• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepemilikan dalam Alqur'an dan Hadis

Dalam dokumen Fiqh Muamalah Kontemporer (Halaman 43-51)

Kepemilikan dalam Alqur’an dapat dijumpai pada beberapa surah dengan jumlah ayat yang cukup banyak. Adapun di antara surah dan ayat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Surah al­Baqarah (QS. 2:107, 284) 2. Surah Ali Imran (QS. 3:26, 189)

4. Surah al­An’am (QS. 6:57) 5. Surah Yusuf (QS. 12:40, 67) 6. Surah al­Qasas (QS. 28:70, 88) 7. Surah al­Ahzab (QS. 33:72) 8. Surah al­Mulk (QS. 67:1

Alqur’an menaruh perhatian besar dalam rangka mewujudkan keadilan, berapa banyak ayat­ayat dalam Alqur’an yang mengingatkan kepada manusia agar harta kekayaan tidak beredar di tangan orang­ orang kaya saja. Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mencapai kehidupan yang baik dan sejahtera. Oleh karena itulah ada tuntutan, yang sekaligus berarti juga pengakuan bahwa untuk mencapai kehidupan yang lebih baik perlu diseimbangkan antara kepentingan material dengan kepentingan spiritual. Hal ini dapat dipahami dari firman Allah dalam surah al­Qasas (Q.S, 28:77) yang berbunyi:

اَمَك ْن ِسْحَأَو ۖ اَيْنُّلدا َنِم َكَبي ِصَن َسْنَت لَو ۖ َةَرِخَ لا َراَّلدا َُّللا َكاَتآ اَميِف ِغَتْباَوْ

َنيِدِسْفُمْلا ُّبِ ُي َل ََّللا َّنِإ ۖ ِضْرلا ِف َداَسَفَ ْ ْلا ِغْبَت لَو ۖ َكْ َلِإ َُّللا َنَسْحَ َأ

Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah

kepada-mu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kakepada-mu melupa kan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Alqur’an merupakan sumber hukum utama dan pertama telah menjelaskan bahwa Allah adalah pencipta, pengatur dan pemilik segala alam semesta, namun bukan untuk kepentingan­Nya, melainkan untuk makhluk­Nya. Jadi manusia adalah pihak yang mendapatkan kuasa dari Allah untuk memiliki dan memanfaatkan harta tersebut. Ini dipahami dari firman Allah dalam surah al­Hadid ayat 7 (Q.S, 57:7) yang berbunyi:

ْمُكْنِم اوُنَمآ َنيِلذاَف ۖ ِهيِف َينِفَّ َلْخَتْسُم ْمُكَلَعَج اَّمِم اوُقِفْنَأَو ِ ِلوُسَرَو َِّللاِب اوُنِمآ

ٌيرِبَك ٌرْجَأ ْمُهَل اوُقَفْنَأَو

Artinya: ”Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan

nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya . . . .”

Manusia diberi hak milik secara individu, setiap pribadi dan perorangan berhak memiliki, menikmati dan memindahtangankan kekayaannya di samping mereka mempunyai kewajiban moral untuk menyedekahkan apa yang dimilikinya kepada orang­orang yang berhak menerimanya.

Ada beberapa ketentuan yang telah diatur dalam Alqur’an dan hadis mengenai kepemilikan ini, di antaranya adalah:

1. Kepemilikan Secara Sah.

Alqur’an dan hadis telah melarang sgala bentuk tindakan untuk memperoleh kepemilikan dengan cara melawan hukum, karena hal ini menjadi sumber kerusakan sebagaimana Firman Allah dalam surah an­ Nisa’ ayat 29 (Q.S, 4:29) yang berbunyi:

ًةَراَ ِت َنوُكَت ْنَأ لِإ ِلِطاََّ لاِب ْمُكَنْيَب ْمُكْ َلاَوْمَأ اوُلُكْأَت َل اوُنَمآ َنيِ َّلذا اَهُّيَأ اَي

اًميِحَر ْمُكِب َنَك ََّللا َّنِإ ۖ ْمُكَسُفْنَأ اوُلُتْقَت لَو ۖ ْمُكْنِم ٍضاَرَت ْنَعَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu: Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

Adapun hadis nabi yang menyatakan tentang kepemilikan secara sah di antaranya adalah berbunyi sebagai berikut:

هديب لجرلا لمع ل اق ؟ بيطأ بسكلا يا لئس ملسو هيلع للا ليص بيلنا نأ

)مك الا هححصو رابزلا هاور( روبرم عيب ك و

“Bahwasanya nabi Saw ditanya mengenai usaha yang baik, lalu nabi menjawab: usaha seseorang dengan tangannya, dan setiap jual beli yang mabrur. H.R al-Bazzar dan dishahihkan Hakim.”

Hal ini sesuai dengan kaedah :

هكلم دقف حابم لىا قبس نم

”Barang siapa mendahului orang lain untuk menguasai barang yang mubah, maka sesungguhnya ia telah memilikinya.”

2. Menunaikan hak dan kewajiban.

Setiap muslim yang memiliki kekayaan dan memenuhi ketentuan syarat wajib zakat maka dia harus menunaikan kewajibannya sesuai aturan syara’. Firman Allah dalam surah al­Baqarah ayat 267 (Q.S, 2:267) yang berbunyi:

ِضْرَ ْلا َنِم ْمُكَل اَنْجَرْخَأ اَّمِمَو ْمُتْبَسَك اَم ِتاَبِّيَط ْنِم اوُقِفْنَأ اوُنَمآ َنيِ َّلذا اَهُّيَأ اَي

اوُمَلْعاَو ۖ ِهيِف او ُضِمْغُت ْنَأ لِإ ِهيِذِخآِب ْمُتْسَّ َلَو َنوُقِفْنُت ُهْنِم َثيِبَْلا اوُمَّمَيَت َلَو ۖ

ٌديِ َح ٌّ ِنَغ ََّللا َّنَأ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)

sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”

Di dalam harta orang kaya itu ada hak orang miskin yang terdapat pada firman Allah dalam surah at­Taubah ayat 60 dan 104 (Q.S, 9:60 dan 104) yang berbunyi:

ِباَقِّرلا ِفَو ْمُهُبوُلُق ِةَفَّلَؤُمْلاَو اَهْيَلَع َينِلِماَعْلاَو ِينِكاَسَمْلاَو ِءاَرَقُفْلِل ُتاَقَد َّصلا اَمَّنِإ

ٌميِكَح ٌميِلَع َُّللاَو ۖ َِّللا َنِم ًة َضيِرَف ۖ ِليِبَّسلا ِنْباَو َِّللا ِليِبَس ِفَو َينِمِراَغْلاَو

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang

fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

َوُه ََّللا َّنَأَو ِتاَقَد َّصلا ُذُخْأَيَو ِهِداَبِع ْنَع َةَبْوَّلتا ُلَبْقَي َوُه ََّللا َّنَأ اوُمَلْعَي ْمَلَأ

ُميِحَّرلا ُباَّوَّلتا

Artinya; “Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima

taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?.”

Demikian pula hadis bahwa Nabi saw. berkata kepada Mu’adz: diambil dari orang­orang kaya mereka dan diberikan kepada orang fakir mereka. Hal ini sebagaimana hadis nabi yang berbunyi :

ثيدلاركذف نملا ليا اذاعم ثعب ملسو هيلع للا لص بيلنا نأ س ابع نبا نع

دتف مهئ اينغا نم ذخؤت ملهاوما ف ةق دص مهيلع صتفا دق للا نا : هيفو

) هيلع قفتم( مهئارقف ف

“Dari Ibnu Abbas bahwasanya Nabi Saw telah mengutus Mu’az ke Yaman dan disebutkannya: Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan sedekah (zakat) dari harta mereka lalu diserahkan kepada orang-orang fakir diantara mereka. Muttafaq ‘Alaih.”

Hal ini sesuai dengan kaedah ushul fiqh :

ن كام ع ن كام ءاقب لصلا

”Yang menjadi dasar adalah tetap apa yang telah ada terhadap apa yang telah ada.”

3. Keadilan sosial

Dalam Islam, hak individu diakui dan dibolehkan untuk memiliki kekayaan dengan cara­cara yang sudah ditetapkan, namun kepemilikan itu bukan berarti terciptanya konsentrasi kekayaan namun haruslah diciptakan sirkulasi kekayaan dengan mendistribusikannya melalui cara yang ditentukan seperti, zakat, infak dan sedekah di kalangan masyarakat. Allah telah mensinyalir hal ini dalam firman­Nya surah az­Zariyat (QS. 51:19) dan surah al­Hasyr (QS. 59:7) yang berbunyi:

ِموُرْحَمْلاَو ِلِئاَّسلِل ٌّقَح ْمِهِلاَوْمَأ ِفَو

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”

ٰ َماَتَلاَو ٰ َبْرُقْ ْلا يِ ِلذَو ِلوُسَّرلِلَو ِهَّلِلَف ٰىَرُقْلا ِلْهَأ ْنِم ِ ِلوُسَر َٰ َع َُّللا َءاَفَأ اَم

ُمُكاَتآ اَمَو ۖ ْمُكْنِم ِءاَيِنْغَ ْلا َ ْينَب ًةَلوُد َنوُكَي ل َْ ك ِليِبَّسلا ِنْباَو ِينِكاَسَمَ ْلاَو

ِباَقِعْلا ُديِدَش ََّللا َّنِإ ۖ ََّللا اوُقَّتاَو ۖ اوُهَتْناَف ُهْنَع ْمُكاَهَن اَمَو ُهوُذُخَف ُلوُسَّرلا

Artinya; “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada

RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”

Dalam hal ini jelas bahwa Islam memandang sesungguhnya akumu­ lasi kekayaan seseorang dibangun atas keringatnya orang­orang miskin, karena tak seorang yang kayapun dengan profesi yang dia miliki bisa beraktifitas tanpa bantuan dari orang yang ekonominya tergolong lemah. 4. Pemanfaatan.

Para pemilik harta haruslah memanfaatkan hartanya secara maksimal dan tidak menyia­nyiakankannya, karena hal itu adalah suatu hal yang tidak disukai Allah dan merupakan perbuatan yang mubazir, ini adalah perilaku syaitan. Firman Allah dalam surah az­Zukhruf ayat 32 (Q.S, 43:32) yang berbunyi:

اَنْعَفَرَو ۖ اَيْنُّلدا ِةاَيَلا ِف ْمُهَت َشيِعَم ْمُهَنْيَب اَنْمَسَق ُنْْ ن ۖ َكِّبَر َتَ ْحَر َنوُم ِسْقَي ْمُهَ َأ

ٌ ْيرَخ َكِّبَر ُتَ ْحَرَو ۖ اًّيِرْخُس ا ًضْعَب ْمُه ُضْعَب َذِخَّتَ ِل ٍتاَجَرَد ٍضْعَب َقْوَف ْمُه َضْعَب

َنوُعَمْ َي اَّمِم

Artinya: “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu?

Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”

Demikian juga sabda Nabi bahwa barang siapa yang membuka lahan mati yang tidak ada orang lain yang menggarapnya, maka dia berhak atas tanah itu. Hadis nabi berbunyi :

ةتيم اضرأ ايحأ نم :لاق ملسو هيلع للا لص بيلنا نع ديز نب ديعس نع

هثللثا هاور . ل هيف

“Dari Said bin Zaid bahwasanya Nabi saw telah berkata : Barang siapa yang membuka tanah/lahan yang mati (yang tidak ada orang lain menggarapnya), maka tanah/lahan itu menjadi miliknya. H.R Tsalatsah.

Hal ini sesuai dengan kaedah :

هحاب لا ءايشلا فى لصلا

”Asal pada sesuatu itu adalah boleh.”

5. Penggunaan berimbang.

Islam mengajarkan bahwa manusia haruslah menggunakan apa yang dimilikinya secara berimbang, artinya dia harus menggunakan secara sederhana dan berimbang, tidak boleh boros dan jangan pula kikir. Firman Allah dalam surah al­Isra’ ayat 29 (Q.S, 17:29) yang berbunyi:

اًرو ُسْ َم اًموُلَم َدُعْقَتَف ِطْسَبْلا َّ ُك اَه ْط ُسْبَت لَو َكِقُنُع َٰ لىِإ َ ًةَلوُلْغَم َكَدَي ْلَعْ َت َلَو

Artinya; ”Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada

lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.”

Demikian pula hadis Nabi yang menyatakan bahwa manusia itu berserikat pada 3 hal, yaitu air, padang rumput dan api. Hadisnya yang berbunyi :

: لوقي هتعمسف ملسو هيلع للا لص بيلنا نأ : لاق ةباحصلا نم لجر نعو

.دواد وبأو دحا هور . رالناو ءالماو ءلكلا : ةثلث ف ءكشر سالنا

“Seorang sahabat telah mendengar nabi Saw bersabda: Manusia itu berserikat pada 3 hal yaitu padang rumput, air dan api. HR Ahmad dan Abu Daud.

Hal ini sesuai dengan kaedah :

اهب لمعلا بت ةجح سالنا لامعتسا

”Apa yang biasa diperbuat orang banyak, merupakan hujjah yang wajib diamalkan.

6. Tidak merugikan pihak lain.

Pemilik harus menggunakan apa yang dimilikinya memberi manfaat dan berfaedah untuk dirinya dan orang lain, pemilik dilarang melakukan pengrusakan dan merugikan orang lain. Firman Allah dalam surah al­ Muthaffifin (Q.S, 83:1­3) yang berbunyi:

ْوَأ ْمُهوُل َك اَذِإَو )2( َنوُفْوَتْسَي ِساَّلنا َ َع اوُلاَتْكا اَذِإ َنيِ َّلذا )1( َينِفِّفَطُمْلِل ٌلْيَو

)3( َنوُ ِسْ ُي ْمُهوُنَزَو

Artinya: kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (1) (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi (2) dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi (3)

Demikian pula hadis nabi yang melarang mudharat dan memudha­ rat kan. Hadisnya berbunyi :

هجام نبا و دحا هور .راض لو رض ل : ملسو هيلع للا لص للا لوسر لاق

“Telah bersabda Rasulullah saw: Jangan berbuat mudharat dan jangan pula memudharatkan. HR. Ahmad dan Ibnu Majah.

Hal ini sesuai dengan kaedah :

لازي رضرلا

”Kemudharatan itu harus dihilangkan.”

7. Pertanggung jawaban

Islam sebagai ajaran yang berdimensi Ilahiyyah dan Insaniyyah perbuatan yang dilakukan manusia haruslah dipertanggungjawabkan, dan ini akan dipertanyakan Allah nantinya, sebagaimana dinyatakan dalam surah al­Ankabut (QS. 29:13) sebagai berikut:

َنوُ َتْفَي اوُنَك اَّمَع ِةَماَيِقْلا َمْوَي َّنُلَأْسُيَلَو ۖ ْمِهِلاَقْثَأ َعَم لاَقْثً َأَو ْمُهَلاَقْثَأ َّنُلِمْحَ َلَو

Artinya: ”Dan Sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa)

mereka, dan beban- beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri, dan Sesungguhnya mereka akan ditanya pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka ada-adakan”.

G. IMPLIKASI KEPEMILIKAN TERHADAP PENGEMBANGAN

Dalam dokumen Fiqh Muamalah Kontemporer (Halaman 43-51)