• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJUAN PUSTAKA

2.8. Masyarakat Adat

konsumerisme dan individualistik, misalnya, akan mudah menimbulkan konflik dan perilaku menyimpang. Perilaku yang tidak jarang ditemukan, misalnya primodialisme dan sentiment kedaerahan dan kesukuan bisa jadi dapat menimbulkan kerusuhan sosial. Hal itu semakin parah karena lemahnya fungsi kontrol sosial dan intensitas komunikasi yang rendah.

2.8. Masyarakat Adat (Indigenous Peoples) 2.8.1. Definisi Masyarakat Adat

Dewasa ini istilah indigenous mengacu lebih luas pada pewaris yang menghuni wilayah yaitu wilayah yang dihuni jauh sebelum dijajah atau dikuasi oleh bangsa asing maupun suku-suku lain. Dalam diskursus dan gerakan hak asasi manusia mereka ini biasa disebut sebagai indigenouspeoples.

Dalam literatur peraturan perundang-undangan terdapat dua penyebutan istilah masyarakat adat yaitu ada yang menyebut “masyarakat adat” dan ada juga yang menyebut “masyarakat hukum adat”. Namun demikian perbedaan tersebut tidak menafikan atau menegasikan hak-hak adat yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan. (Sumardjani , 2007)

Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tantang Kehutanan pasal 67 menyebutkan masyarakat hukum adat berhak untuk melakukan pemungutan hasil hutan, kegiatan pengelolaan hutan dan mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya. Undang-undang kehutanan ini mengakui keberadaan masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya, masyarakat hukum adat tersebut masih ada.

Untuk disebut sebagai masyarakat hukum adat, undang-undang kehutanan memberikan kriteria yang harus dipenuhi (Sumardjani , 2007), antara lain :

1. Masyarakat masih dalam bentuk payugupan (rechtsgemeenschap) 2. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya 3. Ada wilayah hukum adat yang jelas

4. Ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat yang masih ditaati

5. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Menurut Konvensi ILO 169, 1989, masyarakat adat adalah “masyarakat yang berdiam dinegara-negara merdeka dimana kondisi sosial, kultural dan ekonominya membedakan mereka dari bagian-bagian masyarakat lain di negara tersebut. dan statusnya diatur, baik seluruh maupun sebagian oleh masyarakat adat dan tradisi masyarakat adat tersebut atau dengan hukum dan peraturan khusus”

Masyarakat adat Indonesia yang tergabung dalam aliansi masyarakat adat nusantara memberikan definisi masyarakat adat sebagai “komunitas yang memiliki asal usul leluhur secara turun temurun yang hidup di wilyah geografis tertentu serta memiliki sistem nilai, idiologi ekonomi, politik, budaya, sosial yang khas.

Menurut ahli hukum adat Te Haar dalam Sumardjani (2007), masyarakat hukum adat merupakan masyarakat yang memiliki kesamaan wilayah (teritorial), keturunan (geneologis) sehingga terdapat keragaman bentuk masyarakat adat dari suatu tempat ke tempat lain.

2.8.2. Hak – Hak Masyarakat Adat

Tanah dan sumber daya alam sangat penting artinya bagi kehidupan masyarakat adat, bahkan sangat penting bagi kelangsungan eksistensi mereka. Sehubungan dengan itu, pengakuan dan perlindungan hak-hak mereka terhadap tanah dan sumber daya alam sangat esensial bagi pemeliharaan dan pembangunan budaya, ekonomi, dan bahkan sangat esensial bagi kelangsungan hidup bagi eksistensi mereka. Meski demikian, sejarah telah menjadi saksi “takdir buruk” dari kelompok-kelompok masyarakat ini berkenaan dengan hak-hak mereka terhadap tanah dan sumber daya alam dan perjuangan mereka untuk tetap bertahan hidup. (Bosko, 2006)

Selama sejarah penjajahan, tanah dan wilayah mereka, yang merupakan tempat mereka menggantungkan hidup, dirampas atau dihancurkan oleh kekuatan kolonial dan agen-agennya. Hal ini berujung pada proses pemindahan secara paksa, pencerabutan hak dan marginalisasi masyarakat adat, bersama hilangnya integritas budaya mereka. Pada abad ini, proses perampasan dan marginalisasi tersebut masih terus berlanjut, bahkan berlanjut dalam kondisi yang lebih tidak terlindungi oleh keadilan dan penyelesaian hukum. Proses perampasan, penindasan,dan pengabaian yang berkelanjutan ini telah membawa masyarakat adat di seluruh dunia kepada perjuangan yang sama untuk memperoleh pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak mereka, termasuk hak atas tanah dan sumber daya alamnya. (Bamba, 2002)

Dalam banyak kasus, perjuangan-perjuangan ini muncul dalam bentuk konflik dan ketegangan antara masyarakat adat dan “pelaku” dalam pembangunan sumber daya alam seperti pemerintah dan atau perusahaan-perusahaan.

Hukum dan masyarakat internasional, telah menunjukkan komitmen yang lebih besar pada usaha-usaha untuk memecahkan masalah berkenaan dengan pengakuan dan perlindugan hak masyarakat adat. Konvensi ILO nomor. 169 menegaskan dengan cukup kuat hak-hak msyarakat adat atas tanah mereka dan sumber daya alamnya. Gagasan utama yang dipakai dalam konvensi 169 ILO adalah pemeliharaan atau pelestarian dan partisipasi, yaitu, partisipasi dari masyarakat adat dalam kebijakan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. Konvensi ini mengakui masyarakat adat sebagai kelompok yang merupakan pemilik atau subjek (benefic iaries) hak-hak yang dilindungi oleh konvensi ini. Demikianlah, konvensi ini mengakui hak-hak kolektif dari masyarakat adat dalam pasal 7 (melindungi control atau pengaturan masyarakat adat terhadap pembangunan mereka), pasal 5 ( b) dan pasal 8 (b) (menghormati institusi-institusi masyarakat adat), pasal 6 (1) (a) (mengarahkan pemerintah untuk berkonsultasi dengan masyarakat adat melalui institusi perwakilan mereka) dan pasal 13-19 (berkaitan dengan perlindungan hak atas tanah). Konvensi 169 ILO mulai berlaku pada tanggal 5 September 1991 dan pada bulan Mei 1998 telah diratifikasi oleh 13 negara. (Bosko, 2006)

Dari keterangan diatas, jelaslah bahwa sekarang ini instrument yang mengikat secara hukum dan secara khusus berkenaan dengan hak masyarakat adat adalah, Konvensi 169 ILO. Konvensi ini menyediakan rezim hukum pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat cukup memadai. Meskipun demikian, mekanisme penerapannya lemah. Kendati isi Konvensi berhubungan dengan hak masyarakat adat, namun tidak ada prosedur pengaduan khusus yang tersedia bagi masyarakat adat untuk membawa kasus mereka ke depan ILO.

Konvensi ILO 169 mengatur hak-hak masyarakat adat terkena dampak pembangunan sumber daya alam: 1) Hak untuk tidak di diskriminasikan, 2) Hak-hak atas tanah dan sumber daya alam, 3) Hak atas kebudayaan, 4) Hak untuk berpartisipasi, 5) Hak atas lingkungan yang sehat dan 6) Hak untuk memberikan persetujuan (Right to consent).

Hak atas masyarakat adat ini juga di akui oleh pemerintah daerah propinsi Papua dengan adanya Undang-undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi provinsi Papua yang tertera dalam BAB XI yang mengatur tentang perlindungan hak-hak masyarakat adat, pada ayat (1) sampai (5) meliputi:

1) Pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan, dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku

2) Hak-hak masyarakat adat tersebut pada ayat (1) meliputi hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan

3) Pelaksanaan hak ulayat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, dilakukan oleh penguasa adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat setempat, dengan menghormati penguasaan tanah bekas hak ulayat yang di peroleh pihak lain secara sah menurut tata cara dan berdasarkan peraturan perundang-undangan

4) Penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat untuk keperluan apapun, dilakukan melalui musyawarah untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukan maupuan imbalannya

5) Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota memberikan mediasi aktif dalam usaha penyelesaian sengketa tanah ulayat dan bekas hak perorangan secara adil dan bijaksana, sehingga dapat di capai kesepakatan yang memuaskan para pihak yang bersangkutan.

Dengan keberadaan Undang-undang diatas, tentunnya diharapkan bagi pemerintah maupun investor-investor yang memanfaatkan hak-hak masyarakat adat seperti tanah dan kandungannya dapat mengimplementasikannya dengan memperhatikan hak-hak masyarakat adat di sekitarnya.

2.9 Keterkaitan antara penelitian yang dilakukan dengan

Dokumen terkait