• Tidak ada hasil yang ditemukan

Motivasi hakikatnya adalah keinginan untuk mencapai sesuatu, untuk mencapai sesuatu itu manusia harus mengelola lingkungan hidupnya agar lingkungan itu memberi arti pada kehidupan manusia baik secara fisik maupun spiritual. Syamsuddin (2003), Nov.02, 2009 in psikologi file:///D:/teori/motivasi/Motivasi/Kerja/blog/fidia.htm motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya suatu tujuan tertentu. Atau dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Tujuan dari motivasi ini, jika berhasil dicapai akan memuaskan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.

Menurut Arifin (2003: 58), pimpinan perlu melakukan motivasi bawahannya adalah karena alasan : 1) untuk mengamati dan memahami tingkah laku bawahan; 2) mencari dan menentukan sebab-sebab tingkah laku bawahan; dan 3) memperhitungkan, mengawasi, dan megubah serta mengarahkan tingkah laku bawahan.

Kata Motivasi berasal dari kata Latin “Motive” yang berarti dorongan, daya penggerak atau kekuatan yang terdapat dalam diri organism yang menyebabkan organism itu bertindak atau berbuat. Selanjutnya diserap dalam bahasa Inggris motivation berarti pemberian motiv, penimbulan motiv atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan. W.H. Haynes dan J.L Massie dalam Manulang (2001: 165) mengatakan “motive is a something within the individual which incities him to action”. Pengertian ini senada dengan pendapat The Liang

Gie bahwa motive atau dorongan batin adalah suatu dorongan yang menjadi pangkal seseorang untuk melakukan sesuatu atau bekerja.

Kata motivasi atau motivation berarti pemberian motif, penimbulan motif atau yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan doongan. Motivasi dapat pula berarti sebagi faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu.

Menurut Hasibuan (1996: 72), motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan organisasi.

Robbins (1996: 198) mendefinisikan motivasi sebagi kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi kearah tujuan-tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual.

Menurut Wahjosumidjo (1999: 50) motivasi dapat diartikan sebagai suatu proses psikologi yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri sesorang. Proses psikologi

timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsic dan extrinsic. Faktor di dalam diri seseorang bisa berupa kepribadian , sikap, pengalaman dan pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau ke masa depan sedang faktor dari luar diri dapat ditimbulkan oleh berbagi faktor faktor lain yang sangat kompleks. Tetapi baik faktor ekstrinsik maupun faktor instrinsik motivasi timbul karena adanya rangsangan. Tingkah laku bawahan dalam kehidupan organisasi pada dasarnya berorientasi pada tugas. artinya, bahwa tingkah laku bawahan biasanya didorong oleh keinginan untuk mencapai tujuan harus selalu diamati, diawasi, dan diarahkan dalam kerangka pelaksanaan tugas dalam mencapai tujuan organisasi.

Helleriegel dan Slocum dalam Abi Sujak (2000: 249), mengklasifikasikan tiga faktor utama yang mempengaruhi motivasi meliputi perbedaan karakteristik individu, perbedaan karakteristik pekerjaan, dan perbedaan karakteristik lingkungan kerja atau organisasi. Karakteristik individu yang berbeda jenis kebutuhan, sikap dan minat menimbulkan motivasi yang bervariasi, misalnya pegawai yang mempunyai motivasi untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya akan bekerja keras dengan resiko tinggi dibanding dengan pegawai yang mempunyai motivasi keselamatan, dan akan berbeda pada pegawai yang bermotivasi untuk memperoleh prestasi.

Setiap pekerjaan yang berbeda membutuhkan persyaratan keterampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi dan tipe-tipe penilaian yang berbeda pula. Perbedaan karakteristik yang melekat pada pekerjaan itu

membutuhkan pengorganisasian dan penemapatan orang secara tepat sesuai dengan kesiapan masing-masing pegawai. Setiap organisasi juga mempunyai peraturan, kebijakan, sistem pemberian hadiah, dan misi yang berbeda-beda yang akan berpengaruh pada setiap pegawainya. Jadi untuk mendorong produktivitas kerja yang optimal maka pimpinan organisasi harus mempertimbangkan ketiga faktor tersebut dan pengaruhnya terhadap perilaku individu. Motivasi seseorang dipengaruhi oleh stimuli kekuatan intrinsik yang ada pada diri seseorang/individu yang bersangkutan, stimuli eksternal mungkin juga dapat mempengaruhi motivasi, tetapi motivasi itu sendiri mencerminkan reaksi individu terhadap stimuli tersebut.

Wahjosumidjo (1995: 95) mengatakan:

“Motivasi merupakan daya dorong sebagai hasil proses interaksi antara

sikap, kebutuhan, dan persepsi bawahan dari seseorang dengan lingkungan, motivasi timbul diakibatkan oleh faktor dari dalam dirinya sendiri disebut faktor intrinsik, dan faktor yang dari luar diri seseorang disebut faktor

ekstrinsik.” Selanjutnya faktor intrinsik dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman, pendidikan atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau masa depan. Seseorang sering melakukan tindakan untuk suatu hal dalam mencapai tujuan, maka motivasi merupakan penggerak yang mengarahkan pada tujuan, dan itu jarang muncul dengan sia-sia. Kata butuh, ingin, hasrat dan penggerak semua sama dengan motive yang asalnya dari kata motivasi. Jadi dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan motivasi adalah daya penggerak seseorang untuk melakukan tindakan

Adapun tujuan pemberian motivasi menurut Hasibuan (1996: 75). Antara lain: 1) Mendorong gairah dan semangat kerja bawahan, 2) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan; 3) Meningkatkan produktivitas kerja karyawan; 4) Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan; 5) Meningkatkan disiplin dan menurunkan tingkatan abseni karyawan; 6) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik; 7) Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan; 8) Meningkatkan kesejahteraan karyawan; 9) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.

Dari beberapa pengertian dan penjelasan tentang motivasi dapat disimpulkan bahwa motivasi itu bersifat abstrak yaitu tidak terlihat secara kasat mata, sehingga hanya dapat diketahui melalui tingkah laku atau perbuatan seseorang. Timbulnya motivasi karena adanya dorongan untuk mencapai atau mewujudkan sasaran-sasran tertentu yang telah ditetapkan. Motivasi harus memusatkan pada faktor-faktor yang menimbulkan atau mendorong aktivitas aktivitas para individu, faktor-faktor tersebut mencakup kebutuhan, motif-motif, dan drive-drive. Motivasi berorientasi pada proses dan berhubungan dengan pelaku, arah, tujuan, dan balas jasa perilaku yang diterima atas kinerja. Dapat juga disimpulkan “Motif dan

motivasi dapat mendorong, menggerakkan aktivitas individu untuk berbuat,

bekerja, mengerjakan sesuatu dalam suatu organisasi”.

(http://guruvalah.20m.com/motivasi_mutu_kinerja2a.pdf)

Lebih lanjut Samsudin (2003: 1), menjelaskan bahwa ada dua faktor yang mendukung yaitu faktor internal dan eksternal. Yang termasuk pada faktor

internal adalah: (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri, (b) harga diri, (c) harapan pribadi, (d) kebutuhaan, (e) keinginan, (f) kepuasan kerja, dan (g) prestasi kerja yang dihasilkan.

Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah: (a) jenis dan sifat pekerjaan, (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung, (c) organisasi tempat bekerja, (d) situasi lingkungan pada umumnya, dan (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.

Dalam konteks studi psikologi dan beberapa aspek diatas, Abin Syamsuddin Makmun (2003: 1) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:

1) durasi kegiatan; 2) frekuensi kegiatan; 3) persistensi pada kegiatan;

4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan;

5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan;

6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan;

7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan;

Salah satu permasalahan pokok dalam setiap masyarakat ialah bagaimana memberi motivasi orang untuk melakukan pekerjaan (A.W.Wijaya 1995: 19), mengemukanan bahwa ada 3 pendekatan mengenai motivasi yaitu:

1) Pendekatan Tradisional

Pendekatan ini beranggapan bahwa orang itu tidak senang bekerja, dan satu satunya alasan orang untuk mau bekerja adalah untuk memperoleh uang, ia bekerja karena adanya ketakutan akan kehilangan pekerjaan. Bentuk motivasi pada pendekatan tradisional ini menekankan pada kekuasaan dan hadiah.

2) Pendekatan Internalized motivation

Pendekatan ini beranggapan bahwa persoalan motivasi terletak pada pemberian kesempatan memperoleh kepuasan kebutuhan melalui melakukan pekerjaan sendiri, dan itu merupakan motivasi yang bersifat internal untuk melakukan pekerjaan dengan senang hati,

seperti yang dikatakan Geogre Strauss ” using internalized motivation, employess obtain satisfaction though the work it self ”

3) Pendekatan Human Relation

Pendekatan ini beranggapan bahwa orang itu akan bekerja bila terjamin, dalam lingkungan yang menyenangkan, dengan pimpinan yang penuh pengertian dan jujur, pekerja yang senang akan bekerja lebih giat, pendekatan ini mengatakan bahwa adanya kepuasan itulah yang menimbulkan prodiktivitas.

Motivasi dapat diartikan seperti yang dikemukakan oleh Hollenbeck dan Wagner III (1995: 170) yaitu faktor yang memprakarsai secara langsung dan berkelanjutan perilaku manusia dari waktu ke waktu. Motivasi juga merupakan kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi kearah tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individu. Seperti yang diungkapkan oleh Robbins (1991: 192) bahwa :

Motivasi dapat juga diartikan sebagai konsep yang menguraikan kekuatan yang ada dalam diri karyawan, yang memulai dan yang mengarahkan perilaku.

Motivasi sebagai faktor yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku individu. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah penggerak dalam diri individu untuk berbuat dan mengarahkan kepada suatu tindakan. Oleh karena itu kegiatan dan produktivitas individu, sebagian besar ditentukan oleh motivasinya. Motivasi juga merupakan keadaan psikologis yang perwujudannya tampak pada tingkah laku individu. Seseorang akan melakukan sesuatu pekerjaan dengan gigih jika ia mempunyai motivasi yang cukup kuat. Sebaliknya seseorang mungkin akan meninggalkan tugas atau kurang bergairah terhadap pekerjaannya kalau ia tidak mempunyai motivasi untuk bertindak. Oleh karena itu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, seorang pegawai disamping memerlukan kecakapan pribadi, juga memerlukan motivasi, agar dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.

Dalam kaitannya motivasi dengan hasil kerja dapat diketahui dari Flippo (1980: 263) bahwa :

Motivasi adalah proses yang mempengaruhi atau memberikan masukan kepada seseorang untuk melakukan suatu keinginan yang ingin dicapai. Dalam suatu organisasi, individu akan termotivasi jika pekerjaannya dilakukan secara efisien dan efektif.

Secara umum dapat disimpulkan bahawa motivasi adalah salah satu faktor yang dominan dalam melakukan suatu pekerjaan. Banyak pekerjaan yang dapat diselesaikan dengan baik oleh pegawai yang punya motivasi kuat walaupun kecakapannya sedang-sedang saja. Sebaliknya yang memiliki kecakapan tinggi tetapi tidak mempunyai motivasi yang memadai, mungkin tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Jadi semakin tinggi motivasi untuk melakukan suatu pekerjaan, makin tinggi pula kemungkinannya dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan sebaik-baiknya.

Konsep lain yang berkaitan dengan motivasi disampaikan Blancard dan Hersey (1993: 20) adalah :

konsep ” needs ” atau kebutuhan, dan ” incentive “ atau

rangsangan. Istilah motiv dan need dapat digunakan secara bergantian (interchangeably).

Kebutuhan lebih menunjukkan pada kekurangan yang dimiliki seseorang pada waktu tertentu. Seperti yang disampaikan Donelly dkk (1995: 95) bahwa :

Kekurangan itu dapat bersifat fisiologis (kebutuhan akan makanan), psikologis (kebutuhan akan harga diri), atau sosiologis (kebutuhan akan interaksi sosial).

Pembahasan mengenai teori motivasi telah banyak dilakukan oleh para ahli, Robbins (1991: 193) mengemukakan :

Dari berbagai teori yang ada, teori motivasi dibagi menjadi dua (2) kelompok. Pertama, kelompok teori dini yang dikembangkan pada dasawarsa 1985-an yang terdiri dari : teori hirarki kebutuhan, teori x dan y serta teori motivasi higiene

Selanjutnya Donelly (1995: 96) mengemukakan :

Terdapat empat (4) teori yang termasuk dalam kelompok teori kepuasan yaitu : (1). teori hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow, (2). teori ERG dari Aldelfer, (3). Teori dua faktor dari Herzbezberg, dan (4). teori kebutuhan dari Mc Clelland.

Masih dari Donelly (1995: 127) bahwa :

Teori proses menguraikan dan menganalisis bagaimana suatu perilaku digerakkan, diarahkan,dan dihentikan. Terdapat empat teori utama dalam kelompok teori proses yaitu teori penguatan (reinforcement), harapan (expectancy), keadilan (equiti), dan penetapan tujuan (goal setting)

Berkaitan dengan teori kepuasan, Freeman dan Stonner (1992: 462) menyebutkan bahwa :

Teori kepuasan tentang motivasi menekankan pada kebutuhan batiniah, sedangkan teori proses tentang motivasi menelaah proses pemikiran yang digunakan individu untuk memutuskan bagaimana harus bertindak.

Suatu pekerjaan yang secara instrinsik lebih memuaskan akan memotivasi bagi kebanyakan pegawai dibandingkan pekerjaan yang tidak memuaskan . Karakteristik situasi kerja adalah faktor – faktor yang ada dalam lingkungan kerja yang meliputi dorongan rekan kerja, penghargaan atas kinerja dan hal-hal yang terkait dengan tindakan organisasi seperti imbalan dan kultur organisasi yang dikembangkan .

Stonner (1992: 440) mengemukakan lagi bahwa :

Dalam dunia kerja ada tiga model motivasi yang dapat diterapkan pada karyawan , yaitu model tradisional, model hubungan antar manusia, dan model sumber daya manusia.

Masih dari ungkapan Stonner (1992: 461) yaitu :

Model tradisional mengandaikan para pekerja sudah termotivasi oleh insentif keuangan , sementara model hubungan antar manusia menekankan pada kebutuhan sosial karyawan. Model sumber daya manusia merupakan kritik dari dua model sebelumnya dan menawarkan gagasan bahwa kerja dalah sesuatu yang ada pada diri individu sendiri dan menyenangkan

Ada beberapa aspek yang menjadi pertimbangan , antara lain : a. Manusia memiliki kebutuhan yang berbeda – beda.

b. Kebutuhan yang terpenuhi tidak berfungsi sebagai motivator. c. Kebutuhan manusia tersusun dalam 2 tingkat hirarki.

d. Kebutuhan berbeda dalam hal-hal yang dapat memenuhi.

e. Lebih dari satu kebutuhan yang bergerak dalam waktu yang sama.

f. Uang memenuhi beberapa kebutuhan yang berbeda. g. Manusia juga memenuhi kebutuhan yang kuat untuk

diperlakukan secara adil.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja merupakan kekuatan yang mempengaruhi, menggerakkan , mengarahkan, dan menjaga perilaku yang berkaitan dalam lingkungan pekerjaan, yaitu di Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung.

2.1.3 Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah serangkaian upaya dari pemimpin dalam mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya sedemikian rupa sehingga

para bawahannya dapat bekerja dengan baik, bersemangat tinggi, dan mempunyai disiplin serta tanggung jawab yang tinggi pula terhadap atasan dengan aspek pemimpin sebagai pusat kegiatan, pemebri arah, memberikan pengaruh, dan melancarkan suatu kegiatan dalam pencapaian tujuan. (Walgito, 2003: 102).

Mengembangkan suatu bidang yang mendorong pembelajaran merupakan tugas utama kepemimpinan, dan mungkin merupakan satu-satunya cara dimana seorang pemimpin bisa secara tulus mempengaruhi atau mengilhami orang lain (Senge, 2002: 81), untuk membangun suatu bidang, pertama-tama anda jangan melibatkan orang lain, dan akhirnya orang-orang akan melibatkan diri dengan sendirinya.

Pengertian Persepsi

Persepsi dalam Psikologi diartikan sebagai salah satu perangkat psikologis yang menandai kemampuan seseorang untuk mengenal dan memaknakan sesuatu objek yang ada di lingkungannya. Menurut Scheerer persepsi adalah representasi phenomenal tentang objek distal sebagai hasil dari pengorganisasian dari objek distal itu sendiri, medium dan rangsangan proksinal. Dalam persepsi dibutuhkan adanya objek atau stimulus yang mengenai alat indera dengan perantaraan syaraf sensorik, kemudian diteruskan ke otak sebagai pusat kesadaran (proses psikologis). Selanjutnya, dalam otak terjadilah sesuatu proses hingga individu itu dapat mengalami persepsi (proses psikologis).

Persepsi merupakan suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan dalam pikirannya, menafsirkannya, mengalami, dan mengelola pertanda atas segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya (Hammer dan Morgan dalam Ibrahim, 1983: 33). Sedangkan menurut Abizar (1998: 18) mengatakan bahwa persepsi adalah suatu proses dengan mana seseorang individu memilih, mengevaluasi dan mengorganisasi stimulus dari lingkungannya. Persepsi juga menentukan cara kita berperilaku terhadap suatu obyek atau permasalahan, bagaimana segala sesuatu itu mempengaruhi persepsi seseorang yang akan mempengaruhi perilakunya. Persepsi, menurut Jalaludin (1998: 51), adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafslrkan pesan. Persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk-petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu. Senada dengan hal tersebut Atkinson dan Hilgard (1991: 201) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Gibson dan Donely (1994: 53) menjelaskan persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seseorang. Persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera. Dalam hal ini persepsi diartikan sebagai proses mengetahui atau mengenali obyek dan kejadian obyektif dengan bantuan indera (Chaplin, 1989: 358) Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena

adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kernudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi (Atkinson dan Hilgard, 1991: 209). Dalam hal ini, persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan

keadaannya sendiri (Gibson, 1986: 54). Mar’at (1981) mengatakan bahwa

persepsi adalah suatu proses pengamatan seseorang yang berasal dari suatu kognisi secara terus menerus dan dipengaruhi oleh informasi baru dari lingkungannya. Sedangkan Riggio (1990) mendefinisikan persepsi sebagai proses kognitif baik lewat penginderaan, pandangan, penciuman dan perasaan yang kemudian ditafsirkan.

(http://teori-psikologi.blogspot.com/2008/05/pengertian-persepsi.html) 1. Hakikat Kepemimpinan

Kata memimpin mengandung makna yaitu kemampuan untuk menggerakkan segala sumber yang ada pada suatu organisasi sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Menurut Wahjosumidjo (2002: 349), dalam praktek

organisasi, kata “memimpin” mengandung konotasi menggerakkan,

mengarahkan, membimbing, melindungi, membina, memberikan teladan, memberikan dorongan, memberikan bantuan, dan sebagainya.

“Kepemimpinan” biasanya didefinisikan oleh para ahli menurut

pandangan pribadi mereka, serta aspek-aspek fenomena dari kepentingan yang paling baik bagi pakar yang bersangkutan. Yukl (1981: 2-5) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerjasama antar peran, kedudukan dari suatu jabatan administratif, dan persepsi dari lain-lain tentang legitimasi pengaruh.

Nawawi (1987: 81) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan menggerakkan, memberikan motivasi, dan mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan melalui keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan.

Menurut Purwanto (1997: 26) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan kepada yang dipimpinnya, agar mau melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, dan penuh semangat.

Sedangkan Abor (1994: 32) mendefinisikan kepemimpinan sebagai tindakan atau tingkah laku individu dan kelompok yang menyebabkan individu dan juga kelompok-kelompok itu untuk bergerak maju, guna mencapai tujuan pendidikan yang semakin bisa diterima oleh masing-masing pihak.

Berdasarkan uraian tentang definisi kepemimpinan di atas, terlihat bahwa unsur kunci kepemimpinan adalah pengaruh yang dimiliki seseorang dan pada gilirannya akibat pengaruh itu bagi orang yang hendak dipengaruhi. Peranan penting dalam kepemimpinan adalah upaya seseorang yang memainkan peran sebagai pemimpin guna mempengaruhi orang lain dalam organisasi/lembaga tertentu untuk mencapai tujuan. Menurut Wirawan (2002: 135), “mempengaruhi”

adalah proses dimana orang yang mempengaruhi berusaha merubah sikap, perilaku, nilai-nilai, norma-norma, kepercayaan, pikiran, dan tujuan orang yang dipengaruhi secara sistematis.

Bertolak dari pengertian kepemimpinan, terdapat tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu unsur manusia, sarana, dan tujuan. Untuk dapat memperlakukan ketiga unsur tersebut secara seimbang, seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan, kecakapan dan keterampilan yang diperlukan dalam melaksanakan kepemimpinannya. Pengetahuan dan keterampilan ini dapat diperoleh dari pengalaman belajar secara teori ataupun dari pengalamannya dalam praktek selama menjadi pemimpin. Namun secara tidak disadari seorang pemimpin dalam memperlakukan kepemimpinannya menurut caranya sendiri, dan cara-cara yang digunakan itu merupakan pencerminan kepemimpinannya. 2. Pendekatan Studi Kepemimpinan

Fiedler dan Charmer dalam Suparman (2002: 52), mengemukakan bahwa persoalan utama kepemimpinan dapat dibagi ke dalam tiga masalah pokok, yaitu: (1) bagaimana seseorang dapat menjadi seorang

pemimpin, (2) bagaimana para pemimpin itu berperilaku, dan (3) apa yang membuat pemimpin itu berhasil. Sehubungan dengan masalah di atas, studi kepemimpinan yang terdiri dari berbagai macam pendekatan pada hakikatnya merupakan usaha untuk menjawab atau memberikan pemecahan persoalan yang terkandung di dalam ketiga permasalahan tersebut.

Wahjosumidjo (2002: 19) mengatakan bahwa hampir seluruh penelitian kepemimpinan dapat dikelompokkan ke dalam empat macam pendekatan, yaitu pendekatan pengaruh kewibawaan, sifat, perilaku dan situasional. Secara lebih jelas uraian ke empat macam pendekatan tersebut yaitu:

a) Pendekatan Pengaruh Kewibawaan (Power Influence Approach) Menurut pendekatan ini, keberhasilan pemimpin dipandang dari segi sumber dan terjadinya sejumlah kewibawaan yang ada pada para pemimpin, dan dengan cara yang bagaimana para pemimpin menggunakan kewibawaan tersebut kepada bawahan. Pendekatan ini menekankan proses saling mempengaruhi, sifat timbal balik dan pentingnya pertukaran hubungan kerjasama antara para pemimpin dengan bawahan. French dan Raven dalam Wahjosumidjo (2002: 21) mengemukakan bahwa:

Berdasarkan hasil penelitian terdapat pengelompokan sumber dari mana kewibawaan tersebut berasal, yaitu: (1) Legitimate power: bawahan melakukan sesuatu karena pemimpin memiliki kekuasaan untuk meminta bawahan dan bawahan mempunyai kewajiban

untuk menuruti atau mematuhinya, (2) Coersive power: bawahan mengerjakan sesuatu agar dapat terhindar dari hukuman yang dimiliki oleh pemimpin, (3) Reward power: bawahan mengerjakan sesuatu agar memperoleh penghargaan yang dimiliki oleh pemimpin, (4) Referent power: bawahan melakukan sesuatu karena bawahan merasa kagum terhadap pemimpin, bawahan merasa kagum atau membutuhkan untuk menerima restu pemimpin, dan mau berperilaku pula seperti pemimpin, dan (5) Expert power:

Dokumen terkait