monarki adalah sistem pemerintahan dimana seorang raja atau ratu sebagai pemegang kekuasaan yang dominan secara menyeluruh.

(41)

sebelah selatan berbatasan dengan wilayah kerajaan Bilah. Pusat dari kesultanan Kualuh berada di Tanjung Pasir.

Kesultanan Bilah memiliki luas wilayah 279.000 H.A. yang terdiri dari dataran dan tanah berbukit di bagian barat. Adapun batas- batas wilayah Bilah:

sebelah utara berbatasan dengan wilayah kesultanan Kualuh, sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah barat berbatasan dengan wilayah Padang Lawas, dan sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah kesultanan Panai dan kesultanan Kota Pinang. Pusat dari kesultanan Bilah berada di Negeri Lama.

Kesultanan Panai memiliki luas wilayah 103.000 H.A. yang terdiri dari dataran dan tanah berawa. Adapun batas-batas wilayah Panai: sebelah utara berbatasan dengan wilayah kesultanan Bilah, sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah barat berbatasan dengan wilayah kesultanan Kota Pinang, dan sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Bengkalis.

Kesultanan Kota Pinang memiliki luas wilayah 252.000 H.A. yang terdiri dari dataran. Adapun batas-batas wilayah Kota Pinang: sebelah utara berbatasan dengan wilayah kesultanan Bilah, sebelah timur berbatasan dengan wilayah kesultanan Panai, sebelah barat berbatasan dengan wilayah Padang Lawas, dan sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Bengkalis. Pusat kesultanan Kota Pinang berkedudukan di Kota Pinang.

Sebelum campur tangan Belanda atas kesultanan Kualuh, Bilah, Panai, dan Kota Pinang di wilayah Labuhan Batu. Kesultanan-kesultanan tersebut pernah tunduk

(42)

pada beberapa kesultanan yang berhasil menaklukan wilayahnya. Kesultanan Kualuh merupakan wilayah taklukan dari kesultanan Asahan. Kesultanan-kesultanan yang pernah menaklukan wilayah Labuhan Batu adalah kesultanan Siak dan Aceh. Dua kesultanan ini merupakan kesultanan besar yang pernah berkuasa di wilayah kesultanan-kesultanan Sumatera Timur.28

Sejarah empat kesultanan di Labuhan Batu yang terdiri dari kesultanan Bilah, Panai, Kota Pinang, dan Kualuh. Dari keempat kesultanan tersebut tiga diantaranya memiliki sejarah yang sama. Ketiga kesultanan itu ialah Bilah, Panai, dan Kota Pinang. Sedangkan kesultanan Kualuh memiliki sejarah yang berbeda dari ketiga kesultanan tersebut.

1. Sejarah kesultanan Kualuh,

Kesultanan Kualuh merupakan wilayah taklukan dari kesultanan Asahan.

Sultan pertama kesultanan Kualuh adalah sultan raja Muhammad Ishak yang merupakan anak sultan Moesa Syah dari kesultanan Asahan. Sultan Moesa adalah sultan ke-6 yang memerintah kesultanan Asahan dari tahun 1805-1808. Sultan Moesa mangkat pada tahun 1808 meninggalkan anak dan istri Inche Fatimah yang sedang hamil, sesuai dengan pantun Melayu “Raja Mangkat Raja Pengganti” maka bermusyawarah-lah orang-orang besar kesultanan untuk mengisi kekosongan sultan.

Sultan Moesa yang tidak memiliki keturunan anak laki-laki, maka diangkat-lah sultan Ali Syah adik dari Sultan Moesa menjadi sultan kesultanan Asahan. Beberapa

28 Luckman Sinar op.cit., hlm. 186.

(43)

bulan sultan Ali memerintah kesultanan Asahan, lahirlah anak Sultan Moesa yang masih dalam kandungan saat dia mangkat. Anak tersebut berjenis kelamin laki-laki dan diberi nama Raja Muhammad Ishak.

Sultan Ali Syah memiliki istri bernama Tengku Ampuan dan dua orang anak yang bernama Raja Muhammad Hoesinsyah dan Tengku Raja Siti. Sultan Ali dinobatkan sebagai sultan kesultanan Asahan yang ke-7 pada tahun 1808 dan mangkat pada tahun 1813. Anak laki-laki sultan Ali yang masih berumur 7 tahun belum dapat memerintah kesultanan, maka di wali-kan oleh orang besar kesultanan Asahan sebagai pemangku adatnya.

Raja Muhammad Hoesinsyah dan Raja Muhammad Ishak tumbuh bersama hingga beranjak dewasa di kesultanan Asahan. Adanya dua putra mahkota di satu kesultanan membuat wilayah kesultanan Asahan seperti terbagi dua, karena Raja Muhammad Hoesinsyah yang dua tahun lebih tua dari Raja Muhammad Ishak menguasai wilayah Silau. Sedangkan Raja Muhammad Ishak menguasai wilayah, dari sungai Asahan hingga Bandar Pulau.

Pada tahun 1829 terjadinya perselisihan di kesultanan Asahan. Tengku tua mengusulkan untuk menetapkan Raja Muhammad Ishak sebagai sultan ke-8 kesultanan Asahan. Usulan tersebut ditentang oleh pihak kesultanan Asahan yang

(44)

menginginkan Raja Muhammad Hoesinsyah sebagai sultan ke-8 Asahan, karena memiliki pengaruh besar di wilayah Batak (Simalungun).29

Untuk menghindari perpecahan, orang-orang Besar kesultanan Asahan bermusyawarah untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pihak kesultanan Asahan mengambil keputusan sayembara, yang mana kedua putra mahkota tersebut harus menaklukan wilayah Kualuh, siapa yang berhasil menguasai wilayah Kualuh dia berhak menjadi sultan ke-8 kesultanan Asahan.30

Dibentuk dua kelompok pasukan yang dilengkapi senjata untuk membatu masing-masing putra mahkota untuk menaklukan wilayah Kualuh. Raja Hoesinsyah menyerang Kualuh dari wilayah hilir melalui sungai Kualuh dan Raja Muhammad Ishak menyerang dari wilayah hulu. Akhirnya negeri Kualuh ditaklukan dan berhasil dikuasai oleh Raja Muhammad Hoesinsyah. Maka pada tahun 1829 Raja Muhammad Ishak dinobatkan sebagai sultan di negeri Kualuh dengan bergelar Jang di Pertuan Muda. Dan Raja Muhammad Hoesinsyah menjadi sultan ke-8 kesultanan Asahan.31

2. Sejarah kesultanan Bilah, Panai, dan Kota Pinang.

Menurut salah satu sumber sejarah kesultanan Bilah, Panai, dan Kota Pinang memiliki hubungan sejarah yang sama. Raja pertama di Labuhan Batu adalah Batara

29 Ferry Bustamam, op.cit., hlm.29-32.

30 Jika nantinya wilayah Kualuh berhasil ditaklukan dan dikuasai oleh Raja Muhammad Hoesinsya. Wilayah Kualuh akan tetap dikembalikan kepada Raja Muhammad Ishak.

31 Lihat lampiran 2 nama-nama garis keturunan kesultanan Kualuh.

(45)

Sinombah, yang berasal dari Pagaruyung. Kesultanan pertama di Labuhan Batu ini diperkiran muncul pada awal abad ke-16 M.32 Batara Sinombah meninggalkan Pagaruyung bersama adiknya Batara Pinayung (Kumala) dan sepupunya Putri Lenggagani (Lengan). Batara Sinombah bersama sepupunya meninggalkan Pagaruyung karena melakukan perzinahan atau incest.33 Perbuatan yang dibuat oleh Batara Sinombah dan Putri Lenggagani membuat mereka di usir dari Pagaruyung.

Mereka meninggalkan Pagaruyung menuju Otang Momo Pinang Awan.

Kepergian mereka ini diikuti adiknya Batara Sinomba bernama Batara Pinayung yang memaksa ikut dengan kakaknya tersebut.34 Perjalanan mereka dimulai setelah meninggalkan Pagaruyung dan masuk ke wilayah Mandailing. Disana Batara Sinomba dan adiknya beserta sepupunya disambut baik oleh masyarakat Mandailing, apalagi setelah mengetahui mereka berasal dari Pagaruyung dan keturunan raja.

Mengetahui ketiga orang tersebut merupakan keturunan dari keluarga kerajaan, para penduduk dan ketua adat bermufakat untuk menikahkan Batara Pinayung dengan putri dari ketua adat Mandailing.

Pernikahan tersebut dimaksud untuk mengikat Batara Pinayungan dengan adat Mandailing dan mengangkatnya sebagai raja di sana. Permintaan dari ketua adat dan

32 Luckman Sinar, op.cit., hlm. 143.

33 Incest, adalah hubungan seksual antara orang-orang bersaudara dekat yang dianggap melanggar adat, hokum dan agama (hubungan sedarah)

34 M. Hamerster, op.cit., hlm. 58-59.

(46)

penduduk Mandailing diterima oleh Batara Pinayung.35 Dengan menikahnya Batara Pinayung dengan putri dari ketua adat Mandailing membuatnya tidak dapat meneruskan perjalanan dengan kakaknya.

Batara Sinombah dengan Putri Lenggagani meneruskan perjalanannya ke Pinang Awan, di sana dia membangun kampung dan dirajakan oleh marga Tombaq dan Dasopang.36 Raja Batara Sinomba memiliki anak laki-laki dan anak perempuan.

Anak laki-lakinya bernama tengku Mangkuto Alam menjadi sultan di Air Merah atau wilayah kesultanan Panai sebelum terbentuk. Sultan Mangkuto Alam memiliki dua orang istri dan satu orang selir. Istri kedua sultan Mangkuto Alam merupakan keturunan dari kerajaan Angkola. Sultan Mangkuto Alam memiliki 5 orang anak dari istri-istrinya, terdiri dari tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan yang bernama:

1. Tengku Husin 2. Tengku Abbas 3. Tengku Karib 4. Putri Siti Oengoe 5. Siti Meja.

35 Pernikahan Batara Pinayung dengan putri dari ketua adat Mandailing yang menjadikan dia raja di Mandailing menghentikan perjalanannya dan harus berpisah dengan saudaranya yang akan menuju Pinang Awan. Ferry Bustamam, op.cit., hlm.7-8.

36 Luckman Sinar, op.cit., hlm. 143.

(47)

dan juga memiliki satu orang putra dari selirnya.37 Dalam buku Bunga Rampai Kesultanan Asahan pada halaman 9 sampai 10 dijelaskan bahwa, sultan Mangkuto Alam memutuskan untuk mengangkat salah satu putranya sebagai sultan yang menggantikannya memerintah kesultanan Air Merah. Anak yang dipilih untuk diangkat menjadi sultan adalah anak dari permaisuri. Mengetahui hal tersebut selir pun marah atas keputusan sultan yang akan mengangkat anak permaisuri sebagai sultan. Selir berencana mengusir anak permaisuri dengan mempengaruhi sultan dengan tujuan untuk menjadikan anaknya sebagai sultan Air Merah yang mengantikkan sultan Mangkuto Alam.

Dengan mempengaruhi sultan, selir berhasil mengusir anak dari permaisuri.

Anak permaisuri yang di usir pergi meninggalkan kesultanan Air Merah adalah Tengku Husin dan Tengku Abbas. Mereka meninggalkan kesultanan Air Merah dan menuju ke Aceh untuk meminta bantuan merebut kesultanan Air Merah dari anak selir. Sesampainya di Aceh kedua saudara ini menyampaikan maksud dan tujuannya tersebut pada sultan Iskandar Muda. Sultan Iskandar Muda pun memberi bantuan kepada Tengku Husin dan Tengku Abbas dengan mengirim bala tentara Aceh yang di pimpin Raja Muda Pidie untuk menyelesaikan permasalahan di kesultanan Air Merah. Saat balah tentara Aceh menyerang kesultanan Air Merah secara tidak sengaja sultan Mangkuto Alam tertikam oleh tentara Aceh.38 Mengetahui hal tersebut

37 Ferry Bustamam, op.cit., hlm. 9.

38 Tentara Aceh secara tidak sengaja menikam sultan Mangkuto Alam. Target sebenarnya dari penyerangan ini adalah anak dari selir. Karena ketidak tau-an tentara Aceh mengenai wajah dari anak selir tersebut dan pada saat penyerangan sultan Mangkuto Alam yang berstatus sultan, menjadikannya

(48)

Tengku Husin dan Tengku Abbas merasa bersalah atas kejadian tersebut. Mereka pergi meninggalkan kesultanan Air Merah dan membentuk kesultanan sendiri.

Tengku Husin membuat kesultanan di Kumbul yang menjadi asal mula dari kesultanan-kesultanan Panai dan Bilah. Tengku Abbas membuat kesultanan di Sungai Toras yang menjadi asal mula keturunan kesultanan Kampung Raja. Tengku Karib membangun kesultanan di Tasik yang menjadi asal keturunan kesultanan Kota Pinang.39

Kesultanan-kesultanan di Labuhan Batu pada mulanya memiliki hubungan yang kuat, karena sultan pertama dari kesultanan Bilah, Panai, dan Kota Pinang merupakan keturunan yang sama dari kesultanan Aer Merah. Mereka pergi dari kesultanan Aer Merah dan membentuk kesultanan sendiri, karena terjadinya peperangan antara kesultanan Aceh yang dipimpin oleh raja muda Pidie dengan kesultanan Aer Merah. Dalam pertempuran tersebut sultan Mangkuto Alam dari kesultanan Aer Merah mangkat.

Pada awal abad ke-18 M kesultanan Kota Pinang melakukan perkawinan politik dengan kesultanan Panai. Sultan Bungsu dari kesultanan Kota Pinang menikahi adik dari Sultan Mangedar Alam Panai dari kesultanan Panai yang bernama Binila. Pernikahan politik antara dua kesultanan ini pada awalnya berjalan sesuai sebagai target oprasi. Karna kesalah tersebut maka raja Muda Pidie membawa salah satu putri kesultanan sultan Aer Merah untuk di berikan dan dinikahi oleh Sultan Iskandar Muda. Dalam penyerangan ini hanya sultan Mangkuto Alam saja yang menjadi korban.

39 Ibid., hlm. 10.

(49)

keinginan. Dengan bertambahnya usia pernikahan sultan Bungsu dan istrinya Binila sering terjadi pertengkaran antara keduanya. Pertengkaran terjadi antara tahun 1810- 1815 dan puncaknya terjadi tahun 1815 yang mana sultan Mangedar Alam Panai sudah tidak tahan mendengar perlakuan yang dilakukan sultan Bungsu kepada istrinya Binila. Sultan Bungsu yang menyakiti serta melontarkan kalimat-kalimat penghinaan kepada istrinya. Kejadian tersebut terjadi berulang-ulang membuat sultan Mangedar Alam Panai mengambil tindakan dengan menyerang kesultanan Kota Pinang. Peperangan yang terjadi antara kesultanan Panai dan Kota Pinang dimenangkan oleh kesultanan Panai karena berhasil membunuh sultan Bungsu.

Kematian sultan Bungsu menjadi api dendam pada keturunannya yang ingin membalaskan dendam atas kematiannya.

(50)

BAB III

PROSES MASUKNYA PENGARUH BELANDA DI LABUHAN BATU 1862- 1919.

Bab ini menceritakan mengenai latar belakang masuknya pengaruh Belanda di Labuhan Batu. Saat terjadinya perang antara kesultanan Kota Pinang dengan Panai, di waktu tersebut Belanda mengambil kesempatan untuk masuk ke wilayah Labuhan Batu. Dalam bab ini juga dibahas mengenai proses penaklukan kesultanan-kesultanan Bilah, Panai, dan Kota Pinang hingga terbentuk menjadi Afdeeling tahun 1865. Serta proses pengintregrasian wilayah kesultanan Kualuh ke Afdeeling Labuhan Batu pada tahun 1886, dan kerajaan Na. IX-X masuk ke wilayah kesultanan Bilah tahun 1915.

3.1 Latar Belakang.

Belanda di yakini masuk ke wilayah Labuhan Batu pertama kali saat terjadinya perang Padri di Sumatera Barat antara tahun 1825-1835.40 Gubernur Jenderal Belanda di Batavia mengutus pasukannya untuk membatu menyelesaikan perang Padri di Sumatera Barat. Dalam perjalanan ke Sumatera Barat pasukan Belanda tidak sengaja menemukan perkampungan di wilayah Labuhan Batu. Tetapi karena Belanda terikat perjanjian dengan Inggris membuatnya tidak dapat menguasai wilayah Labuhan Batu.41

40 Ibrahim Jafar, dkk., Pra Seminar Sejarah Perkembangan Pemerintahan dalam Negeri Kabupaten Labuhan Dati II Labuhan Batu, Rantau Prapat: Pemerintahan Kabupaten Labuhan Batu, 1990, hlm. 18.

41 Ibid.

(51)

Perjanjian kedua negara penjajah itu tertulis di dalam Traktat London tahun 1824 mengenai pertukaran wilayah jajahan, Belanda menyerahkan Malaka dan Inggris menyerahkan Bengkulu. Perjanjian ini juga bertujuan untuk menghentikan pertikaian antara kedua negara tersebut. Bunyi perjanjian yang dilakukan Belanda dengan Inggris ialah tidak akan meluaskan pengaruh atau wilayah jajahannya ke daerah masing-masing. Pihak Inggris berjanji tidak akan mengganggu ke wilayah Sumatera dan sebaliknya Belanda tidak akan mengganggu wilayah Semenanjung Melayu. Dengan demikian Belanda meninggalkan Labuhan Batu tanpa melakukan penaklukan di wilayah tersebut.42

Belanda memiliki hubungan pertama kali dengan kesultanan di Labuhan Batu saat membatu kesultanan Kota Pinang menyerang kesultanan Panai antara tahun 1838-1839.43 Kejadian ini bermula pada tahun 1815 terjadi peperangan yang menewaskan sultan Bungsu dari kesultanan Kota Pinang. Peperangan antara kesultanan Panai dan Kota Pinang yang menewaskan sultan Bungsu di tangan Hulu Balang kesultanan Panai menjadi tanda kemenangan bagi kesultanan Panai dalam pertempuran tersebut.

Kekalahan yang diterima kesultanan Kota Pinang menjadi kabar yang menyedihkan dan menimbulkan dendam pada keturunan sultan Bungsu yang ingin membalas kesultanan Panai atas kematian ayahnya. Tewasnya sultan Bungsu

42 Luckman Sinar, op.cit., hlm. 181.

43 M. Hamerster, op.cit., hlm. 64.

(52)

digantikan anaknya sultan Mustafa sebagai penerusnya yang akan memerintah dan memulihkan kesultanan Kota Pinang. Karena kekalahan tersebut membuat kesultanan tidak stabil yang berimbas pada jalur perdagangan, mengingat pintu masuk perdagangan wilayah Labuhan Batu berada di kesultanan Panai. Karena situasi tersebut dan kondisi kesultanan yang masih lemah, sultan Mustafa membutuhkan waktu hingga bertahun-tahun untuk memulihkan pemerintahannya.

Setelah keadaan kesultanan Kota Pinang membaik antara tahun 1836-1838 keinginan untuk membalas kekalahan perang sebelumnya kepada kesultanan Panai sangatlah besar. Apalagi jalur perdagangan yang dikuasai oleh kesultanan Panai yang selama ini menjadi masalah bagi kesultanan Kota Pinang untuk menjual hasil hutannya dengan para pedagang dari Semenanjung Melayu dan daerah-daerah pantai timur Sumatera. Tetapi untuk melakukan penyerangan, kekuatan angkatan perang kesultanan Kota Pinang masih berada di bawah kesultanan Panai. Hal ini menjadi pertimbangan sultan dan para pembesar kesultanan untuk menyerang kesultanan Panai karena memiliki peluang yang kecil untuk menang. Karena hal tersebut sultan Mustafa dan pembesar kesultanan memutuskan untuk meminta bantuan kepada raja- raja di Mandailing. 44

Sultan Mustafa beserta rombongan pergi menuju Padang Lawas untuk meminta bantuan kepada raja-raja Mandailing. Sesampainya di sana sultan Mustafa beserta rombongannya bertemu dengan pasukan Belanda di Padang Lawas yang

44 Ibid.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana bentuk pertunjukan Kesenian Dames Group Laras Budaya di Desa Bumisari Kecamatan Bojongsari Kabupaten Purbalingga, serta

Ciri khas Perangkat Lunak pengolah kata secara umum adalah mengolah mulai dari karakter, kata, kalimat, yang akhirnya membentuk suatu paragraf, sekumpulan paragraf membentuk

Silase dibuat dengan mencacah bahan hijauan menjadi ukuran yang kecil-kecil, kemudian menyimpannya kedalam ruang kedap udara.Pencacahan dilakukan untuk mendapatkan

Pelajaran IPA jenjang Sekolah Dasar hendakanya dapat memberikan rasa keingintahuan siswa yang tinggi agar siswa mampu meningkatkan keterampilan bertanya membantu mereka

Arikunto (2002), setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, perlu dilakukan pengolahan data untuk kemudian dilakukan analisis, adapu langkah analisis

Hendro Gunawan, MA Pembina Utama Muda

Kaltim Tahun Anggaran 2012, menyatakan bahwa pada tanggal 12 Maret 2012 pukul 11.59 Wita tahapan pemasukan/upload dokumen penawaran ditutup sesuai waktu pada aplikasi SPSE

bahwa untuk memberikan tambahan penghasilan terhadap Lurah Desa dan Pamong Desa pada Desa Trimurti Kecamatan Srandakan dan Desa Jagalan Kecamatan Banguntapan,