• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Kepemimpinan

2.2.1.1. Pengertian Kepemimpinan

Pemimpin dituntut memiliki pengetahuan, pengertian dan

keterampilan untuk memimpin bidang pekerjaan di manapun dia berada dan bagaimana kondisinya. Kedudukan pemimpin merupakan faktor penentu dalam mencapai sasaran, walaupun telah ada rencana yang telah tersusun rapi, tetapi apabila tidak ada orang yang membuat manajemen organisasi menjadi menarik bagi semua personil, sulit menciptakan semangat kerja yang tinggi. Menurut Robins dan Judge (2008) mendefinisikan kepemimpinan (leadership) sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan. Ada banyak definisi yang dikemukakan dalam menentukan konsep tentang kepemimpinan diantaranya :

a. Kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi banyak orang melalui

komunikasi untuk mencapai tujuan.

b. Kepemimpinan adalah cara mempengaruhi orang dengan petunjuk

c. Kepemimpinan adalah tindakan menyebabkan orang lain bertindak akan merespon atau menimbulkan perubahan positif.

d. Kepemimpinan adalah kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan

mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan

e. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menciptakan rasa percaya

diri dan dukungan diantara karyawan agar tujuan organisasional dapat tercapai.

Berdasarkan penjelasan tersebut, suatu organisasi akan berhasil atau bahkan akan gagal sebagian besar di tentukan oleh kepemimpinan, maka pengertian pemimpin yang efektif dalam hubungannya deengan karyawan adalah pemimpin yang mampu meyakinkan mereka bahwa kepentingan peribadi dari karyawan adalah visi pemimpin, serta mampu meyakinkan bahwa mereka mempunyai andil dalam mengimplementasikannya.

2.2.1.2. Definisi Gaya Kepemimpinan

Apa yang dimaksudkan dengan “Gaya Kepemimpinan”? Gaya artinya sikap, gerakan, tingkah laku, gerak – gerik, kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik (Tampubulon, 2007). sedangkan Kepemimpinan adalah inti daripada manajemen, dan inti dari Kepemimpinan adalah “human

relation”, maka Kepemimpinan dapat diberi definisi sebagai berikut:

“kemampuan untuk mempengaruhi sebuah kelompok untuk mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan tertentu.” (Robins dan Judge, 2008). Dan menurut Tampubulon (2007) definisi Gaya Kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, ketrampilan,

sifat, sikap yang sering diterapkan seorang pemimpin dalam mempengaruhi kinerja bawahannya.

Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat gaya kepemimpinan seseorang. Salah satunya yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh Blanchard dalam Hendarto (2009) yang mengemukakan 4 gaya dari sebuah kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang pemimpin memberikan perintah, dan sisi lain adalah cara mereka membantu karyawannya. Keempat gaya tersebut adalah:

a. Directing (mengarahkan)

Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila pemimpin berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus

dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya terjadi

over-communicating (penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan dan pembuangan waktu). Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan – aturan dan proses yang detil kepada karyawan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan detil yang sudah dikerjakan.

b. Coaching (membimbing)

Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada karyawan tapi juga menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil,

mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan dari karyawan. Gaya yang tepat apabila staf kita telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan mereka.

c. Supporting (dukungan)

Sebuah gaya dimana pemimpin memfasilitasi dan membantu upaya karyawannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan karyawan. Gaya ini akan berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik – teknik yang dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan pemimpin. Dalam hal ini kita perlu meluangkan waktu untuk berbincang – bincang, untuk lebih melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan kerja, serta mendengarkan saran – saran mereka mengenai peningkatan kinerja.

d. Delegating (kendali bebas)

Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan tanggung jawabnya kepada karyawan. Gaya Delegating akan berjalan baik apabila staf kita sepenuhnya telah paham dan efisien dalam pekerjaan, sehingga kita dapat melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.

Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan, serta sangat tergantung dari lingkungan di mana seorang pemimpin berada, dan juga kesiapan dari karyawannya. Maka kemudian timbul apa yang disebut sebagai ”Situational Leadership”. Situational leadership mengindikasikan bagaimana seorang pemimpin harus menyesuaikan keadaan dari orang - orang yang dipimpinnya.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah usaha seseorang yang diserahi tugas sebagai pimpinan, untuk mengatur, mempersatukan dan menggerakan bawahannya secara bersama agar lebih terarah, sadar dan dapat bekerjasama dengan penuh tanggung jawab atas pekerjaannya tersebut demi mencapai target yang ditetapkan.

2.2.1.3. J enis-jenis Gaya Kepemimpinan

Seorang pemimpin organisasi dapat melakukan berbagai cara dalam kegiatan mempengaruhi bawahan agar melakukan tindakan-tindakan yang selalu terarah terhadap pencapaian tujuan organisasi. Cara ini mencerminkan sikap dan pandangan pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya, dan merupakan gambaran gaya kepemimpinannya. Adapun tiga macam gaya kepemimpinan (Handoko, 2001) adalah sebagai berikut:

1. Gaya Kepemimpinan Otoriter adalah gaya pemimpin yang

memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Pada gaya kepemimpinan otokrasi ini, pemimpin mengendalikan semua aspek kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin dicapai dan cara untuk

mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran minornya. Pemimpin juga berperan sebagai pengawas terhadap semua aktivitas anggotanya dan pemberi jalan keluar bila anggota mengalami masalah.

2. Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang

memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya. Pada kepemimpinan demokrasi, anggota memiliki peranan yang lebih besar. Pada kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran yang ingin dicapai saja, tentang cara untuk mencapai sasaran tersebut, anggota yang menentukan. Selain itu, anggota juga diberi keleluasaan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

3. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire (Kendali Bebas). Pemimpin jenis

ini hanya terlibat dalam kuantitas yang kecil di mana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi. Gaya kepemimpinan demokratis kendali bebas merupakan model kepemimpinan yang paling dinamis. Pada gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran utama yang ingin dicapai saja. Tiap divisi atau seksi diberi kepercayaan penuh untuk menentukan sasaran minor, cara untuk

mencapai sasaran, dan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sendiri-sendiri. Dengan demikian, pemimpin hanya berperan sebagai pemantau saja.

2.2.1.4. Fungsi Kepemimpinan

Sondang P. Siagian (2003) mengemukakan bahwa terdapat lima fungsi kepemimpinan, diantaranya:

a. Pimpinan sebagai penentu arah. Suatu organisasi memerlukan peran

pimpinan yang bertindak sebagai perumus dan penentu strategi serta taktik yang disusun dan dijalankan oleh organisasi yang bersangkutan.

b. Pimpinan sebagai wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan

dengan berbagai pihak di luar organisasi, terutama dengan mereka yang tergolong sebagai stakeholder.

c. Pimpinan sebagai komunikator yang efektif. Pemeliharaan hubungan

baik dilakukan melalui proses komunikasi baik secara lisan maupun secara tertulis. Komunikasi yang efektif amat penting untuk menghindari konflik, perselisihan dan salah paham.

d. Pimpinan sebagai mediator. Pimpinan difokuskan pada penyelesaian

situasi konflik yang mungkin timbul dalam satu organisasi, tanpa mengurangi situasi konflik yang mungkin timbul dalam hubungan keluar organisasi.

e. Pimpinan selaku integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral.

kepemimpinan dalam organisasi, semakin penting pula makna peranan tersebut. Hanya pimpinanlah yang berada “di atas semua orang dan semua satuan kerja” yang memungkinkannya menjalankan peranan integratif yang didasarkan pada pendekatan yang holistik.

2.2.1.5. Indikator Gaya Kepemimpinan

Adalah Keseluruhan aktivitas dalam rangka mempengaruhi orang-orang / karyawan agar mau bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan organisasi / perusahaan yang memang diinginkan bersama. Menurut Murni (2007), untuk mengukur variabel gaya kepemimpinan tersebut dapat diukur melalui indikator sebagai berikut :

a. Struktur tugas, atasan langsung menjelaskan tugas yang diberikan dan

menekankan pada karyawan untuk melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya.

b. Komunikasi, atasan memberikan kemudahan untuk berinteraksi dan

menekankan pentingya menjalin hubungan yang baik antara pimpinan dan karyawan.

c. Partisipasi karyawan, atasan menekankan pentingnya partisipasi antar

karyawan dalam melaksanakan tugas.

d. Kewenangan / delegasi, atasan dapat mendelegasikan wewenangnya

2.2.2. Kepuasan Kerja Karyawan

Menurut Robbins (2001) istilah kepuasan kerja (job satisfaction) merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap positif terhadap kerja itu, sebaliknya seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu.

Sedangkan Moorse (1953) dalam buku Panggabean (2004)

mengemukakan bahwa pada dasarnya, kepuasan kerja tergantung kepada apa yang diinginkan seseorang dari pekerjaannya dan apa yang mereka peroleh.

Mangkunegara (2000) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai ”suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan melibatkan aspek-aspek seperti gaji atau upah, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, mutu pengawasan, sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya, antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan, dan pendidikan”.

Menurut Johan dalam Koesmono (2005) merumuskan kepuasan kerja sebagai respon pekerja berupa perilaku yang ditampilkan oleh karyawan sebagai persepsi mengenai hal - hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Seorang pekerja yang masuk dan bergabung dalam suatu

organisasi mempunyai seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang diharapkan dapat terpenuhi di tempat kerjanya.

Jadi dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaan sekaligus refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaannya apakah semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya atau sebaliknya.

2.2.2.2. Aspek - aspek Kepuasan Kerja

Berkaitan dengan aspek-aspek kepuasan kerja yang relevan, secara khusus, Kreitner dan Kinicki (1998) dalam buku Panggabean (2004) mengemukakan bahwa aspek-aspek kepuasan kerja yang relevan terdiri atas kepuasan terhadap pekerjaan, gaji, promosi, rekan kerja, dan penyelia. Sementara itu, Blau (1998) juga dalam buku Panggabean ( 2004) mengemukakan bahwa selain terhadap hal-hal tersebut diatas, kepuasan kerja juga relevan terhadap penilaian prestasi. Ini berarti bahwa:

a. Kepuasan kerja adalah kepuasan terhadap setiap perlakuan yang

mereka terima di tempat kerja, termasuk kepuasan terhadap evaluasi pekerjaan, seleksi, pemberian fasilitas dan tunjangan (benefits), insentif, atau pemberhentian.

b. Kepuasan kerja bukan merupakan suatu konsep yang berdimensi

tunggal, melainkan berdimensi jamak. Seseorang bisa saja merasa puas dengan dimensi yang satu, namun tidak puas dengan dimensi yang lain.

2.2.2.3. Faktor -Faktor Penentu Kepuasan Kerja

Robbins (2001) berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mendorong kepuasan kerja karyawan, yaitu antara lain:

a. Kerja yang secara mental menantang

Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kobosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan.

b. Ganjaran yang pantas

Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan segaris dengan pengharapan mereka. Jika perusahaan dapat memenuhi keinginan karyawan tersebut maka karyawan kemungkina besar akan merasakan kepuasan dengan pekerjaan mereka.

c. Kondisi kerja yang mendukung

Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik.

Dan karyawan lebih menyukai keadaan fisik sekitar yang tidak berbahaya dan merepotkan.

d. Rekan sekerja yang mendukung

Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat.

e. Jangan lupakan kesesuaian antara kepribadian-pekerjaan

Kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang karyawan dan pekerjaan akan menghasilkan individu yang lebih terpuaskan (Holland). Orang-orang yang tipe kepribadiannnya kongruen (sama

dan sebangun) Dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya

mendapatkan bahwa merekamempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut. Dan karena sukses ini, mempunyai probabilitas yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari pekerjaan mereka.

f. Ada dalam gen

Riset mengemukakan bahwa sebagian besar dari kepuasan beberapa orang ditentukan secara genetis. Artinya, disposisi seseorang terhadap hidup ”positif atau negatif ” ditentukan oleh bentuk genetiknya, bertahan sepanjang waktu dan dibawa serta ke dalam disposisinya terhadap kerja.

2.2.2.4. Indikator Kepuasan Kerja

Kepuasan Kerja adalah tingkat pelaksanaan tindakan karyawan untuk menjalankan dan menyelesaikan tugas yang diberikan dalam mencapai tujuan-tujuan perusahaan. Adapun indikator pembentuk kepuasan menurut Rochmawati (2009) yaitu:

a. Gaji adalah upah yang diterima oleh karyawan setiap bulannya

sebagai imbalan atas pekerjaannya.

b. Pekerjaan itu sendiri adalah pekerjaan yang yang diberikan sesuai

dengan kemampuan karyawan.

c. Rekan kerja adalah rekan kerja yang saling mendukung dalam

melaksanakan tugas.

d. Promosi adalah perusahaan memberikan kesempatan promosi bagi

karyawan yang mempunyai kualitas kerja yang baik.

e. Pengawasan adalah supervisor/pengawas yang terbuka dengan para

bawahan dan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.

f. Kondisi kerja adalah keadaan lingkungan kerja pada perusahaan yang

mendukung terciptanya kenyamanan dalam bekerja.

Dokumen terkait