• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Pemasaran: 1.Pengetahuan

2. Kepemilikan media

Gambar 2 Diagram Alur Kerangka Pemikiran

Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini adalah:

1. Terdapat hubungan antara faktor internal dan faktor eksternal dengan jaringan komunikasi petani lidah buaya .

2. Terdapat hubungan antara jaringan komunikasi dengan perilaku petani dalam pemasaran lidah buaya.

3. Terdapat hubungan faktor internal dan faktor eksternal dengan perilaku petani dalam pemasaran lidah buaya.

Jaringan

Komunikasi:

1. Derajat

Keterhubungan

2. Derajat

Integrasi

3. Derajat

Keterbukaan

Perilaku Pemasaran:

1. Pengetahuan

2. Tindakan

Faktor Eksternal

1. Keterdedahan

media

2. Kepemilikan

media

Faktor Internal

1. Umur

2. Pendidikan

3. Luas lahan

4.

Pengalaman

Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan menggunakan metode survei yang bersifat deskriptif korelasional dengan analisis terhadap semua indikator peubah dan hubungan antar pe ubah. Penelitian ini terdiri dari tiga peubah yaitu peubah bebas, peubah antara dan peubah tidak bebas. Peubah bebas terdiri dari karakteristik individu sebagai faktor internal yang terdiri dari umur, pendidikan formal, pengalaman berusahatani, luas lahan sedangkan terpaan media sebagai faktor eksternal terdiri dari keterdedahan media dan kepemilikan media, peubah antaranya adalah jaringan komunikasi yang terdiri dari indeks keterhubungan (connectedness index), indeks integrasi (integration index) dan indeks keterbukaan (oppeness index). Fokus penelitian ini adalah mendeskripsikan peubah jaringan komunikasi yang ditekankan pada struktur komunikasinya. Struktur komunikasi di sini meliputi tiga tingkat yaitu tingkat individu, tingkat klik dan tingkat sistem. Peubah tak bebasnya adalah perilaku petani dalam pemasaran lidah buaya khususnya pengetahuan dan tindakan petani dalam dalam hal pemasaran lidah buaya.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Sentra Agribisnis Pontianak yang terletak di Kecamatan Siantan Kota Pontianak. Penentuan lokasi dalam penelitian ini dilakukan karena wilayah ini merupakan Kawasan Sentra Produksi lidah buaya , memiliki areal pengusahaan yang paling luas dan berpotensi untuk dikembangkan lagi sebagai upaya mendukung program komoditas unggulan Kota Pontianak. Pe nelitian ini dilaksanakan selama empat bulan yaitu dimulai bulan Pebruari sampai dengan Juni 2006.

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh petani lidah buaya di Kawasan Sentra Agribisnis Pontianak. Sesuai dengan ketentuan dalam analisis jaringan komunikasi maka pengambilan sampe l dilakukan dengan cara Representative Sample of Intact System yaitu mengambil seluruh individu yang termasuk di dalam sistem sebagai sampel. Sampel penelitian ini adalah semua petani petani lidah buaya di Kawasan Sentra Agribisnis Pontianak sebanyak 67 orang yang terdiri dari etnis Cina, Melayu dan Jawa.

Definisi Operasional

1. Karakteristik Petani: adalah merupakan aspek personal seseorang yang meliputi umur, tingkat pendidikan dan ciri psikologisnya , yang meliputi:

a. Umur, adalah jumlah tahun usia responden dihitung sejak yang bersangkutan lahir sampai wawancara dilakukan. Diukur dengan skala ordinal dari umur yang tertua hingga yang termuda dengan tiga kategori, tua, sedang dan muda .

b. Tingkat pendidikan, adalah tingkat pendidikan formal tertinggi responden. Diukur dengan skala ordinal dari pendidikan tertinggi hingga yang terenda h. Pendidikan dikategorikan tinggi, sedang dan rendah

c. Pengalaman bertani, adalah lamanya responden menjalankan usahataninya. Diukur dengan menggunkan skala ordinal dari tertinggi hingga yang terendah. Pengalaman bertani dikategorikan tinggi , sedang dan rendah.

d. Luas lahan, diukur dengan melihat luas garapan responden dalam hektar. Ukuran skala yang digunakan dinyatakan dalam skala ordinal dari luas lahan tertinggi hingga yang terendah. Luas lahan dikategorikan tinggi, sedang dan rendah.

e. Kepemilikan media , diukur berdasarkan jumlah media atau alat komunikasi yang dimiliki responden seperti tv, radio, telpon,

majalah dan surat kabar. Ukuran skala yang digunakan dinyatakan dalam skala ordinal dari kepemilikan tertinggi hingga yang terendah. Kepemilikan media dikategorikan tinggi, sedang dan rendah

f. Terpaan media , adalah berkaitan dengan informasi yang diperoleh responden melalui media massa baik cetak maupun elektronik dan diukur dengan berapa kali responden membaca koran atau majalah dan mendapatkan informasi tentang pemasaran lidah buaya dan berapa kali mendengar atau menonton acara tv yang berkenaan dengan pemasaran lidah buaya dalam enam bulan terakhir. Terpaan media dikategorikan tinggi, sedang dan rendah

2. Jaringan Komunikasi, menggambarkan interaksi antara satu petani dengan petani lain yang berkaitan dengan upaya memperoleh dan memberikan informasi mengenai pemasaran. Dari data jaringan yang diperoleh dapat dilihat indeks keterhubungan (connectedness index), indeks integrasi (integration index) dan indeks keterbukaan (oppeness index).

Indeks keterhubungan (connectedness index), indeks integrasi (integration index) dan indeks keterbukaan (openess index) dikategorikan jika nilainya mendekati satu maka dikatakan derajat keterhubungan, integrasi dan keterbukaan tinggi. Jika nilai indeks menjauhi angka satu maka dapat dikatakan derajat keterhubungan, integrasi dan keterbukaan rendah. Di samping itu data jaringan komunikasi juga dapat menggambarkan struktur jaringan komunikasi. Struktur jaringan komunikasi menjelaskan peranan-peranan petani sebagai individu yang terlibat dalam jaringan komunikasi. Adapun peranan yang terjadi dalam sistem berupa :

a. Star yaitu individu yang mendapatkan pilihan terbanyak dari individu-individu lain yang terlibat dalam jaringan komunikasi. b. Bridge yaitu anggota kelompok atau klik dalam suatu organisasi

yang menghubungkan kelompok itu dengan anggota kelompok lain.

c. Liaison yaitu sama peranannya dengan bridge tetapi individu itu sendiri bukanlah anggota dari satu kelompok tetapi dia merupakan penghubung di antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. d. Isolate anggota kelompok yang mempunyai kontak minimal

dengan orang lain dalam kelompok.

Struktur jaringan komunikasi dianalisa dalam tiga tingkat yaitu tingkat individu, tingkat klik dan tingkat sistem.

a. Individu yaitu petani sebagai perseorangan,

b. Klik yaitu bagian dari sistem dimana anggota -angotanya relatif lebih sering berinteraksi satu sama lain dibandingkan dengan anggota-anggota lainnya dalam sistem komunikasi.

c. Sistem adalah seluruh petani yang terlibat di dalam jaringan komunikasi.

Analisis tingkat individu terdiri dari derajat koneksi individu dan derajat integrasi individu. Tingkat klik terdiri dari derajat koneksi klik, derajat integrasi klik dan derajat keterbukaan klik. Tingkat sistem terdiri dari koneksi sistem rata-rata dan tingkat keterbukaan sistem. Semua indeks selanjutnya dikategorikan dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Untuk lebih jelas tentang def inisi operasional dan pengukuran struktur jaringan komunikasi dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2 Definisi konseptual dan pengukuran struktur jaringan komunikasi. Indikator Definisi Konseptual Pengukuran 1. Tingkat Individu 1. Keterhubungan Individu (Individual Connectedness) 2. Integrasi Individu (Individual Integration) Tingkat hubungan individu dengan individu lainnya dalam suatu sistem

Tingkat hubungan dari masing-masing anggota jaringan komunikasi personal individu

Jumlah hubungan nyata antar individu dengan anggota jaringannya dibagi dengan jumlah hubungan yang mungkin. Jumlah hubungan tidak langsung (dua tahap) antara individu dengan anggota jaringan komunikasi dibagi dengan jumlah hubungan yang mungkin 2. Tingkat Klik 1. Keterhubungan Klik (Clique Connectedness) 2. Integrasi Klik (Clique Integration) 3. Keterbukaan Klik (Clique Openness)

Tingkat hubungan antar satu klik dengan klik lainnya di dalam suatu sistem

Tingkat hubungan suatu klik dengan klik yang terhubungkan dengan klik lainnya lagi

Tingkat hubungan antara anggota klik dengan klik anggota lain di luar klik

Jumlah hubungan antara satu klik dengan klik lain dalam suatu sistem dibagi dengan jumlah hubungan yang mungkin.

Jumlah hubungan tidak langsung (dua tahap) antara klik dengan klik lainnya dibagi dengan jumlah hubungan yang mungkin

Jumlah hubungan anggota klik yang melintasi batas klik dibagi dengan jumlah hubungan yang mungkin 3. Tingkat Sistem 1. Keterhubungan Sistem Rata-rata (Average System Connectedness) 2. Keterbukaan Sistem (System Openness)

Tingkat rata-rata anggota sistem dihubungkan dengan individu lain di dalam sistem

Tingkat hubungan anggota sistem dengan individu lain di luar sistem

Jumlah rata-rata hubungan tiap individu anggota sistem dengan anggota lainnya dibagi dengan jumlah hubungan yang mungkin

Jumlah hubungan dari anggota sistem yang melintasi batas sistem dibagi dengan jumlah hubungan yang mungkin

3. Perilaku Petani, yaitu pe ngetahuan dan tindakan yang dilakukan petani dalam hal pemasaran lidah buaya. Diukur dari pengetahuan dan tindakan petani tentang informasi harga jual, mutu produk dan pembeli dengan tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah.

Data dan Instrumentasi

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data tersebut terdiri dari:

1. Karakteristik responden yang meliputi umur, pendidikan, pengalaman berusahatani, luas lahan, pemilikan media komunikasi dan terpaan media. 2. Struktur jaringan komunikasi yang diukur dari indeks keterhubungan

(connectedness index), indeks integrasi (integration index) dan indeks keterbukaan (oppeness index).

3. Perilaku pemasaran yang diukur dari pengetahuan dan tindakan pe tani dalam pemasaran lidah buaya.

Pengumpulan data dilakukan melalui tiga tahapan yaitu:

1. Survei pendahuluan yaitu tahapan awal dengan melakukan pengamatan dan penelitian pendahuluan guna mengumpulkan data-data untuk memperkuat atau mempertajam permasalahan yang terjadi di lapangan sehingga peneliti menjadi yakin bahwa penelitian ini perlu dan dapat dilaksanakan.

2. Pengumpulan data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara (interview) dengan responden. Data jaringan komunikasi dikumpulkan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sosiometris (darimana seseorang mendapatkan informasi tertentu dan kepada siapa responden tersebut membicarakan informasi yang telah mereka dapatkan) kepada seluruh petani. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner terbuka yang terdiri dari tiga bagian utama yaitu:

a. Karakteristik individu b. Struktur jaringan komunikasi c. Perilaku petani dalam pemasaran.

3. Pengumpulan data sekunder yaitu data-data pendukung yang diperoleh dari pihak-pihak dan lembaga-lembaga terkait yaitu PPL, Kepala Desa, Kantor Kecamatan, Terminal Agribisnis, Aloe vera Center, Dinas Pertanian Kotamadya Pontianak dan pihak-pihak atau lembaga lain.

Validitas dan Reliabe litas

Validitas (keabsahan) instrumen diperoleh dari pertanyaan (kuesioner) yang disusun dengan cara (1) mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur, (2) menyesuaikan isi pertanyaan dengan keadaan responden, (3) berpedoman pada teori-teori dan kenyataan yang telah diungkapkan pada berbagai pustaka empiris, (4) mempertimbangkan pengalaman dan hasil penelitian terdahulu dalam kasus yang relevan, dan (5) memperhatikan nasehat dan pendapat dari para ahli, terutama dari komisi pembimbing.

Reliabelitas instrumen penelitian (kue sioner terbuka) diuji dengan metode Cronbach á dimana pengukuran dilakukan hanya satu kali dan akan diolah dengan SPSS 11. Untuk mencapai tingkat reliabelitas yang tinggi atau dengan kata la in instrumen pengukuran atau kue sioner dikatakan reliabel (andal) dapat diupayakan melalui cara sebagai berikut:

1. Mengungkapkan pertanyaan secara lugas (tidak membingungkan).

2. Memberikan petunjuk yang jelas dan baku dalam mengisi/menjawab kuisioner.

Hasil uji yang didapatkan dengan metode Cronbach á melalui SPSS 11 didapatkanlah nilai á sebesar 0,5370. Nilai ini menunjukkan bahwa reliabelitas instrumen penelitian sebesar 0,5370 yang artinya butir-butir pertanyaan yang ada dalam instrumen sudah dianggap sesuai dan layak untuk dipakai sebagai pertanyaan.

Analisis Data

Dalam penelitian ini te knik analisis data yang digunakan adalah: 1. Analisis Sosiometri

Digunakan untuk melihat jaringan komunikasi yang terjadi di antara petani lidah buaya. Cara yang digunakan adalah dengan membuat matriks hubungan komunikasi terlebih dahulu yang didapat dari pertanyaan sosiometris yang diajukan dalam kuesioner, selanjutnya dibuat sosiogram. Sosiogram ini kemudian digunakan untuk melihat pola hubungan dan peranan individu petani dalam jaringan komunikasi.

2. Analisis Struktur Jaringan Komunikasi

Tingkat keterhubunga n rata-rata hubungan (individual connectedness) antar responden dapat dihitung dengan cara:

Tingkat keterhubungan =

Jumlah kemungkinan hubungan dalam sistem dirumuskan:

Dimana N= Jumlah anggota sistem yang ada

Tingkat integrasi individual (individual integration) dapat dihitung dengan cara:

Tingkat integrasi =

Jumlah hubungan nyata antar individu dengan anggota dalam

jaringan

Jumlah hubungan yang mungkin dalam sistem

N (N-1) 2

Jumlah hubungan tidak langsung (dua tahap) dalam suatu sistem Jumlah hubungan yang mungkin

Indeks keterbukaan (system openness index) sistem dalam jaringan komunikasi dapat diketahui dengan cara:

Tingkat keterbukaan =

3. Analisis Statistik

Data mengenai hubungan antara karakteristik individu dengan jaringan komunikasi dan jaringan komunikasi dengan perilaku petani dalam pemasaran dianalisa dengan menggunakan analisis rangking dari

Spearman.

Jumlah hubungan dari anggota sistem yang melintasi batas sistem Jumlah hubungan yang mungkin

Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Kota Pontianak merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Barat yang didirikan pada tanggal 23 Oktober 1771 dengan luas wilayah 107.82 km2 atau 0.07% dari luas Kalimantan Barat. Secara geografis terletak di lintasan khatulistiwa, tepatnya pada posisi 0002’24’’LU– 0001’37’’LS dan 109016’25’’BT– 109023’04’’BT sehingga menjadikan Kota Pontianak dijuluki dengan sebutan

Kota Khatulistiwa (Bappeda dan BPM Kota Pontianak 2003).

Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 5 Tahun 2002,

secara administratif Kota Pontianak dibagi menjadi 5 kecamatan yaitu, Kecamatan Pontianak Utara, Kecamatan Pontianak Selatan, Kecamatan Pontianak

Timur, Kecamatan Pontianak Barat dan Kecamatan Pontianak Kota. Adapun luas wilayah Kota Pontianak menurut kecamatan seperti pada Tabel 3.

Tabel 3 Luas wilayah Kota Pontianak menurut kecamatan

Kecamatan Luas (km²) (%) Pontianak Utara Pontianak Selatan Pontianak Timur Pontianak Barat Pontianak Kota 37.72 29.37 8.78 22.11 10.34 34.52 27.24 8.14 20.51 9.59 Jumlah 107.82 100.00

Sumber: BPS Kota Pontianak 2004

Tabel 3 di atas menunjukkan Kecamatan Pontianak Utara merupakan kecamatan yang terluas dengan luas 37.72 km2 atau 34.52 persen dari luas Kota Pontianak dan kecamatan yang terkecil adalah Kecamatan Pontianak Timur dengan luas 8.78 km2 atau 8.14 persen dari luas Kota Pontianak.

Kawasan Sentra Agribisnis Pontianak yang merupakan lokasi penelitian terletak di kecamatan Pontianak Utara. Kawasan Sentra Agribisnis (KSA) merupakan salah satu kawasan yang dibangun oleh Pemerintah Kota Pontianak sebagai salah satu bentuk perencanaan ruang sektor strategis khususnya di bidang

pertanian. Pengembangan KSA Pontianak dipandang dapat mengakomodir hal tersebut dengan pendekatan Produk Unggulan Daerah.

Rencananya pengembangan KSA Pontianak dibagi menjadi tujuh bagian (Hasil Rekomendasi Pengembangan pada Penyusunan RDTR KSA Pontianak Tahun Anggaran 2002) yang terdiri dari:

1. Kawasan tanaman lidah buaya, pepaya dan jagung seluas 674.70 hektar. 2. Kawasan tanaman kacang-kacangan dan sayur-sayuran dataran rendah

seluas 42 hektar.

3. Kawasan peternakan yang terdiri dari peternakan sapi, kambing dan ayam ras seluas 60.2 hektar.

4. Kawasan RPH dan Puslitbang Agribisnis Terpadu seluas 13,06 hektar. 5. Kawasan Agroindustri seluas 6 hektar.

6. Kawasan Terminal Agribisnis (TA) seluas 6. 82 hektar.

7. Kawasan Pendidikan dan Kesehatan menempati areal seluas 1 hektar. Kawasan Sentra Agribisnis (KSA) Kota Pontianak terletak di Kecamatan Pontianak Utara Kota Pontianak meliputi Kelurahan Siantan Hulu, Siantan Tengah dan Siantan Hilir. Luas KSA adalah 800 ha dan secara geografis wilayah kawasan tersebut terletak antara 109° 19,621’ BT -109° 21,648’BT dan 0° 00,211’LU-0° 02,178’LU. Batas administrasi KSA adalah sebagai berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Siantan Kabupaten Pontianak.

2. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Pontianak.

3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sungai Raya dan Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Pontianak

4. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Batulayang Kecamatan Pontianak Utara.

Berdasarkan data dari Stasiun Badan Meteorologi dan Geofisika Supadio Pontianak, KSA Pontianak termasuk daerah beriklim tropis tipe A dengan curah hujan rata-rata setiap tahunnya mencapai 3.102 mm atau 258.5 mm/bulan dengan kisaran antara 225.3 mm-325.7 mm/bulan. Suhu udara rata-rata per hari mencapai 26.6 0C dengan kisaran 26.3 0C-26.9 0C. Kelembaban udara rata-rata tahunan

adalah 86.2 persen. Intensitas penyinaran matahari rata-rata tahunan adalah 59.2 persen dan tekanan udara rata-rata tahunan adalah 1.010.6 mb. Secara agroklimat Kota Pontianak memenuhi persyaratan sebagai daerah pengembangan lidah buaya karena Kota Pontianak terletak tepat pada garis Khatulistiwa (0°) yang mendapat penyinaran penuh sepanjang hari.

Sebagai salah satu kawasan yang diusahakan untuk pengembangan tanaman lidah buaya maka KSA sangat tepat. Hal ini disebabkan karena tanaman lidah buaya sudah lama diusahakan oleh petani keturunan etnis Cina di Kelurahan Siantan Hilir dan Siantan Hulu. Di kota Pontianak tanaman lidah buaya sudah mulai banyak ditanam sekitar tahun 1980an yang pemanfaata nnya saat itu masih terbatas pada tanaman hias dan tanaman obat panas dalam.

Demografi

Jumlah penduduk di Kecamatan Pontianak Utara pada tahun 2003 berjumlah 102 786 jiwa yang tersebar pada beberapa kelurahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:

Tabel 4 Jumlah penduduk di Kecamatan Pontianak Utara

Jumlah Penduduk Kelurahan Tahun 2000 Tahun 2003 Batu Layang Siantan Hilir Siantan Tengah Siantan Hulu 35 812 10 073 21 456 46 703 38 242 9 290 21 938 48 724 Jumlah 114 044 118 194

Sumber: BPS Kota Pontianak, 2004

Hasil survei lapangan Bappeda dan PMD tahun 2003 menunjukkan bahwa di Kawasan Sentra Agribisnis Pontianak yaitu di Kelurahan Siantan Hilir dan Siantan Hulu terdapat 7 (tujuh) orang yang mempunyai pekerjaan sebagai PNS, 31 orang karyawan swasta, 17 orang sebagai peternak, 60 orang sebagai pedagang dan 269 sebagai petani. Data dari Aloe vera center menunjukkan bahwa pada tahun 2004 sebanyak 115 orang petani di dua kelurahan yang mengusahakan

tanaman lidah buaya atau sebanyak 42.75 persen dari seluruh petani yang ada dan pada tahun 2006 berkurang sebanyak 58.26 persen dan hanya tinggal 67 orang petani.

Penduduk Kecamatan Pontianak Utara berdasarkan kelompok umur yang paling banyak jumlahnya berada pada kisaran 15-54 tahun dan jumlah yang sedikit pada kisaran umur 55 tahun keatas yang dirincikan pada Tabel 5 berikut ini:

Tabel 5 Komposisi penduduk Kecamatan Pontianak Utara berdasarkan Umur Umur (tahun) Kelurahan 0-14 % 15-54 % 55 % Batu Layang Siantan Hilir Siantan Tengah Siantan Hulu 4 843 10 238 12 788 11 060 12.44 26. 3 32.85 28.41 6 138 12 975 16 209 14 322 12.36 26.13 32.65 28.85 1 503 2 225 2 865 3 299 15.19 22.49 28.96 33.35 Jumlah 38 929 100 49 644 100 9 892 100

Sumber: Monografi Kelurahan di Kecamatan Pontianak Utara, 2002

Dari tabel tersebut dijelaskan bahwa kisaran umur produktif 15 sampai 54 tahun merupakan jumlah penduduk yang terbanyak di Kecamatan Pontianak Utara yaitu 50.42 persen, diikuti oleh usia 0 sampai 14 tahun yaitu sebesar 39.54 persen dan usia di atas 55 tahun sebesar 10.05 persen. Dengan banyaknya jumlah penduduk dengan usia produktif tersebut maka merupakan potensi yang besar dalam upaya menggerakkan peran serta masyarakat untuk pengembangan lidah buaya .

Sosial Ekonomi

Mata pencaharian penduduk sehari-hari di KSA adala h bertani/berkebun dengan jumlah 269 KK, beternak 17 KK, pegawai negeri 7 KK, pegawai swasta 31 KK dan berdagang sebanyak 60 KK (Bappeda dan PMD Kota Pontianak, 2003) . Hasil pertanian dan peternakan yang dihasilkan berupa sayur -sayuran, pepaya, lidah buaya, nenas, singkong, kunyit, jagung, ayam ras dan babi.

Pemasaran hasil-hasil pertanian dari petani KSA didistribusikan ke berbagai tempat dengan rincian sebagai berikut:

1. Lidah buaya kualitas ekspor dipasarkan ke pabrik minuman lidah buaya PT. Nitramas Utama Pontianak dan sebagian di ekspor ke Jakarta, Malaysia, Hongkong dan Singapura dalam bentuk pelepah.

2. Lidah buaya yang kurang berkualitas dipasarkan ke Pasar Tani di Jalan Budi Utomo dalam bentuk pelepah dan minuman

3. Sayuran, pepaya, nenas, ubi jalar, singkong dan jagung dipasarkan ke Pasar Flamboyan, pasar-pasar tradisional di Pontianak dan se bagian kecil di Pasar Tani Budi Utomo.

4. Kunyit, telur, ayam dan daging babi di pasarkan ke Pasar Flamboyan dan pasar-pasar tradisional di Pontianak.

Kemampuan pasar lidah buaya hanya mengandalkan beberapa agen dan eksportir dengan kuantitas yang tidak begitu besar sedangkan daya serap pasar lokal diperkirakan hanya 15 ton perbulan. Akibatnya petani banyak yang menelantarkan kebunnya sehingga tanaman lidah buaya banyak yang rusak dan mati seperti yang terlihat pada Gambar 3 sedangkan pada Gambar 4 adalah tanaman lidah buaya yang dipelihara dengan baik (bagus).

Gambar 4 Tanaman Lidah Buaya yang Bagus

Salah satu bentuk bantuan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mengatasi masalah pemasaran adalah dengan melakukan kerjasama dengan pihak swasta yaitu dengan PT. Nitramas Utama. PT. Nitramas Utama ini mendirikan pabrik pengolahan lidah buaya menjadi minuman dengan bahan baku pelepah lidah buaya dari petani. Pabrik sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah pemasaran ternyata juga tidak dapat menampung produksi lidah buaya petani. Kapasitas pabrik pengolahan lidah buaya PT. Nitramas Utama hanya mampu menyerap 4 ton pelepah segar/ hari dan tidak kontinyu.

Upaya lainnya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah maupun Dinas Pertanian Propinsi maupun Kotamadya diantaranya adalah dengan membangun pabrik pengolahan pelepah lidah buaya baru di daerah Kecamatan Siantan Kabupaten Pontianak. Akan teta pi sampai saat ini pabrik tersebut belum beroperasi. Selain itu Pemerintah Daerah maupun Dinas Pertanian mencoba mempertemukan antara petani dengan stakeholder yang mampu menyerap produksi lidah buaya dalam bentuk teh dengan tujuan pasar Malaysia. Produksi dalam bentuk teh dapat diserap dengan syarat petani melakukan pengolahan pasca panen berupa pemotongan dan penjemuran. Syarat ini disambut petani dengan antusias yaitu dengan melakukan proses pasca panen dan pembuatan lantai jemur di depan rumah mereka. Tapi ternyata setelah petani mengolah pelepah lidah buaya menjadi teh dengan melakukan proses pasca panen pemotongan dan

penjemuran ternyata kerjasama antara petani dan stakeholder tersebut gagal sehingga petani semakin kecewa.

Pengolahan dalam bentuk lain juga sudah diupayakan oleh petani yaitu dengan mengolah pelepah menjadi minuman siap saji yang sudah dikemas dalam plastik-plastik yang dapat dibeli perkilogramnya. Selain itu ada juga petani yang membuat manisan dan dodol lidah buaya. Tapi seperti yang lainnya ternyata produksi mereka terhambat dalam hal pemasaran. Hal ini disebabkan karena lidah buaya belum banyak dikenal dan dikonsumsi orang. Promosi yang terbatas serta terbatasnya kemampuan petani dalam pengemasan produk menjadi produk yang menarik membuat hasil olahan lidah buaya kalah dibandingkan dengan produk lain seperti Nata de Coco.

Selain lemahnya pasar di dalam negeri, kelesuan pasar juga terjadi di pasar luar negeri. Hal ini ditandai dengan me nurunnya jumlah ekspor pelepah seperti yang terlihat pada Lampiran 2. Sampai pada bulan Pebruari 2006 belum

Dokumen terkait