• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepemimpinan kepala ruangan memiliki peranan dalam mempengaruhi budaya kerja unit pelayanan keperawatan. Thoha (2006) berpendapat pemimpin selaku komunikator yang efektif sebagai salah satu fungsi yang efektif sebagai salah satu fungsi kepemimpinan relevan dengan aspek keterampilan dalam komunikasi dan advokasi yang menjadi indikator kepemimpnan dalam penelitian ini. Gillies (1989), kepemimpinan kepala ruangan mencakup banyak hal. Kegiatan tersebut mencakup cara mengarahkan menunjukkan jalan, mensuper visi, mengawasi anak buah, mengkoordinasikan kegiatan yang sedang atau diakukan dan mempersatukan individu yang memiliki karakteristik yang berbeda.

Mengawasi merupakan kegiatan yang termudah karena tanggung jawab supervisor sendiri mendatangkan keingintahuan dan perhatian mengenai kontribusi bawahan. Kepala ruangan juga berperan sebagai penghubung interpersonal, yaitu merupakan simbol suatu kelompok dalam melakukan tugas secara hukum dan sosial, mempunyai tanggung jawab dan motivasi, mengatur tenaga dan mengadakan pengembangan serta merupakan penghubung jaringan kerja diluar kelompok atau tim keperawatan. Sebagai pemberi informasi, yaitu monitor informasi yang ada di lingkungan unit kerjanya, menyebarluaskan informasi dari pimpinan rumah sakit kepada perawat pelaksana dan mewakili kelompok (unit kerjanya) sebagai pembicara kepada manajemen Rumah Sakit.

Pemimpin kepala ruangan harus memerlukan kepiawaian menggunakan posisi dalam batas-batas wewenang dan tanggung jawab. Kelemahan kepala ruangan sebagai atasan dalam kepiawaian menggunakan posisi dilakukan kurangnya pemahaman kepala ruangan tentang Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) antara lain: mengevaluasi kinerja perawat, membuat daftar dinas, menyediakan material keperawatan dan melakukan perencanaan, pengoerganisasian, pengarahan dan pengawasan. Aspek kelihaian menggunakan posisi dalam kepemimpinan keperawatan terkait dengan faktor individu dari kepala ruangan itu sendiri. Jika seorang kepala ruangan kurang memiliki kompetensi sebagai pimpinan maka dalam implementasinya kurang baik pada saat kepala ruangan tersebut mengelola suatu tim kerja di unit keperawatan yang menjadi tanggung jawabnya. Oleh karena itu seorang perawat yang berperan sebagai kepala ruangan dan sekaligus sebagai pimpinan dari perawat pada model keperawatan profesional yang berkembang saat ini.

103

Swanburg (2000) yaitu kemampuan memecahkan masalah secara efektif yang masih lemah belum sesuai dengan kepemimpinan dalam keperawatan, keterampilan hubungan antara manusia belum mampu diwujudkan oleh kepala ruangan. Kemampuan memecahkan masalah secara efektif sebagai perilaku kepemimpinan kepala ruangan sangat relevan dengan fungsi kepemimpinan sebagai wakil dan juru bicara (Thoha, 2006). Dalam fungsi kepemimpinan ini dijelaskan bahwa setiap organisasi dalam usaha pencapaian tujuan harus: menyatukan persepsi yang tepat tentang organisasi tersebut, adanya pemahaman berbagai kebijaksanaan yang ditempuh oleh organisasi dalam rangka pencapaian tujuannya serta mencegah timbulnya salah pengertian tentang arah yang ditempuh oleh organisasi.

Pimpinan yang mampu menyelesaikan masalah dengan efektif dan menciptakan kondisi untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif dengan membentuk suasana yang diterima oleh bawahan, sehingga bawahan tidak merasa terancam dan ketakutan. Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan penerapan pengaruh dan bimbingan yang ditujukan kepada semua staf keperawatan untuk menciptakan kepercayaan dan ketaatan sehingga timbul kesediaan melaksanakan tugas dalam rangka mencapai tujuan bersama secara efektif dan efesien.

Perawat di Rumah Sakit Swasta di Kota Medan mengharapkan, bahwa kepala ruangan unit keperawatan ikut terlibat dalam memecahkan masalah yang ada di keperawatan. Semua pihak manajemen rumah sakit mengaktifkan fungsi komite keperawatan, yaitu dengan membuka jalur formal untuk menyelesaikan permasalahan baik diantara perawat pelaksana kepada kepala ruangan dan perawat itu sendiri, antara perawat dengan atasan maupun dengan pihak manajemen, sehingga hubungan antara meraka menjadi lebih harmonis.

Thoha (2006) bahwa ketegasan sikap dan komitmen dalam pengambilan keputusan sebagai perilaku kepemimpinan kepala ruangan keperawatan relevan dengan fungsi kepemimpinan selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha dalam pencapaian tujuan. Pemimpin yang membuat keputusan dengan memperhatikan situasi sosial kelompok organisasinya akan dirasakan sebagai keputusan bersama yang menjadi tanggung jawab bersama pula dalam melaksanakannya.Tugas-tugas pemimpin yang berkaitan dengan sikap dalam pengambilan keputusan adalah sebagai pengambian keputusan itu sendiri, sebagai pemikul tangguang jawab dengan mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sebagai pemikir konseptual. Kepala ruangan harus sebagai pemikir konseptual dan bertanggung jawab sehingga dapat memutuskan segala sesuatu untuk peningkatan asuhan keperawatan. Hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh kepala ruangan yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang memadai.

105

Kemampuan menjadi media dalam penyelesaian konflik kinerja relevan dengan fungsi kepemimpinan sebagai mediator yang andal khususnya dalam hubungan kedalam, terutama menangani konflik (Thoha, 2006). Sesuai dengan pengertian konflik menurut Deutsch (1969) adalah suatu perselisihan atau perjuangan yang timbul bila keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat, dan perilaku seseorang yang terancam. Dalam Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) disebut bahwa konflik adalah perbedaan pandangan atau ide antara satu orang dengan orang lain dalam organisasi yang dibentuk dari sekumpulan orang yang memiliki latar belakang yang berbeda konflik mudah terjadi.

Berkomunikasi merupakan faktor yang amat menentukan keberhasian pencapaian hasil kegiatan. Pemimpin yang talah memahami secara mendalam dan spesifik tentang bawahannya akan mampu menciptakan dan memodifikasi materi komunikasi sehingga hasil komunikasi dapat menjadi lebih optimal. Disamping itu, pemimpin juga mampu mengembangkan strategi yang tepat dalam menggali ide dan pendapat orang lain serta betukar ide dalam menyelesaikan masalah secara efektif. Keterampilan berkomunikasi juga diperlukan ketika pemimpin perawat melakukan lobi ke berbagai pihak terutama penentu kebijakan yang berhubungan dengan profesi keperawatan. Komunikasi yang diakukan seyogyanya tidak menimbulkan ancaman atau ketidak nyamanan pihak yang sedang dilobi, sehingga kegiatan negoisasi dapat dilakukan tanpa disadari dan berpotensi menghasilkan sesuatu yang positif.

Dokumen terkait