• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES MASUKNYA PENGARUH BELANDA DI LABUHAN BATU 1862- 1862-1919

3.1 Latar Belakang

Belanda di yakini masuk ke wilayah Labuhan Batu pertama kali saat terjadinya perang Padri di Sumatera Barat antara tahun 1825-1835.40 Gubernur Jenderal Belanda di Batavia mengutus pasukannya untuk membatu menyelesaikan perang Padri di Sumatera Barat. Dalam perjalanan ke Sumatera Barat pasukan Belanda tidak sengaja menemukan perkampungan di wilayah Labuhan Batu. Tetapi karena Belanda terikat perjanjian dengan Inggris membuatnya tidak dapat menguasai wilayah Labuhan Batu.41

40 Ibrahim Jafar, dkk., Pra Seminar Sejarah Perkembangan Pemerintahan dalam Negeri Kabupaten Labuhan Dati II Labuhan Batu, Rantau Prapat: Pemerintahan Kabupaten Labuhan Batu, 1990, hlm. 18.

41 Ibid.

Perjanjian kedua negara penjajah itu tertulis di dalam Traktat London tahun 1824 mengenai pertukaran wilayah jajahan, Belanda menyerahkan Malaka dan Inggris menyerahkan Bengkulu. Perjanjian ini juga bertujuan untuk menghentikan pertikaian antara kedua negara tersebut. Bunyi perjanjian yang dilakukan Belanda dengan Inggris ialah tidak akan meluaskan pengaruh atau wilayah jajahannya ke daerah masing-masing. Pihak Inggris berjanji tidak akan mengganggu ke wilayah Sumatera dan sebaliknya Belanda tidak akan mengganggu wilayah Semenanjung Melayu. Dengan demikian Belanda meninggalkan Labuhan Batu tanpa melakukan penaklukan di wilayah tersebut.42

Belanda memiliki hubungan pertama kali dengan kesultanan di Labuhan Batu saat membatu kesultanan Kota Pinang menyerang kesultanan Panai antara tahun 1838-1839.43 Kejadian ini bermula pada tahun 1815 terjadi peperangan yang menewaskan sultan Bungsu dari kesultanan Kota Pinang. Peperangan antara kesultanan Panai dan Kota Pinang yang menewaskan sultan Bungsu di tangan Hulu Balang kesultanan Panai menjadi tanda kemenangan bagi kesultanan Panai dalam pertempuran tersebut.

Kekalahan yang diterima kesultanan Kota Pinang menjadi kabar yang menyedihkan dan menimbulkan dendam pada keturunan sultan Bungsu yang ingin membalas kesultanan Panai atas kematian ayahnya. Tewasnya sultan Bungsu

42 Luckman Sinar, op.cit., hlm. 181.

43 M. Hamerster, op.cit., hlm. 64.

digantikan anaknya sultan Mustafa sebagai penerusnya yang akan memerintah dan memulihkan kesultanan Kota Pinang. Karena kekalahan tersebut membuat kesultanan tidak stabil yang berimbas pada jalur perdagangan, mengingat pintu masuk perdagangan wilayah Labuhan Batu berada di kesultanan Panai. Karena situasi tersebut dan kondisi kesultanan yang masih lemah, sultan Mustafa membutuhkan waktu hingga bertahun-tahun untuk memulihkan pemerintahannya.

Setelah keadaan kesultanan Kota Pinang membaik antara tahun 1836-1838 keinginan untuk membalas kekalahan perang sebelumnya kepada kesultanan Panai sangatlah besar. Apalagi jalur perdagangan yang dikuasai oleh kesultanan Panai yang selama ini menjadi masalah bagi kesultanan Kota Pinang untuk menjual hasil hutannya dengan para pedagang dari Semenanjung Melayu dan daerah-daerah pantai timur Sumatera. Tetapi untuk melakukan penyerangan, kekuatan angkatan perang kesultanan Kota Pinang masih berada di bawah kesultanan Panai. Hal ini menjadi pertimbangan sultan dan para pembesar kesultanan untuk menyerang kesultanan Panai karena memiliki peluang yang kecil untuk menang. Karena hal tersebut sultan Mustafa dan pembesar kesultanan memutuskan untuk meminta bantuan kepada raja-raja di Mandailing. 44

Sultan Mustafa beserta rombongan pergi menuju Padang Lawas untuk meminta bantuan kepada raja-raja Mandailing. Sesampainya di sana sultan Mustafa beserta rombongannya bertemu dengan pasukan Belanda di Padang Lawas yang

44 Ibid.

sedang bertugas mengejar kaum padri di wilayah Mandailing. Hal ini terjadi setelah tertangkapnya pimpinan pasukan padri yaitu Tuanku Imam Bonjol membuat pasukannya mundur hingga wilayah Mandailing.45

Pada kesempatan tersebut sultan Mustafa beserta rombongannya menemui pimpinan pasukan Belanda dan menyampaikan maksud dan tujuannya datang ke Mandailing. Mendengar permintaan dari sultan Mustafa yang meminta bantuan untuk menyerang musuhnya kesultanan Panai, permintaan tersebut disetujui oleh pimpinan Belanda di Padang Lawas, dan tentunya dengan syarat-syarat yang harus disepakati oleh sultan. 46

Salah satu syarat yang diminta Belanda dari sultan ialah jika penyerangan berhasil dan dimenangkan oleh pihak Kota Pinang, sultan harus memberikan wilayah Tanjung Kupiah kepada Belanda.47 Pada dasarnya Belanda senang memecah belah tiap kesultanan/kerajaan yang akan dikuasai wilayahnya. Hal tersebut merupakan cara Belanda untuk melemahkan kekuatan tiap kesultanan/kerajaan dan pada akhirnya pihak Belanda dengan mudah menguasai wilayah-wilayah tersebut. Sultan Mustafa tidak lupa juga meminta bantuan dengan raja-raja Mandailing.

45 J.B. Neumann, op.cit., hlm. 74.

46 Ibid.

47 Tanjung Kupiah adalah sebuah wilayah perkampungan yang berada antara kesultanan Panai dan Bilah. Tempatnya yang strategis membuat pihak Belanda menginginkan wilayah tersebut untuk membangun sebuah pos. Pos tersebut nantinya bertujuan untuk menarik pajak dari para pedagang yang akan melewati wilayah Tanjung Kupiah.

Pada waktu yang ditentukan, penyerangan ke kesultanan Panai yang merupakan salah satu keinginan dari sultan Mustafa untuk membalas kematian ayahnya sultan Bungsu dan penderitaan kesultanan-nya setelah kalah dalam perang, terjadi antara tahun 1838-1839. Kesultanan Kota Pinang yang dibantu kerajaan Mandailing dan pemerintah Belanda di Padang Lawas melakukan serangan ke kesultanan Panai.

Peperangan terjadi di Teluk Si Langsai, Sungai Sentang dan Selat Beting dimana orang-orang Panai dipimpin oleh tengku Haji dan saudara muda Sultan Mangedar Alam. Peperangan di dekat Sungai Sentang Panai mengalami kekalahan, dalam pertempuran tersebut Sultan Mangedar Alam Panai meninggal dunia, dan Tengku Haji bertolak ke Bilah kemudian ke Asahan untuk meminta bantuan.

Sedangkan sultan keenam Panai Tengku Abdulah dengan gelar Sultan Gagar Alam melarikan diri ke wilayah Bilah dan di sana dia menunggu hasil pertempuran.48

Kemenangan kesultanan Kota Pinang atas kesultanan Panai ditandai dengan terbunuhnya sultan Panai dan membuat para orang besar Panai lari ke luar wilayahnya untuk mencari bantuan. Peperangan ini membuat wilayah kesultanan Panai kosong dan tidak ada yang berkuasa. Pada kesempatan tersebut, Belanda menagih janji dari sultan Kota Pinang untuk menyerahkan wilayah Tanjung Kupiah kepadanya karena merupakan syarat yang diajukan Belanda dan disepakati oleh sultan sebelum pihak Belanda membatu kesultanan Kota Pinang. Permintaan tersebut

48 M. Hamerster, op.cit., hlm. 65.

dikabulkan oleh sultan Kota Pinang dengan menyerahkan wilayah Tanjung Kupiah kepada Belanda. Dengan diserahkannya wilayah Tanjung Kupiah, Belanda membangun sebuah pos yang menjadi tujuannya untuk menarik pajak dari para pedagang dan kekuasaan Belanda di sini hanya bertahan antara tahun 1839-1841.

Karena belakangan sultan Mustafa menginginkan wilayah Tanjung Kupiah kembali menjadi wilayah kekuasaannya.49

Hal ini dikarenakan tujuan kesultanan Kota Pinang menaklukan Panai selain membalaskan dendam ialah menguasai jalur perdagangan di wilayah Labuhan Batu.

Untuk merebut Tanjung Kupiah dari tangan Belanda sultan Mustafa menggunakan siasat dengan memberikan wanita dan janji-janji pada pasukan Belanda yang dipimpin kapten Linkhand di sana. Cara tersebut ternyata berhasil membuat pasukan Belanda meninggalkan pos Tanjung Kupiah.50 Perbuatan kesultanan Kota Pinang tersebut dianggap Belanda sebagai sebuah pengkhianatan. Asisten Residen Willer di Padang Lawas pun tidak dapat membalas perbuatan kesultanan Kota Pinang tersebut.

Karena adanya perintah dari menteri untuk menarik pos-pos Belanda di pesisir timur Sumatera. Hal ini dilakukan karena takut datangnya protes dari Inggris.

Orang-orang besar kesultanan Panai yang pergi mencari bantuan ke kesultanan-kesultanan di bagian utara, seperti kesultanan Bilah dan Asahan.

Sesampainya di wilayah Bilah dan Asahan orang-orang besar Panai ini

49 Ibid.

50 Luckman Sinar, op.cit., hlm. 182.

menyampaikan maksud kedatangannya yang meminta bantuan untuk membantu merebut kembali wilayah kesultanan Panai dari kesultanan Kota Pinang. Pada tahun 1848 Sultan Asahan dan Bilah bersedia membatu kesultanan Panai untuk merebut wilayahnya dan mulai menyusun rencana penyerangan kesultanan Kota Pinang.51

Setelah persiapan sudah selesai untuk menyerang kesultanan Kota Pinang.

Pasukan dari kesultanan Panai, Bilah dan Asahan berangkat ke wilayah Kampung Labuhan Batu tempat kedudukan kesultanan Kota Pinang yang baru. Dimana setelah peperangan tersebut sultan Mustafa memindahkan pusat kesultanannya ke wilayah Panai.

Kedatangan pasukan kesultanan Panai, Bilah dan Asahan ke kampung Labuhan Batu ialah untuk merebut kembali wilayah Panai dari kesultanan Kota Pinang. Peperangan pun tidak dapat terelakkan lagi antara kesultanan Kota Pinang dengan kesultanan Panai, Bilah dan Asahan. Peperangan tersebut membuat sultan Mustafa dan orang-orang kesultanan Kota Pinang mundur meninggalkan wilayah Panai, karena kekuatan armada perangnya yang tidak sebanding.

Penyerangan yang dilakukan kesultanan Panai, Bilah dan Asahan membuat sultan Mustafa khawatir akan adanya serangan susulan. Permasalahannya dengan pemerintah Belanda di Padang Lawas membuatnya tidak dapat meminta bantuan ke wilayah Mandailing. Kesultanan Kota Pinang merasa terancam dengan Panai yang

51 M. Hamerster, op.cit., hlm. 46.

meminta bantuan dengan kesultanan Bilah dan Asahan.52 Kekhawatiran tersebut membuat tengku Mustafa pergi ke wilayah Siak dan meminta pertolongan dengan pemerintah Belanda yang berkedudukan di Siak.53

Dokumen terkait