• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Universitas Sumatera Utara"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI ETNIS TIONGHOA DI KECAMATAN MEDAN AREA KELURAHAN SUKARAMAI II DARI TAHUN 1970-2005 Skripsi Sarjana Dikerjakan O L E H NAMA. : LOUIS R PANJAITAN. NIM. : 140706064. PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019. Universitas Sumatera Utara.

(2) Universitas Sumatera Utara.

(3) Universitas Sumatera Utara.

(4) Universitas Sumatera Utara.

(5) Universitas Sumatera Utara.

(6) KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah diberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi.Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa dalam menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Sejarah,Fakultas Ilmu Budaya,Universitas Sumatera Utara.Untuk memenuhi syarat tersebut,penulis mengangkat sebuah permasalahan yang dapat dituliskan menjadi sebuah skripsi yang berjudul Kehidupan Sosial Ekonomi Etnis Tionghoa Kelurahan Sukaramai II di Kecamatan Medan Area dari tahun 1970-2005.Penulis sangat menyadari bahwa isi skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna,oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk kesempurnaan skripsi ini.Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan kita semua.. Medan, Agustus 2019 Penulis,. LOUIS R PANJAITAN NIM : 140706064. \. Universitas Sumatera Utara.

(7) DAFTAR ISI KATA PENGANTAR............................................................................................................. i UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................................. ii DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................ ABSTRAK ................................................................................................................................ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................. 5 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................................................... 5 1.4 Tinjauan Pustaka ............................................................................................................... 6 1.5 Metode Penelitian ............................................................................................................. 8 BAB II GAMBARAN UMUM KELURAHAN SUKARAMAI II TAHUN 1970-2005 2.1 Sejarah Awal Masuknya Etnis Tionghoa di Kelurahan Sukaramai II ............................. 11 2.2 Letak Geografis Kelurahan Sukaramai II ......................................................................... 12 2.3 Kondisi Masyarakat ......................................................................................................... 13 2.3.1 Mata Pencaharian .................................................................................................... 13 2.3.2 Budaya ................................................................................................................... 14 2.3.3 Religi ...................................................................................................................... 14 2.3.4 Sistem Kekerabatan................................................................................................ 17 2.3.5 Sistem Perkawinan ................................................................................................. 18 2.3.6 Sistem Kematian .................................................................................................... 25. BAB III KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI ETNIS TIONGHOA DI. KELURAHAN. SUKARAMAI II. Universitas Sumatera Utara.

(8) 3.1 Kehidupan Sosial Etnis Tionghoa di Kelurahan Sukaramai II tahun 1970-2005 ............. 32. 3.1.1 Struktur Sosial .................................................................................................... 36 3.1.2 Hubungan Kekerabatan ..................................................................................... 38 3.1.3 Kerjasama ........................................................................................................... 39 3.1.4 Kohesi dan Konflik Sosial ................................................................................ 39 3.1.5 Hubungan Sosial Politik ..................................................................................... 42 3.2 Kehidupan Ekonomi Etnis Tionghoa di Kelurahan Sukaramai II tahun 1970-2005 ......... 46 3.2.1 Jenis Aktivitas yang Dilakukan oleh Etnis Tionghoa .............................................. 50 3.2.2 Keragaman Ekonomi ............................................................................................... 52 3.2.3Persaingan Ekonomi ................................................................................................ 53 BAB IV PERKEMBANGAN SOSIAL EKONOMI ETNIS TIONGHOA DI KELURAHAN SUKARAMAI II 4.1 Bidang Ekonomi .............................................................................................................. 56 4.2 Bidang Sosial ................................................................................................................... 61 BAB VPARTISIPASI ETNIS TIONGHOA DI KELURAHAN SUKARAMAI II 5.1 Partisipasi Vertikal .......................................................................................................... 67 5.2 Partisipasi Horizontal ...................................................................................................... 68 BAB VIKESIMPULAN 6.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 69 6.2 Saran .................................................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... DAFTAR INFORMAN ........................................................................................................... LAMPIRAN .............................................................................................................................. Universitas Sumatera Utara.

(9) DAFTAR LAMPIRAN. LAMPIRAN 1. Peta Wilayah Kecamatan Medan Area. LAMPIRAN 2. Wawancara terhadap penduduk Kelurahan Sukaramai II. LAMPIRAN 3. Gambaran Wilayah Kelurahan Sukaramai II Daftar Nama dan Alamat Kantor Kelurahan Sukaramai II di Kecamatan Medan Area Nama Camat dan Lamanya menjabat di Kecamatan Medan Area sejak tahun 1974/sekarang Nama Lurah dan Lamanya menjabat menurut Kelurahan Sukaramai di Kecamatan Medan Area. LAMPIRAN 4. Dokumentasi Ekonomi Etnis Tionghoa di Kelurahan. Universitas Sumatera Utara.

(10) Abstrak Skripsi ini berjudul “Kehidupan Sosial Ekonomi Etnis Tionghoa Kelurahan Sukaramai II di Kecamatan Medan Area dari tahun 1970-2005”. Ini Merupakan sebuah kajian sejarah perkotaan yang mengkaji mengenai kehidupan para pedagang perantau yang mengalami peningkatan taraf kehidupan dalam bidang sosial dan ekonomi yang berkaitan dengan perkebunan yang menaunginya dan juga kehidupan pada masa lampau. Penelitian skripsi ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Dalam penelitian ini bahwa kehidupan pedagang perantau tidak selalu mengalami hal yang merugikan jika mereka mampu mengatasi krisis keuangan akibat penurunan faktor produksi. Adanya perubahan komoditi yang dilakukan pemerintah Indonesia membuka peluang untuk para pedagang perantau meningkatkan taraf kehidupan ke arah yang lebih baik. Medan yang merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia memiliki penduduk yang majemuk,disana selain penduduk asli Medan juga banyak terdapat para pendatang,salah satunya Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa. Pada tahun 1930,Warga Negara keturunan Tionghoa merupakan etnis yang dominan di Medan. Dilihat dari jumlahnya saja,35,63% warga Medan berasal dari etnis Tionghoa, sedikit lebih banyak dari penduduk Medan asal Jawa yang berjumlah 24,90% akan tetapi pada tahun 1994 warga Keturunan Tionghoa dari sekitar 2 juta penduduk kota hanya terdapat sekitar 12%,dan Batak Toba 14%,namun penguasaan mereka atas sebagian besar pergerakan roda ekonomi dan sikap mereka yang cenderung eksklusif membuat suku-suku lainnya selalu memandang mereka dengan sinis. Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa merupakan salah satu yang berpengaruh dalam perekonomian di Medan. Mereka banyak yang mendirikan pabrik-pabrik di kawasan industri Medan serta menguasai perdagangan. Pada 1930 tercatat 68,7% Cina Medan bekerja di sektor produksi dan industri,hanya 18,2% yang bergerak di sektor perdagangan seiring berjalan waktu meningkat menjadi 74,4%. Pada 1981 Pabrik-pabrik yang didirikan oleh Tionghoa Medan ini sebagian besar memperkerjakan orang-orang pribumi para tokoh informal warga Keturunan Cina baik yang bergabung dalam berbagai yayasan Eksekutif ( Yayasan Marga Tionghoa Lainnya) maupun yang duduk dalam forum komunikasi bentukan pemerintah daerah setempat memiliki hubungan yang sanagat dekat dengan pimpinan formal pemerintah,kedekatan yang mencolok misalnya ada pengamanan tertentu dari aparat. Kekuasaan terhadap mereka yang kebanyak pengusaha menimbulkan kesan yang cenderung negatif di mata pribumi. Dengan demikian forum komunikasi yang diharapkan menciptakan pemikiran-pemikiran untuk disumbangkan sebagai dasar kebijakan pembauran dalam realisasinya tidak berjalan. Pandangan negatif itu juga diperparah oleh sistem ketenagakerjaan yang diberlakukan para pelaku industri khususnya pengusaha Keturunan Cina yang dianggap tidak sesuai. Kata Kunci : Pedagang Perantau,Etnis Tionghoa, Sosial Dan Ekonomi, Sejarah Perkotaan, Masyarakat Pribumi.. Universitas Sumatera Utara.

(11) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki masyarakat multi etnis.Provinsi Sumatera Utara memiliki beraneka ragam etnis diantaranya adalah etnis asli Sumatera Utara adalah etnis Melayu, Karo, Pakpak, Toba, Simalungun, Nias dan etnis pendatang yaitu India dan Arab.Setiap etnis memiliki karakteristik yang berbeda-beda.Ratusan etnis yang berstatus penduduk asli dan pendatang mendiami pulau-pulau di Indonesia yang jumlahnya ribuan pulau.Ada berbagai etnis yang mendiami daerah-daerah tertentu dengan jangka waktu yang sangat lama mengakibatkan sebuah lingkungan mempunyai corak kelompok tertentu.Awal kedatangan Etnis Tionghoa pada abad ke 16 yaitu pada masa kerajaan Sriwijaya.Mereka datang dengan misi perdagangan atau sering disebut dengan “jalur sutera”.Kehadiran orang Tionghoa ke Indonesia semakin banyak, kebanyakan mereka adalah kaum laki-laki kemudian diikuti kaum perempuan.1 Kehadiran para migran Tionghoa itu berasal dari Provinsi Fujian dan Kwangtung di pantai Selatan dan Tenggara.Mereka adalah orang Tionghoa dari kelompok bahasa yang berbeda seperti Hokkian, Hakka, Theo Chiu, Kanton, HokCiu, HengHua, Heinese (Hailam).Orang HenHua, Hok Chiu dan Hokkian disebut Minnan.2Imigran Tionghoa yang datang ke Indonesia umumnya hidup mengelompok berdasarkan kesamaan etnis tempat asal di Tiongkok.3Lamakelamaan terbentuklah permukiman orang Tionghoa yang disebut dengan pecinan.. 1. Z.M Hidajat, Masyarakat dan Kebudayaan Cina Indonesia (Bandung, 1993), hlm 53. Pratiwo, Arsitektur Tradisional Tionghoa dan Perkembangan Kota (Yogyakarta, 2010), hlm 15. 3 Benny Juowono, Etnis Tionghoa di Surakarta 1890-1927 : Tinjauan Sosial Ekonomi Lembaran Sejarah Vol 2 No.1 (Yogyakarta, 1999) hal 59-60 2. Universitas Sumatera Utara.

(12) Pada dasarnya kota adalah sebagai pusat aktivitas dari berbagai etnis. Kota Medan menjadi salah satu kota yang dimaksud kota yang dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya yang beragam seperti Etnis Melayu, Toba, Jawa, Karo, Nias, Aceh. Sedangkan etnis pendatang adalah Etnis Tionghoa, India, Arab dan lain sebagainya. Semua etnis yang ada di Medan masing-masing memiliki kecenderungan aktivitas seperti Etnis Tionghoa cenderung beraktivitas pada perekonomian dan perdagangan.4Kecenderungan ini bukan bermaksud keharusan tetapi sebagian besar dari kelompok etnisitas tersebut melakukan aktivitas yang sama pada dunia perdagangan. Etnis Tionghoa yang ada di Medan dikenal sebagai masyarakat yang beraktivitas pada dunia perdagangan sama seperti Etnis Tionghoa lainnya dibanyak kota Etnis Tionghoa di Medan adalah salah satu etnis yang sudah lama datang ke Medan jauh sebelum Indonesia memperoleh kemerdekaannya, mereka juga menjadi salah satu etnis yang memberikan perannya terhadap perkembangan perekonomian kota Medan.5 Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya maka secara otomatis masyarakat Tionghoa tersebut menjadi warga negara Indonesia.Masa kemerdekaan adalah masa peralihan pad banyak hal bagi masyarakat Tionghoa di Indonesia yang meliputi hal sistem perdagangan, status kewarganegaraan dan sistem kehidupan lainnya.Sistem kehidupan Etnis Tionghoa yang berfokus pada sistem perdagangan perantara sebelum masa kemerdekaan, sesudah Indonesia merdeka sistem tersebut berganti. Masyarakat Etnis Tionghoa menjadi pedagang rumahan atau pertokoan.Hal ini terjadi dilatarbelakangi oleh perubahan sistem di Indonesia, dimana perekonomian yang disusun berdasarkan versi Belanda yang sudah berakhir.Belanda menempatkan Etnis Tionghoa sebagai. 4 5. Wawancara, Lisna Fang, tanggal 29 Januari 2019 Wawancara, Sesilia Lee, tanggal 29 Januari 2019. Universitas Sumatera Utara.

(13) pedagang nusantara. Sejak kemerdekaan 17 Agustus 1945 dasar Negara Indonesia adalah Pancasila yang bermottokan Bhinneka Tunggal Ika, yang menjamin hak semua kelompok etnis untuk hidup berdampingan dan pengakuan negara sebagai warga terhadap etnis-etnis yang ada di Indonesia.6Salah satunya adalah Etnis Tionghoa yang sudah lama tinggal di Kota Medan. Masa peralihan adalah tema yang sangat memberikan kesempatan kepada Etnis Tionghoa, baik dari perkembangan perekonomian maupun dari segi status sosial.Masa ini sangat mendukung terhadap status Etnis Tionghoa sebelumnya yaitu masa sebelum merdeka, dimana Belanda telah memfokuskan aktivitas Etnis Tionghoa dalam bidang perdagangan.Penjajahan Belanda dan aktivitas ekonominya ternyata tidak menghalangi Etnis Tionghoa di Medan dalam melakukan aktivitasnya.Belanda memberi kesempatan kepada Etnis Tionghoa untuk berdagang.Posisi yang ditawarkan adalah sebagai pengumpul barang-barang hasil pertanian ataupun perkebunan dari masyarakat lalu memperdagangkannya selanjutnya kepada pengusaha Belanda.Posisi ini sangat mendorong Etnis Tionghoa menjadi kelompok masyarakat yang kedua, sedangkan masyarakat pribumi masih berada dibawah Etnis Tionghoa tersebut menurut pandangan kolonial semasa penjajahannya di Indonesia. Kelompok pribumi kurang mendapat dukungan dari kolonial Belanda sebagai pedagang perantara, kelompok pribumi dominan diposisikan sebagai pengurus administrasi.Setelah beberapa tahun kemudian terjadi lagi masa peralihan bagi Etnis Tionghoa yaitu peralihan dari pedagang perantara menjadi pedagang grosir ataupun pedagang rumahan.Sesudah merdeka toko-toko grosir dan tempat penjualan barang lainnya yang dimiliki oleh etnis tersebut.. 6. Leo Suryadinata, Negara dan Etnis Tionghoa, Kompas, 2010 hlm 12.. Universitas Sumatera Utara.

(14) Etnis Tionghoa menguasai pusat penjualan barang-barang, seperti barang elektronik, pusat perkakas rumah tangga, barang hiasan dan barang perlengkapan lainnya.7Bidang kehidupan yang paling menonjol kepermukaan umumnya adalah aktivitas perdagangan sedangkan bidang kehidupan yang lain seperti keagamaan, aspek sosial dan aspek kebudayaan lainnya adalah hal yang sangat pribadi bagi Etnis Tionghoa Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari budaya yang dibentuknya yaitu ajaran Budha, Toisme dan Konfusianisme.Ajaran tersebut telah dianut oleh Etnis Tionghoa dengan waktu yang cukup lama dan sangat sulit memudar.Unsur budaya tersebut adalah ajaran yang sangat berbeda dengan ajaran budaya masyarakat Indonesia lainnya.Etnis Tionghoa adalah tergolong masyarakat pendatang di Kota Medan, dari negara yang berbeda tetapi dengan perjalanan sejarah yang panjang dan memfokuskan aktivitasnya dalam bidang perdagangan, akhirnya kelompok Etnis ini mempu menjadi kelompok yang menguasai perdagangan di Medan. Dari uraian-uraian yang diatas ini berjudul “KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI ETNIS TIONGHOA DI SUKARAMAI II TAHUN 1970-2005”.Penulis membatasi waktu antara tahun 1970-2005, karena pada tahun 1970 merupakan masa peralihan masyarakat Etnis Tionghoa sebagai pedagang pemasar produksi luar negeri menjadi pengusaha industri di Medan. Sedangkan pada tahun akhir batasan penulisan ini yaitu pada tahun 2005 dimana pada tahun ini telah berakhir masa peralihan dan membentuk suatu permukiman khusus Etnis Tionghoa atau pecinan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latarbelakang diatas, maka penulis mencoba untuk merumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini yaitu:. 7. Charles Al Copel, Tionghoa Indonesia dalam Krisis, Jakarta. Pustaka Sinar Harapan,. 1994 hal 82. Universitas Sumatera Utara.

(15) 1. Bagaimana kehidupan sosial ekonomi Etnis Tionghoa di Kelurahan Sukaramai II dari tahun 1970-2005? 2. Bagaimana perkembangan sosial ekonomi Etnis Tionghoa di Kelurahan Sukaramai II dari tahun 1970-2005? 3. Bagaimana partisipasi dalam penciptaan solidaritas Etnis Tionghoa di Kelurahan Sukaramai II dari tahun 1970-2005?. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini dimaksud untuk proses pembahasan dari kejadian yang terjadi didalam masyarakat. Dalam hal ini masyarakat Etnis Tionghoa yang mengalami masa peralihan di Kota Medan. Oleh karena itu tujuan penelitian adalah: 1. Menjelaskan kehidupan sosial ekonomi Etnis Tionghoa di Kelurahan Sukaramai II dari tahun 1970-2005. 2. Menjelaskan perkembangan sosial ekonomi Etnis Tionghoa di Kelurahan Sukaramai II dari tahun 1970-2005. 3. Menjelaskan partisipasi dalam penciptaan solidaritas Etnis Tionghoa di Kelurahan Sukaramai II dari tahun 1970-2005. Selain tujuan penelitian, juga diperoleh manfaat penelitian, diantaranya adalah: 1. Menambah wawasan mengenai pembauran masyarakat, khususnya Etnis Tionghoa dengan masyarakat pribumi di Kelurahan Sukaramai II. 2. Sebagai bahan acuan dan studi literatur untuk penelitian lanjutan bagi peneliti yang ingin meneliti permasalahan yang sama.. Universitas Sumatera Utara.

(16) 3. Sebagai bahan acuan pemda untuk menambah literatur dan penggunaan data statistik secara optimal. 1.4 Tinjauan Pustaka Berdasarkan dengan judul penulis mengenai “Kehidupan Sosial Ekonomi Etnis Tionghoa Di Kelurahan Sukaramai II dari tahun 1970-2005”dalam hubungannya dengan masyarakat pribumi yang berada di Kota Medan, maka penulis menggunakan beberapa karya tulis sebagai telaah untuk mendapatkan gambaran yang berhubungan dengan topik ini. George D. Larson, Massa Menjelang Revolusi: Keraton dan Kehidupan Politik di Surakarta dari tahun 1912-1942‖ (1990) menjelaskan perkembangan kehidupan sosial, ekonomi, politik yang ada di Surakarta. Buku ini menjelaskan bahwa Etnis Tionghoa berhasil menguasai perekonomian di Surakarta dan berhasil mendirikan organisasi Tionghoa.Penulis gunakan sebagai bahan acuan untuk mengetahui perkembangan perekonomian di Surakarta dari tahun 1912-1942. Ayu Windy Kinasih, Identitas Etnis Tionghoa di Kota Solo (2007) menjelaskan kebijakan pemukiman di Surakarta dilakukan dengan penunjuk daerah-daerah tertentu yang bisa dihuni oleh Etnis Tionghoa. Perkampungan khusus Etnis Tionghoa dinamakan Pencinaan.Buku ini digunakan penulis sebagai acuan untuk mengetahui budaya dan daerah-daerah yang dapat dihuni oleh Etnis Tionghoa. Leo Suryadinata dalam Negara dan Etnis Tionghoa(2010) menjelaskan bahwa Etnis Tionghoa di beberapa negara di Asia Tenggara khususnya Indonesia.Bagaimana Etnis Tionghoa dapat bertahan dalam dinamika politik yang terjadi dan seolah-olah mengombang-ambingkan mereka dalam berbagai kebijakan yang terkesan menekan.Buku ini penulis gunakan untuk mengetahui dampak positif dan negatif di masa peralihan.. Universitas Sumatera Utara.

(17) Abdul Rani Usman, dalam Etnis Cina Perantau di Aceh (2001) menjelaskan bahwa hubungan antara Indonesia khususnya Aceh dengan daratan Cina dimulai semenjak lancarnya transportasi laut. Kontak budaya antara Cina dan Aceh secara diplomasi diawali pada abad ke 13 dan 15 M. Buku ini dijadikan penulis untuk mengetahui bagaimana hubungan antara Indonesia dengan Cina sejak tahun Masehi. Abdul Baqir Zein, Etnis Cina dalam Potret Pembauran di Indonesia (2000) menjelaskan bagaimana potret pembauran Etnis Tionghoa dengan pribumi di Indonesia, mulai dari catatan kerusuhan yang menimpa Etnis Tionghoa, faktor-faktor penyebab gagalnya proses pembauran, solusi-solusi alternatif penyelesaian, sampai jaringan bisnis para taifan keturunan Cina. Buku ini dijadikan penulis untuk mengetahui masalah-masalah pembauran di Indonesia terutama bagi kalangan pengusaha, tokoh masyarakat dan lain sebagainya. 1.5 Metode Penelitian Dalam penulisan sebuah tulisan yang bersifat ilmiah harus didukung oleh teknik untuk mendapatkan data yang akurat.Adanya metode penelitian yang dilakukan penulis dalam memperoleh data-data harus berdasarkan seleksi sehingga menghasilkan suatu tulisan yang bersifat ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Metode sejarah adalah suatu proses untuk mendapatkan sumber data dan menganalisa secara kritis rekaman penginggalan masa lampau. Tahap-tahap yang dilakuakan dalam pengumpulan data antara lain: Langkah pertama yang harus dilakukan adalah heuristik.Tahap ini yaitu mencari dan mengumpulkan sumber-sumber tertulis yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.Metode yang dilakukan dalam heuristik adalah metode library research (penelitian kepustakaan) berupa pengumpulan buku, skripsi, arsip-arsip dikantor kepala desa, kecamatan dan kabupaten.Sedangkan. Universitas Sumatera Utara.

(18) untuk mengumpulkan sumber pustaka telah melakukan kunjungan ke Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Daerah Sumatera Utara dan Perpustakaan Negeri Medan. Langkah kedua yang dilakukan adalah kritik. Dalam tahapan ini, kritik dilakukan terhadap sumber yang telah terkumpul untuk mencari keaslian sumber tersebut baik dari segi substansial (isi), yakni dengan cara menganalisa sumber tertulis berupa buku-buku atau dokumen yang berkaitan dengan perkembangan kota Medan, kritik ini disebut kritik intern. Disamping itu juga dilakukan kritik dari segi materialnya untuk mengetahui keaslian sumber tersebut agar diperoleh keotentikan.Kritik ini disebut kritik ekstern. Langkah ketiga yang dilakukan adalah interpretasi.Dalam tahapan ini, data yang diperoleh dianalisa sehingga melahirkan satu analisa yang baru yang sifatnya lebih objektif dan ilmiah dari objek yang ditulis.Objek kajian yang cukup jauh kebelakang serta minimnya data fakta yang ada membuat interpretasi menjadi sangat vital dan dibutuhkan keakuratan serta analisis yang tajam agar mendapatkan fakta sejarah yang objektif.Tahap ini dilakukan dengan menyimpulkan kesaksian atau data-data informasi yang dapat dipercaya dari bahan-bahan yang ada untuk diceritakan kembali. Langkah keempat dilakukan adalah historiografi. Tahapan ini berisi tentang penulisan, pemaparan atau hasil penelitian sejarah yang dilakukan, layaknya penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian sejak awal (heuristik) sampai dengan akhir yaitu penarikan kesimpulan sehingga dapat dikatakan penulisan bersifat kronologis atau sistematis.. Universitas Sumatera Utara.

(19) BAB II GAMBARAN UMUM ETNIS TIONGHOA DI KELURAHAN SUKARAMAI II TAHUN 1970-2005 2.1 Sejarah Awal Masuknya Ethis Tionghoa Di Kelurahan Sukaramai II Tionghoa di Sumatera Utara, sama seperti Tionghoa di Indonesia merupakan keturunan dari leluhur mereka yang bermigrasi secara periodik dan bergelombang sejak ribuan tahun lalu. Catatan-catatan literatur Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok.Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok di Sumatera Utara yang merantau dan berdagang di Asia Tenggara.Perantau Tionghoa itu kemudian menetap di negara-negara yang mereka kunjungi, karena dilarang kembali ke leluhurnya. Masyarakat Tionghoa telah ribuan tahun mengunjungi kepulauan nusantara.Salah satu catatan-catatan tertua ditulis oleh para agamawan Fa Hasien pada abad ke- 4 dan terutama I Ching pada abad ke-7.I Ching ingin datang ke Indonesia untuk mempelajari agama Budha dan singgah dulu di Nusantara untuk belajar bahasa sansekerta dahulu. Kemudian dengan berkembangnya negara-negara kerajaan di tanah jawa mulai abad ke-8, para imigran Tionghoa di Sumatera Utara pun mulai berdatangan terutama untuk kepentingan berdagang. Orang Tionghoa di Sumatera Utara terbiasa menyebut diri mereka sebagai tenglatng (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Sedangkan dalam dialek mandarin disebut Tangeng (Hanzi: 唐人, bahasa Indonesia: Orang Tang). Ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa di Sumatera Utara mayoritas berasal dari Tiongkok Selatan yang menyebut. Universitas Sumatera Utara.

(20) diri mereka sebagai orang Tang, sedangkan Tiongkok Utara menyebut diri mereka sebagai orang Han(Hanzi: 唐人, hanyu pinyin: hanren, bahasa Indonesia: orang Han). Keberadaan etnis Tionghoa di kota Medan bervariasi dan juga dalam jangka waktu yang berbeda. Gelombang pertama dimulai pada abad ke-15, ketika armada perdagangan Tiongkok datang mengunjungi pelabuhan dan melakukan hubungan dagang dengan sistem barter. Hubungan ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga sebagian para pedagang tersebut ada yang menetap di berbagai kecamatan di kota Medan, termasuk yang paling banyak menetap di Kecamatan Medan area daerah pasar Sukaramai. 2.2 Letak Geografis Kelurahan Sukaramai II Kelurahan Sukaramai II adalah sebuah kelurahan yang terletak dikecamatan Medan Area, Kota Madya Medan Provinsi Sumatera Utara.Lokasinya berbatasan langsung dengan kecamatan Medan Kota di sebelah Selatan dan Barat, kecamatan Medan Perjuangan di sebelah Utara, dan kecamatan Medan Denai di sebelah Timur. Kecamatan Medan Area merupakan salah satu kecamatan di Kota Medan yang mempunyai luas sekitar 0,31 km2 dan persentase terhadap luas kecamatan sebesar 7,35% dari luas kecamatan Medan Area 4,22 km2. Secara geografis terletak antara 20o-30o LU dan 98o-44o BT. Jumlah penduduk di kelurahan sukaramai II adalah sebanyak 6559 jiwa dengan kepadatan penduduk 21158 km2. 2.3 Kondisi Masyarakat Etnis Tionghoa merupakan etnis ketiga terbesar di Sumatera Utara setelah Jawa, Batak Karo. Menurut data kependudukan dari badan pusat statistik Medan sampai dengan tahun 2005 jumlah penduduk masyarakat etnis tionghoa di Sumatera Utara mencapai 340.320, dimana sudah. Universitas Sumatera Utara.

(21) mencapai 25% dari total keseluruhan penduduk Medan yang berjumlah 2.036.018. Jumlah ini lebih meningkat dibanding sensus penduduk tahun 2001 yang hanya 10.6%. Menurut data Badan Statistik Sumatera Utara sampai dengan tahun 2005, banyaknya rumah tangga dikelurahan Sukaramai II sebanyak 1677 rumah tangga, dengan rata-rata 3,91 RT. Jumlah penduduk dikelurahan Sukaramai II sampai saat ini sebanyak 6559 jiwa dimana 3132 jiwa adalah laki-laki dan 4327 jiwa adalah perempuan. Banyaknya warga negara Indonesia keturunan Cina dikelurahan Sukaramai II adalah sebanyak 5904 jiwa dimana sebanyak 2819 jiwa adalah laki-laki dan 3085 jiwa adalah perempuan. 2.3.1 Mata Pencaharian Mata pencaharian terbesar masyarakat di kelurahan Sukaramai II adalah pedagang yaitu sebanyak 2164 jiwa, sebanyak 1687 jiwa adalah swasta, sebanyak 10 jiwa pegawai negeri sipil (PNS), sebanyak 5 jiwa pensiunan dan 86 jiwa berkerja lainnya. 2.3.2 Budaya Masyarakat Kelurahan Sukaramai II merupakan masyarakat multi-etnis yang memiliki kebudayaan beraneka ragam dan khas serta unik.Hal ini menjadikan Kelurahan Sukaramai II termasuk kelurahan yang merepresentatifkan BhinnekaTunggal Ika.Bahwa meski perbedaan itu tampak baik dari segi agama, suku atau etnis dan tingkat ekonomi, namun mereka bisa menyatu sebagai warga negara Indonesia yang berdomisili di Kelurahan Sukaramai II.Adapun budaya yang terdapat di Kelurahan Sukaramai II adalah etnis Melayu, Batak, Jawa, India dan Tionghoa. 2.3.3 Religi Kehidupan beragama di Kelurahan Sukaramai II memperlihatkan kondisi yang menggembirakan, karena adanya tenggang rasa dan solidaritas antar pemeluk agama yang. Universitas Sumatera Utara.

(22) berbeda.Walaupun di Kelurahan ini terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan, namun tidak membuat masyarakatnya berselisih paham.Mereka bahkan terbiasa untuk saling menghormati dan membantu dalam setiap kegiatan dan aktivitas keagamaan.Ditinjau dari agama yang dianut, tercatat bahwa mayoritas masyarakat Kelurahan Sukaramai II adalah beragama Budha dan Islam.Terdapat sejumlah tempat ibadah diataranya 2 Mesjid, 2 Mushola, 2 Vihara. Mayoritas penduduk di Kelurahan Sukaramai II memeluk agama Budha. Yang menjadi dasar agama Budha bersumber pada ajaran Sang Buddha mengenai Empat Kebenaran Utama (Empat Kesunyataan Mulia/CattariAriya Saccani/The Four Fold Noble Truth) yaitu : a. Hidup adalah penderitaan (Dukkha Ariyasacca) b. Sebab penderitaan timbul karena keinginan/tanha (Dukkha SamudayaAriyasacca) c. Berhentinya penderitaan hanya dapat diatasi dengan memadamkan keinginan (Dukkha Nirodha Ariyasacca) d. Jalan menuju berhentinya penderitaan dengan memadamkan keinginan (Dukkha Nirodha Gaminipatipada Ariyasacca/Ariya Magga). Memadamkan keinginan hanya terlaksana dengan perbuatan moral serta disiplin hidup dan mencapai puncaknya pada konsentrasi dan meditasi. Untuk mengikis habis sebab penderitaan Sang Buddha memberikan cara-cara terbaik yang dinamakan “Jalan Utama Beruas Delapan” (Ariya Atthangika Magga) yang merupakan Way of life seorang Buddhis. Jalan ini juga dikenal sebagai “Jalan Tengah” (Majjhima Patipada), karena dalam mempraktekkan Buddha Dharma, Sang Buddha menasehatkan kepada para siswa-Nya untuk mengikuti jalan tengah dan menghindarkan diri dari dua cara ekstrim dan salah yaitu : 1. Mencari kebahagiaan dengan menuruti atau memuaskan nafsu-nafsu indera; dan 2. Mencari kebahagiaan dengan menyiksa diri.. Universitas Sumatera Utara.

(23) Umat Buddha yang sejati yang haruslah berusaha untuk dapat mengerti dan memahami ajaran agama dan kehidupan ini dengan benar dan memikirkan sesuatunya dengan benar dan baik pula sehingga menjadikan ia bijaksana. Dengan memiliki kebijaksanaan, dia akan mampu bertindak, berucap dan berusaha sesuai dengan sila atau etika dan moral. Dengan begitu, ia akan menghasilkan karma yang baik. Pada puncaknya, ia akan mencapai tahap samadhi (meditasi), ia tidak lagi berpikir tentang keinginan-keinginan duniawi namun bertekad dan berupaya dengan penuh perhatian dan konsentrasi benar demi mencapai kesempurnaan (Nibbana) dan umat tersebut telah berhasil menghentikan sebab penderitaan yaitu dengan berhentinya rodaperputaran kehidupan. Sang Buddha juga mengajarkan nilai-nilai kemoralan yang diharuskan untuk umat awam Buddha, biasanya dikenal Pancasila Buddhis (5 pantangan). Pancasila ini berguna untuk pengendalian diri dan untuk mengembangkan perbuatan baik.Sebagaimana yang dijelaskan oleh Edwin8 a. Aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup(Panatipata Veramani Sikkhapadam Samadiyami). b. Aku bertekad akan melatih diri menghindari pencurian atau mengambilbarang yang bukan haknya (Adinnadana Veramani SikkhapadamSamadiyami). c. Aku bertekad akan melatih diri menghindari perbuatan asusila/zina(Kamesumicchacara Veramani Sikkhapadam Samadiyami). d. Aku bertekad akan melatih diri menghindari perkataan dusta, bohong, omongkosong dan berkata kasar (Musavada Veramani Sikkhapadam Samadiyami).. 8. Wawancara, Edwin (Mahasiswa Unpri/Pemuda Buddha)tanggal 10 Mei 2019). Universitas Sumatera Utara.

(24) e. Aku. bertekad. akan. melatih. diri. menghindari. makanan. atau. minuman. yangmenyebabkan lemahnya kesadaran (Surameraya MajjapamadatthanaVeramani Sikkhapadam Samadiyami). 2.3.4 Sistem Kekerabatan Masyarakat Tionghoa di Medan bukan merupakan minoritas homogen.Dari sudut kebudayaan, orang Tionghoa terbagi atas Peranakan dan Totok.Peranakan adalah orang Tionghoa yang sudah lama tinggal di Indonesia dan umumnya sudah berbaur.Mereka bisa berbahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari.Totok adalah pendatang baru, umumnya baru satu sampai dua generasi dan masih berbahasa Tionghoa.Mengenai kehidupannya, kaum Totok lebih suka bekerja untuk dirinya sendiri dan sebagian besar berkecimpung dalam bidang usaha.Kaum Peranakan lebih beraneka ragam bidang pekerjaannya.Hal ini menunjukkan bahwa mereka menyukai pekerjaan kejuruan dan pekerjaan administrasi atau staf di perusahaaan-perusahaan besar.9 Di Medan, kaum Totok berkumpul di daerah-daerah pusat perdagangan, dengan ciri khas tinggal di rumah-rumah yang merupakan toko dan sekaligus juga tempat tinggal. Sementara itu kaum Peranakan tersebar lebih luas di seluruh kota dan tinggal di rumah-rumah yang tidak asal bisa ditinggali saja. Mereka menyukai rumah-rumah bergaya arsitektur barat modern.Dalam struktur kekerabatan.Kaum Peranakan mulai meninggalkan ciri-ciri patrilokal, patrilineal dan patriarkal yang sebenarnya merupakan dasar sistem tradisional Hokkian dan yang pada umumnya masih khas dikalangan kaum Totok. Orang Totok sebelum masa kemerdekaan Indonesia di Medan memiliki keyakinan agama yang berasal dari Cina Selatan.Mereka bersembahyang di kuil-kuil Cina dan melakukan pemujaan 9. Leo Suryadinata, Negara dan Etnis Tionghoa, Kompas, 2010 hlm 17. Universitas Sumatera Utara.

(25) terhadap nenek moyang.Kaum peranakan memiliki sistem kepercayaan yang tercampur dengan kebudayaan pribumi.Walaupun konfusianisme dan Samkauw (Tiga Agama) sudah muncul pada pertengahan pertama abad ke-20, jumlah anggota perkumpulan-perkumpulan keagamaan itu tidak diketahui.Hanya sejumlah kecil saja Tionghoa yang menganut agama Islam (khususnya kelas bawah) dan Kristen (khususnya dari antara kaum peranakan yang berpendidikan Belanda). 2.3.5 Sistem Perkawinan Pada prinsipnya, perkawinan atau nikah adalah suatu akad untuk menghalalkan hubungan serta membatasi hak dan kewajiban, tolong menolong antara laki-laki dan perempuan yang antara keduanya bukan muhrim.Apabila ditinjau dari segi hukum, tampak jelas bahwa pernikahan adalah suatu akad suci dan luhur antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sahnya status sebagai suami isteri dan dihalalkannya hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga sakinah, penuh kasih sayang dan kebajikan serta saling menyantuni antara keduanya. Hukum adat Tionghoa hidup dan berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat Tionghoa itu sendiri. Bertahan atau tidaknya sebahagian maupun keseluruhan dari kebiasaan dan adat-istiadat Tionghoa tergantung kepada masyarakat etnis Tionghoa itu sendiri, apakah masih sesuai adat-istiadat tersebut untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan mengikuti perkembangan dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Agama merupakan faktor penting yang menentukan berlanjutnya kebiasaan budaya Tionghoa.Bagi keluarga yang menganut kepercayaan Budha dan Tao misalnya, kedekatan dengan kebudayaan Tionghoa masih kuat karena banyak upacara keagamaan, seperti penggunaan hio dalam pemujaan leluhur yang terkait dengan kebudayaan Tionghoa.. Universitas Sumatera Utara.

(26) Hukum adat Tionghoa tidak memberikan pengertian secara gamblang mengenai definisi dari perkawinan. Namun dalam adat Tionghoa itu sendiri, perkawinan merupakan suatu sarana bagi seorang laki-laki dan seorang wanita untuk hidup bersama dan mendapatkan keturunan yang pada akhirnya akan meneruskan marga dari si ayah. Sistem kekeluargaan yang dianut dalam hukum adat Tionghoa adalah sistem kekeluargaan patrilineal, yakni bahwa yang menentukan garis keturunan adalah dari pihak laki-laki. Pihak lakilaki memegang peranan yang sangat penting dalam suatu keluarga, artinya bahwa anak laki-laki memiliki posisi dan kedudukan yang istimewa dalam keluarga karena merupakan penerus marga atau nama keluarga. Ada atau tidaknya anak laki-laki yang lahir dari suatu perkawinan pada masyarakat etnis Tionghoa sangat menentukan sekali diteruskan atau tidaknya marga atau nama keluarga dari si ayah karena hanya anak laki-laki yang meneruskan marga atau nama keluarga dari ayahnya, sedangkan anak perempuan tidak dapat meneruskan marga atau nama keluarga dari ayahnya karena menurut hukum keluarga atau aturan kekerabatan bangsa Cina, perempuan yang sudah menikah akan keluar dari keluarganya dan masuk dalam keluarga suami sehingga anak-anak yang lahir akan meneruskan marga atau nama keluarga suaminya pula.10 Dalam adat-istiadat Tionghoa sebenarnya tidak ada mengatur secara tertulis mengenai syarat-syarat perkawinan, melainkan syarat-syarat perkawinan tersebut hanya dilaksanakan secara terus menerus dan turun temurun dari generasi ke generasi. Peran orang tua sangat besar dalam pelaksanaan maupun pelestarian adat istiadat dalam perkawinan, terutama mengenai syarat-syarat. 10. Aimee Dawis. 2010.Orang Indonesia Tionghoa Mencari Identitas, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, hlm. 21. Universitas Sumatera Utara.

(27) perkawinan, antara lain dengan memberitahukan kepada anak dan keturunannya serta menerapkannya dalam perkawinan anak-anaknya. Salah satu syarat perkawinan yang paling utama dilaksanakan dan dianut oleh masyarakat Tionghoa di Kelurahan Sukaramai II adalah calon mempelai yang satu marga dilarang untuk menikah. Hal ini disebabkan karena mereka dianggap masih mempunyai hubungan darah satu dengan lainnya dan adanya anggapan bahwa perkawinan antara marga yang sama dapat memberikan keturunan yang kurang baik. Pada dasarnya syarat-syarat perkawinan dalam hukum adat Tionghoa sangat dipengaruhi oleh pandangan masyarakat etnis Tionghoa itu sendiri, terutama pandangan dari keluarga dan kedua calon mempelai. Masyarakat keturunan Tionghoa di Kelurahan Sukaramai II dalam suatu perkawinan yang akan dilaksanakan harus melalui tiga tahap upacara, yaitu: a. Upacara adat Tionghoa. b. Upacara tata cara agama yang diyakini. c. Upacara pesta perkawinan (Resepsi Pernikahan). Ketiga upacara itu tidak diharuskan dilaksanakan seluruhnya, karena di dalam melakukan tiap-tiap upacara tersebut diperlukan biaya-biaya yang tidak sedikit, kecuali memang tingkat ekonominya mendukung. Sekalipun hanya melakukan upacara perkawinan secara adat saja maupun tata cara agama, tanpa melaksanakan upacara pesta perkawinan, perkawinan tersebut telah dianggap sah dalam masyarakat adat Tionghoa. Adapun upacara adat Tionghoa di kelurahan Sukaramai II ini terdiri atas beberapa tahapan yaitu: 1. Melamar.. Universitas Sumatera Utara.

(28) 2. Untuk menghindari kesia-siaan dan rasa malu, lazimnya lamaran dilakukan setelah pihak keluarga pria mendapat kepastian bahwa lamaran akan diterima. Ketika proses lamaran berlangsung pun, pihak pelamar belum akan menyentuh makanan dan minuman yang disajikan sebelum keluarga calon mempelai wanita memastikan lamaran telah diterima. Saat akan pulang, ayah atau wali dari calon mempelai pria akan menyelipkan angpau berisi uang di bawah cangkir teh yang disajikan calon mempelai wanita sebagai tanda kasih kepada calon menantu. Sebagai balasan, jika lamaran diterima, keluarga pengantin wanita akan memberi perhiasan sebagai tanda ikatan. \ 3. Penentuan Hari Baik, Bulan Baik. Masyarakat Tionghoa percaya bahwa dalam setiap melaksanakan suatu upacara, harus dilihat hari dan bulannya. Apabila jam, hari dan bulan pernikahan kurang tepat akan dapat mencelakakan kelanggengan pernikahan mereka. Oleh karena itu harus dipilih jam, hari dan bulan yang baik. Biasanya semuanya serba muda yaitu jam sebelum matahari tegak lurus, hari tergantung perhitungan bulan Tionghoa, dan bulan yang baik adalah bulan naik / menjelang purnama. 4. Prosesi Seserahan Adat Tionghoa atau Sangjit Sangjit merupakan tradisi hantaran rantang bambu yang disusun bulat atau persegi empat, berisi aneka buah dan kue yang jumlahnya harus genap.Namun, semua tergantung kemampuan calon mempelai pria. Hantaran ini akan dibawa oleh para pria lajang. Tradisi ini diyakini akan membuat para pembawa hantaran ini menjadi ”enteng jodoh”. Diantara sekian banyak barang hantaran terdapat beberapa barang bermakna simbolis.Pada budaya Tionghoa suku tertentu, hantaran yang diterima tidak diambil seluruhnya, melainkan hanya separuh. Bahkan, uang susu sebagai ungkapan terima kasih kepada ibu pengantin wanita yang telah. Universitas Sumatera Utara.

(29) membesarkan anak gadisnya sama sekali tidak diambil. Ini sebagai isyarat si ibu tidak mempunyai pamrih atas jasa itu. Hantaran yang telah diterima akan dibalas dengan hantaran pula. Dalam rangkaian adat Tionghoa, Sangjit dilakukan setelah acara lamaran. Hari dan waktu yang baik untuk melakukan Sangjit ini ditetapkan pada saat proses lamaran tersebut. Dalam prakteknya, Sangjit sering ditiadakan atau digabung dengan lamaran.Namun sayang rasanya meniadakan prosesi yang satu ini, karena makna yang terkandung di dalamnya sebenarnya sangat indah. 5. Menata kamar pengantin. Seusai melaksanakan prosesi sangjit, keluarga calon pengantin pria akan mempersiapkan ranjang baru untuk kamar pengantin. Ada tradisi unik, anak-anak akan diminta meloncatloncat di atas ranjang pengantin sebelum ranjang ditata. Selain bisa untuk menguji kekuatan ranjang, ada mitos tradisi ini bisa membuat pengantin cepat mendapat momongan. 6. Menyalakan Lilin. Ada keharusan bagi orang tua kedua calon pengantin untuk menyalakan lilin perkawinan beberapa hari menjelang pernikahan digelar.Nyala lilin perkawinan dipercaya bisa mengusir pengaruh buruk yang dapat mengacaukan jalannya prosesi pernikahan.Biasanya lilin dinyalakan mulai pukul satu dini hari.Lilin harus tetap menyala hingga tiga hari setelah pernikahan. 7. Siraman. Siraman dalam tradisi masyarakat Tionghoa diawali dengan sembahyang dan penghormatan kepada leluhur.Setelah itu, barulah mempelai wanita dimandikan dengan air yang telah dibubuhi wewangian alami.Selain untuk membersihkan mempelai dan membuatnya wangi, ritual ini juga bermaksud mengusir pengaruh jahat yang bisa mengganggu mempelai.. Universitas Sumatera Utara.

(30) 8. Menyisir rambut atau chio thao. Chio thao biasanya dilakukan oleh orang yang telah menikah dan memiliki keturunan. Mempelai akan disisir sebanyak tiga kali. Mempelai yang akanmenjalani prosesi ini didudukkan di atas kursi yang telah dialasi tampah besar bergambar yin-yang. Dihadapan mereka terdapat meja kecil yang diatasnya telah diletakkan penakar beras yang terisi penuh oleh beras dan sembilan benda simbolis, yaitu timbangan obat khas China, alat pengukur panjang, cermin, sisir, gunting, pedang, pelita. Selain itu, terdapat juga benang sutra yang terdiri dari limawarna. Semua benda-benda ini mengandung makna ajaran moral bagi calon pengantin untuk membereskan segala keruwetan rumah tangga yang akan dihadapi serta mampu menimbang baik-buruknya suatu tindakan. 9. Makan 12 sayur. Memasuki detik-detik penyambutan pengantin pria, mempelai wanita yang telah dipakaikan busana pengantin oleh orang tuanya, dibimbing menuju meja makan.Diatas meja telah tersaji 12 mangkuk yang masingmasing berisi satu jenis masakan yang memiliki rasa yang berbedabeda.Manis, asin, asem, pedas, pahit, gurih, dan sebagainya.Semua rasa ini menjadi pelambang suka-duka hidup berumah tangga yang harus dijalani dan dinikmati. Pengantin pria juga menjalani prosesi yang sama di rumahnya, sebelum berangkat menuju rumah pengantin wanita. 10.. Penjemputan Mempelai Wanita.. Mempelai pria yang datang untuk menjemput mempelai wanita akan disambut dengan taburan beras kuning, biji buncis merah dan hijau, uang logam, serta bunga. Aneka taburan ini bermakna kesejahteraan yang melimpah bagi mempelai.Masih dalam keadaan wajah ditutupi kerudung, mempelai wanita dipertemukan dengan pengantin pria yang telah datang. Universitas Sumatera Utara.

(31) menjemput.Dalam prosesi ini, kerudung pelambang kesucian belum boleh dibuka. 10. Penyambutan Pengantin Wanita Di rumah segala keperluan untuk menyambut kedatangan pengantin telah dipersiapkan. Begitu rombongan pengantin datang, di muka pintu, ibu dan nenek pengantin pria yang telah menunggu akan menyambut dengan taburan beras kuning, biji kacang buncis hijau dan merah sebagai simbol kesuburan, serta uang logam sebagai lambang rezeki dan kemakmuran. Setelah pasangan pengantin masuk rumah, keduanya akan dibimbing menuju kamar, barulah kerudung pengantin wanita boleh dibuka.11 2.3.6 Sistem Kematian Upacara kematian masih dilakukan oleh masyarakat Tionghoa.Upacara kematian yang dilakukan memiliki beberapa bentuk dan makna. Bentuk upacara kematian dimulai dari kegiatan setelah meninggal, upacara masuk peti atau tutup peti (jib bok), malam kembang (mai song), keberangkatan jenazah ke pemakaman atau krematorium, di pemakaman atau krematorium, peringatan 3, 7, 100 hari, 1, dan 3 tahun. Bentuk lain yang diperlukan pada upacara kematian di antaranya perlengkapan, persembahan, dan simbol. Adanya perlengkapan, persembahan, dan 9 simbol, mempermudah proses upacara kematian. Kegiatan upacara kematian dimulai dengan semua sanak keluarga berkumpul berdiri di depan altar mendiang. Pihak rohaniawan atau pengurus orang meninggal membakar dupa dan memberikan kepada sanak keluarga.Dimulai dari keluarga yang tertua sampai termuda melakukan penghormatan kepada mendiang.Dupa yang dipegang ditancapkan di tempat yang sudah disediakan.Setelah penghormatan, sanak keluarga duduk bersimpuh atau tetap berdiri dengan sikap hormat, kemudian mendoakan agar mendiang dapat hidup bahagia.Upacara diakhiri dengan sanak keluarga mebungkukan badan sebanyak tiga kali kepada mendiang. 11. Wawancara, Ibu Liany (anggota Perhimpunan Marga Tjeng Medan Area) tanggal 20 Juni 2019. Universitas Sumatera Utara.

(32) Perlengkapan yang digunakan pada upacara kematian seperti: pakaian yang meninggal, pakaian berkabung, meja atau dipan jenazah, peti jenazah, tempat dupa, foto yang meninggal, meja pesembahan, meja abu, meja tamu, kursi, tenda, altar sembahyang, bunga untuk menghias peti jenazah, dan ruang jenazah. Simbol-simbol yang dipakai berupa bendera kertas warna kuning, kertas putih panjang 30 s.d 45 cm, gorden atau gordeng kain blacu putih, bantal, terompet, tang teng (kayak kandang burung), bakar kayu, kertas gin cua (kertas uang), kertas doa, dan ornamen berupa rumah, mobil, motor, dan sepeda serta ornamen berbentuk manusia. Persembahan yang disajikan di antaranya lilin, dupa, air putih, nasi putih, buah, sayur, air teh, lauk pauk, samseng (daging ayam, babi, dan ikan bandeng) kue kembang, tebu, kelapa, gula merah, dan semangka, nanas, dan pisang. Kegiatan setelah meninggal meliputi: terdiri dari merapikan tempat tidur, peletakkan jenazah di ranjang darurat, pemandian jenazah, peletakan koin atau mutiara pada tujuh lubang, sembahyang Ti Kong/Tien atau Pek Kong Tanah, bakar kertas gin cua, ngasih wesik, dan persiapan upacara jib bok. Upacara jib bok adalah upacara di mana jenazah akan dimasukkan ke dalam peti jenazah. Kegiatan yang dilakukan yaitu melaporkan bahwa pada jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun ini jenazah akan disemayamkan atau dimasukkan ke dalam peti jenazah. Upacara jib bok, peti akan ditutup dengan paku sejumlah 4 oleh anak yang paling tua atau dituakan. Upacara keberangkatan jenazah ke pemakaman atau kremotoriu dilaksanakan pada pagi hari.Kegiatan yang dilakukan pada upacara ini di antaranya sesi persiapan, upacara keberangkatan, dan pemberangkatan jenazah.pada sesi persiapan, sanak keluarga mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk upacara keberangkatan maupun di tempat pemakaman atau krematorium.Upacara keberangkatan jenazah diawali pihak keluarga melakukan penghormatan kepada mendiang diiringi pembakaran dupa yang dipimpin oleh pihak rohaniawan atau Thokong.. Universitas Sumatera Utara.

(33) Pada saat penghormatan, sanak keluarga berdoa agar proses perjalanan jenazah ke pemakaman atau krematorium dapat berjalan dengan lancar. Setelah upacara selesai, akan diadakan Pada saat jenazah selesai dikebumikan, sanak keluarga mengadakan kegiatan sebar bibit atau menanam bibit palawija (ngokok). Bibit yang ditanam terdiri dari padi, jagung, kacang hijau, wijen, dan gandum. Setelah penanaman tanaman palawija, sanak keluarga akan datang ke pemakaman untuk melihat tanaman yang paling subur. Tanaman palawija yang paling subur menanadakan bahwa sanak keluarga yang menanam memilki rejeki yang melimpah. Beberapa makna pelaksanaan upacara kematian yang dilakukan seperti rasa bakti sanak keluarga kepada yang meninggal, sebagai perwujudan perilaku manusia di kalangan masyarakat, dan pelaksanaan pattidana atau pelimpahan jasa kepada mendiang.Wujud rasa bakti yang dimaksud adalah kegiatan upacara kematian yang dilakukan, perlengkapan, persembahan, dan simbol yang digunakan oleh masyarakat Tionghoa.Wujud rasa bakti yang dilakukan oleh sanak keluarga kepada mendiang adalah hal yang baik dan patut untuk dilakukan. Di dalam kehidupan Sang Buddha secara jelas diajarkan mengenai wujud rasa bakti yang termuat pada sigalovada sutta. Pada sutta tersebut dijelaskan tentang rasa bakti anak kepada orangtua.Rasa bakti ditunjukan oleh putra Sigala kepada orangtuannya yang sudah meninggal dengan memberikan penghormatan terhadap enam arah. Keenam arah tersebut memiliki makna bahwa menghormat ke arah timur melambangkan memberikan penghormatan kepada ibu dan ayah, arah selatan memberi penghormatan kepada para guru, arah barat memberikan penghormatan kepada istri dan anak, arah utara memberikan penghormatan kepada sahabat dan sanak keluarga, arah bawah memberikan penghormatan kepada para pelayan dan karyawan, dan arah atas adalah para pertapa dan brahmana. Upacara kematian sebagai bentuk perwujudan perilaku manusia digambarkan pada. Universitas Sumatera Utara.

(34) persembahan yang digunakan pada upacara tersebut.Persembahan yang dimaksud yaitu samseng (daging ayam, babi, dan ikan bandeng), buah pisang, nanas, dan tebu.Samseng daging ayam yang digunakan adalah ayam betina.Persembahan ini menandakan bahwa ayam betina dapat membawa banyak anak dan dapat memeberikan makan, seperti halnya seorang ibu, meskipun dalam kehidupanya kurang layak, masih dapat merawat dan membesarkan anaknya. Seekor ayam selalu bangun dan pergi setiap pagi, kemudian pulang sebelum petang hari, hal ini menunjukan suatu upaya yang tidak 15 mengenal lelah dan tekun mencari nafkah sejak dini hingga senja hari serta menandakan seseorang dalam mencari penghidupan harus mengenal waktu. Babi merupakan hewan ternak yang jika dikembangbiakan dengan baik akan mendatangkan keuntungan besar bagi peternak. Dari jenis hewan ini dapat diperoleh petunjuk untuk mendapatkan atau meraih keuntungan, hendaknya pintar memilih jenis usaha dan diperlukan kemampuan untuk mengelola usaha tersebut.kehidupan seekor babi terkenal dengan malas, kotor, dan serakah dalam hal makanan.Hal ini menganjurkan kepada setiap orang dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat hendaknya menjauhkan diri dari kemalasan dan keserakahan. Memiliki kepedulian akan kebersihan seperti hidup bersih, bersih diri, bersih hati, dan tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan yang diinginkan. Ikan bandeng ketika masih kecil disebut Nener, hidupnya bergerombol, dan tidak menyendiri, hal ini memberikan penggambaran kepada seseorang yang hidup di masyarakat atau upaya berada di jalan kesucian, tidak boleh hidup menyendiri atau eksklusif, harus dapat berbaur dengan masyarakat sekitar. Ikan bandeng terkenal memiliki daging yang halus dan lembut serta memiliki rasa lezat, tetapi dibalik daging yang halus dan lembut terdapat duri-duri yang dapat membahayakan seseorang yang memakannya.Daging yang halus dan lembut memberikan isyarat bahwa kehalusan budi pekerti seseorang dapat menarik simpati dan kepercayaan banyak orang.Duri yang terdapat di daging ikan bandeng dapat membahayakan. Universitas Sumatera Utara.

(35) seseorang yang memakannya, hal ini memiliki arti bahwa seseorang hidup di masyarakan harus selalu. waspada,. sebab. seseorangyang. selalu. waspada. masih. mendapatkan. permasalahan.Persembahan pisang dapat menggunakan pisang raja atau pisang emas.Melakukan persembahan pisang raja dengan harapan sanak keluarga dapat memperoleh kedudukan mulia seperti raja, sedangkan pisang emas, memiliki pengharapan mendapatkan kekayaan seperti emas.Pohon pisang ketika mengeluarkan jantung pisang, selalu menghadap ke bawah.Hal ini memberikan simbol bahwa seseorang hidup perlu melihat ke bawah, jangan selalu melihat ke atas, yang menandakan seseorang tidak boleh sombong. Buah nanas di sajikan dengan cara kulit dikupas dan biji mata masih ada pada dagingnya serta daun yang berada di ujung buah tersebut tidak dibuang, sehingga membentuk seperti kepala manusia yang bermahkota. Persembahan ini memilki makna bahwa sanak keluarga dapat tumbuh berkembang, mendapatkan kedudukan, waspada terhadap keadaan di sekelilingnya dan mata yang dimiliki dipergunakan untuk melihat hal yang positif bukan hal yang negatif. Batang tebu memiliki sekatan dan apabila dimakan memiliki rasa manis. Adanya sekatan tersebut bermakna bahwa manusia hidup perlu memiliki batasan di dalam melakukan segala tindakan. Seseorang yang memiliki batasan dalam bertindak akan berdampak positif bagi diri sendiri dan orang lain. Rasa yang manis memiliki makna agar keluarga yang sedang berduka tetap bersatu dalam kebersamaan dengan memelihara keharmonisan. Upacara kematian dilakukan sebagai sarana pelimpahan jasa (pattidana). Pattidana atau pelimpahan jasa merupakan perbuatan baik yang dilakukan oleh sanak keluarga kepada para leluhur, orangtua, dan makhluk lain. Tujuan melakukan pattidana yaitu agar orang yang diberikan pelimpahan jasa merasa turut berbahagia dan dapat mendorong makhluk tersebut untuk terlahir kembali di alam yang lebih baik atau alam bahagia.Upacara kematian yang dilakukan oleh masyarakat merupakan merupakan sarana (pattidana) karena sanak keluarga sudah melakukan. Universitas Sumatera Utara.

(36) perbuatan baik yang sangat besar.Perbuatan baik terlihat ketika sanak keluarga melakukan persembahan, menjamu tamu yang datang, dan melakukan pembacaan paritta, berdana, dan bhavana atau meditasi.Kegiatan ini yang menjadi dasar perbuatan baik dan dapat melakukan pattidana.Adanya perbuatan baik tersebut sanak keluarga dapat melakukan pattidana. Upacara kematian menjadi salah satu sarana pattidana karena masyarakat Tionghoa memiliki keyakinan bahwa manusia hidup pasti akan mengalami kematian. Meskipun dikatakan sudah mengalami kematian, tetap memiliki ikatan dengan keluarga yang ditinggalakan.Secara jasmaniah sudah tidak ada hubungan, namun secara batin masih ada hubungan.Arwah leluhur yang meninggal pada waktu tertentu dapat datang dan meminta dijamu.Sebab itu, masyarakat melakukan upacara kematian untuk mengingat kembali kebajikan yang telah diperbuat mendiang semasa hidupnya untuk melakukan pattidana dan sebagai bentuk wujud rasa bakti.12. 12. Wawancara, Ibu Liany (anggota Perhimpunan Marga Tjeng Medan Area), tanggal 20. Juni 2019. Universitas Sumatera Utara.

(37) BAB III KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI ETNIS TIONGHOA DI KELURAHAN SUKARAMAI II TAHUN 1970 – 2005 3.1 Kehidupan Sosial Etnis Tionghoa di Kelurahan Sukaramai II Tahun 1970-2005 Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai berbagai hubungan sosial.Hubungan sosial itu terjadi karena adanya interaksi sosial.Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompokkelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.dalam menentukan Hubungan-hubungan sosial ini, interaksi sangat penting karena interaksi akan menimbulkan suatu reaksi dari individu-individu atau kelompok lain yang mempunyai hubungan sosial dengannya. Etnis adalah bertalian dengan kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti dan kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa dan sebagainya.Adapun Etnis Tionghoa adalah suatu kelompok sosial yang terdiri dari sekumpulan orang-orang Tionghoa perantauan dan juga yang telah lama menetap di Indonesia. Keberhasilan orang Tionghoa dalam perdagangan berkaitan dengan pandangan dan falsafah hidup yang dipegangnya.Bagi orang Tionghoa hidup adalah untuk makan, dan untuk mendapatkan makanan, mereka harus bekerja keras.Kerja dalam konteks ini bukan sekedar untuk mendapatkan pendapatan saja, melainkan berusaha meningkatnya taraf dan kualitas hidup serta kedudukan sosial mereka dalam masyarakat. Interaksi warga Etnis Tionghoa pada tahun 1970 masih terlihat sangat kaku karena banyak pedagang yang berdatangan ke Medan dari negara dan suku lain termasuk dengan penduduk asli. Universitas Sumatera Utara.

(38) Medan.13Kedatangan kelompok pedagang pendatang itu dikarenakan adanya peralihan dari pedagang perantara menjadi pedangan rumahan.Masih banyak lahan yang kosong kala itu.Mereka pun mulai mendirikan kios-kios sebagai lapak untuk berdagang dan lama kelamaan menjadi kawasan permukiman. Pada tahun 1970an penduduk asli yang sudah bermukim di Kelurahan Sukaramai II tidak banyak yang berdagang, mereka bekerja sebagai buruh atau kuli dipabrik yang kala itu sudah mulai didirikan di daerah Medan.Para buruh mengakui tidak semudah itu berinteraksi dengan orang asing yang mulai memadati permukiman mereka.Tetapi lama kelaman mereka melihat banyak perubahan dikawasan tempat tinggal mereka.Sudah mulai dibangun pasar yang menjadi sentra perdagangan, pembangunan jalan, dan terlihat pertumbuhan ekomomi yang signifikan. Isu etnis yang terjadi dibeberapa kota di Indonesia sering menjadi hal yang sensitif untuk timbul konflik. Kota Medan merupakan kota yang dikenal dengan keberagaman suku atau etnis. Setelah reformasi terjadi, pecah sebuah konflik antar etnis. Belum diketahui secara jelas apa yang menjadi penyebabnya, tetapi beberapa sumber menyebutkan bahwa hal itu terjadi karena kondisi perekonomian di Indonesia yang sedang terpuruk. Krisis moneter yang berkepanjangan menyebabkan timbulnya kesenjangan.14Konflik antara Etnis Tionghoa dengan pribumi terlihat pada kerusuhan Mei 1998. Peristiwa pembakaran dan penjarahan barang-barang dagangan milik orang Cina seperti di kota-kota lain di Indonesia memang tidak terjadi di Medan, tetapi peristiwa yang menggemparkan bangsa pada saat itu membuat orang-orang Cina di Medan ketakutan dan tidak berani keluar dari rumahnya.. 13 14. Wawancara, Paidjin (Penduduk asli kelurahan Sukaramai II) tanggal 20 Juni 2019 Wawancara, Paidjin (Penduduk asli kelurahan Sukaramai II) tanggal 20 Juni 2019. Universitas Sumatera Utara.

(39) Arena konflik di bangsa merambat sampai kekota-kota lain termasuk di Medan. Gosip, cerita, sinisme berkembang tanpa disadari.Perbincangan bermula dari harga sebuah produk hingga merambat sampai ke hal yang menyudutkan orang Cina.Demikian pula pada kehidupan beragama yang seharusnya dapat memfasilitasi relasi orang Melayu dengan orang Cina malah meruncing dan mempertegas timbulnya konflik.Asalasan perbedaan agama juga menjadi hal yang memunculkan konflik keduanya, padahal dalam kehidupan sosial, hal itu tidak pantas untuk dipermasalahkan. Reformasi 1998 membawa angin segar bagi etnis Tionghoa. Pada era presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang merupakan figur paling berjasa bagi Etnis Tionghoa di Indonesia, diterbitkan Kepres No.6/2000 yang ditandatanganinya pada tanggal 17 Januari 2000 sembari mencabut Inpres No.14 tahun 1967 yang diteken Presiden Soeharto pada tanggal 6 Desember 1967. Inpres yang dikeluarkan Presiden Soeharto berisi pelanggaran ekspresi serta kepercayaan Tionghoa didepan umum.Inpres ini membuat Kongfutzu tidak diakui di bumi Nusantara.Atraksi barongsai dan liong (tari naga) tidak dapat secara bebas dilakukan pada masa Orde Baru.Pada masa kepresidenan Megawati Soekarno Putri juga dikeluarkan Kepres No.19/2002 tanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai Hari Raya Nasional. Sementara pada era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono periode I tanggal 1 Agustus 2006 sudah disahkan Undang-Undang Kewarganegaraan yang isinya” Yang menjadi warga negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia Asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara”.15 Komunitas Etnis Tionghoa Indonesia pada era reformasi ini sudah bernafas lega karena mendapat perlindungan hukum yang kuat atas status kewarganegaraannya.Dari perjalanan sejarah 15. Undang-undang No.12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Universitas Sumatera Utara.

(40) akulturasi budaya Tionghoa dengan budaya Melayu berlangsung damai dan akulturatif.Hal ini ditandai dengan tidak pernah terjadi konflik budaya di Medan antara kedua kebudayaan tersebut.Sampai saat ini keberadaan Etnis Tionghoa di Kelurahan Sukaramai II sebagian besar dipergunakan untuk kepentingan sosial dan kegiatan ekonomi.Kepentingan sosial meliputi tempat peribadatan, sekolah, dan pemukiman.Sedangkan kepentingan ekonomi meliputi perdagangan dan wirausaha. 3.1.1 Struktur Sosial Dalam memahami kebudayaan suatu kelompok masyarakat tentu tidaklah mudah terutama dalam sistem politik tradisionalnya, seperti yang ada pada Etnis Tionghoa.Struktur sosial sebagai bagian di dalam sistem kebudayaan dianggap sebagai bagian penting dalam memahami lebih jauh suatu kelompok suku seperti Etnis Tionghoa dengan kebudayaannya terutama yang berkaitan dengan sistem politik tradisisonal, karena struktur sosial sebagai jaringan hubungan antar individu dalam kelompok masyarakat bersangkutan. Struktur sosial mendefinisikan sebagai aturan yang membentuk norma, peran, dan status di dalam sebuah kelompok sosial. Dari sedikit gambaran di atas sedikit mengarahkan kita untuk mengetahui dan memahami budaya pada Etnis Tionghoa.Struktur yang ada dalam sistem budaya merupakan tatanan atau susunan sosial yang membentuk kelompok dalam suatu masyarakat.Dalam hal ini, struktur sosial dapat horizontal maupun vertikal susunannnya dengan ciri-cirinya masing-masing. Setiap perantau yang datang ke Indonesia umumnya membawa kebudayaan suku bangsanya sendiri-sendiri; yang didalamnya termasuk bahasa. Selain bahasa Mandarin, ternyata masih ada 4 dialek bahasa daerah Tiongkok di Kelurahan Sukaramai II yang cukup banyak penggunanya, yakni:. Universitas Sumatera Utara.

(41)  dialek Hokkian  dialek Teochiu  dialek Hakka  dialek Kanton Perantauan orang Hokkian dan keturunannya, rata-rata dari mereka sangat ulet, rajin dan tahan ujian serta kepandaian dalam berdagang. Perantauan Tionghoa yang lain adalah orang Teochiu, yang berasal dari pantai Selatan Tiongkok daerah pedalaman Shantou, bagian timur propinsi Guangdong. Tempat tinggal mereka berada di pedalaman propinsi Guangdong yang terdiri dari daerah yang bergunung kapur dan tandus. Selama berlangsungnya gelombang imigrasi, orang Hakka adalah yang paling miskin diantara para perantau asal Tiongkok lainnya.Mereka bersama-sama orang Teochiu dipekerjakan di Indonesia untuk mengeksploitasi sumber daya alam.Saat ini orang Hakka mendominasi masyarakat Tionghoa di wilayah-wilayah tambang.Di sebelah barat dan selatan daerah asal orang Hakka di propinsi Guangdong tinggallah orang Kanton (Konghu). Mereka datang merantau ke Indonesia secara berkelompok pada waktu yang sama dengan orang Hakka, namun keadaan mereka berlainan. Umumnya mereka datang dengan modal yang lebih besar, dan mereka datang dengan ketrampilan teknis dan pertukangan yang tinggi. Walaupun para perantauan Tiongkok terdiri dari berbagai asal, namun dikelurahan Sukaramai II mereka hanya dikategorikan ke dalam dua golongan:16  Tionghoa – Peranakan : Hasil perkawinan campur antara orang Tionghoa dan orang asli Indonesia (pribumi) yang sudah beranak-pinak, lahir, besar dan tinggal di Indonsia.. 16. Wawancara, Paidjin (Penduduk asli kelurahan Sukaramai II) tanggal 20 Juni 2019. Universitas Sumatera Utara.

(42)  Tionghoa – Totok : Orang Tiongkok yang lahir di Negara asalnya 3.1.2 Hubungan Kekerabatan Saat ini kehidupan etnis Tionghoa sudah menetap, mereka membentuk perkampungan mula-mula terdiri dari garis keturunan ayah.Mulai dari semua saudara laki-laki ayah dengan anak laki-lakinya dan keluarga kakek dengan saudara laki-lakinya.Hal ini yang kemudian menjadi dasar pengelompokann sistem kekeluargaan patrilieneal.Kelompok kekerabatan terkecil bukanlah keluarga batih melainkan keluarga luas yang virilokal. Dan dalam keluarga inti yang memegang peranan penting adalah sang ayah dan semua anak laki-lakinya. Saat sang ayah meninggal dunia, putra tertuanya lah yang akan menggantikan posisi ayah dalam keluarga. Apabila anak laki-laki Etnis Tionghoa menjadi anak angkat dari marga lain, hubungan dengan garis keturunan ayahnya akan terputus dan ia akan mengikuti garis keturunan ayah angkatnya. Oleh karena itu kedekatan dengan kerabat ayah di utamakan, tapi dalam perkembangannya kedekatan dengan kerabat ibu juga tidak memiliki batasan lagi.17 3.1.3 Kerjasama. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan perdagangan di Kelurahan Sukaramai II, masyarakat Etnis Tionghoa dan masyarakat asli Kota Medan mulai terjalin kerjasama dan harmonisasi dalam perkembangan bisnisnya.Mereka tidak lagi saling menonjolkan pribadi dan tidak egois.Harmonisasi seperti ini harus terus terbina dan terpelihara.Namun para pembuat kebijakan perlu mengayomi semua pihak agar kerjasama yang telah terjalin ditengah masyarakat tidak dihancurkan oleh kepentingan politik sesaat.18 3.1.4 Kohesi dan Konflik Sosial. 17 18. Wawancara, Paidjin (Penduduk asli kelurahan Sukaramai II) tanggal 20 Juni 2019 Wawancara Hilarius (Pedagang diPasar Sukaramai II) tanggal 21 Juni 2019. Universitas Sumatera Utara.

(43) Dalam proses sosial kelompok etnik akan memanfaatkan atribut-atribut sosial-budaya yang dimiliki untuk mencapai tujuan tertentu. Manifestasi etnisitas sering menimbulkan ketegangan dan konflik sosial di antara pihak-pihak yang terlibat atau yang berkepentingan (Arisetya: 2015) Kelompok etnis dalam masyarakat terbagi menjadi dua yaitu: a.. Kelompok mayoritas Kelompok mayoritas atau kelompok dominan dalam suatu masyarakat merupakan. kelompok yang merasa memiliki kontrol atau kekuasaan untuk mengontrol.Konsep mayoritas sering dihubungkan dengan dominant culture.Konsep mayoritas dipahami sebagai sebuah aspek yang berkaitan dengan kehidupan kita, terutama dalam interaksi antar manusia. Definisi mayoritas adalah himpunan bagian dari suatu himpunan yang jumlah elemen di dalamnya mencapai lebih dari separuh himpunan tersebut.Mayoritas bisa dibedakan dengan pluralitas, yang berarti himpunan bagian yang lebih besar daripada himpunan bagian lainnya.Lebih jelasnya, pluralitas tidak bisa dianggap mayoritas jika jumlah elemennya lebih sedikit daripada separuh himpunan tersebut.Dalam bahasa Inggris Britania, mayoritas (majority) dan pluralitas (plurality) sering disamakan dan kata mayoritas juga kadang dipakai untuk menyebut margin kemenangan, yaitu jumlah suara yang memisahkan pemenang pertama dan pemenang kedua. Sebuah mayoritas bisa disebut mayoritas sederhana supaya bisa dibedakan dengan jenis mayoritas lainnya: mayoritas keseluruhan dalam sistem parlementer adalah perbedaan jumlah anggota legislatif antara pihak pemerintah dan oposisi; mayoritas absolut adalah mayoritas "seluruh" pemilih, bukan hanya orang-orang yang sudah memilih; dan super mayoritas adalah mayoritas yang lebih kuat daripada mayoritas sederhana. Jadi kelompok mayoritas dapat. Universitas Sumatera Utara.

(44) dikatakan sebagai kelompok yang memiliki kekuasaan dominan atas kelompok minoritas baik dalam hal budaya, sosial, ekonomi, maupun politik. b.. Kelompok Minoritas Beberapa pengertian kelompok minoritas yaitu: (Arisetya: 2015) . Kelompok minoritas adalah kelompok yang susunan anggotanya selalu memiliki karakteristik yang sama, sehingga tetap menampilkan perbedaan dengan kelompok dominan.. . Menurut Hebding, kelompok minoritas merupakan kelompok yang berbeda secara kultural, fisik, kesadaran sosial, ekonomi, sehingga perlu di diskriminasi oleh segmen masyarakat dominan atau kelompok masyarakat sekeliling.. . Kelompok minoritas menurut Louis Wirth (1945) diartikan sebagai kelompok yang karena memiliki karakteristik fisik dan budaya yang sama, kemudian ditujukan kepada orang lain dimana mereka hidup dan berada. Sebuah studi minoritas mengajarkan kepada kita bahwa setiap negara memiliki kelompok kecil yang disebut minoritas.. Ciri-ciri kelompok minoritas yaitu: . Kebangsaan yang berbeda. . Bahasa yang berbeda. . Agama yang berbeda. . Kebiasaan dan sebagainya.. Universitas Sumatera Utara.

(45) Etnis Tionghoa di Kelurahan Sukaramai II merupakan salah satu kelompok minoritas yang ada di Kota Medan.Mereka menyadari memiliki perbedaan baik dari segi budaya, fisik, kelas sosial, ekonomi yang termarginalisasi oleh kelompok mayoritas.19 Status Tionghoa peranakan sebagai sebuah minoritas di Kota Medan berbeda dengan status minoritas di negara atau kota lain. Tionghoa peranakan di Medan sebagian besar berbicara bahasa Indonesia ketimbang Tionghoa. Menurut masyarakat setempat kelompok minoritas adalah orang yang diperlakukan secara diskriminatif dalam masyarakat karena ciri-ciri fisik tubuh atau asal usul keturunan atau kebudayaan yang berbeda.Mereka diperlakukan sebagai orang luar dalam masyarakat tempat mereka hidup juga menempati posisi yang tidak menguntungkan karena mereka tidak memperoleh akses sosial, ekonomi dan politik. Hak-hak minoritas dan multikulturalisme dapat menjadi alternatif dan solusi bagi masa depan Indonesia yang lebih baik. Awal masa peralihan ditahun 1970an di Kelurahan Sukaramai II masih terdapat kerancuan dengan istilah “Tiongkok”, “Cina” dan “China’ yang memiliki konotasi negatif, tetapi lama kelamaan mereka sudah terbiasa dengan istilah tersebut dan mulai bisa bersosial dengan penduduk asli setempat. 3.1.5 Hubungan Sosial Politik Berbagai macam kebijakan pemerintah Orde Baru tersebut secara langsung berdampak pada etnis Tionghoa baik secara cultural identity maupun juga political identity.Secara cultural identity, etnis Tionghoa tidak bisa mengekspresikan dirinya sebagai kelompok etnis karena terdapat pemaksaan asimilasi yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru untuk bisa diakui menjadi Indonesia.Sedangkan sebagai political identity, etnis Tionghoa merupakan objek. 19. Wawancara, Paidjin (Penduduk asli kelurahan Sukaramai II) tanggal 20 Juni 2019. Universitas Sumatera Utara.

(46) subordinasi kekuasaan negara yang dibatasi mobilitas, status, maupun juga kewajibannya sehingga memuncukan stigma warga negara kelas dua. Perubahan politik negara terhadap etnis Tionghoa kemudian berubah pasca rezim Orde Baru berakhir. Adalah Presiden K.H Abdurrahman Wahid yang kemudian mencabut Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 dengan Keppres Nomor 6/2000 yang memperbolehkan etnis Tionghoa untuk bisa berekspresi di ruang publik. Selain itu, kebijakan yang digulirkan oleh Presiden K.H Abdurrahman Wahid adalah Keputusan Presiden Nomor 19/2001 yang mengatur mengenai pengaturan hari libur fakultatif untuk Hari Imlek.Hal tersebut kemudian ditindaklanjuti saat Presiden Megawati berkuasa dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2002 yang menyatakan bahwa Hari Imlek adalah hari libur nasional. Dalam era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, negara mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967 yang merubah istilah China sebagai Tiongkok dan Etnis “Cina” sebagai Etnis Tionghoa. Namun demikian, dalam level daerah terdapat peraturan diskriminatif terhadap larangan kepemilikan tanah bagi warga Tionghoa karena dianggap bukan pribumi Adanya kebijakan afirmatif yang dilakukan oleh negara di tingkat nasional tersebut secara tidak langsung juga merubah lanskap kebijakan makro yang lebih luas yakni perubahan dari pola asimilasi menuju multikulturalisme. Perubahan tersebut secara langsung berimbas pada proses perlahan kembalinya partisipasi aktif maupun pasif masyarakat etnis Tionghoa dalam ruang publik. Secara kultural, budaya dan etnis Tionghoa kini mendapatkan ruang ekspresi dengan pengakuan Konghucu sebagai agama keenam yang diakui. Namun secara politis, harus diakui bahwa masih terdapat praktik diskriminasi yang sifatnya laten dari masyarakat. Artinya, meskipun secara formal dan seremonial, etnis Tionghoa sudah mendapatkan tempat.Namun secara informal,. Universitas Sumatera Utara.

(47) masih terdapat sikap prasangka sosial yang dialamatkan kepada masyarakat terhadap etnis Tionghoa tersebut. Adanya kondisi tereksklusikan secara sosial tersebut karena kebijakan negara masih bersifat seremonial berdampak pada penguatan etnis Tionghoa Indonesia secara komunal. Hal itu bisa dilihat dari adanya peran jejaring komunitas Tionghoa berbasis sub etnis yang berupaya menjadi self –servicing community bagi sesamanya. Kondisi tersebut merupakan tindak lanjut dari upaya konsolidasi internal bagi etnis Tionghoa sebelum berintegrasi secara utuh dengan kelompok masyarakat lainnya. Penajaman terkait masalah terlatak pada seberapa signifikansi politik negara dalam upaya menjaga integrasi dan kebangsaan secara administratif maupun juga konstitutif.Hal ini dikarenakan warisan kebijakan Orde Baru masih membekas dalam pikiran bawah sadar untuk melihat etnis Tionghoa sebagai “aseng”.Pengertian tersebut sebenarnya merujuk pada pemahaman bahwa konteks pribumi dan non pribumi masih ada, terutama itu muncul apabila menyangkut terkait isu-isu sensitif semisal masalah ekonomi dan politik. Kedua hal itu masih menjadi “penghalang” laten antara etnis Tionghoa dengan kelompok masyarakat lainnya di Indonesia. Dengan demikian, sebenarnya proses afirmasi dan penerimaan terhadap etnis Tionghoa masih berjalan di tempat. Dalam kerangka regulasi yang lebih teknis, pola-pola diskriminatif yang sifatnya minor masih ditemui terutama menyangkut pelayanan publik bagi etnis Tionghoa.Hal itulah yang kemudian membangkitkan adanya semangat komunitarianisme dalam jaringan etnis Tionghoa melalui organisasi-organisasi berbasis etnis. Dengan kata lain, sebenarnya dalam politik negara terhadap etnis Tionghoa masih terdapat bias otoritatif dan bias substansi regulasi. 3.2 Kehidupan Ekonomi Etnis Tionghoa di Kelurahan Sukarame II Tahun 1970-2005. Universitas Sumatera Utara.

(48) Dikarenakan adanya keterkaitan semua aktivitas dan motif manusia dalam semua aspek ekonomi, maka prinsip ekonomi yang dianut masyarakat di Kelurahan Sukaramai II harus mengikuti pandangan Agama Budha, mempunyai hubungan erat dengan ilmu-ilmu etika.Pada dasarnya agama Budha adalah agama yang mementingkan etika dan perkembangan karakter individu. Semua aktivitas yang dilakukan oleh manusia yang bervariasi, pada akhirnya harus ditunjukan pada perkembangan moral dan perkembangan batin. Materi bukanlah satu-satunya tujuan utama yang harus dikejar-kejar dengan semua cara, materi sebaiknya digunakan sebagai sarana penunjang untuk mendapatkan kebahagian spiritual yang lebih tinggi. Ajaran-ajaran moral inilah yang akhirnya menjadi falsafah hidup etnis Tionghoa pada umumnya dan penganut agama Budha khususnya.Mulai dari kehidupan sehari-hari hingga perilaku mereka dalam menjalankan dan mengembangkan perekonomiannya, dan mencapai pencapaian yang luar biasa dalam bidang tersebut.Berikut paparan Erfan Sutono mengenai ajaranajaran Budha yang berpengaruh dalam kehidupan keseharian umatnya, bahkan dalam pengembangan usaha dan bisnisnya.20 Etnis Tionghoa memulai segalanya dari bawah, dari yang tadinya tidak mempunyai apaapa akhirnya menjadi orang terkaya dan berhasil.Semuanya itu tidak diperoleh begitu saja, tetapi dengan perjuangan yang keras.Mereka menahan diriuntuk tidak tidur dan berhemat.Mereka mengorbankan waktu luang dan mengambilresiko untuk dapat memajukan perdagangan.Pedagang Tionghoa juga mengalami masa-masa sulit. Kadang kala, mereka rugi dan di lain waktu untung. Bapak David Aritanto menjelaskan bahwa : Etnis Tionghoa berhasil bukan karena faktor keturunan, bukan juga karena lebih pandai daripada etnis lain di Medan. Akan tetapi, karena mereka sebagai imigran yang mulanya miskin, sehingga muncul perasaan kurang aman dan keinginan berjuang untuk bertahan. 20. Wawancara, Erfan Sutono (Mahasiswa/Pemuda Budha), tanggal 09 Juni 2019. Universitas Sumatera Utara.

Referensi

Dokumen terkait

Pasien (user) sebagai pengguna umum login menggunakan ID-PMR, pasien hanya dapat melihat data diri dan data rekam medis pribadi maupun anggota keluarga yang tinggal di

Kaltim Tahun Anggaran 2012, menyatakan bahwa pada tanggal 12 Maret 2012 pukul 11.59 Wita tahapan pemasukan/upload dokumen penawaran ditutup sesuai waktu pada aplikasi SPSE

6 2009 Narasumber Strategi Kemasan Produk Boga di Kawasan Agrowisata Turi Sleman Yogyakarta pada tahun 2009. 7 2009 Narasumber Strategi Penetapan Harga Produk Usaha Mikro

[r]

studi lanjutan pemanfaatan abu terbang yang terkait dengan sifat-sifat fisik perlu diselidiki lagi ka- rena sifat-sifat fisik akan berubah tergantung sebaran jarak abu Gunung

Silase dibuat dengan mencacah bahan hijauan menjadi ukuran yang kecil-kecil, kemudian menyimpannya kedalam ruang kedap udara.Pencacahan dilakukan untuk mendapatkan

Berdasarkan berbagai penyebab kerusakan hutan dan deforestasi diatas, maka paper ini memfokuskan diri kepada 3 isu terpenting dan mengajukan usulan perbaikan atas isu-isu tersebut.

Berdasarkan berbagai pertimbangan yang telah dijelaskan dalam bagian pendahuluan dan studi komparasi, serta pengalaman krisis perbankan yang pernah terjadi di Indonesia serta