• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.3 Determinan PAPS .1 Faktor Predisposisi .1 Faktor Predisposisi

5.1.3 Kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan kesehatan

Berbagai faktor mempunyai pengaruh terhadap seseorang dalam membuat keputusan etik. Agama serta latar belakang adat-istiadat merupakan faktor utama dalam membuat keputusan etis. Kaitan adat-istiadat dan implikasi dalam perawatan sampai saat ini belum tergali secara jelas. Menurut Foster yang dikutip oleh Kalangie (1994) mengatakan bahwa pemilihan perawatan medis dilakukan menurut urutan tingkatan sebagai berikut : (1) perawatan rumah tangga (pengobatan sendiri), (2) ke Dokter, (3) ke Dukun (pengobatan alternatif tradisional) bilamana kedua pilihan sebelumnya tidak berhasil. Trend mencari pengobatan seperti itulah yang sekarang terjadi di masyarakat Indonesia sehingga kasus PAPS tinggi di rumah sakit, sehingga

disimpukan bahwa konsep “Jodoh” masih sangat mempengaruhi masyarakat terhadap pengobatan, dimana dalam rangka usahanya mencari penyembuh yang jodoh, maka pelayanan dokter yang pertama dianggap bukan jodohnya dan pola ini akan berlangsung terus sampai pada saat ia dapat disembuhkan atau meninggal atau karena faktor ketidakpuasan ekonomis, maka usaha penyembuhan ini harus dihentikan sementara atau seterusnya oleh pasien dan keluarganya.

Pengobatan alternatif merupakan salah satu usaha pelayanan kesehatan yang masih banyak digunakan oleh masyarakat ketika kedokteran modern tidak lagi bisa menyelesaikan masalah kesehatan mereka. Walaupun kadang tidak logis tetapi banyak fakta yang menunjukkan bahwa pengobatan ini mendatangkan kesembuhan bagi mereka. Fenomena ini terjadi akibat pengaruh yang kuat dari berbagai faktor sosial masyarakat terhadap upaya dalam mencari pengobatan, misalnya mahalnya biaya pengobatan modern, distribusi pelayanan kesehatan yang tidak merata dan tidak berhasil menyembuhkan. Kegagalan pada sistem pengobatan modern seringkali menjadi faktor utama seseorang mengalihkan usaha penyembuhannya ke pengobatan alternatif. Faktor lain antara lain biaya ke dokter mahal, letak fasilitas kesehatan yang jauh dan pelayanan yang kurang memuaskan.

Dari hasil wawancara 6 informan memutuskan PAPS bukan karena ingin berobat alternatif atau dukun. Semua informan mengetahui bahwa penyakit mereka bisa sembuh jika berobat ke pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit. Dari segi diagnosa informan, penyakit yang dialami para informan merupakan penyakit yang sering dan banyak diderita orang. Informan juga banyak mendapat informasi

mengenai penyakit yang dideritanya dari keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya. Sehingga informan tidak berfikir untuk mencari pengobatan alternatif seperti pengobatan herbal atau dukun.

Informan kelas I karena sudah merasa sembuh ia meminta pulang, informan kelas II dan kelas III karena merasa sudah sembuh dan bosan di rumah sakit sehingga meminta untuk berobat jalan saja walaupun dokter belum memberi izin, terkendala masalah biaya, jarak rumah sakit yang jauh dari rumah sakit dan tidak ada keluarga yang menjaga pasien selama di rumah sakit memutuskan informan untuk PAPS. Hal ini tidak sesuai dengan teori Foster mengenai keputusan pasien untuk PAPS.

5.1.4 Persepsi

Menurut Notoatmodjo (2007) didalam masyarakat terdapat beragam konsep sehat-sakit yang tidak sejalan dengan konsep sehat-sakit yang diberikan oleh pihak provider atau penyelenggara pelayanan kesehatan, ada perbedaan persepsi yang berkisar disease (penyakit) dengan illness (rasa sakit). Dari sini muncul konsep sehatsakit dalam masyarakat, bahwa sehat adalah orang dapat bekerja atau menjalankan pekerjaannya sehari-hari sedangkan sakit adalah bila seseorang sudah tidak mampu bangkit dari tempat tidur, tidak dapat menjalankan pekerjaan sehari-hari. Inilah sebab rendahnya penggunaan fasilitas kesehatan/pengobatan, yaitu persepsi masyarakat tentang sakit yang berbeda dengan konsep provider kesehatan. Hal ini juga sebagai penyebab PAPS, karena pasien sudah merasa sembuh.

Sesuai dengan penelitian Nofiyanto (2013) bahwa alasan pasien PAPS adalah persepsi sehat sakit yang menjadi alasan utama kejadian PAPS. Hasil wawancara dengan 6 informan 3 diantaranya adalah dari kelas I/ VIP menyatakan memutuskan untuk PAPS karena sudah merasa sembuh, diagnosa informan ini adalah typus abdominalis yang seharusnya perlu perawatan 6-7 hari tetapi informan pada hari ketiga sudah tidak merasa mual muntah dan sudah bisa jalan sehingga merasa sehat, anak dari informan yang masih berumur 2 tahun yang harus tinggal di rumah sakit selama informan diopname dan harus masuk kerja. Informan dari kelas II dua orang dengan biaya sendiri merasa kondisi kesehataannya sudah membaik dimana diagnosa informan adalah hipertensi dan hipertensi + penyakit jantung koroner (PJK) karena tensi sudah stabil dalam beberapa hari dan tidak ada keluhan lagi, informan ini meminta untuk berobat jalan saja dan merasa bosan dengan lingkungan di rumah sakit. Dokter dan perawat yang merawatnya belum memberi izin untuk pulang karena penyakit informan yang belum pulih dan masih membutuhkan pemantauan beberapa hari lagi, karena itu merupakan hak dari pasien maka pihak rumah sakit tidak mempunyai hak untuk menahan pasien walaupun kondisi kesehatannya belum pulih. Jika penyakit yang diderita oleh informan semakin parah semua konsekuensinya harus menjadi tanggung jawab informan atau keluarga sehingga tidak dapat menuntut rumah sakit. Sesuai dengan penelitian Kuncahyo (1999) yang menyatakan bahwa faktor yang mendorong pasien memutuskan pulang paksa adalah anggapan bahwa kesehatannya sudah membaik dan merasakan sembuh.

Pada aspek persepsi sehat sakit sebagian besar pasien memutuskan PAPS karena faktor sudah merasa sembuh cukup besar. Persepsi pasien terhadap kesembuhan ini sering disebut sebagai illness perception. Persepsi sehat sakit ini sering menimbulkan masalah komunikasi. Dokter dan perawat memiliki persepsi bahwa pasien masih dalam kondisi sakit (disease) sementara pasiensudah merasa keluhannya mulai membaik sehingga merasa penyakitnya sudah hilang dan memutuskan pulang walaupun dokter yang merawat tidak mengizinkan.

Dalam beberapa kasus ditemukan juga bahwa pasien memutuskan PAPS dikarenakan pasien yang menderita penyakit kronis dan dirawat dirumah sakit sudah begitu lama, tidak ada tanda proses penyembuhan dan sudah dalam keadaan lemah. Oleh karenanya, pasien atau keluarganya memilih untuk membawa pasien pulang selain dengan pertimbangan faktor biaya yang sudah dihabiskan selama di rumah sakit. Untuk pasien yang dilakukan operasi biasanya memilih PAPS karena pengobatan di rumah sakit memang sudah tidak ada lagi untuk penyakitnya seperti patah tulang untuk rumah sakit daerah hanya bisa untuk pertolongan pertama saja sehingga harus ke rumah sakit yang lebih lengkap baik dari segi peralatan maupun spesialisnya.

Dokumen terkait