6. Meningkatkan pentingnya pemahaman, partisipasi politik dan demokratisasi masyarakat
4.2.2. Implementasi Strategi Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Dalam Rangka Pemeliharaan Kesatuan
4.2.1.2 Kepemimpinan, Motivasi dan Sistem Komunikas
Dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan, Kepala Badan menjalankan kepemimpinan yang bersifat terbuka, demokratis dan komunikatif. Dalam setiap kesempatan yang ada selain dengan Sekretaris dan pejabat-pejabat struktural lainnya, memberikan waktu untuk berdialog secara tatap muka. Demikian pula pada setiap rapat bulanan juga dibahas tentang pelaksanaan tugas Dan tanggung jawab serta kegiatan yang telah disusun bahkan tugas-tugas yang
bersifat insidentil.
Di samping itu, Kepala Badan juga pada setiap apel harian yang dipimpinnya mengkomunikasikan hal-hal yang akan dikerjakan sekaligus memotivasi semua bawahannya agar disiplin dan komit di dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Motivasi tersebut senantiasa dikomunikasikan dengan tujuan agar setiap tugas dan pekerjaan yang ada dapat terlaksana dengan baik, lancar dan mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Bahkan jika ada hal-hal yang dianggap penting dan mendesak berkaitan dengan tugas-tugas Kepala Badan bersedia dihubungi oleh bawahannya baik melalui handphone, aplikasi telegram, whatsapp, di rumahnya maupun di tempat lainnya . Jadi, sistem komunikasi antara atasan dan bawahan dilakukan secara pribadi baik secara langsung maupun dengan menggunakan alat. Yang penting bagaimana prinsip kepemimpinan yang bersifat terbuka, demokratis dan komuniatif dapat terlaksana denganbaik.
Mengenai hal tersebut Sekretaris mengatakan :
“Kepala Badan dalam menjalankan kepemimpinannya bersifat terbuka, demokratis dan komunikatif.Demi pelaksanaan tugas dan tangung jawab, Kepala Badan sering mengkomunikasikan pelaksanaan tugas baik yang terencana maupun yang bersifat insidentil serta bersedia dihubungi baik melalui handphone, aplikasi telegram,whatsapp, di rumahnya maupun di tempat lainnya” (Wawancara, Nopember 2016).
Hal yang senada juga diugkapkan oleh beberapa orang pegawai (staf) yag diwawancarai. Salah seorang staf di Bidang Kesatuan Bangsa dan Politik menyatakan :
“Dalam pelaksanaan tugas, Kepala Badan tidak menutup diri dantidak sulit untuk dihubungi. Kapan saja dan di mana saja kami bisa menghubungi beliau dan diterima dengan baik baik di kantor, di rumah
Di samping itu, dalam rangka mewujudkan program maupun tugas dan tanggung jawabnya Kepala Badan mengkomunikasikannya melalui kegiatan konsultasi, koordinasi, dan kerjasama baik dengan pihak atasan (Walikota, Wakil Walikota, Sekretaris Daerah ) maupun dengan kepala-kepala SKPD dan bahkan dengan pejabat-pejabat unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Tanjungbalai seperti : Kapolres Tanjungbalai, Dandim 0208/Asahan, Kepala Kejaksaan Negeri Tanjungbalai Asahan, Ketua DPRD Kota Tanjungbalai, Kepala BNN Kota Tanjungbalai dan unsur pejabat lainnya.
Juga sering mengadakan koordinasi dan konsultasi dengan pihak Badan Kesbangpol dan Linmas Provinsi Sumatera Utara, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia bahkan kunjungan kerja dengan menyertakan pejabat-pejabat strukturalnya ke beberapa kantor Kesbangpol di daerah-daerah lain seperti : Badan Kesbangpol dan Linmas Kota Pematang Siantar, Badan Kesbangpol Kota Surabaya, dan Badan Kesbangpol Kabupaten Sleman. Sehingga dalam hal ini penganggaran untuk perjalanan dinas dalam rangka koordinasi dan konsultasi ke luar daerah benar- benar dimanfaatkan secara maksimal.
Juga konsultasi dan koordinasi dengan para tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat/etnis, tokoh pemuda, tokoh organisasi kemasyarakatan/lembaga swadaya masyarakat, pimpinan parpol, kepala-kepala sekolah, forum-forum strategis kesatuan bangsa (FKDM, FPK, dan FKDM) dan media massa sering dilakukan demi mendukung terwujudnya pelaksanaan tugas dan terobosan-terobosan baru strategi Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan
Perlindungan Masyarakat dalam rangka memelihara kesatuan bangsa dan kondusivitas daerah di Kota Tanjungbalai.
Hal-hal tersebut sesuai hasil pantauan di lapangan dan dibenarkan oleh Kepala Badan dan sejalan pula dengan pandangan Sekretaris yang mengungkapkan pernyataannya :
“Dalam rangka pelaksanaan tugas Kepala Badan berupaya agar apa yang dikerjakannya dapat berhasi dengan baik agar terwujud tujuan dan sasaran organisasi. Berbagai bentuk komunikasi seperti : konsultasi, koordinasi dan kerjasama baik dengan pihak atasan, unsur FKPD, Kesbangpol provinsi maupun pusat dan Badan Kesbangpol daerah lainnya. Bahkan dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat/etnis maupun dengan tokoh ormas/LSM, pimpinan parpol, kepala-kepala sekolah, forum-forum strategis (FKUB, FPK, dan FKDM) dan media massa. Anggaran perjalanan dinas maupun hubungan kemitraan dijalin dimanfaatkan secara maksimal untuk mendukung pelaksanaan tugas dan mencari terobosan-terobosan baru dalam rangka memelihara kesatuan bangsa dan kondusivitas daerah di Kota Tanjngbalai” (Wawancara, Nopember 2016).
Di samping hal tersebut di atas, penulis juga menemukan pelaksanaan strategi dalam bidang komunikasi dengan lingkungan eksternal juga yang diterapkan oleh Kepala Badan dan pandangan pihak luar tentang pelaksanaan strategi tersebut tentang hubungan SKPD ini dengan lingkungan luar.
Berdasarkan hasil wawancara dan pantauan di lapangan , bahwa Badan Kesbangpol dan Linmas Kota Tanjungbalai sebagaimana yang telah disinggung di atas menjalin hubungan dengan lingkungan luar khususnya melalui berbagai kegiatan konsultasi dan koordinasi dalam pelaksanaan tugas dan program kegiatan. Sehingga jalinan hubungan tersebut menciptakan hubungan yang matchdengan lingkungan eksternal dan selalu responsif terhadap perubahan- perubahan di dalam lingkungan tersebut yang merupakan aplikasi dari ilmu dan
seni untuk memformulasi, megimplementasi, dan mengevaluasi keputusan yang bersifat cross fungsional untuk mencapai tujuan organisasi sebagaimana yang dikatakan oleh Dirgantoro (2001) sebelumnya tentang hakekat manajemen strategis.
Hal tersebut sejalan dengan ungkapan Kepala Badan yang menyatakan : “Dalam merumuskan, mengimplementasikan dan evaluasi daam pelaksanaan tugas dan fungsi Kesbang, saya selalu peka dan respon terhadap berbagai perubahan yang terjadi di dalam maupun di luar Kesbang. Untuk itu, kombinasi antara ilmu dan seni harus saya terapkan dalam menghadapi permasalahan yang banyak dalam tugas-tugas saya selaku Kepala Badan”(wawancara, Nopember 2016).
Dengan demikian SKPD ini dapat dengan lebih mudah dan leluasa dalam merumuskan strategi dan implementasinya secara dini dan membumi serta mampu mengadakan pendekatan dengan sumber dan potensi timbulnya konflik dan kerusuhan yang diakibatkan dinamika dan gesekan baik di dalam lingkungan internalnya maupun di lingkungan eksternal yang diakibatkan berbagai keragaman dan perbedaan suku, etnis, agama, budaya, golongan dan kepentingan yang ada baik dalam pemerintahan maupun di dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Selanjutnya dalam kaitan dengan lingkungan eksternal, Badan Kesbangpol dan Linmas Kota Tanjungbalai juga telah melakukan koordinasi dengan baik sebagimana yang diungkapkan oleh Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Tanjungbalai. Beliau mengatakan :
“Badan Kesbangpol dan Linmasbeberapa tahun ini menurut saya telah berhasil melakukan hubungan kemitraannya dengan lingkungan baik dengan pihak atasan, instansi samping maupun unsur komponen masyarakat yang beragam dan dinamis seperti : tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat/etnis, ormas,LSM, tokoh pemuda, pimpinan
parpol,media massa. Hal ini merupakan keuntungan bagi Kesbang, yakni sebagai sarana mempertahankan eksistensinya serta pencapaian tujuan organisasi dalam rangka memelihara kesatuan bangsa dan kondusivitas daerah. Namun, SKPD ini masih perlu terus mengantisipasi dan membangun kebersamaan dan kerukunan terutama kerukunan antar umat beragama yang anggarannya pun perlu ditingkatkan baik untuk Kesbangpol maupun FKUB.
Hal ini sangat saya tekankan mengingat tugas Kesbang dan FKUB itu sejalan dan membutuhkan koordinasi, komunikasi, sosialisasi,pelatihan dan kerjasama dalam berbagai lini dan kesempatan agar toleransi dan kerukunan umat beragama dalam rangka memelihara kesatuan bangsa dapat semakin ditingkatkan dan kerusuhan seperti tanggal 29 Juli yang lalu dapat dihindarkan ” (Wawancara, Desember 2016).
Menyinggung tentang kerusuhan rasial tanggal 29 Juli 2016 yang lalu yang menghanguskan dan merusak 14 (empat belas) unit Bangunan Vihara dan Klenteng, dua unit bangunan Yayasan Sosial Etnis Tionghoa serta material lainnya. Ketua FKUB Kota Tanjungbalai yang didampingi oleh Sekretarisnya mengatakan bahwa kasus tersebut sebenarnya bersifat insidental dan dipicu oleh ucapan seorang Etnis Tionghoa, Meliana yang selama ini telah terakumulasi dengan adanya kesenjangan ekonomis dan terutama belum tuntasnya tuntutan sebahagian besar warga Muslim tentang penurunan Patung Budha Amitabha di atas Vihara Tri Ratna di tahun 2010. Hal ini menurut beliau berkaitan dengan kebijakan Walikota Tanjungbalai sebelumnya, yang sebenarnya juga memang menghendaki agar tetap terpelihara toleransi dan kerukunan umat beragama di dalam kehidupan masyarakat. Sehingga patung tersebut tidak harus diturunkan, padahal sudah ada kesepakatan bersama antara Unsur Muspida dan perwakilan tokoh-tokoh agama dan masyarakat, beberapa kali unjuk rasa, rapat-rapat koordinasi, dialog dan pertanyaan dalam acara penyuluhan dan masukan-masukan dari berbagai pihak. Hasilnya Patung Budha tersebut tetap tidak diturunkan.
Namun, setelah peristiwa 29 Juli itu, upaya penyelesaian masalah Patung Budha tersebut dibahas kembali dalam rapat-rapat Forkopimda Kota Tanjungbalai, Forkopimda Provinsi Sumatera Utara dengan unsur tokoh agama, tokoh etnis, tokoh adat, dan tokoh pemuda dan unsur masyarakat terkait lainnya. Maka, pada Bulan November 2016 disepakati kembali penurunan Patung Budha tersebut dan di Bulan Desember 2016, Patung Budha tersebut telah diturunkan ke tempat yang selayaknya. Suasana yang sempat memanas dan kurang kondusif di Kota Tanjungbalai mulai dapat mendingin dan nyaman kembali.
Tentang hal tersebut Ketua FKUB Kota Tanjungbalai mengatakan :
“Sebenarnya menurut pantauan dan pemahaman kami selama ini, bahwa kasus 29 Juli yang lalu bersifat insidentil dan dipicu oleh karena ucapan seorang warga Etnis Tionghoa yaitu Meliana karena komplain dengan suara mikrofon azan dari Musholla Al Ikhlas di depan rumahnya di Jalan Karya Tanjungbalai. Namun sesungguhnya hal tersebut dipicu pula oleh kesenjangan ekonomi dan belum tuntasnya tuntutan sebahagian besar masyarakat Muslim agar Patung Budha di atas Vihara Tri Ratna Tanjungbalai diturunkan ke tempat yang selayaknya. Walaupun berbagai unjuk rasa, rapat-rapat koordinasi, dialog dan pertanyaan dalam setiap penyuluhan kerukunan serta masukan-masukan dari berbagai pihak. Namun, patung tetap tidak diturunkan. Pemerintah sebelumnya tidak mendukung penurunan patung tersebut, demi kerukunan umat beragama. Namun, setelah peristiwa 29 Juli diupayakan kembali membahas masalah tersebut dengan berbagai pihak dalam Unsur Muspida Kota Tanjungbalai dan Provinsi, FKUB, FPK, Tokoh agama, tokoh etnis, tokoh adat, tokoh pemuda dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya.
Syukur alhamdulillah! Setelah melalui beberapa kali rapat dan pertemuan dengan berbagai pihak, maka pada Bulan November yang lalu dicapai kesepakatan bersama kembali, pihak Vihara Tri Ratna bersedia menurunkan Patung tersebut. Bulan Desember ini patung tersebut telah diturunkan ke tempat yang selayaknya. Suasana yang sempat memanas dan kurang kondusif beberapa waktu yang lalu, kini menjadi dingin dan nyaman kembali” (wawancara, Desember 2016).
kemungkinan berbagai permasalahan dapat saja berasal melalui negara tetangga yang lebih kurang 4,5 jam waktu tempuhnya terebut.
Sebagaimana yang diketahui selama ini Selat Malaka dengan Pelabuhan Port Klangnya menjadi tempat keluar masuknya barang-barang ilegal, berbahaya seperti : narkoba, senjata api, dan lain sebagainya. Bahkan lalu lintas manusia (warga negara asing) juga berpotensi dan dapat membawa hal-hal yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa serta mengganggu kondusivitas daerah dan negara.
Berkaitan dengan hal tersebut salah seorang pengurus FKDM Kota Tanjungbalai berpendapat :
“Kota Tanjungbalai yang beragam masyarakatnya dan berdekatan dengan negara tetangga Malaysia perlu mendapat perhatian serius dari Pemko Tanjungbalai c.q. Badan Kesbangpol dan Linmas dan Unsur Forkopimda serta instansi vertikal yang cukup lengkap berada di Kota Tanjungbalai. Menurut saya keberadaan aparat negara ini seharusnya dapat membangkitkan kebersamaan dalam deteksi dan antisipasi dini dalam hal menjaga Kota Tanjungbalai dari serbuan masukya warga negara asing, narkoba bahkan tidak tertutup kemungkinan hadirnya terorisme, senjata api ilegal dan bom melalui Pelabuhan Teluk Nibung maupun tangkahan-tangkahan swasta dan jalur-jalur tikus di sepanjang sungai Asahan dan Sungai Silau. Karena jika tidak ada koordinasi dan kerjasama yang baik, maka akan terjadi ancaman dan gangguan kamtibmas yang merugikan Kota Tanjungbalai dan NKRI. Untuk peran dan fungsi strategis Kesabangpol benar-benar harus ditingkatkan dengan anggaran yang cukup beserta dengan forum strategis yang ada khususnya FKDM Kota Tanjungbalai” (Wawancara, Desember 2016).
Sedangkan Wakil Ketua Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Kota Tanjungbalai menyatakan :
“Kota Tanjungbalai harus benar-benar dibentengi dengan mental ideologi dan wawasan kebangsaan yang kuat mulai sejak usia dini dan dewasa. Semangat kebangsaan, persatuan dan kesatuan dan cinta tanah air memungkinkan masyarakat mampu dan siap membela negara dan
daerahnya dari tangan-tangan asing dan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila seperti : Ideologi Partai Komunis Indonesia yang masih eksis dan bangkit di zaman ini. Kita harus benar-benar mendidik anak bangsa ini khususnya masyarakat agar paham, sadar dan siaga selalu akan berbagai ancaman dan gangguan yang berasal baik dari dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu, FPK siap selalu bermitra dengan Pemko melalui Badan Kesbangpol untuk membangun wawasan kebangsaan dan kecintaan terhadap tanah air yang tentunya kami harapkan dengan anggaran yang cukup dan memadai” (Wawancara, Desember 2016).
Daripandangan tersebut terlihat konsistensi FPK Kota Tanjungbalai selaku mitra strategis Badan Kesbangpol dan Linmasdalam mewujudkan watak dan karakter kebangsaan yang kokoh berdasarkan Pancasila dalam mendidik anak bangsa di Kota Tanjungbalai.
Berdasarkan hasil wawancara dan pantauan di lapangan juga diketahui, bahwa Badan Kesbangpol dan Linmas Kota Tanjungbalai sebagaimana yang telah disinggung di atas menjalin hubungan dengan lingkungan luar khususnya melalui berbagai upaya konsultasi, koordinasi, kerjasama, dalam pelaksanaan tugas dan program kegiatan. Sehingga jalinan hubungan tersebut menciptakan hubungan yang matchdengan lingkungan baik lingkungan internal maupun eksternal dan selalu responsif terhadap perubahan-perubahan di dalam lingkungan tersebut atau kombinasi ilmu dan seni untuk memformulasi, mengimplementasi, dan mengevaluasi keputusan yang bersifat cross fungsional untuk mencapai tujuan organisasi sebagaimana yang dikatakan oleh Dirgantoro (2001) sebelumnya tentang hakekat manajemen strategis.
Hal tersebut sejalan dengan ungkapan Kepala Badan yang menyatakan : “Dalam merumuskan, mengimplementasikan dan evaluasi daam pelaksanaan tugas dan fungsi Kesbang, saya selalu peka dan respon
terhadap berbagai perubahan yang terjadi di dalam maupun di luar Kesbang. Untuk itu, kombinasi antara ilmu dan seni harus saya terapkan dalam menghadapi permasalahan yang banyak dalam tugas-tugas saya selaku Kepala Badan”(wawancara, Nopember 2016).
Dengan demikian SKPD ini dapat dengan lebih mudah dan leluasa dalam merumuskan strategi dan implementasinya secara dini dan membumi serta mampu mengadakan pendekatan dengan sumber dan potensi timbulnya konflik dan kerusuhan yang diakibatkan dinamika dan gesekan baik di dalam lingkungan internalnya maupun di lingkungan eksternal yang diakibatkan berbagai keragaman dan perbedaan suku, etnis, agama, budaya, golongan dan kepentingan yang ada baik dalam pemerintahan maupun di dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Selanjutnya dalam kaitan dengan lingkungan eksternal, Badan Kesbangpol dan Linmas Kota Tanjungbalai juga telah menjalin hubungan yang baik sebagimana yang diungkapkan oleh Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Tanjungbalai. Beliau mengatakan :
“Badan Kesbangpol dan Linmasbeberapa tahun ini menurut saya telah berhasil melakukan hubungan kemitraannya dengan lingkungan baik dengan pihak atasan, instansi samping maupun unsur komponen masyarakat yang beragam dan dinamis seperti : tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat/etnis, ormas,LSM, tokoh pemuda, pimpinan parpol,media massa. Hal ini merupakan keuntungan bagi Kesbang, yakni sebagai sarana mempertahankan eksistensinya serta pencapaian tujuan organisasi dalam rangka memelihara kesatuan bangsa dan kondusivitas daerah. Namun, SKPD ini masih perlu terus mengantisipasi dan membangun kebersamaan dan kerukunan terutama kerukunan antarumat beragama yang anggarannya pun perlu ditingkatkan baik untuk Kesbangpol maupun FKUB.
Hal ini sangat saya tekankan mengingat tugas Kesbang dan FKUB itu sejalan dan membutuhkan koordinasi, komunikasi, sosialisasi,pelatihan dan kerjasama dalam berbagai lini dan kesempatan agar toleransi dan kerukunan umat beragama dalam rangka memelihara kesatuan bangsa
dapat semakin ditingkatkan dan kerusuhan seperti tanggal 29 Juli yang lalu dapat dihindarkan ” (Wawancara, Desember 2016).
Menyinggung tentang kerusuhan rasial serta pengrusakan dan pembakaran rumah ibadah dan yayasan sosial Etnis Tionghoa tanggal 29 Juli 2016 yang lalu, Ketua FKUB Kota Tanjungbalai menyatakan bahwa kasus tersebut sebenarnya bersifat insidental dan dipicu oleh ucapan seorang Etnis Tionghoa, Meliana, yang keberatan dengan suara azan dari Musholla di depan rumahnya. Dampak ucapan tersebut meledak dengan adanya pesan-pesan provokatif dunia maya yang terakumulasi dengan kesenjangan ekonomi serta belum tuntasnya tuntutan sebahagian besar warga Muslim tentang penurunan Patung Budha Amitabha di atas Vihara Tri Ratna tahun 2010. Hal ini menurut beliau berkaitan dengan kebijakan Walikota Tanjungbalai sebelumnya, yang menghendaki agar tetap terpelihara toleransi dan kerukunan umat beragama di dalam kehidupan masyarakat, sehingga patung tersebut tidak harus diturunkan. Padahal sudah ada kesepakatan bersama antar Muspida Kota Tanjungbalai dan perwakilan tokoh-tokoh agama dan masyarakat, beberapa kali unjuk rasa, rapat-rapat koordinasi, dialog dan pertanyaan dalam acara penyuluhan dan masukan-masukan dari berbagai pihak. Hasilnya tetap Patung Budha tersebut tidak diturunkan.
Namun, setelah peristiwa 29 Juli itu, upaya untuk membahas permasalahan tersebut dengan unsur Forkopimda Kota Tanjungbalai maupun Forkopimda Provinsi Sumatera Utara dan unsur tokoh agama, tokoh etnis, tokoh adat, dan tokoh pemuda dan unsur masyarakat terkait lainnya, maka pada bulan November yang lalu disepakati kembali penurunan Patung Budha tersebut. Pada Bulan Desember ini Patung Budha tersebut telah diturunkan ke tempat yang selayaknya.
Suasana yang sempat memanas dan kurang kondusif di Kota Tanjungbalai mulai dapat mendingin dan nyaman kembali.
Tentang hal tersebut Ketua FKUB Kota Tanjungbalai mengatakan :
“Sebenarnya menurut pantauan dan pemahaman kami selama ini, bahwa kasus 29 Juli yang lalu bersifat insidentil dan dipicu oleh karena ucapan seorang warga Etnis Tionghoa yaitu Meliana karena komplain dengan suara mikrofon azan dari Musholla di depan rumahnya. Namun sesungguhnya hal tersebut dipicu pula oleh kesenjangan ekonomi dan belum tuntasnya tuntutan sebahagian besar masyarakat Muslim agar Patung Budha di atas Vihara Tri Ratna Tanjungbalai diturunkan ke tempat yang selayaknya. Walaupun berbagai unjuk rasa, rapat-rapat koordinasi, dialog dan pertanyaan dalam setiap penyuluhan kerukunan serta masukan-masukan dari berbagai pihak. Namun, patung tetap tidak diturunkan. Pemerintah sebelumnya tidak mendukung penurunan patung tersebut, demi kerukunan umat beragama. Namun, setelah peristiwa 29 Juli diupayakan kembali membahas masalah tersebut dengan berbagai pihak dalam Unsur Muspida Kota Tanjungbalai dan Provinsi, FKUB, FPK, Tokoh agama, tokoh etnis, tokoh adat, tokoh pemuda dan tokoh- tokoh masyarakat lainnya.
Setelah melalui beberapa kali rapat dan pertemuan dengan berbagai pihak, maka pada Bulan November yang lalu dicapai kesepakatan bersama kembali, pihak Vihara Tri Ratna bersedia menurunkan patung Budha tersebut. Pada Bulan Desember 2016, patung tersebut telah diturunkan ke tempat yang selayaknya. Suasana yang sempat memanas dan kurang kondusif beberapa waktu yang lalu, kini menjadi dingin dan nyaman kembali” (wawancara, Desember 2016).
Selanjutnya mengingat Kota Tanjungbalai berbatasan dengan Kabupaten Asahan dan terbuka dengan Selat Malaka milik Negara Malaysia, maka kemungkinan berbagai permasalahan dapat saja berasal melalui negara tetangga yang lebih kurang 4,5 jam waktu tempuhnya terebut.
Sebagaimana yang diketahui selama ini Selat Malaka dengan Pelabuhan Port Klangnya menjadi tempat keluar masuknya barang-barang illegal, berbahaya seperti : narkoba, senjata api, dan lain sebagainya. Bahkan lalu lintas manusia
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa serta mengganggu kondusivitas daerah dan negara.
Berkaitan dengan hal tersebut, salah seorang pengurus FKDM Kota Tanjungbalai berpendapat :
“Kota Tanjungbalai yang beragam masyarakatnya dan berdekatan dengan negara tetangga Malaysia perlu mendapat perhatian serius dari Pemko Tanjungbalai c.q. Badan Kesbangpol dan Linmas dan Unsur Forkopimda serta instansi vertikal yang cukup lengkap berada di Kota Tanjungbalai. Menurut saya keberadaan aparat negara ini seharusnya dapat membangkitkan kebersamaan dalam deteksi dan antisipasi dini dalam hal menjaga Kota Tanjungbalai dari serbuan masuknya warga negara asing, narkoba bahkan tidak tertutup kemungkinan hadirnya terorisme, senjata api illegal dan bom melalui Pelabuhan Teluk Nibung maupun tangkahan-tangkahan swasta dan jalur-jalur tikus di sepanjang sungai Asahan dan Sungai Silau. Karena jika tidak ada koordinasi dan kerjasama yang baik, maka akan terjadi ancaman dan gangguan kamtibmas yang merugikan Kota Tanjungbalai dan NKRI. Untuk peran dan fungsi strategis Kesbangpol benar-benar harus ditingkatkan dengan anggaran yang cukup beserta dengan forum strategis yang ada khususnya FKDM Kota Tanjungbalai. Mengenai antisipasi konflik agama, menurut saya perlu adanya dialog antar tokoh agama tentang perbedaan dan kesamaan agama supaya masing-masing tokoh agama memahaminya serta menyampaikannya pula kepada umatnya, supaya tidak terjadi sikap apriori dan prasangka terhadap agama dan kepercayaan orang lain, justru diharapkan dapat bekerja sama” (Wawancara, Desember 2016). Sedangkan Wakil Ketua Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Kota Tanjungbalai menyatakan :
“Kota Tanjungbalai harus benar-benar dibentengi dengan mental ideologi dan wawasan kebangsaan yang kuat mulai sejak usia dini dan