• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Gaya Komunikasi dan Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Budaya Kerja Unit Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Swasta di Kota Medan Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Gaya Komunikasi dan Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Budaya Kerja Unit Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Swasta di Kota Medan Chapter III VI"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan desain

deskriptif korelasi yaitu untuk menganalisis bagaimana suatu variabel

mempengaruhi variabel lain. Penelitian ini untuk memberikan bukti dan

menganalisis gaya komunikasi dan kepemimpinan sebagai variabel independen

terhadap budaya kerja sebagai variabel dependen pada unit pelayanan

keperawatan di rumah sakit (Umar, 2008).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua Rumah sakit swasta yang berada di kota

Medan yaitu Rumah Sakit Bunda Thamrin Medan dan Rumah Sakit Bina Kasih

Medan. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan belum pernah dilakukan

penelitian sejenis ini mengenai pengaruh gaya komunikasi dan kepemimpinan

kepala ruangan terhadap budaya kerja unit pelayanan keperawatan di rumah sakit

swasta di kota medan dan ditemukannya masalah gaya komunikasi kepala

ruangan sering marah, kepala ruangan tidak boleh di kritik, kepemimpinan kepala

ruangan belum maksimal dan budaya kerja layanan keperawatan dalam

(2)

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan bulan November

tahun 2016, pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan

September 2016.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang

bekerja di Rumah Sakit Bunda Thamrin Medan sebayak 181 orang dan Rumah

Sakit Bina Kasih Medan sebanyak 167 orang, jadi total keseluruhan populasi

adalah 348 orang.

3.3.2. Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

rumus Power Analysis dan Effect Size (Polit & Back, 2012), sebagai berikut:

d = µ1 - µ2

ó

Keterangan : d = Efek perkiraan pengukuran

µ1 = (tanpa pengaruh)

µ2 = (memiliki pengaruh)

ó = Standart deviasi

d = µ1 - µ2

ó

d = 5.65 – 5.50

(3)

73

d = 0.15

.50

d = 0.30

Dari tabel yang di dapat maka dapat ditentukan sampelnya adalah 176

orang yang mau diteliti diantara ke dua rumah sakit tersebut.

Berdasarkan perhitungan rumus tersebut, maka didapat sampel sebanyak

176 orang, perawat yang bekerja di Rumah Sakit Bunda Thamrin Medan dan

Rumah Sakit Bina Kasih tahun 2016. Penentuan sampel ditentukan oleh peneliti

dengan mengambil sampel 90 responden dari Rumah Sakit Bunda Thamrin dan

86 responden dari Rumah Sakit Bina Kasih, Cara dalam memilih sampel adalah

dengan metode Purposive sampling yaitu dimana peneliti sengaja memutuskan

untuk memilih orang-orang yang dinilai menjadi khas dari populasi atau sangat

berpengetahuan tentang masalah yang akan diteliti (Polit & Back, 2012). Kriteria

inklusi penelitian ini adalah sampel yang akan mewakili untuk populasi pertama:

1) pengalaman kerja minimal ≥ 1 tahun, 2) memiliki jabatan perawat pelaksana, 3)

tidak sedang mengikuti tugas belajar/cuti dan kriteria eksklusi tidak dapat ditemui

(4)

Tabel 3.1

Jumlah Sampel Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bunda Thamrin dan Rumah Sakit Bina Kasih Medan

No Unit Rawat Inap Populasi Perawat

n Perawat RSU. Bunda Thamrin

1. Lantai 7 Gedung Lama 29 29/348x176 15

2. Lantai 6 Gedung Lama 28 28/348x176 14

3. Lantai 5 Gedung Lama 29 29/348x176 15

4. Lantai 3 Gedung Lama 29 29/348x176 15

5. Lantai 5 Gedung Baru 28 28/348x176 14

6. Lantai 3 G.Lama R. Nifas 26 26/348x176 13 RSU. Bina Kasih

7. Lantai 2 Nuri 25 25/348x176 13

8. Lantai 4 Melati 24 24/348x176 12

9. Ruangan Mawar 26 26/348x176 13

10. Ruangan Sakura 24 24/348x176 12

11. Ruangan Cendrawasih 26 26/348x176 13

12. Ruangan Poli Umum 28 28/348x176 14

13. Ruangan Bayi 26 26/348x176 13

Jumlah Sampel Total 348 176

3.4 Metode Pengumpulan Data

Ada dua jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu:

3.4.1.Tahap Persiapan

Tahap pengumpulan data dilakukan setelah peneliti mendapat surat ijin

penelitian yang diperoleh dari fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

(5)

75

Selanjutnya peneliti memperkenalkan diri kepada responden serta menjelaskan

tujuan penelitian dan prosedur-prosedur intervensi dan penandatangan informed

consent peneliti meminta kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam

penelitian dengan cara meminta responden menandatangani lembar persetujuan

menjadi responden yang telah disediakan.

3.4.2.Tahap Pelaksanaan

Setelah mendapat persetujuan dari rumah sakit maka peneliti bertemu dan

melakukan kontrak dengan perawat diruangan yang berperan menjadi responden

kemudian peneliti menjelaskan tentang tujuan penelitian, manfaat penelitian yang

dilakukan serta cara-cara bagaimana mengisi kuesioner. Peneliti menjelaskan

bahwa jumlah kuesioner ada 85 item pertanyaan dengan rincian pernyataan, untuk

gaya komunikasi ada 30 item pernyataan, untuk kepemimpinan kepala ruangan

ada 25 item pernyataan dan budaya kerja layanan keperawatan ada 30 item

pernyataan. Setelah mendapat persetujuan responden, responden diharapkan dapat

mengisi kuesioner secara obyektif sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

Responden diberikan kesempatan untuk mengisinya selama satu minggu.

Kemudian seluruh instrumen penelitian dikumpulkan dan diperiksa jumlah dan

kelengkapannya. Seluruh instrumen telah kembali dan lengkap sebanyak 176

(6)

3.5 Uji Validasi dan Reabilitas 3.5.1 Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalitan atau

kesahihan suatu instrumen. Tujuan dari Content Validity Index (CVI) adalah untuk

menilai relevansi dari masing-masing item terhadap apa yang akan diukur oleh

peneliti. Para ahli diberikan pernyataan dan diminta pendapatnya tentang

kuesioner gaya komunikasi, kepemimpinan dan budaya kerja. Content Validity

Index (CVI) merupakan penilaian/beban maksimum melalui tenaga ahli dari tiap

keterkaitan item. Suatu prosedur yang dinilai tenaga ahli dengan item pada poin

skala 4 (dari 1 = tidak relevan sampai 4 = sangat relevan).

Content Validity Index (CVI) dari total instrumen menjadi proporsi materi

yang dinilai juga 3 atau 4. Skor Content Validity Index (CVI) 0,80 atau lebih baik

menandai adanya content validity yang baik (Polit & Back, 2012). Uji validitas

dilakukan pada 3 orang yang expert dibidang kepemimpinan keperawatan. Para

expert menganalisa dan menilai kuesioner penelitian tentang gaya komunikasi,

kepemimpinan kepala ruangan dan budaya kerja unit pelayanan keperawatan.

Hasil uji dari validitas diperoleh data bahwa nilai CVI untuk kuesioner gaya

komunikasi adalah 0,97, kepemimpinan kepala ruangan adalah 0,93 dan budaya

kerja unit pelayanan keperawatan adalah 0,95 lebih besar dari 0,80 artinya

kuesioner sudah valid.

(7)

77

Nilai CVI dalam studi ini adalah 0.80 atau lebih besar. Untuk mengukur

CVI instrumen gaya komunikasi, kepemimpinan kepala ruangan dan budaya kerja

unit pelayanan keperawatan peneliti memberikan kepada expert yang mampu

memahami konsep. Expert terdiri tiga orang lulusan S2 Administrasi

Keperawatan. Expert menerima kuesioner gaya komunikasi, kepemimpinan

kepala ruangan dan budaya kerja unit pelayanan keperawatan untuk dilakukan

penilaian. Penilaian masing-masing instrumen terdiri dari empat kategori:

kategori 1 (relevan untuk penelitian) dan kategori 2 (relevan untuk mengukur

konsep) terdiri dari: 1 = Item tidak relevan, 2= item perlu banyak revisi, 3= item

relevan tetapi perlu sedikit revisi, 4= item sudah relevan. Kategori 3 (pengulangan

item) tediri dari 1= ada pengulangan item, dan 2= tidak ada pengulangan item.

Kategori 4 (tentang kejelasan item) terdiri dari: 1= item tidak jelas dan 2 = item

jelas.Item dengan nilai 1 dan 2 akan dihapus, item dengan nilai 3 dan 4 akan

digunakan. Instrumen gaya komunikasi terdiri dari 30 item pernyataan, instrumen

kepemimpinan kepala ruangan terdiri daari 25 dan untuk budaya kerja unit

pelayanan keperawatan 30 pernyataan, sehingga total seluruh dari kuesioner

adalah 85 item kuesioner.

3.5.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan uji yang fokus pada konsistensi, akurasi,

keseksamaan, kestabilan, homogenitas dan dapat diulang dari suatu pengukuran

instrumen. Reliabilitas sebuah instrumen dapat dinilai dengan bervariasi dan

metode yang sesuai tergantung alamiahnya (Polit & Beck, 2012). Hasil CVI

instrumen yang sudah valid diuji coba (uji reliabel) untuk mengetahui apakah

(8)

Pengujian instrumen ini dilakukan di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan

alasan pemilihan tempat tersebut adalah karena Rumah Sakit Mitra Sejati Medan

memiliki karakteristik yang sama dengan Rumah Sakit Bunda Thamrin dan

Rumah Sakit Bina Kasih. Secara garis besar kedua rumah sakit tersebut adalah

rumah sakit yang setipe dan berada di wilayah Kota Medan (Ridwan, 2006).

Berdasarkan hal tersebut peneliti menentukan jumlah sampel untuk uji coba

instrumen kepada 30 orang perawat, dengan menggunakan uji statistik cronbach

alpha gaya komunikasi 0.85, nilai cronbach alpha kepemimpinan kepala ruangan

0.79, dan nilai cronbach alpha budaya kerja unit pelayanan keperawatan 0.87,

dengan hasil tersebut seluruhnya nilai cronbach alpha adalah > 0,70 sehingga

dikatakan reliabil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Polit & Beck, (2012) suatu

variabel dikatakan reliabel jika memberi nilai cronbach alpha minimal 0,70 dan

di atas 0,80 adalah baik.

3.6 Variabel dan Definisi Operasional

Untuk menghindari salah pengertian dalam interprestasi variabel dalam

penelitian ini didefinisikan dengan jelas penggunaannya secara rinci serta

(9)

79

Tabel 3.1 Variabel dan Defenisi Operasional

No Variabel

(10)

bawahannya dengan

3. Budaya Kerja Kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang yang dilakukan oleh perawat rumah sakit Swasta di Kota Medan yang harus ditaati dalam rangka

3.7 Metode Pengukuran

Instrumen pengukuran data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner

terstruktur yang dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan komponen variabel gaya

komunikasi, kepemimpinan kepala ruangan dan budaya kerja unit pelayanan

(11)

81

Berdasarkan tujuan penelitian, peneliti membuat karakteristik kuesioner

dengan tiga kelompok jenis kuesioner sebagai berikut:

1. Kuesioner Gaya Komunikasi

Kuesioner ini mengukur gaya komunikasi kepala ruangan berdasarkan

prilaku dalam mengeluarkan kata-kata yang terdiri dari subvariabel the

controlling style pernyataan satu sampai lima (1-5), the equalitarian style

pernyataan enam sampai sepuluh (6-10), the structuring style pernyataan sebelas

sampai lima belas (11-15), the dynamic style pernyataan enam belas sampai dua

puluh (16-20), the relinguishing style pernyataan dua puluh satu sampai dua puluh

lima (21-25), the withdrawal style pernyataan dua puluh enam sampai tiga puluh

(26-30). Terdiri dari 30 item pernyaanan, pernyataan positif 18 soal dan

pernyaanan negatif 12 soal yang dikembangkan berdasarkan konsep teori Tubbs

dan Sylvia Moss (2002).

2. Kuesioner Kepemimpinan Kepala Ruangan

Kuesioner ini mengukur kepemimpinan kepala ruangan berdasarkan

seperangkat tindakan pemimpin dalam mempengaruhi anggotanya dalam

mencapai tujuan organisasi yang terdiri dari subvariabel kepiawaian dalam

menggunakan posisi pernyataan satu sampai lima (1-5), kemampuan dalam

memecahkan masalah secara efektif pernyataan enam sampai sepuluh (6-10),

ketegasan sikap dan komitmen dalam mengambil keputusan pernyataan sebelas

sampai lima belas (11-15), mampu menjadi media dalam penyelesaian konflik

kinerja pernyataan enam belas sampai dua puluh (16-20), mempunyai

keterampilan dalam komunikasi dan avokasi pernyataan dua puluh satu sampai

(12)

Terdiri dari 25 item pernyaanan, pernyaanan positif 16 soal dan pernyataan

negatif 9 soal yang dikembangkan berdasarkan konsep teori Gillies (1994).

Penentuan skornya adalah indikator-indikator dari semua variabel dalam

penelitian ini yang dijabarkan dalam item-item pernyataan, kuesioner ini diukur

dengan menggunakan skala Likert dimana setiap pernyataan diberi range skor 1

sampai 4 dengan ketentuan sebagai berikut: untuk pernyataan positif: (4) sangat

setuju, (3) setuju, (2) tidak setuju, (1) sangat tidak setuju dan untuk penyataan

negatif: (4) sangat tidak setuju, (3) tidak setuju, (2) setuju, (1) sangat setuju

(Sugyono, 2000).

3. Kuesioner Budaya Kerja

Kuesioner ini mengukur kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang

yang dilakukan oleh perawat, yang dikembangkan berdasarkan konsep teori dari

Kernnerly et al (2015). Kuesioner berjumlah 30 (tiga puluh) pernyataan,

yang terdiri dari subvariabel antara lain adalah harapan pernyataan satu sampai

lima (1-5), kelakuan pernyataan enam sampai sepuluh (6-10), kerja tim

pernyataan sebelas sampai lima belas (11-15), komunikasi pernyataan enam belas

sampai dua puluh (16-20), kepuasan pernyataan dua puluh satu sampai dua puluh

lima (21-25) dan tanggung jawab pernyataan dua puluh enam sampai tiga puluh

(26-30). Terdiri dari 16 item pernyaanan positif dan 14 pernyataan negatif yang

dikembangkan berdasarkan konsep teori. Adapun penentuan skor kuesioner ini

diukur dengan menggunakan skala godman Ya dan Tidak dimana setiap

pernyataan diberi skor sebagai berikut: untuk pernyataan positif: (1) Ya, dan (0)

(13)

83

3.8 Metode Analisa Data 3.8.1 Analisis Univariat

Analisa data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan perangkat

lunak paket statistik SPSS versi 18.0 untuk mengetahui pengaruh antara variabel

independent dan variabel dependent. Analisis ini dilakukan untuk memperoleh

distribusi masing-masing variabel yang diteliti, sehingga kumpulan data tersebut

dapat disederhanakan dan diringkaskan menjadi informasi yang berguna. Dalam

analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase (Hastono,

2007). Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi yang

berkaitan dengan karakteristik respoden dan seluruh variabel gaya komunikasi,

kepemimpinan dan budaya kerja.

3.8.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat pada penelitian ini diggunakan untuk mengetahui apakah

ada pengaruh antara variabel independen (gaya komunikasi dan kepemimpinan)

dengan variabel independen (budaya kerja) dengan menggunakan statistik uji

Pearson Product Moment.

3.9 Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari komisi etik

penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Dengan memperhatikan aspek-aspek etika penelitian yang meliputi: Informed

(14)

3.9.1 Informen Consent

Sebelum dilakukan pengumpulan data, setiap responden terlebih dahulu

menandatangani lembar persetujuan responden (Consent) setelah mendapatkan

penjelasan tentang tujuan dan pelaksanaan penelitian ini (Informent) sehingga

informasi yang diberikan jejas untuk dipahami.

3.9.2 Anonimity

Memberikan jaminan terhadap identitas diri dalam penggunaan subjek

penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama responden pada lembar

kuesioner yang akan dibagikan untuk diisi jawaban oleh responden.

3.9.3 Confindentiality

Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun

masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin oleh

peneliti, informasi dalam penelitian ini semata-mata hanya untuk kepentingan

penelitian. Hasil penelitian ini akan disimpan dan akan di musnahkan dalam

(15)

85

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Gambaran RSU. Bunda Thamrin Medan

Rumah Sakit Bunda Thamrin telah dibuka secara resmi berdasarkan surat

izin menyelenggarakan Rumah Sakit umum dari dinas Kesehatan Provinsi

Sumatera Utara, No. 440.441/1791/III/2009. Selanjutnya, RSU Bunda Thamrin

telah melaksanakan kegiatan pelayanan rumah sakit untuk berupa kegiatan

pelayanan rumah sakit untuk masyarakat umum berupa kegiatan konsultasi, rawat

inap, rawat jalan dan penunjang medik. Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin

Medan mempunyai komitmen yang tinggi untuk memberikan pelayanan

kesehatan yang bermutu, memuaskan dan terjangkau bagi semua lapisan

masyarakat.

Berdirinya Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan selaras amanat

peraturan perundang-undangan yang memberikan peluang peran serta

masyarakat/swasta dalam pembangunan kesehatan, diantaranya melalui pelayanan

kesehatan Rumah Sakit yang berkualitas. Letak geografis Rumah Sakit Bunda

Thamrin Medan berlokasi Jl. Sei Batang Hari No. 28-30 Medan, Kelurahan

Barbura Kecamatan Sunggal Provinsi Sumatera Utara, dengan luas tanah ± 200

m². Jarak antara Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan dengan ibu kota

Provinsi sekitar 2 Km dan fasilitas umum seperti sekolah sekitar 10 m, pasar

sekitar 500 m, RS Sarah sekitar 400 m, Greja sekitar 200 m, Mesjid sekitar 300 m,

(16)

Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan adalah: Visi,

Menjadi Rumah Sakit terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang

bermutu. Misi, Melaksanakan kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan yang

bermutu dan terpadu sehingga dapat memberikan kepuasan kepada

pelanggan/pasien, pemilik saham dan pelaksana melalui kinerja yang profesional

yang disertai dengan komitmen yang tinggi terhadap peningkatan mutu yang

berkelanjutan.

4.1.2. Gambaran RSU. Bina Kasih Medan

Rumah Sakit Umum Bina Kasih Medan diresmikan pada tanggal 17

september 2005 oleh Kepala Dinas Kesehatan Dr. Hj. LINDA WARDANI.

Gedung Rumah Sakit Umum Bina Kasih Medan pada awal berdirinya hanya

berkapasitas 75 tempat tidur yang terdiri dari 5 lantai. Akan tetapi dengan

semakin maju dan berkembangnya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum

Bina Kasih Medan dan terjalinnya kerja sama dalam bidang kesehatan dengan PT.

Askes (Askes PNS), PT Jamsostek dan Jamsostek dan Jamkesmas yang

sebelumnya dikenal dengan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin

(ASKESKIN) dan sekarang disebut Jaminan Kesehatan Masyarakat

(JAMKESMAS). Dengan semakin meningkatnya kepercayaan semua lapisan

masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit

Umum Bina Kasih Medan, maka pada ulang tahun yang pertama (1) Rumah Sakit

Umum Bina Kasih Medan telah menambah kapasitas gedungnya menjadi 200

tempat tidur. Pada ulang tahun yang kedua (2) kembali manajemen Rumah Sakit

Umum Bina Kasih Medan meresmikan penambahan kapasitas gedungnya menjadi

(17)

87

Semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap Rumah Sakit

Umum Bina Kasih Medan dengan itu RSU. Bina kasih semakin membenahi diri

dengan melengkapi fasilitas-fasilitas yang ada seperti: unit trauma center, unit

ICU, ICCU, NICU dan PICU, unit hemodialisa (dalam persiapan kontrak kerja),

unit endoscopy dan infertilitas, unit radiologi, unit ct scan, unit laboratorium dan

unit fisiotherapi. Selanjutnya pada ulang tahun yang ketiga (3) direncanakan

peresmian unit-unit yang yang akan dilengkapi dan pengembangan kedepan

Rumah Sakit Umum Bina Kasih Medan dengan kerendahan hati mengupayakan

terjadinya kerja sama dengan PT. TELKOM dan perusahaan swasta dan BUMN

lainnya. Berkembangnya pelayanan Rumah Sakit Umum Bina Kasih Medan tidak

terlepas dari adanya tekat yang kuat dari manajemen, staf dan semua karyawan

Rumah Sakit Umum Bina Kasih Medan. Pada tahun 2008 angka pemanfaatan

tempat tidur (BOR) 60%, lama rawatan (ALOS) 5 hari, jumlah pasien rawat inap

rata-rata 838 orang-bulan, jumlah kunjungan pasien rawat jalan rata-rata per hari

60, jumlah kunjungan IGD rata-rata 287 orang/bulan.

Visi, Misi, Tujuan dan Motto Rumah Sakit Umum Bina Kasih Medan,

Visi: Memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada masyarakat umum

secara profesional dengan jiwa pengabdian dan kebanggaan sebagai pelayanan

kesehatan. Misi: Memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat spesialis dan

subspesialis dalam bentuk promotif, prefetif, kuratif dan reabilitatif untuk pasien

(18)

Tujuan: Memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada masyarakat luas

dengan memanfaatkan sarana dan prasarana yang tersedia secara maksimal dan

Motto: Rumah Sakit Umum Bina Kasih Medan memberikan pelayanan kesehatan

yang cepat, tepat, murah dan berkualitas tanpa adanya perbedaan pada pasien.

4.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dalam penelitian ini adalah untuk melihat distribusi

frekuensi masing-masing variabel. Adapun variabel tersebut akan dijelaskan

sebagai berikut:

4.2.1 Distribusi Frekuensi usia, jenis kelamin, pendidikan dan lama bekerja Adapun analisis univariat ini adalah untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan masing-masing karakteristik responden yang diteliti

sebagaimana diuraikan pada penjelasan berikut. Karakteristik responden yang

diteliti pada penelitian ini terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan dan masa

kerja dengan banyak responden 176 orang yang seperti tampak pada tabel berikut

(19)

89

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan dan Lama Bekerja di Rumah Sakit Swasta di Kota Medan Tahun 2016, (n = 176)

Karakteristik Total

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan hasil penelitian yaitu data demografi

perawat dirumah sakit Bunda Thamrin dan dirumah sakit Bina Kasih didapat

mayoritas adalah umur 21-30 tahun sebanyak 152 orang (86.9%) dan minoritas

responden adalah 41-50 tahun sebayak 3 orang (1.1%). Hal ini menjukkan bahwa

dirumah sakit ini umur perawat didominasi oleh usia muda, sehingga dalam

melakukan asuhan keperawatan masih harus banyak belajar dan masih perlu

dibimbing oleh perawat yang sudah lebih senior. Perawat di rumah sakit Bunda

Thamrin dan dirumah sakit Bina Kasih berdasarkan jenis kelamin mayoritas

responden adalah wanita 171 orang (97.1%) dan minoritas adalah laki-laki 5

(20)

Hal ini menunjukkan bahwa rumah sakit ini perawat didominasi oleh wanita,

sehingga dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dapat diberikan

dengan kelembutan, kesabaran dan kasih sayang yang dimiliki oleh wanita.

Tingkat pendidikan perawat adalah mayoritas berpendidikan D-III keperawatan

yaitu 129 orang (73.7%), dan tingkat pendidikan Ners adalah 47 orang (26.3%),

hal ini menunjukkan bahwa perawat masih di dominasi diploma tiga dimana

perawat tersebut memang sudah terlatih menjadi praktisi atau pelayanan asuhan

keperawatan. Lama bekerja perawat di rumah sakit Bunda Thamrin dan dirumah

sakit Bina Kasih terbanyak adalah 1-5 tahun yaitu sebanyak 147 orang (83.4%),

dan lama bekerja paling sedikit adalah 6-10 tahun yaitu sebanyak 29 orang

(16.6%), artinya perawat sudah cukup lama bekerja dan sedikit banyaknya sudah

memiliki pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan.

4.2.2 Distribusi Frekuensi Gaya Komunikasi Kepala Ruangan

Hasil penelitian distribusi frekuensi berdasarkan gaya komunikasi kepala

ruangan yang diteliti adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gaya Komunikasi di Rumah Sakit Swasta di Kota Medan Tahun 2016, (n = 176)

(21)

91

Berdasarkan tabel 4.2 didapat hasil dari gaya komunikasi kepala ruangan

di rumah sakit Bunda Thamrin dan rumah sakit Bina Kasih bahwa mayoritas

perawat menunjukkan gaya komunikasi kepala ruangannya adalah the structuring

style yaitu sebanyak 57 orang (32.0%) dan minoritas adalah gaya komunikasi

kepala ruangannya adalah the controlling style yaitu sebanyak 7 orang (4.0%).

Artinya gaya komunikasi the structuring style merupakan gaya komunikasi yang

berstruktur, menggunakan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan

memantapkan perintah dan yang harus dilaksanakan. Gaya komunikasi the

structuring style juga paling sering digunakan dalam melakukan suatu kegiatan

organisasi, berbagi informasi tentang jadwal kerja, aturan dan prosedur yang

berlaku dalam organisasi.

4.2.3 Distribusi Frekuensi Kepemimpinan Kepala Ruangan

Hasil penelitian distribusi frekuensi berdasarkan kepemimpinan kepala

ruangan yang diteliti adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepemimpinan Kepala Ruangan di Rumah Sakit Swasta di Kota Medan Tahun 2016, (n = 176)

(22)

Berdasarkan tabel 4.3 didapat hasil dari kepemimpinan kepala ruangan di

rumah sakit Bunda Thamrin dan rumah sakit Bina Kasih bahwa mayoritas

menunjukkan kepemimpinan kepala ruangan adalah baik yaitu 143 orang (81.1%)

dan minoritas buruk yaitu 33 orang (18.9%). Artinya bahwa kepala ruangan sudah

melakukan tugasnya secara baik sebagai pimpinan tertinggi dalam suatu ruangan.

Kepemimpinan kepala ruangan mencakup banyak hal, kegiatan tersebut

mencakup cara mengarahkan, menunjukkan jalan, mensupervisi, mengawasi

tindakan bawahan, mengkordinasikan kegiatan yang dilakukan dan

mempersatukan individu yang mememiki karakteristik yang berbeda.

4.2.4 Distribusi Frekuensi Budaya Kerja Unit Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitiana distribusi frekuensi berdasarkan budaya kerja unit

pelayanan keperawatana yang diteliti adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Budaya Kerja Unit Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Swasta di Kota Medan Tahun 2016, (n = 176)

Budaya Kerja Unit Keperawatan

Berdasarkan tabel 4.4 didapat hasil dari budaya kerja unit keperawatan di

rumah sakit Bunda Thamrin dan rumah sakit Bina Kasih bahwa mayoritas

menunjukkan budaya kerja unit keperawatan adalah baik yaitu 153 orang (87.4%)

(23)

93

Hasilnya adalah budaya kerja unit keperawatan yang sedang berlangsung dalam

rumah sakit sudah dalam keadaan baik, terbukti sudah banyak perawat yang

datang tepat waktu, mematuhi peraturan rumah sakit dan bertanggaung jawab

dengan pasien dalam memberikan asuhan keperawatan.

4.3 Analisis Bivariat

Menurut Wahyuni dan Azhar (2011) kriteria mengenai kekuatan hubungan

antara dua variabel dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu: 0,0 -

0,199 (sangat rendah), 0,2 - 0,399 (rendah), 0,4 - 0,599 (sedang), 0,6 - 0,799

(kuat) dan 0,8 - 1,00 (sangat kuat). Hasil uji korelasi antara gaya komunikasi

dengan budaya kerja unit pelayanan keperawatan dan hasil uji korelasi antara

kepemimpinan kepala ruangan dengan budaya kerja unit pelayanan keperawatan

dapat dilihat sebagai berikut:

Asumsi Uji Korelasi, sebelum diimplementasi, uji Korelasi terlebih dulu

harus memenuhi serangkaian asumsi. Asumsi-asumsi uji korelasi adalah

normalitas artinya, sebaran variabel-variabel yang hendak dikorelasikan harus

berdistribusi normal dan homoskedastisitas artinya, variabilitas skor di variabel Y

harus tetap konstan di semua nilai variabel X. Pada penelitian ini salah satu uji

asumsi yang dilakukan adalah asumsi normalitas, data diuji terlebih dahulu

dengan uji normalitas. Apabila data menyebar disekitar garis diagonal dan

mengikuti arah garis diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas

atau angka signifikan p > 0.05 maka data berdistribusi normal. Uji normalitas

dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test. Data dikatakan

normal jika nilai p > 0.05. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut:

(24)

Tabel 4.5

Uji Normalitas Gaya komunikasi dan Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Budaya Kerja Unit Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Swasta di Kota Medan Tahun 2016 setelah di Rang Case (n=176)

Kolmorogov-Smirnovtest Signifikansi (p) Df Gaya komunikasi

Kepemimpinan kepala ruangan Budaya kerja unit keperawatan

0,620 0,287 0,116

176 176 176

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah data subjek penelitian

mengikuti suatu distribusi normal statistik setelah dilakukan uji normalitas data

terdistibusi normal dimana memiliki nilai p > 0.05. Berdasarkan tabel 4.5

didapatkan hasil Kolmogorov-Smirnov Test di atas maka dapat disimpulkan

bahwa: a) variabel gaya komunikasi menunjukkan distribusi normal dengan nilai

p = 0.620, b) variabel kepemimpinan kepala ruangan menunjukkan distribusi

normal dengan nilai p = 0.287, budaya kerja unit pelayanan keperawatan

menunjukkan distribusi normal dengan nilai p = 0.116.

4.3.1 Hasil Uji Korelasi Gaya Komunikasi Kepala Ruangan dan Budaya Kerja Unit Pelayanan Keperawatan

Secara umum hasil penelitian korelasi Pearson Product moment pengaruh

antara gaya komunikasi kepala ruangan dan budaya kerja unit pelayanan

keperawatan di rumah sakit swasta di kota medan adalah dapat dilihat pada tabel

(25)

95

Tabel 4.6

Hasil Uji Korelasi Bivariat Gaya Komunikasi Kepala Ruangan dengan Budaya Kerja Unit Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Swasta Di Kota Medan Tahun 2016 (n=176)

Budaya Kerja Unit Pelayanan Keperawatan

r p

Gaya Komunikasi

Kepala Ruangan 0,274 0,00

Berdasarkan tabel 4.6 didapat nilai r sebesar 0,274 yang menunjukkan

bahwa kekuatan pengaruh antara gaya komunikasi kepala ruangan dengan budaya

kerja unit pelayanan keperawatan adalah “rendah” dengan nilai P 0,00 < 0.05. hal

ini menjelaskan bahwa terjadi penolakan terhadap Ho atau menerima Ha sehingga

disimpulkan ada pengaruh positif yang signifikan antara gaya komunikasi kepala

ruangan dan budaya kerja unit pelayanan keperawatan di rumah sakit swasta di

kota medan.

4.3.2 Hasil Uji Korelasi Kepemimpinan Kepala Ruangan dan Budaya Kerja Unit Pelayanan Keperawatan

Secara umum hasil penelitian korelasi Pearson Product moment pengaruh

antara Kepemimpinan kepala ruangan dan budaya kerja unit pelayanan

keperawatan di rumah sakit swasta di kota medan adalah dapat dilihat pada tabel

(26)

Tabel 4.7

Hasil Uji Korelasi Bivariat Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan Budaya Kerja Unit Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Swasta Di Kota Medan Tahun 2016 (n=176)

Budaya Kerja Unit Pelayanan Keperawatan

r p

Kepemimpinan

Kepala Ruangan 0,741 0,00

Berdasarkan tabel 4.7 didapat nilai r sebesar 0,741 yang menunjukkan

bahwa kekuatan pengaruh antara kepemimpinan kepala ruangan dengan budaya

kerja unit pelayanan keperawatan adalah “Kuat” dengan nilai P 0,00 < 0.05. hal

ini menjelaskan bahwa terjadi penolakan terhadap Ho atau menerima Ha sehingga

disimpulkan ada pengaruh positif yang signifikan antara gaya komunikasi kepala

ruangan dan budaya kerja unit pelayanan keperawatan di rumah sakit swasta di

(27)

97

BAB 5 PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengumpulan data dan kemudian dianalisis, sesuai

dengan tujuan peneliti yaitu untuk mengetahui pengaruh gaya komunikasi dan

kepemimpinan kepala ruangan terhadap budaya kerja unit pelayanan keperawatan

di rumah sakit swasta di kota Medan tahun 2016, maka pembahasan yang

dilakukan meliputi hasil uji instrumen dan hasil yang diperoleh berdasarkan

variabel-variabel yang diteliti. Hasil penelitian akan dibahas dan dibandingkan

dengan teori dari kajian literatur yang terdahulu. Pembahasan ini terdiri dari dua

bagian yaitu keterbatasan penelitian dan pembahasan hasil penelitian.

5.1 Gaya Komunikasi Kepala Ruangan

Gaya komunikasi memiliki peranan dalam memepengaruhi budaya kerja

unit pelayanan keperawatan. De Vries (2010) berpendapat bahwa gaya

komunikasi menjelaskan bagaimana suatu gaya komunikasi mempengaruhi

budaya kerja layanan keperawatan terkait dengan pengaruh dalam organisasi,

yang dinamikanya dapat berubah dari waktu ke waktu. Pada penelitian ini

mendukung pendapat Rouco (2012) yang menyatakan gaya komunikasi adalah

kunci pada setiap pemimpin, harus dimiliki untuk meningkatkan budaya kerja

perawat, yang berarti ia harus memiliki satu set keterampilan yang membantu

(28)

Menurut Tubbs dan Moss (2002) setiap orang akan menggunakan gaya

komunikasi yang berbeda-beda ketika sedang gembira, sedih, marah tertarik atau

bosan. Begitu juga seseorang yang berbicara pada orang lain seperti sahabat,

teman kerja, bawahan, atasan akan berbicara dengan gaya komunikasi yang

berbeda-beda. Selain itu gaya komunikasi yang digunakan dipengaruhi oleh

banyak faktor, gaya komunikasi adalah sesuatu yang dinamis dan sangat sulit

untuk ditebak. Sebagaimana budaya, gaya komunikasi adalah sesuatu yang relatif.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Tubbs dan Moss (2002) gaya komunikasi

ini bersifat memaksakan kehendak pemimpin terhadap bawahannya. Orang yang

menggunakan komunikasi ini dikenal dengan komunikasi satu arah atau one-way

communications. The controlling style ini sering dipakai untuk mempersuasi

orang ain supaya bekerja dan bertindak secara efektif dan pada umumnya dalam

bentuk kritik.

Perawat di rumah sakit swasta di kota medan mengharapkan agar setiap

kepala ruangannya memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk

menyampaikan pendapatnya dalam melaksanakan tugas keperawatan, agar

mereka merasa puas dan termotivasi. Diharapkan kepada pihak manajemen atau

pemimpin kepala ruangan peduli terhadap informasi, tekhnologi terbaru atau hal

(29)

99

Gaya komunikasi the equaliturium style dilandaskan kesamaan, ditandai

adanya penyebaran pesan baik secara lisan maupun tulisan yang bersifat dua arah

(two-way traffic of communication). Orang yang menggunakan gaya komunikasi

ini adalah yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina

hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam

lingkungan hubungan kerja. The equaliturium style ini akan memudahkan tidak

komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam memelihara empati

dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap

sesuatu permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi ini pula yang menjamin

berangsungnya tindakan berbagi informasi diantara para anggota dalam sutau

organisasi.

Tubbs dan Moss (2002) gaya komunikasi ini bersifat terstruktur

memantapka perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan

serta struktur organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberikan perhatian

kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jaan berbagai informasi

tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam

organisasi. Stogdill dan Coons menjelaskan bahwa indikator struktur yang efisien

adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan verbal gunal lebih

menetapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas

(30)

Gaya komunikasi the dynamic style bersifat agresif, karena pengiriman

pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada

tindakan (action-oriented). Tujuan utama dalam berkomunikasi ini adalah

menstimulasi atau merangsang pekerja/perawat agar bekerja dengan lebih cepat

dan lebih baik. Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi

persoaan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau

bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang

kritis tersebut.

Ehow (2012), menyebutkan sebagai komunikator agresif, mencoba untuk

mendominasi orang lain dan mengancam, sering mengkritik, dan menyalahkan

lemahnya orang lain untuk mendapatkan kekuasaan. Bahasa tubuh terlihat

sombong dan cepat marah kalau tidak sesuai dengan keinginannya. Sebagai

hasilnya dijahui orang lain merasa lepas kendali, tidak bisa mendapatkan

kebutuhan terpenuhi dengan cara sehat. Gaya komunikasi the relinguising style

bersifat kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain,

daripada keinginan untuk memberi perintah meskipun pengirim pesan (sender)

mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain. Gaya

komunikasi ini efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang bekerja sama

halnya dengan orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta

bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang

(31)

101

Hasil penelitian sesuai dengan teori Tubbs dan Moss (2002) gaya

komunikasi ini bersifat kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun

gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah meskipun

pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol

orang lain. Berdasarkan telaah hasil penelitian, peneliti berasumsi bahwa gaya

komunikasi yang dilakukan oleh kepala ruangan sudah baik terbukti banyaknya

perawat pelaksana yang menunjukkan gaya komunikasi kepala ruangannya adalah

Gaya komunikasi the structuring style, digunakan dalam melakukan suatu

kegiatan organisasi, berbagi informasi tentang jadwal kerja, aturan dan prosedur

yang berlaku dalam organisasi. Hal ini yang sering dirasakan oleh perawat

pelaksana tapi tetap masih ada saja yang ditemukan kepala ruangan yang sering

marah-marah, memaksa kehendaknya dan agresif dalam berkomunikasi.

5.2. Kepemimpinan Kepala Ruangan

Kepemimpinan kepala ruangan memiliki peranan dalam mempengaruhi

budaya kerja unit pelayanan keperawatan. Thoha (2006) berpendapat pemimpin

selaku komunikator yang efektif sebagai salah satu fungsi yang efektif sebagai

salah satu fungsi kepemimpinan relevan dengan aspek keterampilan dalam

komunikasi dan advokasi yang menjadi indikator kepemimpnan dalam penelitian

ini. Gillies (1989), kepemimpinan kepala ruangan mencakup banyak hal. Kegiatan

tersebut mencakup cara mengarahkan menunjukkan jalan, mensuper visi,

mengawasi anak buah, mengkoordinasikan kegiatan yang sedang atau diakukan

(32)

Mengawasi merupakan kegiatan yang termudah karena tanggung jawab

supervisor sendiri mendatangkan keingintahuan dan perhatian mengenai

kontribusi bawahan. Kepala ruangan juga berperan sebagai penghubung

interpersonal, yaitu merupakan simbol suatu kelompok dalam melakukan tugas

secara hukum dan sosial, mempunyai tanggung jawab dan motivasi, mengatur

tenaga dan mengadakan pengembangan serta merupakan penghubung jaringan

kerja diluar kelompok atau tim keperawatan. Sebagai pemberi informasi, yaitu

monitor informasi yang ada di lingkungan unit kerjanya, menyebarluaskan

informasi dari pimpinan rumah sakit kepada perawat pelaksana dan mewakili

kelompok (unit kerjanya) sebagai pembicara kepada manajemen Rumah Sakit.

Pemimpin kepala ruangan harus memerlukan kepiawaian menggunakan

posisi dalam batas-batas wewenang dan tanggung jawab. Kelemahan kepala

ruangan sebagai atasan dalam kepiawaian menggunakan posisi dilakukan

kurangnya pemahaman kepala ruangan tentang Tugas Pokok dan Fungsi

(Tupoksi) antara lain: mengevaluasi kinerja perawat, membuat daftar dinas,

menyediakan material keperawatan dan melakukan perencanaan,

pengoerganisasian, pengarahan dan pengawasan. Aspek kelihaian menggunakan

posisi dalam kepemimpinan keperawatan terkait dengan faktor individu dari

kepala ruangan itu sendiri. Jika seorang kepala ruangan kurang memiliki

kompetensi sebagai pimpinan maka dalam implementasinya kurang baik pada saat

kepala ruangan tersebut mengelola suatu tim kerja di unit keperawatan yang

menjadi tanggung jawabnya. Oleh karena itu seorang perawat yang berperan

sebagai kepala ruangan dan sekaligus sebagai pimpinan dari perawat pada model

(33)

103

Swanburg (2000) yaitu kemampuan memecahkan masalah secara efektif

yang masih lemah belum sesuai dengan kepemimpinan dalam keperawatan,

keterampilan hubungan antara manusia belum mampu diwujudkan oleh kepala

ruangan. Kemampuan memecahkan masalah secara efektif sebagai perilaku

kepemimpinan kepala ruangan sangat relevan dengan fungsi kepemimpinan

sebagai wakil dan juru bicara (Thoha, 2006). Dalam fungsi kepemimpinan ini

dijelaskan bahwa setiap organisasi dalam usaha pencapaian tujuan harus:

menyatukan persepsi yang tepat tentang organisasi tersebut, adanya pemahaman

berbagai kebijaksanaan yang ditempuh oleh organisasi dalam rangka pencapaian

tujuannya serta mencegah timbulnya salah pengertian tentang arah yang ditempuh

oleh organisasi.

Pimpinan yang mampu menyelesaikan masalah dengan efektif dan

menciptakan kondisi untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif dengan

membentuk suasana yang diterima oleh bawahan, sehingga bawahan tidak merasa

terancam dan ketakutan. Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan

penerapan pengaruh dan bimbingan yang ditujukan kepada semua staf

keperawatan untuk menciptakan kepercayaan dan ketaatan sehingga timbul

kesediaan melaksanakan tugas dalam rangka mencapai tujuan bersama secara

(34)

Perawat di Rumah Sakit Swasta di Kota Medan mengharapkan, bahwa

kepala ruangan unit keperawatan ikut terlibat dalam memecahkan masalah yang

ada di keperawatan. Semua pihak manajemen rumah sakit mengaktifkan fungsi

komite keperawatan, yaitu dengan membuka jalur formal untuk menyelesaikan

permasalahan baik diantara perawat pelaksana kepada kepala ruangan dan

perawat itu sendiri, antara perawat dengan atasan maupun dengan pihak

manajemen, sehingga hubungan antara meraka menjadi lebih harmonis.

Thoha (2006) bahwa ketegasan sikap dan komitmen dalam pengambilan

keputusan sebagai perilaku kepemimpinan kepala ruangan keperawatan relevan

dengan fungsi kepemimpinan selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam

usaha dalam pencapaian tujuan. Pemimpin yang membuat keputusan dengan

memperhatikan situasi sosial kelompok organisasinya akan dirasakan sebagai

keputusan bersama yang menjadi tanggung jawab bersama pula dalam

melaksanakannya.Tugas-tugas pemimpin yang berkaitan dengan sikap dalam

pengambilan keputusan adalah sebagai pengambian keputusan itu sendiri, sebagai

pemikul tangguang jawab dengan mengerahkan sumber daya untuk mencapai

tujuan sebagai pemikir konseptual. Kepala ruangan harus sebagai pemikir

konseptual dan bertanggung jawab sehingga dapat memutuskan segala sesuatu

untuk peningkatan asuhan keperawatan. Hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh

(35)

105

Kemampuan menjadi media dalam penyelesaian konflik kinerja relevan

dengan fungsi kepemimpinan sebagai mediator yang andal khususnya dalam

hubungan kedalam, terutama menangani konflik (Thoha, 2006). Sesuai dengan

pengertian konflik menurut Deutsch (1969) adalah suatu perselisihan atau

perjuangan yang timbul bila keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat, dan

perilaku seseorang yang terancam. Dalam Model Praktik Keperawatan

Profesional (MPKP) disebut bahwa konflik adalah perbedaan pandangan atau ide

antara satu orang dengan orang lain dalam organisasi yang dibentuk dari

sekumpulan orang yang memiliki latar belakang yang berbeda konflik mudah

terjadi.

Berkomunikasi merupakan faktor yang amat menentukan keberhasian

pencapaian hasil kegiatan. Pemimpin yang talah memahami secara mendalam dan

spesifik tentang bawahannya akan mampu menciptakan dan memodifikasi materi

komunikasi sehingga hasil komunikasi dapat menjadi lebih optimal. Disamping

itu, pemimpin juga mampu mengembangkan strategi yang tepat dalam menggali

ide dan pendapat orang lain serta betukar ide dalam menyelesaikan masalah

secara efektif. Keterampilan berkomunikasi juga diperlukan ketika pemimpin

perawat melakukan lobi ke berbagai pihak terutama penentu kebijakan yang

berhubungan dengan profesi keperawatan. Komunikasi yang diakukan

seyogyanya tidak menimbulkan ancaman atau ketidak nyamanan pihak yang

sedang dilobi, sehingga kegiatan negoisasi dapat dilakukan tanpa disadari dan

(36)

5.3. Budaya Kerja Unit Pelayana Keperawatan

Berdasarkan hasil penelitian tentang budaya kerja unit pelayanan

keperawatan yang disajikan pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa budaya layanan

keperawatan di rumah sakit swasta di kota medan berada pada katergori baik yaitu

153 orang (87.4%) dan minoritas kategori buruk yaitu 23 orang (12.6%). Hasil

penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Davies et al. (2000) di

rumah sakit di Jerman pada 403 perawat, didapat bahwa hasil budaya kerja unit

pelayanan keperawatan pada kategori baik yaitu 72,8%.

Wolseley dan Camplbell dalam Triguno (1995) menyatakan bahwa orang

yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan mempunyai sikap: 1. menyukai

kebebasan, pertukaran pendapat, dan terbuka bagi gagasan-gagasan baru dan fakta

baru dalam usahanya untuk mencari kebenaran. 2. memecahkan permasalahan

secara mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan metode ilmu

pengetahuan, pemikiran yang kreatif, dan tidak menyukai penyimpangan dan

pertentangan. 3. berusaha menyesuaikan diri antara kehidupan pribadinya dengan

kebiasaan sosialnya. 4. mempersiapkan dirinya dengan pengetahuan umum dan

keahlian-keahlian khusus dalam mengelola tugas atau kewajiban dalam

bidangnya.5. memahami dan menghargai lingkungannya. 6. berpartisipasi dengan

loyal kepada kehidupan rumag tangga, masyarakat dan organisasinya serta penuh

(37)

107

Gillies (1989) menambahkan bahwa manajer/kepala ruangan harus mengatur

bawahan kedalam fungsi kelompok kerja yang baik. Sebuah kelompok dapat

diartikan sebagai suatu kesatuan yang lahir terdiri dari beberapa individu berbagai

minat sama, nilai dan norma-norma yang berinteraksi satu sama lain pada dasar

yang tetap memiliki karakter mudah diperkirakan. Cartwright dan Zander (1960)

juga mengatakan bahwa semua sasaran kelompok terbagi kedalam dua jenis: (1)

prestasi beberapa tujuan kelompok tertentu dan (2) pemeliharaan atau penguatan

kelompok itu sendiri.

Berdasarkan telaah hasil penelitian, bahwa masih adanya ditemukan perawat

yang memiliki buadaya kerja unit pelayanan yang buruk dimana dalam penelitian

ini di dapat dalam kategori minoritas buruk yaitu 23 orang (12.6%). Hal ini dapat

dilihat berdasarkan jawaban perawat dalam mengisi kuesioner dan diolah oleh

peneliti. Peneliti juga masih menemukan sedikit banyaknya perawat yang sering

datang terlambat, tidak santun dalam berkomunikasi dan kurangnya tanggung

jawab pada pasien kelolaan sendiri.

5.4 Pengaruh Gaya Komunikasi Kepala Ruangan dengan Budaya Kerja Unit Pelayanan Keperawatan

Berdasarkan hasil penelitian uji bivariat antara gaya komunikasi kepala

ruangan dengan budaya kerja unit pelayanan keperawatan didapat nilai

P 0.00 < 0.05 dimana Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada pengaruh yang

signifikan antara gaya komunikasi kepala ruangan dengan budaya kerja unit

pelayanan keperawatan di rumah sakit swasta di kota medan. Nilai r sebesar 0,274

yang menunjukkan bahwa kekuatan pengaruh antara gaya komunikasi kepala

(38)

Pengaruh antara gaya komunikasi kepala ruangan dengan budaya kerja unit

pelayanan keperawatana dalah positif.

Hasil penelitian Barbara (2015) mengemukakan terdapat hubungan yang

positif dan signifikan antara komponen gaya komunikasi dengan budaya kerja

karena komponen ini memiliki dampak yang signifikan pada budaya kerja dan

dicatat sebagai faktor yang berharga untuk meningkatkan budaya kerja. Hasil

penelitian West dan Turner (2010) mengemukakan gaya komunikasi atau

communication style memberikan pengetahuan tentang bagaimana perilaku

manusia dalam suatu budaya kerja ketika melaksanakan tindakan dan

pekerjaanya.

Martinez (2012), menemukan bahwa gaya komunikasi mempengaruhi

budaya kerja. Hasil penelitian lain juga menyatakan bahwa manajemen rumah

sakit harus memperhatikan gaya komunikasi kepala ruagan karena berpengaruh

terhadap budaya kerja perawat (Maria, 2013). Hasil penelitian Williams (2014)

menunjukkan bahwa 67% dari perawat melaporkan bahwa mereka memiliki

komunikasi yang buruk, sementara 25% dan 8% masing-masing berada pada gaya

komunikasi menengah dan baik. Hal ini berarti pihak manajemen rumah sakit

(39)

109

5.5 Pengaruh Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan Budaya Kerja Unit Pelayanan Keperawatan

Berdasarkan hasil penelitian uji bivariat antara kepemimpinan kepala

ruangan dengan budaya kerja unit pelayanan keperawatan didapat nilai

P 0.00 < 0.05 dimana Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada pengaruh yang

signifikan antara kepemimpinan kepala ruangan dengan budaya kerja unit

pelayanan keperawatan di rumah sakit swasta di kota medan. Nilai r sebesar 0,741

yang menunjukkan bahwa kekuatan hubungan antara kepemimpinan kepala

ruangan dengan budaya kerja unit pelayanan keperawatan adalah “kuat”.

Pengaruh antara kepemimpinan kepala ruangan dengan budaya kerja unit

pelayanan keperawatan dalah positif.

Mulia Nasution (1994 dalam Riyadi, 2011) mengemukakan bahwa seorang

pemimpin harus mengembangkan suatu sikap dalam memimpin bawahannya.

Suatu sikap kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai suatu pola perilaku yang

dibentuk untuk diselaraskan dengan kepentingan-kepentingan organisasi dan

budaya kerja unit pelayanan keperawatan untuk dapat mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

Suarli dan Bahtiar, (2009), Kepemimpinan berpengaruh signifikan dan

positif terhadap budaya kerja unit pelayanan keperawatan. Kepemimpinan yang

baik maka akan berdampak pada budaya kerja yang baik. Kepemimpinan

merupakan kemampuan memberi inspirasi kepada orang lain untuk bekerja sama

sebagai suatu kelompok agar dapat mencapai suatu tujuan umum. Banyak

(40)

Salah satu bentuk kepemimpinan yang diyakini dapat mengimbangi pola pikir dan

refleksi paradigma baru dalam arus globalisasi dirumuskan sebagai kepemimpinan

(Munawaroh, 2011).

Kepemimpinan didefinisikan sebagai seorang pemimpin yang mempunyai

kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu.

Kepemimpinan akan membuat bawahan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan

respek kepada pimpinannya. Pada akhirnya bawahan akan termotivasi untuk

melakukan lebih dari yang diharapkan. Pemimpin menggunakan karisma,

pertimbangan individual, dan stimulasi intelektual untuk menghasilkan upaya

yang lebih besar, efektivitas, dan kepuasan bagi bawahannya (Bass & Avolio,

1990 dalam Sulieman, Hussein dan Batayneh; 2011).

Kepemimpinan baik diterapkan dalam keperawatan karena kualitas

kepemimpinan dapat meningkatkan budaya kerja unit pelayanan keperawatan.

Keperawatan dengan pemimpin yang baik akan menunjukkan karakteristik seperti

kebanggaan, kepuasan dalam bekerja, antusiasme, semangat tim, dan rasa

keberhasilan (Huber, 2006). Berbagai penelitian tentang kepemimpinan telah

dilakukan seperti yang dijelaskan oleh Temalagi (2010) bahwa kepemimpinan

lebih dominan diterapkan oleh manager Rumah Sakit. Humairah (2005)

menunjukkan kepemimpinan lebih berpengaruh terhadap efektivitas kinerja

perawat di Rumah Sakit. Hal ini diperkuat oleh, peneliti, Andira dan Budiarto

(2010) bahwa kepemimpinan berpengaruh positif pada budaya kerja unit

(41)

111

Berbagai hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan menjadi

faktor penentu dalam menciptakan organisasi yang positif tanpa terbatasi oleh

budaya kerja dan jenis organisasi (Walumbwa dkk, 2007; Dharmayanti, 2009).

Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Dhina dan Mita (2013) menjelaskan

bahwa kepemimpinan kepala ruangan yang baik akan mempengaruhi upaya

menggerakkan perawat dalam rung lingkup wewenangnya untuk menerapkan

budaya kerja unit pelyanan keperawatan. Perencanaan, pengendalian dan

peningkatan oleh kepemimpinan kepala ruangan dibutuhkan dalam menjalankan

pengorganisasian diruangan dalam meningkatkan pelayanan keperawatan.

Disamping itu kepala ruangan diharapkan dapat bertanggung jawab dan mampu

melaksanakan manajemen keperawatan sehingga dapat menghasilkan pelayanan

yang berkualitas. Tujuan akhirnya adalah terciptanya kepuasan pada pasien dan

keluarga.

Menurut Robbins (2008) yang menjadi hal yang utama setiap pemimpin

dan setiap orang dalam lembaga/organisasi untuk meningkatkan budaya kerja

adalah urusan setiap orang, disamping komitmen kerjasama tim yang solid,

kepengawasan yang ketat dan sumber daya yang memadai merupakan faktor yang

menentukan keberhasilan peningkatan budaya kerja unit pelayanan keperawatan.

Menurut Tasmara (2002) budaya kerja sebagai pola kebiasaan yang didasarkan

cara pandang atau cara seseorang memberikan makna terhadap kerja yang

mewarnai suasana hati dan keyakinan yang kuat atas nilai-nilai yang diyakininya,

serta memiliki semangat bersungguh-sungguh untuk mewujudkannya dalam

(42)

5.6 Keterbatasan Hasil Penelitian

Penelitian dengan pengumpulan data menggunakan kuesioner memperoleh

data yang bersifat sangat subjektif dan cenderung bias, sehingga kebenaran data

sangat tergantung pada keadaan kejujuran dan spontanitas jawaban responden

pada saat pengisian (Munandar, 2001). Untuk mengurangi adanya bias, maka

sebelum kuesioner dibagikan, peneiti menjeaskan secara tertuis dibagian depan

kuesioner, bahwa penelitian ini memerlukan kejujuran sesuai dengan fakta yang

ada, isi kuesioner tidak mempengaruhi penilaian kinerja responden.

Yokl (1989) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu individu yang

menunjukkan kemampuan untuk mempengaruhi individu untuk jadi efektif

berdasarkan kemampuan mereka dalam menyelesaikan pekerjaan organisasi.

Melalui kepemimpinan, perawat dapat dipengaruhi.

Hanya ketika sebuah organisasi terlihat untuk mengubah gaya kepemimpinannya

akan perubahan budaya komunikasi untuk karyawannya, memungkinkan bagi

organisasi mencapai potensi kinerja penuh. Komunikasi kepemimpinan dapat

membuat budaya kerja yang tidak termotivasi kembali memperoleh produktivitas.

Faktor kepemimpinan memegang peranan penting, karena kebutuhan bekerja

tergantung dari kemampuan pimpinannya (Burns, 1978).

Chen (2013) membuktikan hasrat untuk memimpin adalah motif kunci

untuk meningkatkan budaya kerja. Berdasarkan hasil penelitian Vincent (2007)

menunjukkan bahwa kememimpinan yang memiliki ambisi dan energy yang kuat

akan mendorong kepemimpinan untuk mencapai tujuan pribadi maupun tujuan

(43)

113

Penelitian yang dilakukan di Iran terhadap 25 kepemimpinan administrasi perawat

dalam penelitian menyatakan bahwa kepercayaan diri kurang (37%), beberapa

menyatakan ambisi dan energy mereka tidak begitu besar dalam melakukan

pekerjaan (71%).

5.7. Implikasi dalam Layanan Keperawatan

Gaya komunikasi dan kepemimpinan kepala ruangan setiap pemimpin

sangatlah berbeda-beda, memiliki pengaruh yang positif dan negatif dalam

pelaksaaannya. Potensi yang dimiliki pemimpin dipadukan dengan rencana

organisasi masa depan rumah sakit untuk tetap memajukan layanan keperawatan

serta kaya dengan praktek profesional keperawatan. Peneliti berpendapat

pemikiran ataupun penelitian ini patut untuk di manfaatkan sebagai bahan

pertimbangan layanan keperawatan di rumah sakit (Sudjana, 2015).

Peneliti telah menyajikan penemuan dari hasil penelitian agar manajemen

dan fungsi tugas kepala ruangan berjalan dengan efektif dan praktek perawat

profesional dapat berkembang. Keseluruhan sajian dari peneliti lahir dari

konsep-konsep teorikal dari gaya komunikasi, kepemimpinan kepala ruangan dan budaya

kerja layanan keperawatan. Para meminat dan pengembang ilmu pengetahuan

keperawatan manajemen rumah sakit dapat memanfaatkan gagasan yang telah

(44)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dipaparkan kesimpulan dan saran yang diberikan

berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan pada penelitian ini

maka kesimpulan yang dapat diambil adalah mayoritas gaya komunikasi kepala

ruangan menurut perawat pelaksana adalah the structuring style sebanyak 57

orang (32,0%) dan minoritas adalah the controlling style sebanyak 7 orang

(4,0%). Mayoritas menyatakan kepemimpinan kepala ruangan baik sebanyak 143

orang (81,1%) dan minoritas buruk sebanyak 33 orang (18,9%). Mayoritas

menyatakan budaya pelayanan unit keperawatan baik sebanyak 153 orang

(87,4%) dan minoritas buruk sebanyak 23 orang (12,6%).

Berdasarkan analisis bivariat bahwa ada pengaruh positif yang signifikan

antara gaya komunikasi dengan budaya kerja unit pelayanan keperawatan dengan

nilai p = 0.00 < 0,05 dan r = 0,274 artinya pengaruh antara gaya komunikasi

kepala ruangan dengan budaya kerja unit pelayanan keperawatan adalah “rendah”.

Ada pengaruh positif yang signifikan antara kepemimpinan kepala ruangan

dengan budaya kerja unit pelayanan keperawatan dengan nilai p = 0.00 < 0,05 dan

r = 0,741 artinya pengaruh antara kepemimpinan kepala ruangan dengan budaya

kerja unit pelayanan keperawatan adalah “kuat”. Hasil penelitian ini di harapkan

(45)

115

6.2 Saran

1. Manajemen Rumah Sakit

Hasil penelitian ini memiliki implikasi yang penting bagi rumah sakit

Swasta di Kota Medan, khususnya rumah sakit Bunda Thamrin dan rumah sakit

Bina Kasih Medan, dimana diperoleh informasi bahwa dari 176 orang hanya

sebanyak 57 orang yang menyatakan gaya komunikasi kepala ruangannya

menggunakan the structuring style, dan minoritas menyatakan gaya komunikasi

kepala ruangannya adalah the controlling style sebanyak 7 orang (4.0 %).

Disarankan kepada pihak manajemen rumah sakit agar memperhatikan lagi dalam

melakukan gaya komunikasi kepala ruangan terhadap bawahannya agar

disesuaikan sesuai dengan kondisi pada saat-saat tertentu dalam melakukan gaya

komunikasi sehingga meningkatkan budaya kerja unit pelayanan keperawatan di

rumah sakit swasta di kota medan.

2. Perawat Pelaksana

Dibutuhkan adanya pendidikan dan pelatihan terhadap kepala ruangan

yang rutin dan berkesinambungan, juga bimbingan sehari-hari oleh pihak

manajemen rumah sakit untuk meningkatkan kedisiplinan perawat serta tata

krama di dalam memberikan asuhan keperawatan.

3. Peneliti Selanjutnya

Untuk penelitian selanjutnya hendanya pengumpulan data lebih di

perbanyak lagi, pengumpulan data yang lebih kongkrit lagi, misalnya

menggunakan teknik observasi, wawancara mendalam terhadap pelaksanaan

Gambar

Tabel 3.1 Variabel dan Defenisi Operasional
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
+2

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu pada penelitian ini adsorben M-Mg/Al-HT dan CM-Mg/Al-HT disintesis dengan metode kopresipitasi selanjutnya digunakan untuk mengadsorpsi [AuCl 4 ] –

The supervisor sends messages to each of the three worker actors asking them to perform their specific tasks.. When each worker completes its task, it sends a message back to

Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh pemberian video pendewasaan usia perkawinan terhadap tingkat pengetahuan tentang dampak perkawinan usia dini pada remaja

Surat yang memberi perintah pada bank untuk membayar sejumlah uang kepada pihak penerima pembayaran

Struktur sosiai pada contoh tersebut adalah. Di dalam masyarakat dijumpai kelompok sosial yang memiliki nama belakang Sitompul... Napitupulu, Sirait dan

untuk pengembangan produk IKM makanan Kota Pangkalpinang berdasarkan skala prioritas adalah 1) Inkubator bisnis, 2) Menciptakan ekosistem wirausaha, 3) Pembuatan galery

San Artha Utama hanya 2 kali dalam setahun dan kurangnya porsi pelatihan serta tidak menyeluruhnya karyawan yang mendapatkan pelatihan.Mengingat bahwa kurang cekatannya

Dalam konteks penelitian ini pejabat pelaksana harus mampu menanamkan doktrin, mengkoordinasikan tugas-tugas pelayanan, dan mengintegrasikan nilai-nilai budaya