• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kerangka Teori

2. Kepemimpinan

a. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan mempunyai peranan yang dominan dalam keseluruhan upaya untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Menurut Siagian (2009:62) kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain (para bawahannya) sehingga orang lain mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenangi.

Menurut Danim (2012:55) kepemimpinan adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasikan dan memberi arah kepada individu atau kelompok lain yang bergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan, Menurut Terry (2003 :152) kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan mengarahkan pengikut-pengikutnya untuk bekerja bersama dengan kepercayaan serta tekun mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh pimpinan mereka.

Berdasarkan pengertian kepemimpinan dari beberapa pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpin erat kaitannya dengan kemampuan seseorang untuk dapat

mempengaruhi orang lain agar bekerja sesuai dengan tujuan yang di harapkan.

b. Syarat Menjadi Pemimpin

Pemimpin yang ideal menurut Danim (2012: 60) harus memiliki kelebihan dibanding dengan kelompok yang dipimpinnya, sekaligus ada kesadaran didalam dirinya bahwa ia memiliki kelemahan. Seseorang yang menjalankan fungsi kepemimpinan setidaknya memiliki syarat sebagai berikut:

1) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2) Memiliki intelegensi yang tinggi.

3) Memiliki fisik yang kuat.

4) Berpengetahuan luas, baik teoritis maupun praktis. 5) Percaya diri.

6) Dapat menjadi anggota kelompok. 7) Adil dan bijak.

8) Tegas dan berinisiatif.

9) Berkapasitas membuat keputusan. 10)Memiliki kestabilan emosi.

c. Tipe Kepemimpinan

Dari berbagai studi tentang kepemimpinan diketahui ada lima tipe pemimpin, pentingnya pengenalan berbagai tipe kepemimpinan terletak pada pemahaman ciri-cirinya secara tepat

tertentu dalam menjalankan roda organisasi. Menurut Siagian (2009: 75) menyatakan bahwa terdapat lima tipe kepemimpinan yang mempunyai ciri masing-masing yaitu:

1) Tipe Otoriter

Seorang pemimpin yang tergolong sebagai orang otoriter memiliki ciri-ciri yang umumnya negatif. Karena itu tipe ini bukanlah merupakan tipe yang diandalkan, terutama apabila dikaitkan dengan upaya meningkatkan produktifitas kerja. Pemimpin Otoriter memiliki ciri sebagai berikut:

a) Penonjolan diri yang berlebihan sebagai simbol keberadaan organisasi, sehingga cenderung bersikap bahwa dirinya dan organisasi adalah identik.

b) Tidak dapat menerima adanya orang lain dalam organisasi yang potensial mampu menyaingi dirinya.

c) Pemimpin yang otoriter cenderung gila kehormatan.

d) Pemimpin yang berpersepsi bahwa para anggota organisasi mengabdi kepadanya.

e) Tidak selalu melihat kinerja, kejujuran, serta penerapan norma-norma moral dan etika.

f) Pemimpin yang otoriter menentukan dan menerapkan disiplin organisasi yang keras dan menjalankannya dengan sikap yang kaku.

g) Menciptakan instrumen pengawasan yang sedemikian rupa sehingga dasar ketaatan para bawahan bukan kesadaran melainkan ketakutan.

2) Tipe Paternalistik

Beberapa pemimpin organisasi tergolong pemimpin dengan tipe ini, terutama dalam organisasi yang dikelola dengan menggunakan norma-norma tradisional. Penguasaan kiat dan kemampuan menjadi ciri dimana menghadapi situasi yang bagaimana menjadi sangat penting dalam mengelola suatu organisai agar efektif.

Pemimpin Paternalistik memiliki ciri sebagai berikut:

a) Pemimpin yang paternalistik senang untuk menonjolkan dirinya sebagai simbol organisasi.

b) Sering menonjolkan sikap saling mengetahui dalam berbagai hal.

c) Memperlakukan bawahan dalam sebagai orang-orang yang belum dewasa, bahkan seolah-olah mereka masih anak-anak.

d) Bersifat melindungi.

e) Sentralisasi pengambilan keputusan. f) Melakukan pegawasan yang ketat.

3) Tipe Laissez Faire

Tipe ini ditandai oleh ciri-ciri yang mungkin dapat dikatakan sulit membayangkan situasi organisasional dimana tipe ini dapat digunakan secara efektif.

Pemimpin Laissez Faire memiliki ciri sebagai berikut: a) Tidak memiliki kepekaan terhadap suasana.

b) Tidak senang mengambil risiko dan lebih cenderung pada upaya mempertahankan keadaan yang ada.

c) Gemar melimpahkan wewenang kepada bawahan, serta bawahanlah yang mengambil keputusan.

d) Enggan mengenakan sanksi kepada bawahan yang bersalah, tetapi sebaliknya senang dalam hal memuji bawahan. e) Memperlakukan bawahan sebagai rekan, tidak menyukai

hubungan yang bersifat hierarki.

f) Keserasian dalam interaksi organisasional dipandang sebagai etos yang perlu dipertahankan.

4) Tipe Demokratik

Beberapa orang mendambakan atasan yang memiliki tipe demokratik, sehingga terdapat yang mengatakan bahwa tipe inilah yang ideal dalam memimpin organisasi.

a) Mengakui harkat dan martabat manusia.

b) Menerima pendapat bahwa sumber daya manusia merupakan unsur yang paling strategik dalam organisasi, meskipun tetap mengakui unsur yang lainnya.

c) Memperlakukan bawahan dengan mempertimbangkan jati diri yang khas.

d) Mampu membaca situasi yang dihadapi dan dapat menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan situasi tersebut.

e) Rela dan mau melimpahkan wewenang pengambilan keputusan kepada bawahan tanpa kehilangan kendali operasional, dan tetap bertanggung jawab atas tindakan para bawahannya itu.

f) Mendorong para bawahan untuk mengembangkan kreativitasnnya.

g) Membiarkan bawahan mengambil risiko dengan catatan sudah mempertimbangkan dengan matang.

h) Memiliki sifat mendidik dan membina. 5) Tipe Kharismatik

Tipe ini memiliki daya tarik yang kuat bagi orang lain sehingga orang itu bersedia mengikutinya tanpa selalu bisa menjelaskan apa penyebab kesediaanya itu.

a) Memiliki kepercayaan diri yang besar. b) Memiliki visi bagi organisasi.

c) Memiliki kemampuan untuk mengartikulasi visi.

d) Mempunyai keyakinan yang kuat tentang tepatnya visi yang dinyatakan kepada para bawahan.

e) Siap membawa perubahan.

f) Mempunyai pemahaman tentang lingkungan dan siap untuk menyediakan sarana dan prasarana untuk mewujudkan perubahan.

d. Indikator Kepemimpinan

Menurut Wahjosumidjo (dalam Faticha 2016: 21) secara garis besar indikator kepemimpinan adalah sebagai berikut:

1) Bersifat adil

Dalam kegiatan suatau organisasi, rasa kebersamaan diantara para anggota adalah mutlak, sebbab rasa kebersamaan pada hakikatnya merupakan pencerminan dari pada kesepakatan antara para bawahan mauapaun antara pemimpin dengan bawahan dalam mencapai tujuan organsasi.

2) Memberi sugesti

Sugesti baisanya disebut sebagai saran atau anjuran. Dalam rangka kepemimpinan, sugesti merupakan pengaruh dan sebagainya, yang mampu menggerakan hati orang lain dan sugesti mempunyai perasanan sangat penting didalam

memelihara dan membina harga diri serta rasa pengabdian, partisipasi, dan rasa kebersamaan di antara para bawahan. 3) Mendukung tujuan

Tercapainya tujuan organisasi tidak secara otomatis terbentuk, melainkan harus di dukung oleh adanya kepemimpinan. Oleh karena itu, agar setiap organisasi dapat efektif dalam arti mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka setiap tujuan yang ingin di capai perlu disesuaikan dengan keadaan organisasi serta memungkinkan para bawahan untuk bekerja sama.

4) Katalisator

Seorang pemimpin di katakan berperan sebagai katalisator, apabila pemimpin itu selalu dapat meningkatkan segala sumber daya manusia yang ada, berusaha memberikan reaksi yang menimbulkan semangat dan daya kerja cepat semaksimal mungkin.

5) Menciptakan rasa aman

Setiap pemimpin diwajibkan menciptakan rasa aman bagi para bawahannya. Dan ini hanya dapat dilaksanakan apabila setiap pemimpin mampu memelihara hal-hal yang positif, sikap optimisme di dalam menghadapi segala permasalahan, sehingga dalam melaksanakan tugas-tugasnya, bawahan merasa

aman, bebas dari segala perasaan gelisah, kekhawatiran, merasa memperoleh jaminan keamanan dari pemimpin.

6) Sebagai wakil organisasi

Setiap bawahan yang bekerja pada unit organsasi apapun, selalu memandang atasan atau pimpinannya mempunyai peranan dalam segala bidang kegiatan, lebih-lebih yang menganut prinsip-prinsip keteladanan atau panutan-panutan. Seoarang pemimpin adalah segala-galanya. Oleh karena itu segala perilaku, perbuatan dan kata-katanya akan selalu memberikan kesan-kesan tertentu terhadap organisasinya. 7) Sumber inspirasi

Seseorang pemimpin pada hakikatnya adalah sumber semangat bagi para bawahannya. Oleh karena itu, setiap pemimpin harus selalu dapat membangkitkan semangat para bawahan menerima dan memahami tujuan organisasi dengan antusias dan bekerja secara efektif ke arah tercapainya tujuan organisasi.

8) Bersikap menghargai

Setiap orang pada dasarnya menghendaki adanya pengakuan dan penghargaan diri pada orang lain. Demikian pula setiap bawahan dalam organisasi memerlukan adanya pengakuan dan penghargaan dari atasan. Oleh karena itu, menjadi suatu kewajiban bagi pemimpin untuk mau

memberikan penghargaan atau pengakuan dalam bentuk apapaun kepada bawahannya.

e. Fungsi Kepemimpinan

Fungsi kepemimpinan berhubungan dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok atau organisasi dimana fungsi kepemimpinan harus diwujudkan dalam interaksi antar individu. Menurut Rivai (2005: 53) secara operasional fungsi pokok kepemimpinan dapat dibedakan sebagai berikut:

1) Fungsi instruktif

Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah.

2) Fungsi konsultatif

Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Konsultasi itu dimaksud untuk memperoleh masukan berupa umpan balik untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Dengan menjalankan fungsi konsultatif dapat diharapkan keputusan-keputusan pimpinan akan mendapat dukungan dan lebih mudah

3) Fungsi partisipasi

Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikut sertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dilakukan secara terkendalu dan terarah berupa kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Keikut sertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.

4) Fungsi delegasi

Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan perlimpahan wewenang membuat atau menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tapa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnnya berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini merupakan pembantu pemimpin yang mempunyai kesamaan prinsip, persepsi, dan aspirasi.

5) Fungsi pengendalian

Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses atau efektif mampu mengatur aktivitas anggotannya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif sehingga memungkinkan terciptanya tujuan bersama secara

maksimal. Fungsi pengendalian ini dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.

3. Lingkungan Kerja

a. Pengertian Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja dapat diartikan tempat seseorang bekerja. Seperti yang diungkapkan oleh Ayan, Jordan E (2002: 98) bahwa lingkungan meliputi “jagat kecil”: ruangan, kantor, atau rumah tempat kita melewati siang dan malam dan “jagat besar”: kota,

negara, wilayah tempat kita tinggal. Kedua dunia tersebut mampu mempengaruhi kita dengan berbagai cara. Dalam hal ini berbicara tentang lingkungan adalah lingkungan kerja yang berarti tempat kita bekerja.

Menurut Sukanto (2000: 151) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dalam bekerja. Meliputi pengaturan penerangan, pengontrolan suara gaduh, pengaturan kebersihan tempat kerja, dan keamanan tempat kerja.

Sedangkan, Menurut Sunyoto (2012: 43) lingkungan kerja merupakan bagian komponen yang sangat penting didalam karyawan melakukan aktifitas bekerja. Dengan memperhatikan lingkungan kerja yang baik atau menciptakan kondisi kerja yang mampu memberikan motivasi untuk bekerja, maka akan membawa

Pengertian lingkungan kerja disini adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya kebersihan, musik, penerangan, dan lain-lainnya.

Dari beberapa pendapat tentang lingkungan kerja dapat di simpulkan bahwa lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja yang dapat mendukung aktivitas pekerja itu sendiri.

b. Jenis Lingkungan Kerja

Menurut Siagian (2002: 57) menyatakan secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua yaitu:

1) Lingkungan kerja fisik

Lingkungan kerja fisik adalah kondisi tempat kerja yang dapat mempengaruhi atau meningkatkan efesiensi kinerja.

Ada beberapa kondisi fisik dari tempat kerja yang baik yaitu: a) Bangunan tempat kerja disamping menarik untuk

dipandang, juga dibangun dengan pertimbangan keselamatan kerja.

b) Ruang kerja yang longgar dalam arti penempatan orang dalam suatu ruangan tidak menimbulkan perasaan sempit. c) Tersedia tempat istirahat untuk melepas lelah, seperti

kafetaria baik dalam lingkungan perusahaan atau sekitarnya yang mudah dicapai karyawan.

d) Tersedia tempat ibadah keagamaan seperti masjid atau mushola, baik di kelompokkan dalam organisasi maupun sekitarnya.

e) Tersedianya sarana transportasi, angkutan, baik yang diperuntukan karyawan maupun angkutan umum yang nyaman, murah dan mudah diperoleh.

2) Lingkungan kerja non fisik

Lingkungan kerja non fisik adalah lingkungan kerja yang menyenangkan dalam arti terciptanya hubungan kerja yang harmonis antara karyawan dan atasan, karena pada hakekatnya manusia bekerja tidak mencari uang saja, akan tetapi bekerja merupakan bentuk aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan.

c. Indikator-indikator Lingkungan Kerja

Menurut Sedarmayanti (2001: 46) faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah sebagai berikut:

1) Penerangan/cahaya di tempat kerja

Penerangan sangat bermanfaat bagi keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu di perhatikan adanya penerangan yang terang, tetapi tidak menyilaukan.

2) Temperature di tempat kerja

dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi diluar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia dapat menyesuaikan dirinya dengan temperature luar berkisaran 35% untuk kondisi panas dari 20% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh. Namun sebenarnya keadaan tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap karyawan karena kemampuan beradaptasi tiap karywan berbeda, tergantung di daerah bagaimana karyawan hidup.

3) Kebisingan

Kebisingan merupakan bunyi yang tidak di inginkan oleh telinga. Bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan pekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalah komunikasi. Maka suara bising harusnya di hindari agar produktivitas kerja dapat dilakukan dengan baik dan lancar.

4) Tata warna di tempat kerja

Menata warna di temapt kerja perlu di perhatikan. Wqarna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan, seperti rasa senang, sedih dan lain sebagainnya, karena dalam warna dapat merasangsang perasaan manusia.

5) Ruang gerak yang diperlukan

Kondisi dimana lingkungan kerja dalam terjaga kebersihannya dan memiliki ruang gerak yang memadai, ruang yang bersih

dan memiliki ruang gerak yang memadai akan membuat suasana menjadi indah sehingga karyawan akan menjadi lebih semangat dalam menyelesaikan tugasnya.

6) Keamanan di tempat kerja

Guna menjaga lingkungan kerja tetap aman, maka perlu adanya satuan petugas keamanan (SATPAM).

7) Hubungan karyawan

Dalam hubungan ini terdapat dua hubungan, yaitu hubungan sebagai individu dan kelompok, hubungan sebagai individu memotivasi yang diperoleh karyawan datangnya dari rekan-rekan kerja maupun atasan. Sedangkan, untuk hubungan sebagai kelompok, maka seseorang karyawan akan berhubungan dengan banyak orang.

d. Manfaat lingkungan kerja

Menurut Ishak dan Tanjung (dalam Setiawan, 2018: 19) manfaat lingkungan kerja adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas dan prestasi kinerja meningkat. Sedangkan manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi yaitu pekerjaan dapat terselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang ditentukan.

4. Motivasi

a. Pengertian Motivasi

Menurut Kast dan James (Dalam Tahir, 2014: 92) mengemukakan bahwa motif adalah apa yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu atau sekurang-kurangnya mengembangkan suatu kecenderungan perilaku tertentu. Dorongan untuk tindak ini dapat dipicu oleh suatu rangsangan luar atau lahir dalam diri orang itu sendiri dalam proses fisikologi dan pemikiran individu itu. Perbedaan motivasi niscahyalah merupakan faktor penting untuk memahami dan meramalkan perbedaan dan perilaku individual.

Menurut Notoatmodjo (2015: 115) motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya. Di dalam diri seseorang terdapat “kebutuhan” atau “ keinginan” terhadap objek di luar diri seseorang tersebut, kemudian dengan “situasi di luar” objek tersebut dalam rangka

memenuhi kebutuhan yang dimaksud. Oleh sebab itu, motivasi adalah alasan (reasoning) seseorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja merupakan suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan yang menciptakan kegairahan seseorang untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki. Motivasi kerja

tinggi yang diberikan karyawan akan meningkatkan produktivitas perusahaan, sehingga memudahkan pencapaian tujuan perusahaan yang telah diteteapkan. Jadi, jelas bahwa motivasi kerja mempunyai pengaruh besar dalam operasi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan selalu mengharapkan karyawan-karyawannya memiliki motivasi kerja yang tinggi.

b. Teori Motivasi

Teori-teori motivasi yang akan dikemukakan berikut ini merupakan hal penting, karena dapat memudahkan bagi manajemen perusahaan untuk menggerakan dan mendorong dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepada karyawan. Berikut ini teori spesifik yang merupakan penjelasan paling baik untuk motivasin karyawan (Robbins, dalam Hartatik 2014: 163).

1) Teori Motivasi Klasik dari Frederick Winslow Taylor

Teori motivasi Frederick Winslow Taylor memandang bahwa motivasi para karyawan hanya dari sudut pemenuhan kebutuhan biologis. Kebutuhan biologis tersebut dipenuhi melalui gaji atau upah yang diberikan, baik uang maupun barang, sebagai imbalan dari prestasi yang telah diberikan. Frederick Winslow Taylor menyatakan bahwa konsep dasar teori ini adalah orang akan bekerja bilamana ia giat, mendapatkan imbalan materi yang mempunyai kaitan dengan

dikerjakan dengan menggunakan sistem intensif untuk memotivasi para karyawan. Semakin banyak mereka berproduksi, maka semakin besar penghasilan mereka.

2) Teori Motivas dari Abraham Maslow

Abraham Maslow mengemukakan teori motivasi yang dinamakan Maslow needs hiererchy theory (A theory of human motivation) atau hierarki kebutuhan mengikuti teori jamak, yakni seseorang berperilaku dan bekerja karena adanya dorongan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan.

3) Frederick Herzberg mengemukakan teori motivasi dua faktor atau Herzberg’s Two Factors Motivation Theory atau sering juga disebut teori motivasi kesehatan (factor higienis). Menurut Frederick Herzberg, orang menginginkan dua macam faktor kebutuhan, yaitu:

a) Kebutuhan akan kesehatan atau pemeliharaan. Faktor pemeliharaan berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman dan kesehatan badaniah. b) Faktor pemeliharaan menyangkut kebutuhan psikologi

seseorang. Kebutuhan ini meliputi serangkaian kondisi instrinsik, kepuasan pekerjaan, (job content), yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakan tingkat motivasi yang kuat dan dapat menghasilkan pekerjaan yang baik.

4) Teori Motivasi Prestasi dari Mc. Clelland

Mc. Clelland mengemukakan teorinya, yaitu Mc. Clelland achievement motivation theory atau teori motivasi prestasi Mc. Clelland. Mc. Clelland berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini dilepaskan dan digunakan, sangat tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi peluang yang tersedia. Berdasarkan beberapa teori motivasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak cukup memenuhi kebutuhan makan, minum dan pakaian saja. Orang juga mengharapkan pemuasan kebutuhan biologis dan psikologis. Semakin tinggi status sesesorang dalam perusahaan, motivasi merka dalam pemenuhan kebutuhan jasmani semakin tinggi. Semakin ada kesempatan untuk memperoleh kepuasan material dan nonmaterial dari kerjanya, semakin bergairah seseorang untuk bekerja dengan mengerahkan kemampuan yang dimiliki.

c. Indikator-Indikator Motivasi

Menurut Abraham Maslow (dalam Hartatik 2014: 164) secara garis besar indikator kepemimpinan adalah sebagai berikut:

1) Physiological needs (kebutuhan fisik dan biologis). Kebutuhan yang termasuk dalam kebutuhan mempertahankan hidup ini adalah makan, minum, dan sebagainya. Keinginan untuk

memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang seseorang berperilaku dan bekerja dengan giat.

2) Safety and security needs (kebutuhan keselamatan dan keamanan). Kebutuhan tingkat kedua menurut Maslow adalah kebutuhan keselamatan.

3) Affiliation or acceptance needs ( kebutuhan sosial). Kebutuhan sosial dibutuhakan karena merupakan alat untuk berinteraksi sosial, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat di lingkungannya. Pada dasarnya, manusia normal tidak akan mau hidup menyendiri ditempat terpencil, ia selalu membutuhkan kelompok.

4) Esteem or status needs (kebutuhan akan penghargaan). Kebutuhan akan penghargaan dari karyawan dan masyarakat lingkungannya, idealnya, prestise ini timbul karena adanya prestasi. Namun, tidak selamanya demikian, perlu juga diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi dudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam suatu organisasi, maka semakin tinggi pula prestisenya. Prestasi dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status.

5) Self actualization (aktualisasi diri). Kebutuhan aktualisasi adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk

mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan/luar biasa. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat dilakukan oleh para pimpinan perusahaan yang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.

d. Prinsip-Prinsip Motivasi

Menurut Mangkunegara (2008: 100), terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja karyawan yaitu:

1) Prinsip Partisipasi

Dalam upaya memotivasi karyawan, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut partisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.

2) Prinsip Komunikasi

Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas. Dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

3) Prinsip Pengakuan Andil Bawahan

Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

4) Prinsip Pendelegasian Wewenang

Pemimpin memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi utnuk mencapai tujuan yang diharapkan pemimpin.

5) Prinsip Memberi Perhatian

Pemimpin yang memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai, akan memotivasi pegawai tersebut dalam bekerja sesuai dengan harapan pemimpin.

e. Tujuan motivasi

Menurut Hasibuan (dalam Hartatik, 2014: 162) tujuan motivasi adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan. 2) Meningkatkan produktifitas kinerja karyawan. 3) Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan. 4) Meningkatkan kedisiplinan karyawan.

5) Mengefektifkan pengadaan karyawan.

6) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

7) Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan. 8) Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.

9) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.

10)Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

Dokumen terkait