• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

H. Kepercayaan Merek ( Brand Trust )

Secara linguistic brand trust terdiri dari dua komponen kata yaitu

brand dan trust. Menurut Keller, brand atau merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau desain atau kombinasi keseluruhan, yang bertujuan untuk mengidentifikasi barang atau jasa seorang atau beberapa produsen dan juga untuk membedakan produk atau jasa tersebut dari pesaing. Kepercayaan atau

trust didefinisikan oleh Costabile (dalam Ferrinadewi, 2005: 100) sebagai presepsi akan kehandalan dari sudut pandang konsumen didasarkan pada pengalaman, atau lebih pada urutan-urutan transaksi atau interaksi yang dicirikan oleh terpenuhnya harapan akan kinerja produk dan kepuasan.

Menurut Delgado (dalam Ferrinadewi, 2005: 101), kepercayaan merek merefleksikan dua komponen yakni brand reliability dan brand intentions.

Brand reliability atau kehandalan merek yang bersumber pada keyakinan konsumen bahwa produk tersebut mampu memenuhi nilai yang dijanjikan atau dengan kata lain presepsi bahwa merek tresebut mampu memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan. Brand reliability merupakan hal yang esensial bagi terciptanya kepercayaan terhadap brand karena kemampuan merek

memenuhi nilai yang dijanjikannya akan membuat konsumen menaruh rasa yakin akan kepuasan yang sama dimasa yang akan datang. Sedangkan brand intention didasarkan pada keyakinan konsumen bahwa merek tersebut akan mampu membela kepentingan konsumen ketika masalah muncul secara tidak terduga pada saat konsumsi.

I. Asosiasi merek

Menurut Aaker (dalam Matrutty dan Haryanto, 2003: 23), asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek.

Sebuah merek adalah seperangkat asosiasi, biasanya terangkai dalam berbagai bentuk yang bermakna. Asosiasi-asosiasi tersebut dikelola dalam kelompok-kelompok yang mempunyai arti tertentu. Suatu merek yang telah mapan akan mempunyai posisi yang menonjol dalam persaingan karena didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Merek ini memiliki posisi yang tinggi untuk atribut-atribut yang dikehendaki seperti layanan yang bersahabat, atau menduduki posisi yang berbeda dari posisi para pesaingnya. Posisi merek mencerminkan pandangan orang mengenai suatu merek (Susanto dan Wijanarko, 2004: 132).

Menurut Rangkuty (2004: 43), asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan para pelanggan, karena ia dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dengan merek

yang lain. Terdapat lima keuntungan asosiasi merek yang dapat dilihat pada bagan berikut: Asosiasi merek Membantu proses/ penyusunan informasi Diferensiasi/Posisi Alasan untuk membeli

Menciptakan sikap/ perasaan positif Basis perluasan

Bagan 2.2 Nilai Asosiasi Merek

Keuntungan pertama yaitu, dapat membantu penyusunan informasi. Asosiasi-asosiasi yang terdapat pada suatu merek, dapat membantu mengiktisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat dengan mudah dikenal oleh pelanggan. Keuntungan kedua adalah perbedaan. Suatu asosiasi dapat mmemberikan landasan yang sangat penting bagi usaha pembedaan. Asosiasi-asosiasi merek dapat memainkan peran yang sangat penting dalam membedakan suatu merek dari merek yang lain. Keuntungan ketiga adalah alasan untuk membeli. Pada umumnya asosiasi merek sangat membantu para konsumen untuk mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak. Keuntungan keempat adalah penciptaan sikap atau perasaan positif. Asosiasi merek dapat merangsang perasaan positif yang pada gilirannya akan

berdampak positif terhadap produk yang bersangkutan. Keuntungan kelima adalah landasan untuk perluasan. Asosiasi merek dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan merek, yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dan sebuah produk baru.

J. Merek

Apabila suatu perusahaan hanya memperlakukan merek hanya sekedar suatu nama, maka perusahan tersebut tidak melihat tujuan merek yang sebenarnya. Tantangan dalam pemberian merek adalah membangun suatu set makna yang mendalam untuk merek tersebut (Rangkuti,2004: 4).

Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol , rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang deimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing (Kotler, 2003: 460).

Menurut Busch (dalam Santa, 1999 : 48), merek adalah nama, istilah, simbol , desain, atau kombinasinya yang memberikan identitas mengenai suatu produk yang ditawarkan seorang pemasar yang berbeda dengan produk yang ditawarkan pemasar lainnya.

Menurut penuturan Aaker (dalam Susanto dan Wijanarko, 2004: 6), merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan) untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual tertentu , serta membedakannya dari barang atau jasa yang dihasilkan para pesaing.

Pada awalnya merek hanyalah sebuah nama untuk membedakan. Pada perkembangan selanjutnya, merek bisa menjadi nama yang dianggap mewakili sebuah objek (Susanto dan Wijarnako, 2004: 9). Misalnya Honda dianggap mewakili sepeda motor, Rexona sebagai wakil dari deodorant, Dop untuk bola lampu dan Pepsodent untuk pasta gigi.

Merek juga dapat dianggap sebagai simbol dan kemudian berkembang menjadi citra. Rokok Dji Sam Soe mencerminkan kejantanan, Volvo mencerminkan keamanan. Perkembangan merek selanjutnya dipengaruhi oleh perubahan internal maupun eksternal. Jadi makna merek dalam konteks masa kini bukanlah sekedar nama merek (brand name) tetapi sudah berkembang lebih jauh. Merek adalah apa yang ada di dalam pikiran konsumen (Susanto dan Wijarnako, 2004: 9). NAMA OBJEK SIMBOL CITRA Pengaruh perubahan eksternal dan internal Bagan 2.3

Menurut Rangkuti (2004: 5), merek merupakan hal yang sangat penting, baik bagi konsumen maupun produsen. Dari sisi konsumen, merek mempermudah pembelian. Bila tidak ada merek, konsumen harus mengevaluasi semua produk yang tidak memiliki merek setiap kali mereka akan melakukan pembelian. Dari sisi produsen, merek dapat dipromosikan. Merek dapat dengan mudah diketahui ketika diperlihatkan atau ditempatkan dalam suatu display. Selain itu, merek dapat dipakai untuk mengurangi perbandingan harga, karena merek adalah suatu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membandingkan produk-produk sejenis yang berbeda.

K. Kesetiaan Merek (Brand Loyalty)

Menurut Sunarto(2006: 260), kesetiaan merek (brand loyalty) dapat diartikan sebagai berikut ini:

Sejauh mana seorang pelanggan menunjukan sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tertentu, dan berniat untuk membelinya dimasa depan.

Jackoby dan Kryner (dalam Dharmmesta, 1999: 74) mendefinisikan loyalitas merek sebagai berikut:

Respon keperilakuan (yaitu pembelian) yang bersifat bias (non random) , terungkap secara terus menerus oleh unit pengambilan keputusan dengan memperhatikan satu atau beberapa merek alternatif dari sejumlah merek sejenis dan merupakan fungsi proses psikologis (pengambilan keputusan, efaluatif).

Sedangkan menurut Durianto (dalam Matrutty dan Haryanto, 2003: 19), loyalitas merek adalah suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek.

Dari beberapa definisi diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa kesetiaan merek merupakan suatu perilaku yang dimiliki oleh konsumen mengenai presepsinya terhadap suatu merek, dan konsumen tersebut membeli secara terus menerus merek yang sama tanpa berpindah ke merek yang lain.

Menurut Sunarto (2006: 206), kesetiaan merek tidaklah sama dengan perilaku pembelian ulang. Perilaku pembelian ulang (repeat purchase behavior) berarti konsumen hanya hanya membeli produk secara berulang, tanpa mempunyai perasaan khusus terhadap apa yang dibelinya. Sebaliknya konsep kesetiaan merek menunjukan bahwa konsumen memiliki preferensi nyata terhadap merek tersebut. Kesetiaan merek dapat menimbulkan suatu komitmen. Komitmen merek (brand commitment) didefinisikan sebagai hubungan emosional/psikologis dengan merek dalam satu golongan produk.

Ada beberapa jenis kesetiaan merek disamping kesetiaan merek takterbagi. Pada beberapa kasus konsumen mempunyai kesetiaan yang terbagi antara dua merek. Pada kasus yang lain sebagian besar dari mereka setia pada satu merek, tetapi kadang-kadang beralih ke merek lain, yang mungkin untuk menghilangkan kejenuhan dan menaikan tingkat keinginan mereka. Dalam keadaan yang lain konsumen sama sekali tidak acuh terhadap antara merek yang satu dengan merek yang lain. Pola membeli yang berbeda ini, dimana A, B, C, dan D merupakan merek yang berbeda dapat digambarkan sebagai berikut (Sunarto, 2006: 261) :

1. Kesetiaan yang tidak terbagi: AAAAAAAA 2. Peralihan Sewaktu-waktu: AABAAACAADA

3. Kesetiaan beralih: AAAABBBB

4. Kesetiaan yang terbagi: AAABBAABBB 5. Ketidak acuhan merek: ABDCBACD

Menurut Susanto dan Wijanarko (2004: 127), loyalitas terhadap merek terdiri dari beberapa tingkatan. Tingkatan loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal, yang sama sekali tidak tertarik pada merek tersebut dan bagi mereka merek apapun dianggap memadai. Sehingga, merek memainkan peranan yang kecil dalam keputusan pembelian. Mereka lebih memilih apapun yang diobral atau yang menawarkan kenyamanan. Pembeli seperti ini bisa disebut sebagai para pembeli harga atau pengalih.

Tingkat kedua adalah para pembeli yang puas dengan produk atau setidaknya tidak mengalami ketidakpuasan. Pada dasarnya tidak terdapat ketidakpuasan yang cukup untuk mendorong mereka beralih ke merek lain, apalagi peralihan tersebut membutuhkan usaha. Para pembeli tipe ini bisa disebut sebagai para pembeli kebiasaan (Habitual Buyers).

Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul biaya peralihan (swiching cost) serta biaya berupa waktu, uang atau resiko kinerja berkenaan tindakan beralih merek. Atau, barangkali terdapat suatu resiko di mana merek lain mungkin tidak berfungsi sebaik merek tersebut dalam konteks penggunaan khusus.

Pada tingkat keempat adalah mereka yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Preferensi mereka mungkin dilandasi oleh suatu

asosiasi seperti simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakan atau presepsi kualitas yang tinggi.

Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia. Mereka mempunyai kebanggaan menjadi pengguna suatu merek. Merek tersebut sangat penting bagi mereka, baik dari segi fungsinya maupun sebagai ekspresi diri mereka. Rasa percaya diri mereka tercermin pada tindakan seperti merekomendasi merek tersebut kepada orang lain.

Menurut Rangkuty, (2004: 63) Loyalitas merek para pelanggan yang ada mewakili suatu asset strategis dan jika dikelola dan diekploitasi dengan benar akan mempunyai potensi untuk memberikan nilai dalam beberapa bentuk seperti yang diperlihatkan dalam bagan berikut:

Loyalitas Merek

Pengaruh biaya pemasaran Peningkatan perdagangan

Meningkatan customer baru: a. Menciptakan kesadaran brand

b. Meyakinkan kembali Waktu merespon Bagan 2.4

Nilai loyalitas merek

Perusahaan yang memiliki basis pelanggan yang memiliki loyalitas merek yang tinggi dapat mengurangi biaya pemasaran perusahaan karena biaya untuk

mempertahankan pelanggan jauh lebih murah dibandingkan mendapatkan pelanggan baru. Keuntungan kedua, loyalitas merek yang tinggi dapat meningkatkan perdagangan. Loyalitas yang kuat akan meyakinkan pihak pengecer untuk menjaga rak-raknya, karena mereka mengetahui bahwa para pelanggan akan mencantumkan merek-merek tersebut dalam daftar belanjaannya. Keuntungan ketiga, dapat menarik minat pelanggan baru karena mereka memiliki keyakinan bahwa membeli produk bermerek terkenal minimal dapat mengurangi resiko. Keuntungan keempat, loyalitas merek memberi waktu, semacam ruang bernafas, pada suatu perusahaan untuk cepat merespon gerakan-gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul, seorang pengikut loyal akan memberi waktu pada perusahaan tersebut agar memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan atau menetralisasinya.

L. Penelitian Sebelumnya

1. Loyalitas Pelangan: Sebuah kajian Konseptual Sebagai Panduan Bagi Peneliti.

Penelitian ini dilakukan oleh Basu Swastha Dharmmesta, yang dimuat dalam Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Berikut merupakan abstrak dari penelitian tersebut.

Loyalitas konsumen dari merek yang spesifik, disebut juga loyalitas merek, diharapkan untuk mendapatkan perhatian akademik yang lebih dari para mahasiswa untuk menyelidikinya. Artikel ini

mendeskripsikan dan menganalisis konsep loyalitas merek untuk perluasan masing-masing pendekatan sikap dan perilaku dan struktur yang menjadi daerah loyalitas ( Loyality domain). Struktur dari loyalitas menunjukan elemen-elemen yang diringkas kognisi, afeksi, knasi dan aksi. Elemen-elemen itu merefleksikan kategori-kategori loyalitas. Teknik dari pengukuran loyalitas seperti urutan pemilihan merek, proporsi pembelian, preferensi merek, komitmen merek, skala loyalitas dan diterima atau tidaknya rasio yang rumit. Kepuasan konsumen tidak dikesampingkan di dalam analisis ini selama hal ini berhubungan dengan konsep loyalitas merek.

2. Brand Equity: Cermin Sukses Membangun Sebuah Merek

Penelitian ini dilakukan oleh Eko Suseno Hendro Riyadi Matrutty dan Jony Oktavian Haryanto, yang dimuat dalam Jurnal Atma nan Jaya . Berikut merupakan abstrak dari penelitian tersebut.

Maksud dari penelitian ini adalah untuk menguji untuk mengetahui kekuatan dari ekuitas merek. Data digunakan untuk menganalisis hubungan antara bauran pemasaran dalam perusahaan dan loyalitas konsumen yang berhubungan dalam ekuitas merek. Data primer diperoleh dari 98 responden. Analisis data menggunakan skala likert dalam mengklasifikasi brand awarnes, brand association, kesan kualitas, dan loyalitas merek.

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa (1) brand awarnes dari Indomie tinggi, (2) konsumen memiliki pernyataan yang positif terhadap

asosiasi merek, (3) kesan kualitas dari Indomie baik (4), loyalitas konsumen diklasifikasikan ke dalam menyukai merek.

Dokumen terkait