• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1.6.1. Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Keputusan Menteri keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 tentang kriteria Wajib Pajak Patuh menyatakan bahwa:

“Kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku umum dalam suatu negara.”

Kepatuhan Wajib Pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak (Mohamad Zain, 2007:31) sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan tercermin dalam situasi dimana:

1. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.

3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.

4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.

2.1.6.2. Jenis-jenis Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut pengamatan yang dilakukan oleh Nurmantu (2005: 148-149) adalah sebagai berikut:

“Terdapat dua macam kepatuhan yakni kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal merupakan suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan. Misalnya ketentuan tentang batas waktu penyetoran pajak terhutang dan penyampaian SPT. Sedangkan kepatuhan material merupakan suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif memenuhi semua keadaan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi juga kepatuhan formal”.

Adapun jenis-jenis kepatuhan Wajib Pajak menurut Rahayu (2010:138):

1. Kepatuhan formal, yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT).

2. Kepatuhan material, yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif memenuhi semua ketentuan material perpajakan yakni sesuai dengan isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal.

2.1.6.3. Kriteria Wajib Pajak yang Patuh

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012 menyatakan bahwa Wajib Pajak dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak patuh apabila memenuhi kriteria berikut:

1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).

2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

3. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.

4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa pengertian kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah sebagai berikut:

1. SPT disampaikan tepat waktu dalam tiga tahun terakhir.

2. Penyampaian SPT Masa untuk masa pajak bulan Januari dengan bulan November yang terlambat tidak lebih dari masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut dalam tahun pajak terakhir.

3. SPT masa yang terlambat tersebut tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT masa pajak berikutnya.

2.1.6.4. Indikator Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Rahayu (2010: 139) indikator kepatuhan Wajib Pajak adalah sebagai berikut:

a. Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan.

b. Menyampaikan SPT ke KPP sebelum batas waktu berakhir.

2.1.6.5. Pencabutan Predikat Wajib Pajak Patuh

Surat Penetapan Wajib Pajak Patuh dicabut oleh Kepala Kantor Wilayah setelah mempertimbangkan usulan Kepala Kantor Pelayanan Pajak dalam hal memenuhi kriteria pembatalan, yaitu:

1. Terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindak penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

2. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk semua jenis pajak.

3. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk 2 (dua) masa pajak atau lebih berturut-turut untuk semua jenis pajak.

4. Dalam suatu masa pajak, ternyata tidak memenuhi kriteria tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir sejak masa pajak yang bersangkutan.

2.1.6.8. Theory of Planned Behavior (TPB)

Teori yang menjadi landasan penelitian ini adalah Theory of Planned Behavior (TPB). Teori ini menjelaskan bahwa adanya niat untuk berperilaku dapat menimbulkan perilaku yang ditampilkan oleh individu. Dalam Theory of Planned Behavior (TPB) (Gambar 2.1), perilaku yang ditampilkan oleh individu timbul karena adanya niat untuk berperilaku. Sedangkan munculnya niat berperilaku ditentukan oleh 3 faktor penentu yaitu:

1. Behavioral beliefs, yaitu keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut (beliefs strength and outcome evaluation).

2. Normative beliefs, yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs and motivation to comply.

3. Control beliefs, yaitu keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan (control beliefs) dan

persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power).

Gambar 2.1

Theory of Planned Behavior (TPB)

Sumber: Ajzen, 2002:2

Hambatan yang mungkin timbul pada saat perilaku ditampilkan dapat berasal dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungan. Secara berurutan behavioral beliefs menghasilkan sikap terhadap perilaku positif atau negatif, normative beliefs menghasilkan tekanan sosial yang dipersepsikan (perceived social pressure) atau norma subyektif (subjective norm) dan contol beliefs menimbulkan perceived behavioral control atau kontrol keperilakuan yang dipersepsikan (Ajzen, 2002:2).

Alasan dipilihnya model kerangkan Theory of Planned Behavior (TPB) ini karena model TPB merupakan suatu model perilaku yang telah terbukti memberikan penjelasan yang signifikan bahwa sikap, norma subjektif, dan kontrol keperilakuan

yang dipersepsikan berpengaruh terhadap perilaku tidak patuh Wajib Pajak baik orang pribadi maupun badan. Beberapa peneliti menggunakan model Theory of Planned Behavior (TPB) untuk menjelaskan perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Blanthorne 2000; Bobk 2003). Bobek & Hatfield (2003), Blanthorne (2000), dan Hanno & Violette (1996) memanfaatkan Theory of Planned Behavior (TPB) untuk menjelaskan kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP). Temuan Bobek &

Hatfield (2003), dan Hanno & Violette (1996) adalah sikap terhadap ketidakpatuhan pajak berpengaruh secara signifikan terhadap niat ketidakpatuhan pajak.

Dokumen terkait