• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teluk Bintuni dalam lahan yang menjadi hak ulayat tujuh klen; Kutanggas, Patiran, Srowat, Hindom, Frabun, Yare dan Bauw. Tujuh klien ini memiliki hak adat atas tanah pada kedua kampung tersebut.

Kampung Weriagar dan Kampung Mogotira hampir seratus persen dititupi oleh daerah rawa. Keadaan ini membuat masyarakat pada kedua kampung ini hanya memiliki rumah panggung dan berjalan diatas panggung jembatan kayu atau papan yang dibangun oleh masyarakat untuk menghubungkan rumah-rumah warga. Kedua kampung ini, diapit oleh satu sungai yaitu sungai Weriagar. Pada umumnya sungai-sungai yang bermuara di Teluk Bintuni, pada waktu surut hanya perahu-perahu kecil yang dapat melewati jalur masuk muara sungai yang kedalamannya kurang dari satu meter dan memiliki warna air sungai keruh atau kuning kecoklatan. Hal ini mengakibatkan tranportasi di wilayah ini sangat tergantung pada pasang surutnya air.

4.2. Kependudukan

Data jumlah penduduk dan jumlah rumah tangga hanya bisa didapat dari Sensus Penduduk (SP) dan Survei Penduduk antar Sensus (SUPAS), dimana Sensus Penduduk dilaksanakan pada tahun-tahun yang berakhiran nol, sedangkan SUPAS dilaksanakan pada tahun yang berakhiran lima. Dengan demikian, untuk tahun-tahun yang berakhiran selain nol dan lima, jumlah penduduk diperoleh dari hasil proyeksi dan pendekatan hasil-hasil survei terkait. Berdasarkan proyeksi tersebut, jumlah penduduk Kabupaten Teluk Bintuni pada Tahun 2008 diperkirakan mencapai 55.049 jiwa yang terdiri dari 31.281 laki-laki dan 23.768 perempuan. Jumlah ini meningkat sebesar 2,58 persen dari tahun sebelumnya

(53.665 Jiwa), peningkatan atau pertumbuhan penduduk ini merupakan pertumbuhan penduduk tertinggi dibandingkan dengan kabupaten atau kota lainnya di Papua Barat.

Peningkatan jumlah penduduk yang cukup signifikan dan terus bertambah setiap tahun belum diimbangi dengan penyebaran penduduk. Sebagian besar penduduk Kabupaten Teluk Bintuni masih terpusat di Distrik Bintuni sekitar 30,82 persen. Hal ini dikarenakan Distrik Bintuni merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian. Banyaknya rumah tangga pada tahun 2008 tercatat sebesar 13.551 rumah tangga dengan rata-rata besarnya anggota rumah tangga 4,06. Jumlah ini mengalami peningkatan 5,41 persen dari tahun sebelumnya (12.855 rumah tangga). (BPPS, Teluk Bintuni dalam Angka, 2008)

4.2.1. Jumlah Kepala Keluarga (KK) dan Jiwa di Daerah Penelitian

Jumlah penduduk pada daerah penelitian di kampung Weriagar adalah 715 jiwa dengan jumlah kepala keluarga atau rumah tangga adalah 129 KK sedangkan kampung Mogotira berjumlah 530 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 84 KK.

4.2.2. Komposisi Penduduk Menurut Agama

Komposisi penduduk menurut Agama di kampung Weriagar dan Mogotira dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama di Kampung Weriagar dan Mogotira tahun 2005.

No. Agama Weriagar Mogotira Jumlah Jiwa Persentase (%) Jumlah Jiwa Persentase (%) 1. Islam 355 49,65 6 1,13 2. Katolik 343 47,97 511 96,42 3. Protestan 17 2,28 13 2,45 Total 715 100,00 530 100,00

Komposisi penduduk berdasarkan agama di kedua tempat penelitian relatif berbeda. Di kampung Weriagar terlihat bahwa penduduk terbanyak adalah yang beragama Islam, namun jumlahnya hampir seimbang dengan penduduk yang beragama Katolik, sedangkan di kampung Mogotira mayoritas penduduknya beragama Katolik. Letak kedua kampung ini saling berdekatan bahkan hanya dibatasi oleh jalan yang memiliki lebar kurang lebih 1,5 M namun masyarakat pada kedua kampung ini memiliki toleransi beragama sangat tinggi. Hal ini dikarenakan mereka masih seketurunan atau memiliki hubungan darah bahkan semarga.

4.2.3. Komposisi Penduduk Menurut Umur

Komposisi penduduk menurut umur di kedua lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3. Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Kampung Weriagar dan Mogotira tahun 2005.

No. Kelompok Umur (tahun) Weriagar Mogotira Jumlah Jiwa Persentase (%) Jumlah Jiwa Persentase (%) 1. < 15 251 35,10 248 46,79 2. 15 – 54 443 61,96 267 50,38 3. > 54 21 2,94 15 2,83 Total 715 100,00 530 100,00

Sumber : Laporan Penelitian Unipa, 2005

Tabel 3 menunjukan bahwa sebagian besar penduduk di kedua kampung penelitian tergolong dalam usia produktif. Mereka ini merupakan tenaga potensial untuk dapat dilibatkan dalam berbagai kegiatan pembangunan termasuk direkrut menjadi karyawan perusahaan BP LNG Tangguh yang sedang beroperasi mengambil hasil sumber daya alam gas bumi di wilayah adat mereka.

4.2.4. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Komposisi penduduk menurut jenis kelamin pada kedua daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Kampung Weriagar dan Mogotira tahun 2005.

No. Jenis Kelamin

Weriagar Mogotira Jumlah Jiwa Persentase (%) Jumlah Jiwa Persentase (%) 1. Laki-laki 454 63,50 278 52,45 2. Perempuan 261 36,50 252 48,65 Total 715 100,00 530 100,00

Sumber : Laporan Penelitian Unipa, 2005

Tabel 4 menunjukan bahwa sebagian besar penduduk di kedua kampung adalah laki-laki. Rasio laki-laki terhadap perempuan di kampung Weriagar adalah 1 : 1,74. artinya untuk setiap 174 laki-laki terdapat 100 perempuan. Dengan demikian kampung Weriagar didominasi oleh kaum laki-laki. Berbeda dengan rasio laki-laki terhadap perempuan di kampung Mogotira yang cenderung seimbang walaupun jumlah laki-laki masih melebihi jumlah kaum perempuan yaitu 1 : 1,10. atinya untuk setiap 110 laki-laki terdapat 100 perempuan.

4.2.5. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Komposis penduduk menurut tingkat pendidikan di kedua kampung penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kampung Weriagar dan Mogotira tahun 2005.

No. Tingkat Pendidikan Weriagar Mogotira Jumlah Jiwa Persentase (%) Jumlah Jiwa Persentase (%) 1. Tidak sekolah 247 34,5 162 30,5 2. SD 348 48,7 260 49,0 3. SMP 87 12,1 67 12,7 4. SMA/SMK 28 4,0 37 7.0 5. Perguruan Tinggi 5 0,7 4 0,8 Total 715 100,00 530 100,00

Tabel 5. menunjukan bahwa sebagian besar penduduk di kampung Weriagar dan Mogotira berpendidikan rendah. Sebagian besar penduduknya hanya memiliki pendidikan tertinggi adalah SD. Hal ini disebabkan fasilitas sekolah yang tersedia hanya SD dan letak kedua kampung yang jaraknya sangat jauh dari ibu kota kabupaten yang memiliki fasilitas sekolah lengkap serta harus menempuh perjalanan laut kurang lebih 60 mil. Kondisi ini membuat banyak anak-anak usia sekolah tamat SD sudah tidak melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi.

4.2.6. Komposisi Penduduk Menurut Matapencaharian

Komposisi penduduk menurut matapencaharian pada ke dua kampung penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Matapencaharian di Kampung Weriagar dan Mogotira tahun 2005.

No. Matapencaharian Weriagar Mogotira Jumlah Jiwa Persentase (%) Jumlah Jiwa Persentase (%) 1. Petani 13 1,68 12 2,26 2. Nelayan 323 45,17 297 56,04 3. Pegawai 21 2,94 31 5,85 4. Wiraswata 93 13,01 4 0,75 5. Meramu 265 37,20 186 35,10 Total 715 100,00 530 100,00

Sumber : Laporan Penelitian Unipa, 2005

Tabel 6 menunjukan sebagian besar masyarakat di kampung Weriagar dan Mogotira bermatapencaharian sebagai nelayan meyusul sebagai peramu. Yang termasuk nelayan adalah mereka yang berusaha memperoleh hasil laut seperti ikan dan udang. Biasanya hasil tangkapan mereka terutama udang di jual Rp. 25.000 – Rp. 35.000,- per kilo kepada pedagang-pedagang pengumpul yang datang dengan kapal mereka langsung ke kampung atau tempat pencaharian

mereka. Sedangkan mereka yang sebagai peramu adalah yang mengambil langsung dari alam untuk kebutuhan sehari-hari saja, seperti menokok sagu dan juga menangkap ikan dengan peralatan sederhana untuk keperluan konsumsi saja. Hal ini disebabkan tidak ada fasilitas pasar dan kedudukan kampung yang sangat jauh dari kota atau tempat perekonomian. Sebagian lagi adalah mereka yang bermatapencaharian sebagai pegawai, wiraswasta dan petani. Yang termasuk pegawai adalah pegawai negeri sipil (PNS), pensiunan PNS, aparat desa, tenaga kesehatan seperti medis dan petugas KB. Mereka yang wiraswasta adalah adalah mereka yang berusaha mandiri dalam bidang penjualan barang, konstruksi bangunan, dll. Sedangkan yang sebagai petani adalah mereka yang berusaha dibidang tanaman pangan. Namun karena kondisi daerah yang berawa maka pada umumnya mereka tidak berusaha tani dalam skala besar.

4.2.7. Komposisi Penduduk Menurut Suku atau Keaslian Penduduk

Komposisi penduduk menurut suku atau keaslian penduduk di kedua kampung penelitian terbagi atas penduduk asli, penduduk Papua dan penduduk non Papua. Penduduk asli adalah masyarakat adat yang berasal dari daerah penelitian dan memiliki hak adat di daerah tersebut. Penduduk Papua adalah penduduk orang Papua yang berasal dari luar darah penelitian atau tidak berasal dari darah penelitian serta tidak memiliki hak adat di daerah tersebut. Sedangkan penduduk non Papua adalah penduduk yang bukan orang asli Papua atau penduduk pendatang dari luar daerah Papua. Komposisi penduduk menurut suku atau keaslian penduduk di kedua kampung penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku atau Keaslian Penduduk di Kampung Weriagar dan Mogotira tahun 2005.

No. Matapencaharian Weriagar Mogotira Jumlah Jiwa Persentase (%) Jumlah Jiwa Persentase (%) 1. Penduduk Asli 633 88,53 463 87,36 2. Papua 13 1,82 29 5,47 3. Non Papua 69 9,65 38 7,17 Total 715 100,00 530 100,00

Sumber : Laporan Penelitian Unipa, 2005

Tabel 7 menujukan bahwa sebagian besar penduduk di kedua kampung penelitian adalah penduduk setempat atau penduduk asli, menyusul penduduk pendatang non Papua dan penduduk pendatang asal Papua. Penduduk pendatang non papua pada umumnya berasal dari suku Bugis, Makasar, Seram, Buton, Sunda dan Tanimbar. Mereka ini tinggal dan menempati kedua kampung ini karena bermatapencaharian sebagai pedagang dengan pekerjaan sampingan sebagai nelayan. Sedangkan suku asal Papua adalah suku Maybrat, Kokoda, Raja Ampat. Mereka umumnya datang sebagai tukang buruh bangunan bahkan tinggal dan menetap karena ada perkawinan campur dengan penduduk asli setempat.

Dokumen terkait