SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
J ur usan Manajemen
Diajukan Oleh :
RIZKY BUDI HERMAWAN
0812010111 / FE / EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
J ur usan Manajemen
Diajukan Oleh :
RIZKY BUDI HERMAWAN
0812010111 / FE / EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
PT. GARDA WAHANA PERKASA SURABAYA
Oleh :
RIZKY BUDI HERMAWAN 0812010111 /FE / EM
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 19 Oktober 2012
Pembimbing : Tim Penguji :
Pembimbing Utama Ketua
Dr. Sumarto, MS Drs. Ec. H. RA. Suwaedi, MS
Sekretaris
Drs. Ec. Bowo Santoso, MM
Anggota
Sugeng Purwanto, SE, MM
Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan
berkat-Nya yang diberikan kepada penyusun sehingga skripsi yang berjudul
“Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Kepuasan Kerja Ter hadap Kinerja
Karyawan Bagian Produksi Pada PT. Garda Wahana Per kasa Surabaya”.
Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat penyelesaian
Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terimakasih kepada
semua pihak yang telah memberi bimbingan, petunjuk serta bantuan baik spirituil
maupun materiil, khusunya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, M.P, selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. H. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar, MM, selaku Ketua Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur.
4. Bapak Dr. Sumarto, MS, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Teman - temanku seperjuangan yang sudah lulus dan turut membantu serta
menyediakan waktu dan tempat demi terselesainya skripsi ini.
Pada akhirnya penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih ada
kekurangan dan perlu adanya perbaikan, oleh karenanya penulis senantiasa
mengharapkan kritik dan saran serta masukan – masukan bagi peneliti yang lain di
masa yang akan datang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.
Surabaya, Oktober 2012
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
ABSTRAKSI ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... 9
2.2 Landasan Teori ... 11
2.2.1 Kepemimpinan ... 16
2.2.1.1. Pengertian Kepemimpinan... 16
2.2.1.2. Gaya Kepemimpinan ... 17
2.2.2.2. Aspek-aspek Kepuasan kerja ... 25
2.2.2.3.Faktor-Faktor Penentu Kepuasan Kerja ... 26
2.2.2.4. Indikator Kepuasan Kerja ... 28
2.2.3. Kinerja ... 28
2.2.3.1. Pengertian Kinerja ... 28
2.2.3.2. Penilaian Kinerja ... 29
2.2.3.3. Tujuan Evaluasi Kinerja ... 30
2.2.3.4. Siapa Yang Melakukan Evaluasi Kinerja ... 31
2.2.3.5. Metode Evaluasi Kinerja ... 32
2.2.3.6. Indikator Kinerja ... 35
2.2.4. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan ... 35
2.2.5. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan 37 2.3 Kerangka Konseptual ... 41
2.4. Hipotesis... 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 43
3.1.1. Definisi Operasional Variabel ... 43
3.3 Teknik Pengumpulan data ... 46
3.3.1. Jenis data ... 46
3.3.2. Sumber Data ... 47
3.3.3. Metode Pengumpulan Data ... 47
3.4. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 48
3.4.1. Uji Validitas ... 48
3.4.2. Uji Reliabilitas ... 48
3.5 Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis ... 49
3.5.1. Teknik Analisis ... 49
3.5.1.1. Cara Kerja PLS ... 51
3.5.1.2. Model Spesifikasi PLS ... 51
3.5.1.3. Langkah-Langkah PLS ... 52
3.5.1.4. Asumsi PLS ... 66
3.5.1.5. Sample Size... 66
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskriptif Hasil Penelitian ... 67
4.1.1. Sejarah PT. Garda wahana Perkasa ... 67
4.1.2. Visi Dan Misi Perusahaan ... 68
4.3.1.1. Deskripsi Variabel Gaya Kepemimpinan ... 70
4.3.1.2. Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja ... 72
4.3.1.3. Deskripsi Variabel Kinerja Karyawan ... 73
4.3.2. Analisis Data ... 74
4.3.2.1. Evaluasi Outlier ... 74
4.3.3. Intrepetasi Hasil PLS... 76
4.3.3.1. Pengujian Outter Model ... 76
4.3.3.2. Analisis Model PLS ... 79
4.3.3.3. Evaluasi Pengujian Inner Model ... 80
4.4. Pembahasan ... 82
4.4.1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan... 82
4.4.2. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan 83 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 85
5.2. Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA
Tabel 1.1. Data Absensi Karyawan Tahun 2009-2011 ... 4
Tabel 1.2. Data Jumlah Produksi Tahun 2009-2011 ... 5
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 69
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 70
Tabel 4.3. Frekuensi Jawaban Responden Untuk Gaya Kepemimpinan ... 71
Tabel 4.4. Frekuensi Jawaban Responden Untuk Kepuasan Kerja ... 72
Tabel 4.5. Frekuensi Jawaban Responden Untuk Kinerja Karyawan ... 73
Tabel 4.6. Outlier Data ... 75
Tabel 4.7. Outer loading ... 76
Tabel 4.8. AVE ... 78
Tabel 4.9. Reliabilitas Data ... 79
Tabel 4.10. R-Square... 80
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual ... 41
Gambar 3.1. Langkah-langkah analisis PLS ... 53
Gambar 3.2. Contoh Diagram PLS ... 55
Lampiran 2 : Tabulasi Jawaban Responden
Lampiran 3 : Hasil Uji Outlier
Lampiran 4 : Hasil Uji Validitas, Reliabilitas dan Normalitas
Rizky Budi Hermawan
ABSTRAKSI
Gaya kepemimpinan yang ideal adalah gaya yang secara aktif melibatkan bawahan dalam penetapan tujuan dengan menggunakan teknik-teknik manajemen partisipatif dan memusatkan perhatian baik terhadap karyawan dan tugas. Kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyenangkan atau positif yang merupakan hasil dari penilaian atas pekerjaan atau pengalaman seseorang. PT. Garda Wahana Perkasa Surabaya adalah perusahaan pupuk organik cair yang berlokasi di Surabaya. Pupuk yang diproduksi perusahaan ini adalah pupuk organik cair M8. PT. Garda Wahana Perkasa mengalami permasalahan banyaknya karyawan bagian produksi yang tidak hadir saat jam kerja.
Data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang berdasarkan kuisioner hasil jawaban responden. Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan bagian produksi pada PT. Garda Wahana Perkasa. Teknik pengambilan sampel menggunakan Total Sampling. Sedangkan teknik analisis yang digunakan adalah PLS (Partial Least Square).
Berdasarkan dari hasil penelitian didapatkan Gaya kepemimpinan terbukti berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan dengan koefisien path sebesar 0,288 dapat diterima dengan nilai T-Statistic = 2,457 > Z pada α = 0,05 (5%) = 1,96. Hal ini menunjukkan gaya kepemimpinan pada perusahaan berdampak pada naiknya kinerja karyawan. Kepuasan kerja terbukti berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan dengan koefisien path sebesar 0,420, dapat diterima dengan nilai T-Statistic = 3,422 > Z pada α = 0,05 (5%) = 1,96. Hal ini menunjukkan kepuasan kerja pada perusahaan berdampak pada naiknya kinerja karyawan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, Sumber Daya Manusia banyak dibutuhkan dalam
perusahaan. Karena SDM merupakan kunci sukses dalam pembangunan.
Dalam pembangunan, perusahaan memerlukan input yang terdiri dari
material, informasi, energi yang semuanya diproses melalui mesin dan
peralatan sehingga menghasilkan output berupa barang maupun jasa, dalam
hal ini manusialah yang mengoperasikan itu semua sehingga proses
produksi dapat berjalan dengan lancar.
Peran SDM memang sangat penting dalam perusahaan, Jadi
kebutuhan SDM harus selalu diperhatikan agar kinerja mereka dapat
meningkat. Bagaimanapun kepentingan Sumber Daya Manusia terhadap
organisasi tidak dapat diabaikan, mutlak diperlukan karena manusialah yang
berperan mengelola sumber daya yang ada di dalam organisasi sebagaimana
dalam konsep Matsushita Electric yang menyatakan membuat orang dulu,
baru membuat barang.
Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau
tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Keberhasilan suatu
organisasi sangat dipengaruhi oleh kinerja pegawainya. Setiap organisasi
maupun perusahaan akan selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja
bawahannya, dengan harapan apa yang menjadi tujuan perusahaan akan
tercapai. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
telah merosot sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius.
Kesan – kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan
tanda-tanda peringatan adanya kinerja yang lemah.
Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap
kinerja: 1) Faktor individu: kemampuan, ketrampilan, latar belakang
keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang. 2)
Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan
kepuasan kerja 3) Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan,
kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system). Sedangkan dalam
penelitian akan membahas tentang pengaruh gaya kepemimpinan dan
kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan.
Sampai saat ini, kepemimpinan masih menjadi topik yang menarik
untuk dikaji dan diteleti, karena paling sering diamati namun merupakan
fenomena yang sedikit dipahami. Fenomena gaya kepemimpinan di
Indonesia menjadi sebuah masalah menarik dan berpengaruh besar dalam
kehidupan politik dan bernegara. Dalam dunia bisnis, gaya kepemimpinan
berpengaruh kuat terhadap jalannya organisasi dan kelangsungan hidup
organisasi. Peran kepemimpinan sangat strategis dan penting dalam sebuah
organisasi sebagai salah satu penentu keberhasilan dalam pencapaian misi,
visi dan tujuan suatu organisasi. Maka dari itu, tantangan dalam
mengembangkan strategi organisasi yang jelas terutama terletak pada
organisasi di satu sisi dan tergantung pada kepemimpinan (Porter, 1996:
House dalam Guritno (2005) menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan memiliki dampak yang signifikan terhadap sikap bawahan,
perilaku dan kinerja bawahan. Efektivitas seorang pimpinan akan sangat
dipengaruhi oleh karakteristik bawahannya. Green Berg dan Baron (2000)
dalam Sunarsih (2001) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu
unsur kunci dalam keefektifan organisasi.
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan
oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku
orang lain. Menurut Handoko (2000) gaya kepemimpinan yang ideal adalah
gaya yang secara aktif melibatkan bawahan dalam penetapan tujuan dengan
menggunakan teknik-teknik manajemen partisipatif dan memusatkan
perhatian baik terhadap karyawan dan tugas.
Kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyenangkan atau
positif yang merupakan hasil dari penilaian atas pekerjaan atau pengalaman
seseorang (Locke dan Luthans, 2001). Dengan demikian kepuasan kerja
merupakan suatu hasil dari persepsi karyawan baik yang menyenangkan
maupun tidak yang dirasakan oleh karyawan dalam memandang
pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan penilaian pekerja tentang
seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya.
PT. Garda Wahana Perkasa Surabaya adalah produsen pupuk
organik cair yang berlokasi di Surabaya. Pupuk yang diproduksi perusahaan
ini adalah pupuk organik cair M8. Berdasarkan observasi sementara melalui
banyaknya karyawan bagian produksi yang tidak hadir pada jam kerja yang
sangat mengganggu pencapaian tujuan perusahaan. Berikut adalah data
ketidakhadiran karyawan dari tahun 2009 sampai tahun 2011:
Tabel 1.1 Data Absensi Karyawan bagian Produksi Tahun 2009 – 2011
Tahun
Berdasarkan data di atas, tingkat absensi karyawan pada PT. Garda
Wahana Perkasa selama kurun waktu 3 tahun mengalami peningkatan, dapat
dilihat dari tabel pada tahun 2009 karyawan yang tidak hadir pada jam kerja
sebanyak 104 hari, tahun 2010 karyawan yang tidak hadir pada jam kerja
sebanyak 110 hari, dan pada tahun 2011 karyawan yang tidak hadir pada
jam kerja mengalami peningkatan yang cukup drastis yaitu sebanyak 138
hari. Dari data tersebut mengindikasikan bahwa tingkat kepuasan kerja
karyawan yang rendah serta bagaimana cara seorang pemimpin dalam
mempengaruhi bawahannya, sehingga akan berdampak pada kinerja
karyawan. Tingkat absensi yang tinggi tersebut nantinya akan berimbas
pada kinerja karyawan, karena karyawan yang tidak hadir pada jam kerja
akan menghambat proses kerja organisasi dalam pencapaian tujuan
Hal ini didukung jumlah produksi yang semakin menurun dari tahun
209-2011. Dapat dilihat pada tabel 1.2 :
Tabel 1.2. J umlah Pr oduksi Tahun 2009 - 2011
TAHUN TARGET PRODUKSI
Sumber : PT. Garda Wahana Perkasa
Dari tabel di atas tampak bahwa jumlah produksi mengalami
penurunan dan tidak dapat memenuhi target yang telah ditentukan. Hal ini
mengindikasikan kepuasan kerja seperti tingkat absensi yang semakin
meningkat dan gaya kepemimpinan seperti kurangnya hubungan antara
pemimpin dan bawahan sehingga produksi mengalami penurunan. Hal
tersebut menunjukkan terjadinya penurunan kinerja karyawan pada PT.
Garda Wahana Perkasa.
Penelitian Brahmasari dan Suprayetno (2008) menyatakan bahwa
Kepuasan anggota organisasi dapat dihubungkan dengan kinerja dan hasil
kerja mereka serta imbalan dan hukuman yang mereka terima. tingkat
kepuasan kerja dalam organisasi dapat ditunjukkan dengan hasil seperti
sikap anggota organisasi, pergantian pekerjaan anggota organisasi,
kemangkiran atau absensi, keterlambatan, dan keluahan yang biasa terjadi
dalam suatu organisasi.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Widodo
(2006) yang menyatakan bahwa dampak kepuasan kerja terhadap kinerja
pada prestasi / kinerja. Kepuasan kerja mempunyai pengaruh peran untuk
mencapai produktivitas dan kualitas standar yang lebih baik, menghindari
terjadinya kemangkiran, membangun kekuatan yang lebih stabil serta
penggunaan SDM yang lebih efisien. Jadi kepuasan kerja harus lebih
diperhatikan demi menunjang kinerja karyawan agar lebih produktif.
Dan yang kedua adalah sikap dari pemimpin, perusahaan perlu
mengevaluasi gaya kepemimpinan yang cocok untuk diterapkan dalam
perusahaan. Yasin (2001) dalam Brahmasari (2008) menyatakan bahwa
keberhasilan kegiatan usaha pengembangan organisasi, sebagian besar
ditentukan oleh kualitas kepemimpinan atau pengelolanya.. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Widodo (2006) bahwa pengaruh
kepemimpinan akan sangat menentukan pekerjaan bawahan, dimana
pekerjaan bawahan tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya
kepemimpinan dan partisipasi bawahan. Seorang pemimpin harus
mempunyai kapasitas untuk menciptakan suatu visi yang dapat membawa
orang kesesuatu yang baru dan mampu menterjemahkan visi tersebut ke
dalam kenyataan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk
mengangkatnya dalam suatu penelitian yang berjudul: “Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Dan Kepuasan Kerja Ter hadap Kiner ja Karyawan
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang tertulis dalam latar belakang, maka dapat
ditarik suatu perumusan masalah sebagai berikut:
a. Apakah Gaya Kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan
bagian produksi PT. Garda Wahana Perkasa Surabaya?
b. Apakah Kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan bagian
produksi di PT. Garda Wahana Perkasa Surabaya?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan
terhadap kinerja karyawan bagian produksi PT. Garda Wahana Perkasa
Surabaya.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap
kinerja karyawan bagian produksi PT. Garda Wahana Perkasa
1.4. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini, manfaat yang bisa didapat adalah :
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan referensi
bagi pihak perusahaan dalam proses pengambilan keputusan dan
kebikjasanaan yang tepat untuk menetukan gaya kepimpinan dan
kepuasan kerja pegawai.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pengetahuan bagi perusahaan dalam peningkatan kinerja karyawan.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dan tambahan
informasi bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian tentang
gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja.
d. Diharapkan penelitian ini dapat memperluas dan memperdalam
pengetahuan dalam bidang manajemen sumber daya manusia yang telah
2.1. Hasil Penelitian Ter dahulu
Bagian ini berisikan fakta atau temuan serta penelitian yang telah
dilakukan peneliti terdahulu yang berhubungan dan permasalahan dalam
penelitian ini.
a. Widodo (2006) dengan judul “Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan
dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Bawahan (Studi Empiris pada
Perguruan Tinggi Swasta Di Semarang)”. Analisis data menggunakan
teknik Purposive Sampling melalui program SPSS 10.0 menghasilkan
secara parsial variable gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan
terhadap kinerja bawahan, ditunjukkan dengan nilai signifikasi t lebih
kecil dari level of signifikan yaitu 0.002 < 0,005. Sedangkan variabel
kepuasan kerja berpengaruh signifikan juga terhadap kinerja bawahan,
ditunjukkan dengan nilai t lebih kecil dari level of signifikan yaitu
0,001 < 0,005. Secara simultan menunjukkan variabel gaya
kepemimpinan dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja bawahan.
b. Murni (2007), “Hubungan Gaya Kepemimpinan dan kompensasi
terhadap Kinerja Karyawan PT. Imawi Benjaya (Tupperware Indonesia)
di Jakarta.” Metodologi penelitian yang digunakan adalah kuantitatif
SPSS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa antara gaya
kepemimpinan dan kinerja karyawan terdapat korelasi positif yang kuat
dan bermakna.
c. Marsono (2009), Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi Dan Kepuasan
Kerja Terhadap Kinerja Guru SMP Negeri II Jaten Kab. Karanganyar.
Berdasarkan analisis data dengan menggunakan teknik Regres Linier
Berganda menghasilkan pengaruh kepuasan terhadap kinerja guru
mempunyai taraf signifikansi sebesar 0,023 < 0,05 0,706 maka
kepuasan berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru SMP Negeri 2
Jateng. Korelasi kepuasan terhadap kinerja sebesar 0,706 berarti
korelasi kepuasan terhadap kinerja positif dan kuat. Hal ini
mengindikasikan bahwa apabila kepuasan kerja tinggi maka kinerja
meningkat.
d. Brahmasari dan Suprayetno (2008) dengan judul “Pengaruh Motivasi
Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan
Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan (Studi
kasus pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia)”.
Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan Structural
Equation Modeling (SEM) melalui program SPSS 13.0 dan AMOS versi
4.0 dan dapat disimpulkan beberapa hal penting dalam penelitian ini
sebagai berikut: Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja perusahaan, artinya kepemimpinan merupakan suatu
untuk mencapai tujuan organisasi. Kepuasan Kerja Karyawan karyawan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. artinya
bahwa secara umum kepuasan kerja karyawan yang tinggi akan mampu
meningkatkan kinerja.
Penelitian sekarang ini berbeda dengan penelitian terdahulu seperti
yang dikemukakan di atas. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari responden
yang diambil, waktu, dan obyek penelitian yang diteliti. Sedangkan
persamaan penelitian terdahulu dengan yang sekarang terletak pada
persamaan variabel yang diteliti yaitu variabel gaya kepemimpinan dan
kepuasan kerja yang berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan uji
hipotesis yang digunakan. Hasil penelitian terdahulu digunakan sebagai
bahan pembanding, baik landasan teori maupun cara hipotesis.
2.2. Landasan Teori
2.1.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
Istilah manajemen sumber daya manusia digunakan untuk
menggambarkan sederetan panjang prosedur dan teknik yang digunakan
oleh manajemen perusahaan untuk memproses dan menganalisis
kebutuhan organisasi akan sumber daya manusia juga telah dikaitkan
secara samar-samar dengan hubungan-hubungan manusia dalam industri
dan perusahaan.
Sumber daya manusia di perusahaan atau organisasi perlu dikelola
secara professional agar terwujud keseimbangan antar kebutuhan pegawai
dahulu kita perlu mengetahui pengertian mengenai manajemen sumber
daya manusia.
Beberapa pendapat ahli manajemen mengemukakan pengertian
manajemen sumber daya manusia sebagai berikut:
Definisi dari Kiggundu tentang manajemen sumber daya manusia
yang di kutip oleh Gomes (2003) adalah pengembangan dan pemanfaatan
personil (pegawai) bagi pencapaian yang efektif mengenai
sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan individu, organisasi, masyarakat, nasional dan
internasional. Menurut Westermen (1992), Manajemen sumber daya
manusia adalah salah satu dari frase-frase yang menjalar ke dalam bahasa
perusahaan tanpa batasan yang jelas dan positif. Menurut Mangkunegara
(2001), mengatakan manajemen sumber daya manusia merupakan disiplin
ilmu yang relatif baru dalam khazanah perkembangan ilmu manajemen di
Indonesia. Menurut Handoko (2001), Manajemen sumber daya manusia
adalah penarikan, seleksi, pengembangan, penggunaan, dan pemeliharaan
sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu
maupun organisasi. Menurut Panggabean (2002), mengutarakan
manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses yang terdiri atas
perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan, dan pengendalian
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi pekerjaan,
pengadaan, pengembangan, kompensasi, promosi, dan pemutusan
Berdasarkan definisi di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses didalam penarikan,
seleksi, pengembangan, pemeliharaan, pengelolaan dan pendayagunaan
sumber daya manusia dengan adanya kerjasama dengan orang lain yang
dikembangkan secara maksimal untuk membantu terwujudnya tujuan
perusahaan, karyawan dan masyarakat.
Konsep-konsep dasar manajemen personalia atau sumber daya
manusia telah dikemukaan. Berbagai pendekatan dalam manajemen
personalia tersebut penting, agar penelaan manajemen personalia dan
sumber daya manusia dilakukan dalam prespektif yang benar. Menurut
Handoko (1989), pendekatan - pendekatan itu mencakup:
a. Pendekatan Sumber Daya Manusia.
Manajemen personalia adalah pengelolaan dan pendayagunaan sumber
daya manusia. Martabat dan kepentingan hidup manusia hendaknya
tidak diabaikan agar kehidupan mereka layak dan sejahtera.
b. Pendekatan Manajerial.
Manajemen adalah tanggung jawab setiap manajer. Depeartemen
personalia menyediakan dan memberikan jasa atau pelayanan bagi
depaartemen lain.
c. Pendekatan sistem.
Manajemen personalia adalah suatu subsistem dari sistem yang lebih
besar yaitu organisasi. Manajemen personalia harus dievaluasi dengan
d. Pendekatan Proaktif.
Manajemen personalia meningkatkan kontribusinya kepada para
karyawan, manajer dan organisasi melalui antisipasi terhadap
masalah-masalah yang akan timbul.
Sedarmayanti (2001) mengemukakan bahwa tujuan utama
manajemen sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan kontribusi
pegawai terhadap organisasi dalam rangka mencapai produktivitas
organisasi yang bersangkutan Hal ini dapat dipahami karena semua
kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan, tergantung pada manusia
yang mengelola organisasi yang bersangkutan.
Tujuan tersebut dapat dijabarkan ke dalam empat tujuan yang lebih
operasional, antara lain:
a. Tujuan masayarakat
Adalah untuk bertanggung jawab secara sosial, dalam hal kebutuhan
dan tantangan yang timbul dari masyarakat.
b. Tujuan organisasi
Adalah untuk melihat manajemen sumber daya manusia itu ada (exist),
maka perlu adanya kontribusi terhadap pendayagunaan organisasi
secara keseluruhan.
c. Tujuan fungsi
Adaklah untuk memelihara kontribusi bagian lain agar mereka (sumber
daya manusia dalam setiap bagian) melaksanakan tugasnya secara
d. Tujuan personal
Adalah untuk memebantu pegawai mencapai tujuan pribadinya, guna
mencapai tujuan organisasi.
Hal essential dari manajemen sumber daya manusia adalah
pendayagunaan penuh sumber daya manusia perusahaan sehingga para
karyawan bekerja secara efektif dalam mencapai tujuan perusahaan.
Ada empat hal yang berkenaan manajemen sumber daya manusia,
menurut Simamora (2004):
a. Penekanan yang lebih dari biasanya terhadap pengitegrasian berbagai
kebijakan SDM dengan perencanaan bisnis. Hal ini menarik
manajemen sumber dianggap bahwa manajemen sumber daya
manusia bukan hanya aktivitas strategi belaka, merupakan suatu
sentral dalam tujuan pencapaian tujuan bisnis.
b. Tanggung jawab pengolahan SDM tidak lagi terletak hanya pada
manajer khusus, tetapi sekarang hanya terletak pada manajemen lini
senior. Hal ini menegaskan perlunya manajer SDM menyerahkan
tanggung jawab pengolahan aktiva manusia kepada manajemen lini
senior.
c. Perubahan fokus dari hubungan serikat pekerja-manajemen menjadi
hubungan manajemen-karyawan, dari kolektivisme menjadi
individualisme. Hal ini memperlihatkan adanya pergeseran dari
d. Terdapat aksentuasi pada komitmen dan melatih inisiatif dimana
manajer berperan sebagai penggerak dan fasilitator. Hal ini
menyiratkan bahwa pembentukan dan pengolahan kultur organisasi
sama pentingnya seperti kerja orang itu sendiri, dimana individu
diberikan peluang untuk merealisasikan seluruh potensi mereka.
2.2.1. Kepemimpinan
2.2.1.1. Pengertian Kepemimpinan
Pemimpin dituntut memiliki pengetahuan, pengertian dan
keterampilan untuk memimpin bidang pekerjaan di manapun dia berada
dan bagaimana kondisinya. Kedudukan pemimpin merupakan faktor
penentu dalam mencapai sasaran, walaupun telah ada rencana yang telah
tersusun rapi, tetapi apabila tidak ada orang yang membuat manajemen
organisasi menjadi menarik bagi semua personil, sulit menciptakan
semangat kerja yang tinggi. Menurut Robins dan Judge (2008)
mendefinisikan kepemimpinan (leadership) sebagai kemampuan untuk
mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau
serangkaian tujuan yang ditetapkan. Ada banyak definisi yang
dikemukakan dalam menentukan konsep tentang kepemimpinan
diantaranya :
a. Kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi banyak orang melalui
komunikasi untuk mencapai tujuan.
b. Kepemimpinan adalah cara mempengaruhi orang dengan petunjuk
c. Kepemimpinan adalah tindakan menyebabkan orang lain bertindak
akan merespon atau menimbulkan perubahan positif.
d. Kepemimpinan adalah kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan
mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan
e. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menciptakan rasa percaya
diri dan dukungan diantara karyawan agar tujuan organisasional dapat
tercapai.
Berdasarkan penjelasan tersebut, suatu organisasi akan berhasil atau
bahkan akan gagal sebagian besar di tentukan oleh kepemimpinan, maka
pengertian pemimpin yang efektif dalam hubungannya deengan karyawan
adalah pemimpin yang mampu meyakinkan mereka bahwa kepentingan
peribadi dari karyawan adalah visi pemimpin, serta mampu meyakinkan
bahwa mereka mempunyai andil dalam mengimplementasikannya.
2.2.1.2. Definisi Gaya Kepemimpinan
Apa yang dimaksudkan dengan “Gaya Kepemimpinan”? Gaya
artinya sikap, gerakan, tingkah laku, gerak – gerik, kekuatan, kesanggupan
untuk berbuat baik (Tampubulon, 2007). sedangkan Kepemimpinan adalah
inti daripada manajemen, dan inti dari Kepemimpinan adalah “human
relation”, maka Kepemimpinan dapat diberi definisi sebagai berikut:
“kemampuan untuk mempengaruhi sebuah kelompok untuk mencapai
sebuah visi atau serangkaian tujuan tertentu.” (Robins dan Judge, 2008).
Dan menurut Tampubulon (2007) definisi Gaya Kepemimpinan adalah
sifat, sikap yang sering diterapkan seorang pemimpin dalam
mempengaruhi kinerja bawahannya.
Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat gaya
kepemimpinan seseorang. Salah satunya yang terkenal adalah yang
dikemukakan oleh Blanchard dalam Hendarto (2009) yang mengemukakan
4 gaya dari sebuah kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi
oleh bagaimana cara seorang pemimpin memberikan perintah, dan sisi lain
adalah cara mereka membantu karyawannya. Keempat gaya tersebut
adalah:
a. Directing (mengarahkan)
Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf
kita belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas
tersebut. Atau apabila pemimpin berada di bawah tekanan waktu
penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus
dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya terjadi
over-communicating (penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan
kebingungan dan pembuangan waktu). Dalam proses pengambilan
keputusan, pemimpin memberikan aturan – aturan dan proses yang detil
kepada karyawan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan
detil yang sudah dikerjakan.
b. Coaching (membimbing)
Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada
mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima barbagai
masukan dari karyawan. Gaya yang tepat apabila staf kita telah lebih
termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini
kita perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti
tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu membangun hubungan
dan komunikasi yang baik dengan mereka.
c. Supporting (dukungan)
Sebuah gaya dimana pemimpin memfasilitasi dan membantu upaya
karyawannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak
memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab dan proses
pengambilan keputusan dibagi bersama dengan karyawan. Gaya ini
akan berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik – teknik yang
dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan
pemimpin. Dalam hal ini kita perlu meluangkan waktu untuk
berbincang – bincang, untuk lebih melibatkan mereka dalam
pengambilan keputusan kerja, serta mendengarkan saran – saran mereka
mengenai peningkatan kinerja.
d. Delegating (kendali bebas)
Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh
wewenang dan tanggung jawabnya kepada karyawan. Gaya Delegating
akan berjalan baik apabila staf kita sepenuhnya telah paham dan efisien
dalam pekerjaan, sehingga kita dapat melepas mereka menjalankan
Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan,
serta sangat tergantung dari lingkungan di mana seorang pemimpin berada,
dan juga kesiapan dari karyawannya. Maka kemudian timbul apa yang
disebut sebagai ”Situational Leadership”. Situational leadership
mengindikasikan bagaimana seorang pemimpin harus menyesuaikan
keadaan dari orang - orang yang dipimpinnya.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah
usaha seseorang yang diserahi tugas sebagai pimpinan, untuk mengatur,
mempersatukan dan menggerakan bawahannya secara bersama agar lebih
terarah, sadar dan dapat bekerjasama dengan penuh tanggung jawab atas
pekerjaannya tersebut demi mencapai target yang ditetapkan.
2.2.1.3. J enis-jenis Gaya Kepemimpinan
Seorang pemimpin organisasi dapat melakukan berbagai cara dalam
kegiatan mempengaruhi bawahan agar melakukan tindakan-tindakan
yang selalu terarah terhadap pencapaian tujuan organisasi. Cara ini
mencerminkan sikap dan pandangan pemimpin terhadap orang yang
dipimpinnya, dan merupakan gambaran gaya kepemimpinannya. Adapun
tiga macam gaya kepemimpinan (Handoko, 2001) adalah sebagai berikut:
1. Gaya Kepemimpinan Otoriter adalah gaya pemimpin yang
memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari
dirinya sendiri secara penuh. Pada gaya kepemimpinan otokrasi ini,
pemimpin mengendalikan semua aspek kegiatan. Pemimpin
mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran
minornya. Pemimpin juga berperan sebagai pengawas terhadap
semua aktivitas anggotanya dan pemberi jalan keluar bila anggota
mengalami masalah.
2. Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang
memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada
permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim
yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin
memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab
para bawahannya. Pada kepemimpinan demokrasi, anggota memiliki
peranan yang lebih besar. Pada kepemimpinan ini seorang pemimpin
hanya menunjukkan sasaran yang ingin dicapai saja, tentang cara
untuk mencapai sasaran tersebut, anggota yang menentukan. Selain
itu, anggota juga diberi keleluasaan untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapinya.
3. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire (Kendali Bebas). Pemimpin jenis
ini hanya terlibat dalam kuantitas yang kecil di mana para
bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian
masalah yang dihadapi. Gaya kepemimpinan demokratis kendali
bebas merupakan model kepemimpinan yang paling dinamis. Pada
gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan
sasaran utama yang ingin dicapai saja. Tiap divisi atau seksi diberi
mencapai sasaran, dan untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya sendiri-sendiri. Dengan demikian, pemimpin hanya
berperan sebagai pemantau saja.
2.2.1.4. Fungsi Kepemimpinan
Sondang P. Siagian (2003) mengemukakan bahwa terdapat lima
fungsi kepemimpinan, diantaranya:
a. Pimpinan sebagai penentu arah. Suatu organisasi memerlukan peran
pimpinan yang bertindak sebagai perumus dan penentu strategi serta
taktik yang disusun dan dijalankan oleh organisasi yang
bersangkutan.
b. Pimpinan sebagai wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan
dengan berbagai pihak di luar organisasi, terutama dengan mereka
yang tergolong sebagai stakeholder.
c. Pimpinan sebagai komunikator yang efektif. Pemeliharaan hubungan
baik dilakukan melalui proses komunikasi baik secara lisan maupun
secara tertulis. Komunikasi yang efektif amat penting untuk
menghindari konflik, perselisihan dan salah paham.
d. Pimpinan sebagai mediator. Pimpinan difokuskan pada penyelesaian
situasi konflik yang mungkin timbul dalam satu organisasi, tanpa
mengurangi situasi konflik yang mungkin timbul dalam hubungan
keluar organisasi.
e. Pimpinan selaku integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral.
kepemimpinan dalam organisasi, semakin penting pula makna
peranan tersebut. Hanya pimpinanlah yang berada “di atas semua
orang dan semua satuan kerja” yang memungkinkannya menjalankan
peranan integratif yang didasarkan pada pendekatan yang holistik.
2.2.1.5. Indikator Gaya Kepemimpinan
Adalah Keseluruhan aktivitas dalam rangka mempengaruhi
orang-orang / karyawan agar mau bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan
organisasi / perusahaan yang memang diinginkan bersama. Menurut
Murni (2007), untuk mengukur variabel gaya kepemimpinan tersebut
dapat diukur melalui indikator sebagai berikut :
a. Struktur tugas, atasan langsung menjelaskan tugas yang diberikan dan
menekankan pada karyawan untuk melaksanakan tugas tersebut
dengan sebaik-baiknya.
b. Komunikasi, atasan memberikan kemudahan untuk berinteraksi dan
menekankan pentingya menjalin hubungan yang baik antara pimpinan
dan karyawan.
c. Partisipasi karyawan, atasan menekankan pentingnya partisipasi antar
karyawan dalam melaksanakan tugas.
d. Kewenangan / delegasi, atasan dapat mendelegasikan wewenangnya
2.2.2. Kepuasan Kerja Karyawan
Menurut Robbins (2001) istilah kepuasan kerja (job satisfaction)
merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya.
Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap positif
terhadap kerja itu, sebaliknya seseorang yang tidak puas dengan
pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu.
Sedangkan Moorse (1953) dalam buku Panggabean (2004)
mengemukakan bahwa pada dasarnya, kepuasan kerja tergantung kepada
apa yang diinginkan seseorang dari pekerjaannya dan apa yang mereka
peroleh.
Mangkunegara (2000) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai
”suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai
yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun kondisi dirinya.
Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan melibatkan
aspek-aspek seperti gaji atau upah, kesempatan pengembangan karir,
hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan,
struktur organisasi perusahaan, mutu pengawasan, sedangkan perasaan
yang berhubungan dengan dirinya, antara lain umur, kondisi kesehatan,
kemampuan, dan pendidikan”.
Menurut Johan dalam Koesmono (2005) merumuskan kepuasan
kerja sebagai respon pekerja berupa perilaku yang ditampilkan oleh
karyawan sebagai persepsi mengenai hal - hal yang berkaitan dengan
organisasi mempunyai seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat dan
pengalaman masa lalu yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang
diharapkan dapat terpenuhi di tempat kerjanya.
Jadi dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaan sekaligus
refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaannya apakah semakin tinggi
tingkat kepuasan yang dirasakannya atau sebaliknya.
2.2.2.2. Aspek - aspek Kepuasan Kerja
Berkaitan dengan aspek-aspek kepuasan kerja yang relevan, secara
khusus, Kreitner dan Kinicki (1998) dalam buku Panggabean (2004)
mengemukakan bahwa aspek-aspek kepuasan kerja yang relevan terdiri
atas kepuasan terhadap pekerjaan, gaji, promosi, rekan kerja, dan
penyelia. Sementara itu, Blau (1998) juga dalam buku Panggabean (
2004) mengemukakan bahwa selain terhadap hal-hal tersebut diatas,
kepuasan kerja juga relevan terhadap penilaian prestasi. Ini berarti bahwa:
a. Kepuasan kerja adalah kepuasan terhadap setiap perlakuan yang
mereka terima di tempat kerja, termasuk kepuasan terhadap evaluasi
pekerjaan, seleksi, pemberian fasilitas dan tunjangan (benefits),
insentif, atau pemberhentian.
b. Kepuasan kerja bukan merupakan suatu konsep yang berdimensi
tunggal, melainkan berdimensi jamak. Seseorang bisa saja merasa
puas dengan dimensi yang satu, namun tidak puas dengan dimensi
2.2.2.3. Faktor -Faktor Penentu Kepuasan Kerja
Robbins (2001) berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang
mendorong kepuasan kerja karyawan, yaitu antara lain:
a. Kerja yang secara mental menantang
Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang
memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan
kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan
umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini
membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang kurang
menantang menciptakan kobosanan, tetapi yang terlalu banyak
menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi
tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami
kesenangan dan kepuasan.
b. Ganjaran yang pantas
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi
yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan segaris
dengan pengharapan mereka. Jika perusahaan dapat memenuhi
keinginan karyawan tersebut maka karyawan kemungkina besar akan
merasakan kepuasan dengan pekerjaan mereka.
c. Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan
Dan karyawan lebih menyukai keadaan fisik sekitar yang tidak
berbahaya dan merepotkan.
d. Rekan sekerja yang mendukung
Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan
interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila
mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke
kepuasan kerja yang meningkat.
e. Jangan lupakan kesesuaian antara kepribadian-pekerjaan
Kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang karyawan dan
pekerjaan akan menghasilkan individu yang lebih terpuaskan
(Holland). Orang-orang yang tipe kepribadiannnya kongruen (sama
dan sebangun) Dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya
mendapatkan bahwa merekamempunyai bakat dan kemampuan yang
tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan
demikian lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan
tersebut. Dan karena sukses ini, mempunyai probabilitas yang lebih
besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari pekerjaan mereka.
f. Ada dalam gen
Riset mengemukakan bahwa sebagian besar dari kepuasan beberapa
orang ditentukan secara genetis. Artinya, disposisi seseorang terhadap
hidup ”positif atau negatif ” ditentukan oleh bentuk genetiknya,
bertahan sepanjang waktu dan dibawa serta ke dalam disposisinya
2.2.2.4. Indikator Kepuasan Kerja
Kepuasan Kerja adalah tingkat pelaksanaan tindakan karyawan
untuk menjalankan dan menyelesaikan tugas yang diberikan dalam
mencapai tujuan-tujuan perusahaan. Adapun indikator pembentuk
kepuasan menurut Rochmawati (2009) yaitu:
a. Gaji adalah upah yang diterima oleh karyawan setiap bulannya
sebagai imbalan atas pekerjaannya.
b. Pekerjaan itu sendiri adalah pekerjaan yang yang diberikan sesuai
dengan kemampuan karyawan.
c. Rekan kerja adalah rekan kerja yang saling mendukung dalam
melaksanakan tugas.
d. Promosi adalah perusahaan memberikan kesempatan promosi bagi
karyawan yang mempunyai kualitas kerja yang baik.
e. Pengawasan adalah supervisor/pengawas yang terbuka dengan para
bawahan dan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.
f. Kondisi kerja adalah keadaan lingkungan kerja pada perusahaan yang
mendukung terciptanya kenyamanan dalam bekerja.
2.2.3. Kinerja
2.2.3.1. Pengertian Kinerja
Mangkunegara (2005) menyatakan kinerja karyawan berasal dari
kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi
sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.
Prawirosentono (1999) dalam Tampubolon (2007) mengatakan
kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan
organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
moral dan etika.
Dengan demikian, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok
orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurkannya sesuai
dengan tanggung jawabnya dengan hasil yang diharapkan.
2.2.3.2. Penilaian Kinerja
Mangkunegara (2005) mengemukakan bahwa penilaian pegawai
merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi
yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penapsiran atau
penentuan nilai, kualitas atau status dari bebberapa obyek orang ataupun
sesuatu. Menurut Gomes (2003) penilaian kinerja adalah “suatu cara yang
mengukur konstribusi-konstribusi dari individu – individu anggota
organisasi”.
Mangkunegara (2005) menyatakan Pengertian kinerja (prestasi
kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Gomes (2003) dalam
(http://perpusunpas.wordpress.com/2010/03/29/kinerja-pegawai/) adalah
sebagai berikut:
a. Quantity of work : Jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode
waktu yang ditentukan.
b. Quality of work : kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat
kesesuaian dan kesiapannya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja
adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil
pekerjaan dari karyawannya. Disamping itu juga untuk menetukan
kebutuhan pelatihan kerja yang tepat, memberi tanggung jawab kepada
karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik
kedepannya dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal
promosi jabatan atau penentuan imbalan yang akan di berikan nantinya.
2.2.3.3. Tujuan Evaluasi Kinerja
Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau
meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM
organisasi menurut Robbins dan Judge (2008), evaluasi kinerja memiliki
beberapa tujuan. Salah satunya adalah untuk membantu manajemen
membuat keputusan sumber daya manusia secara umum.
a. Evaluasi menyediakan masukan untuk berbagai keputusan penting
b. Evaluasi juga berguna untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan
dan pengembangan.
c. Evaluasi kinerja menunjukkan kecakapan dan kompetensi dari
karyawan yang saat ini mungkin dirasa kurang memadai tapi bisa di
kembangkan melalui program pelatihan.
d. Evaluasi kinerja juga bisa menjadi kriteria yang dengannya
manajemen memvalidasi seleksi dan program pengembangan.
2.2.3.4. Siapa yang Melakukan Evaluasi Kinerja
Menurut Robbins (2006) ada lima jenis penilaian kinerja yang
dilakukan oleh perusahaan yang berkaitan dengan karyawan, kelompok
dan pimpinan. yaitu:
a. Penilaian oleh Atasan Langsung.
Sekitar 95 persen dari semua evaluasi kinerja pada organisasi
tingkat bawah dan menengah dijalankan oleh atasan langsung
karyawan itu.
b. Penilaian oleh Rekan Kerja.
Evaluasi rekan sekerja merupakan salah satu sumber paling handal
atas data penilaian, mengapa?, pertama, rekan sekerja dekat dengan
tindakan. Interaksi sehari - hari memberi mereka pandangan
menyeluruh terhadap kinerja karyawan tertentu dalam pekerjaaan.
Kedua, penggunaan rekan sekerja sebagai penilai menghasilkan
c. Evaluasi Diri.
Meminta karyawan mengevaluasi kinerja mereka sendiri konsisten
dengan nilai-nilai seperti misalnya swakelola dan pemberdayaan.
d. Penilaian oleh Karyawan Langsung.
Evaluasi karyawan langsung dapat memberikan informasi yang
tepat dan rinci mengenai perilaku manajer karena lazimnya penilai
memiliki kontak yang sering dengan yang dinilai.
e. Evaluasi 360-Derajat
Pendekatan ini memberikan umpan balik kinerja dari lingkaran
penuh kontak sehari-hari yang mungkin dimiliki karyawan, yang
berkisar dari personil ruang - surat sampai ke pelanggan, atasan,
hingga rekan sekerja.
2.2.3.5. Metode Evaluasi Kinerja
Metode yang digunakan dalam evaluasi kinerja ada
bermacam-macam, yang ideal adalah menggunakan suatu metode yang sesuai
dengan kebutuhan organisasi dan tujuan penilaian, berapa metode
evaluasi pada dasarnya di kelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Metode penilaian yang berorientasi pada masa lalu
Metode ini bisa juga disebut dengan metode pendekatan sifat, metode
ini menurut wahjono (2010) mempunyai beberapa kelebihan:
1) Lebih mudah diukur dan cenderung factual seesuai dengan
2) Lebih mudah untuk mengembangkan dan menggenelalisir variasi
karakter atau sifat individu karyawan pada setiap karyawan lebih
mudah menerima hasil penilaian yang objektif karena dasar
penilaian berasal dari data historis sehingga bila di komukasikan
dan diselaraskan dengan tujuan-tujuan perusahaan , akan dapat
memperbaiki prestasi karyawan di masa mendatang.
Teknik-teknik tersebut antara lain:
a) Rating Scale
Evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai, yang
membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan
factor-faktor yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja tersebut.
b) Cheklist
Penilai memilih kalimat-kalimat yang menggambarkan
prestasi kerja dan karakteristik-karakteristik karyawan.
c) Tes dan observasi prestasi kerja
Penilaian yang didasarkan pada tes pengetahuan dan
keterampilabn, tes mungkin tertulis atau mungkin peragaan
keterampilan.
d) Metode evaluasi kelompok
Penilaian yang di dasarkan pada evalusasi sesame anggota
e) Metode peristiwa kritis
Penelitain yang didasarkan pada catatan-catatan penilai yang
menggambarkan perilaku karyawan sangat baikatau jelek
dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja.
f) Field review method
Wakil ahli departemen personalia turun lapangan dan
membantu para penyelia dalam penilaian mereka.
b. Metode penilaian yang berorientasi pada masa depan
Metode ini memusatkan pada prestasi kerja diwaktu yang akan dating
melalui penilaian potensi karyawan atau penetapan sasaran-sasaran
prestasi kerja di masa yang akan dating. Tehnik-tehnik yang biasa
digunakan adalah:
1) Penilaian diri (Self appraisal)
Karyawan menialai dirinya sendiri sehingga perilaku devensive
cenderung tidak terjadi.
2) Penilaian psikologis
Penilaian ini biasanya dilakukan oleh psikolog, dengan cara
wawancara, tes psikologi, diskusi dan review evaluasi. Hasil
penilaian akan membantu memperkirakan kemudian menilai
prestasi kerja secara bersama-sama.
3) Teknik pusat perhatian
Penilaian karyawan yang dilakukan pada berbagai tipe penilaian
2.2.3.6. Indikator Kinerja
Widodo (2006) mendefinisikan kinerja sebagai hasil yang dicapai
seseorang, baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Indikator pembentuk
kinerja karyawan menurut Dharma (2003) yaitu:
a. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Ini
berkaitan dengan jumlah output atau keluaran yag dihasilkan.
b. Kualitas, yaitu mutu yang dihasilkan (baik tidaknya). Seberapa baik
karyawan dalam penyelesaian tugas – tugas yang diberikan.
c. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang
direncanakan. Ini berkaitan dengan seberapa baik karyawan
menggunakan waktu dalam penyelesaian suatu kegiatan.
2.2.4. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dengan Kinerja Karyawan
Gaya Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi,
menggerakkan, dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau
sekelompok orang untuk tujuan tertentu. Dalam upaya mempengaruhi
tersebut seorang pemimpin menerapkan gaya yang berbeda-beda dalam
setiap situasi. Menurut DuBrin (2005) dalam Brahmasari (2008)
mengemukakan bahwa kepemimpinan itu adalah upaya mempengaruhi
banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan, cara
mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah, tindakan yang
perubahan positif, kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan
mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan. Hal ini
didukung oleh penelitian Widodo (2006) pengaruh kepemimpinan akan
sangat menentukan pekerjaan bawahan, dimana pekerjaan bawahan tidak
akan berhasil dengan baik tanpa adanya kepemimpinan dan partisipasi
bawahan. Gaya kepemimpinan yang efektif akan tercermin pada tinggi
rendahnya kinerja bawahannya.
Menurut Murni (2007) gaya kepemimpinan adalah perilaku dan
strategi yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi kinerja bawahan
agar mencapai sasaran organisasi. Dalam hal ini kesesuian gaya
kepemimpinan akan sangat berpengaruh, karena yang menentukan
kesesuaian adalah pengikut, tekanan pada pengikut mencerminkan
kenyataan bahwa para pengikutlah yang menerima atau menolak
pemimpin sehingga efektifitas bergantung pada tindakan pengikutnya
untuk menyelesaikan tugas. Apabila gaya kepemimpinan sesuai atau
dapat diterima dengan baik akan mempengaruhi kinerja karyawan yang
baik pula, dan sebaliknya dengan adanya gaya kepemimpinan yang buruk
akan mengakibatkan penurunan kinerja karyawan yang akan membawa
dampak pada penurunan kinerja perusahaan.
Dari uraian dan teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan dapat mendorong pencapaian tingkat kinerja yang lebih
tinggi dari karyawan. Komardi (2008) menyatakan bahwa orang-orang
menghasilkan manfaat positif. Memberikan pengarahan, bimbingan,
dukungan, serta penghargaan adalah sebuah kategori perilaku / gaya dari
seorang pemimpin yang menyangkut pemberian manfaat kepada
seseorang untuk meningkatkan kinerjanya, keberhasilan yang signifikan
dan bantuan yang bermanfaat.
Dengan demikian penerapan gaya kepemimpinan yang efektif akan
berpengaruh terhadap kinerja karyawan sebagaimana yang diharapkan.
2.2.5. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja
Teori kepuasan kerja menurut Wesley dan Yulk dapat diterangkan
menurut tiga macam teori, yaitu: Pertama, Discrepancy Theory
mengemukakan bahwa untuk mengukur kepuasan kerja seseorang
dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan
kenyataan yang dirasakan. Kemudian, Locke (1969) menerangkan bahwa
kepuasan kerja tergantung pada discrepancy antara should he
(expectation, needs atau values) dengan apa yang menurut
perasaannya atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui
pekerjaan. Dengan demikian, orang akan merasa puas bila tidak ada
perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan
karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Wanous dan Lawler (dalam As'ad, 2003)
tergantung pada bagaimana ketidaksesuaian (discrepancy) yang
dirasakan.
Kedua, Equity Theory yang dikembangkan oleh Adam (1963). Pada
prinsipnya teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas
sepanjang mereka merasa ada keadilan (equity). Perasaan equity dan
inequity atas suatu situasi diperoleh orang dengan cara
membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor,
maupun di tempat lain. Teori ini mengidentifikasi elemen-elemen equity
meliputi tiga hal, yaitu: (a) Input, adalah sesuatu yang berharga yang
dirasakan oleh pegawai sebagai masukan terhadap pekerjaannya; (b) Out
comes, adalah segala sesuatu yang berharga yang dirasakan sebagai dari
hasil pekerjaannya; (c) Comparisons Persona, adalah perbandingan
antara input dan out comes yang diperolehnya.
Ketiga, Two Factor Theory yang dikemukakan oleh Herzberg
(1966). Prinsip-prinsip teori ini adalah bahwa kepuasan dan
ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan variabel yang
kontinyu (As'ad, 2003). Berdasarkan hasil penelitiannya Herzberg
membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap
pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu: (a) statisfers atau
motivator, faktor - faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai
sumber kepuasan yang terdiri dari: achievement, recognition, work it
self, responsibility dan advancement; dan (b) dissatifiers atau hygiene
ketidakpuasan, seperti: company policy and administration, supervision
tehnical, salary, interpersonal relations, working condition, job security
dan status. Secara historis, karyawan yang mendapatkan kepuasan
kerja akan melaksanakan pekerjaan dengan baik.
Menurut Davis (1996) sebagian manajer berasumsi bahwa kepuasan
yang tinggi selamanya akan menimbulkan prestasi yang tinggi, tetapi
asumsi ini tidak benar. Karyawan yang puas boleh jadi adalah karyawan
yang berproduksi tinggi, sedang atau rendah.
Sementara itu Handoko (1988) kinerja yang lebih baik
menyebabkan penghargaan yang lebih tinggi. Bila penghargaan tersebut
dirasakan adil dan memadai, maka kepuasan kerja karyawan akan
meningkat karena mereka menerima penghargaan dalam proporsi yang
sesuai dengan kinerja mereka. Dilain pihak, bila penghargaan dipandang
tidak mencukupi untuk suatu tingkat kinerja mereka maka ketidakpuasan
akan terjadi.
Robbins (2001) berpendapat bahwa riset paling kini memberikan
dukungan yang diperbarui untuk hubungan yang asli dari kepuasan dan
kinerja. Bila data kepuasan dan produktivitas dikumpulkan untuk organisasi
secara keseluruhan, bukannya pada tingkat individual, kita temukan bahwa
organisasi dengan karyawan yang lebih terpuaskan cenderung lebih efektif
daripada organisasi dengan karyawan yang kurang terpuaskan.
Dari teori dan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
jurnal Parwanto (2009). Yang menyatakan bahwa karyawan yang
mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan
peraturan yang lebih baik, tetapi kurang aktif dalam kegiatan serikat
karyawan dan kadang-kadang berprestasi lebih baik daripada karyawan
yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu, kepuasan kerja
mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun perusahaan, terutama
2.3. Kerangka Konseptual
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Kepuasan Kerja
(X2)
Gaya Kepemimpinan
(X1)
Kinerja karyawan
2.4. Hipotesis
Berdasarkan teori dan kerangka konseptual diatas dapat disusun suatu
hipotesa yang mempunyai jawaban sementara terhadap masalah penelitian
dan masih harus diuji kebenarannya. Adapun hipotesanya adalah:
a. Semakin baik penerapan gaya kepemimpinan, maka semakin tinggi
kinerja yang yang dihasilkan
b. Semakin tinggi tingkat kepuasan yang diperoleh karyawan, semakin
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
3.1.1. Definisi Operasional Variabel
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas, serta lebih dapat
memahami isi dan agar definisi yang digunakan didalam penelitian ini
dapat diukur serta menghilangkan dan menghindari adanya kesalahan
dalam penafsiran maka variabel-variabel yang berkaitan dengan penelitian
yang akan dianalisis adalah sebagai berikut:
1. Gaya Kepemimpinan (X1)
Adalah keseluruhan aktivitas dalam rangka mempengaruhi
orang-orang/karyawan agar mau bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan
organisasi/perusahaan yang memang diinginkan bersama pada PT.
Garda Wahana Perkasa. Menurut Murni (2007), untuk mengukur
variabel gaya kepemimpinan tersebut dapat diukur melalui indikator
sebagai berikut :
1) Struktur tugas
2) Komunikasi
3) Partisipasi Karyawan
2. Kepuasan Kerja (X2)
Kepuasan Kerja adalah tingkat pelaksanaan tindakan karyawan untuk
menjalankan dan menyelesaikan tugas yang diberikan dalam mencapai
tujuan-tujuan perusahaan pada PT. Garda Wahana Perkasa. Adapun
indikator pembentuk kepuasan menurut Rochmawati dan Binarsih
(2009) yaitu:
1) Gaji
2) Pekerjaan itu sendiri
3) Rekan kerja
4) Promosi
5) Pengawasan
6) Kondisi kerja
3. Kinerja (Y)
Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan
atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu pada PT.
Garda Wahana Perkasa. Adapun indikator pembentuk kinerja yang
dipakai dalam variabel ini yaitu (Dharma, 2003):
1) Kuantitas
2) Kualitas
3.1.2. Pengukuran Variabel
Teknik pengukuran menggunakan skala interval, dengan
menggunakan Skala Likert (Likert Scale). Menurut Sugiyono (2008)
“Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial”. Digunakan
jenjang 5 dalam penelitian ini mengikuti pola sebagai berikut, misalnya:
1 5
Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju
Keterangan : Jawaban dengan nilai 1 (sebelah kiri) berarti kecenderungan
untuk tidak menyetujui pernyataan yang diberikan
(negatif), sedangkan jawaban dengan nilai antara 5 (sebelah
kanan) berarti kecenderungan untuk menyetujui pernyataan
yang diberikan (positif).
3.2. Teknik Penentuan Sampel
3.2.1. Populasi
Populasi merupakan kelompok subyek / obyek yang memiliki
ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik tertentu yang berbeda dengan
kelompok subyek/obyek yang lain, dan kelompok tersebut akan dikenai
generalisasi dari hasil penelitian (Sumarsono, 2004).
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang cirinya
karyawan bagian produksi pada PT. Garda Wahana Perkasa yang
berjumlah 72 orang.
3.2.2. Sampel
Menurut Sugiyono (2004), sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian ini adalah “Total Sampling”. Total sampling
adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan
populasi (Sugiyono, 2007). Alasan mengambil total sampling karena
menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh
populasi dijadikan sampel penelitian semuanya. Jadi sampel dalam
penelitian ini adalah karyawan bagian produksi yang berjumlah 72 orang.
Dalam penelitian ini, yang menilai kinerja adalah karyawan itu
sendiri, tetapi seharusnya yang menilai kinerja adalah atasan / pemimpin.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
3.3.1. J enis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan sekunder.
a. Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari obyek
penelitian dengan cara kuesioner.
b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari perusahaan dengan cara
wawancara serta dokumentasi perusahaan yang berkaitan dengan