Badan ini kita harapkan membicarakan seluruh aspek yang menjadi masalah utama air bersih di Indonesia. Mulai masalah pinjaman, keuangan, air baku dan lain-lain.
Apa yang menyebabkan PDAM bisa bertahan?
Semangat. Kita mengoptimalkan apa yang ada supaya bisa berjalan. Banyak daerah dengan kondisi yang terbatas bisa berkembang. Tapi banyak daerah yang justru drop. Oleh karena itu PDAM, Perpamsi, Badan pengelola air nasional, nanti harus menjadi satu ikatan yang sa- ngat rekat demi proses percepatan pem- bangunan air bersih nasional sesuai MDG kita.
Berarti secara internal sulit bagi PDAM berkembang?
Faktor internal sangat dipengaruhi faktor eksternal. Ini seperti tekanan, bahkan invasi ke dalam. Makanya ganti manajemen 5-10 kali manajemen ya begi- tu juga. Kalau kita bicara PDAM milik daerah, apakah kemudian pemerintah pusat lepas tanggung jawab begitu saja? Padahal bicara air bersih adalah bicara kepentingan negara.
Bagaimana dengan target 2015? Saya setuju kita harus mencapai itu. Tahun 2002 lalu presiden Mega telah menyepakati konvensi Johannerburg ter- hadap komitmen negara di dunia ini ter- hadap cakupan pelayanan air minum menjadi 80 persen bagi masyarakat pada 2015. Kalau target itu tercapai, bisa saja badan pengelola air bersih itu tak perlu lagi.
Apakah Target MDG bisa terca- pai pada 2015 dengan kondisi se- karang?
Saya kira bisa. Karena kita hanya butuh Rp. 50 trilyun sampai tahun terse- but untuk melengkapi instalasi kita. Jadi tiap tahun kita butuh Rp. 5 trilyun. Saya kira pemerintah bisa kok. Buktinya untuk
memaafkan BLBI saja pemerintah mau mengeluarkan 15 trilyun tahun lalu. Kenapa kita tidak?
Harapan Anda terhadap peme- rintahan baru?
Kalau nanti kabinet dilantik, kami minta anggota kabinet yang terkait de- ngan air bersih, apapun namanya, segera membentuk badan tersebut. Jangan ditunda-tunda lagi. Dalam pembentukan- nya kami minta faktor-faktor terhadap perumusannya tetap memperhatikan institusi-institusi yang selama ini berke- cimpung di bidang air bersih. Karena merekalah yang mengenal implementasi pelayanan air bersih. Mari kita lepaskan ego sektoral masing-masing. Tak mung- kin PDAM-PDAM ditinggalkan begitu saja. Marilah kita bersama-sama bersatu demi suksesnya MDG 2015.
Kapan kira-kira seluruh ma- syarakat bisa terlayani air minum?
Jadi 10 tahun lagi kita bisa, jika semua institusi berjalan bersama-sama. Se- karang kita berharap ada positif thinking
terhadap pengelolaan air bersih.
Apa PDAM sudah siap bila kei- nginannya dikabulkan pemerintah?
Siap. Sebab banyak orang gagal kare- na tidak memahami persoalannya. Kalau PDAM sangat memahami betul apa per- soalannya.
Strategi PDAM apakah sudah sesuai dengan MDG?
MDG itu kan ada muatan baru. Yang namanya muatan itu kan harus di- sesuaikan dengan mobilnya. Kenapa kita harus siapkan mobil yang besar, semen- tara muatannya tak ada atau sangat sedi- kit? Tapi kita sangat memahami kita harus bagaimana.
Dukungan apa yang diharapkan PDAM dari masyarakat?
Masyarakat sebenarnya adalah subyek dan obyek. Mereka bisa menentukan pelayanan PDAM dalam bentuk kon- tribusi tarif. Tapi makin tahun kecukupan kemampuan PDAM makin berkurang. Kondisi ini bisa mengakibatkan keper- cayaan masyarakat makin berkurang. Oleh karena itu faktor utama masyarakat harus percaya. Mereka bisa menerima air secara cukup dan kualitas air yang baik dan pasti jika kuantitas, kualitas, dan kontinuitas terjaga. Kalau itu berjalan, masyarakat tak ada masalah untuk mem- bayar sesuatu. (mujiyanto)
A W A N C A R A
W
J
akarta dapat dipastikan menjadi langganan banjir setiap tahun. Apakah skala banjirnya kecil, atau besar seperti yang terjadi pada awal tahun 2002. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasinya, tapi hasilnya belum memuaskan. Ini karena banjir merupa- kan masalah yang sangat kompleks sam- pai sulit ditelusuri kembali kesalahan-ke- salahan apa yang telah dilakukan di masa lalu dan siapa yang bertanggung jawab.Perhatian terhadap banjir tak konstan. Pada saat banjir tiba, semua pemangku ke- pentingan seolah ingin berusaha mena- ngani persoalan ini. Namun di saat banjir reda, kepedulian itu seakan luntur. Ini jelas tidak setara dengan pengorbanan dan penderitaan para korban banjir. Di sisi la- in, banyak orang membuat perkiraan-
perkiraan yang terkadang jauh dari ke- nyataan, misalnya banjir tahun depan tak akan sebesar tahun ini dan sebagainya. Tiba-tiba orang kaget begitu air bah da- tang jauh lebih besar dari yang diduga. Se- mua hanya bisa terbengong.
Buku ini mencoba mengajak pembaca
untuk memperluas dan mendalami ma- salah banjir yang lebih tepat disebut masalah tata air wilayah Jakarta dan se- kitarnya, mencakup kawasan seluas lebih dari 6.000 kilometer persegi. Menurut penulisnya, persoalan ini tak bisa hanya diatasi oleh satu atau dua instansi teknis. Banyak instansi harus terlibat dan dili- batkan. Selain itu, penanganan masalah ini butuh banyak langkah dan harus didu- kung oleh masyarakat secara aktif agar penanganannya berkelanjutan.
Berbagai data historis dan dokumen ke- bijakan disajikan secara menarik. Termasuk pula di dalamnya ditampilkan peta tata air Jabotabek dari berbagai kurun waktu. Ada pula pendapat-pendapat para ahli tata air Belanda tentang pengelolaan sungai di Batavia. (MJ)
D
i awal abad ke-21, dunia berada pada titik kritis dalam manaje- men air. Menurut laporan De- wan Air Dunia untuk Abad 21 (2000), air baku yang bisa diperbaharui tak akan bi- sa mencukupi kebutuhan industri, pen- duduk, dan pertanian pada tahun 2020. Ini karena makin banyak air yang terpo- lusi, pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan salah manajemen. Banyak negara te- lah menghadapi krisis air, terutama di wi- layah kering dan semi kering. Pengelola air generasi baru dengan cara pandang baru sangat dibutuhkan pada abad ini. Mereka diharapkan dapat mengembang-kan dan menerapkan cara kerja dan kebi- jakan yang inovatif. Singkatnya, pengelo- laan air pada abad 21 harus berubah.