• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

4.1.2 Kepribadian Tokoh Becca

Becca seorang penulis di dunia maya untuk sebuah perusahaan Hallam

Advertising. Ia moderator web resmi, blog, facebook, myspace, dan twitter milik

Hallam Advertising. Becca adalah gadis cengeng, tidak suka menjadi pusat perhatian, namun dia bisa mengekspresikan dirinya lewat tulisan-tulisannya di

blog pribadinya. Sifat cengeng Becca tergambar dalam kutipan berikut:

”... Sepertinya mereka bertengkar hebat. Itu pemikiranku pada awalnya, tetapi ternyata tidak. Della lah yang bertengkar dengan ayahnya dan malah Becca yang menangis. Konyol sekali kelihatannya. Tapi itulah Becca, dia anak yang..., hm... cengeng....” (Lia, 2011:131).

Lontaran yang digambarkan Sang Hee pada halaman sebelumnya, adalah sisi cengeng Becca. Ketika Della bertengkar dengan ayahnya, Becca yang menangis. Ia tidak sanggup melihat orang yang ia sayangi bertengkar di hadapannya. Berbeda dengan Della yang lebih tegar dari Becca. Sisi cengeng Becca tergambar lagi dalam kutipan berikut:

”... Begitu tenang, seiring dan seirama dengan detak jantungnya. Oh Tuhan, bisakah Kau hentikan saat ini? Aku ingin di sini. Aku tidak mau hari ini berakhir. Becca bisa merasakan air matanya mengalir lagi. Ia benci dirinya yang cengeng. Mengapa ia harus mengangis? Ini adalah saat yang paling membahagiakan dalam hidupnya...” (Lia, 2011:260).

Dalam kutipan tersebut, Becca menangis karena ia takut kehilangan Adriel, kekasihnya. Saat itu adalah saat ia memutuskan untuk mengikuti apa kata Lucie untuk bergabung dengan Della. Ia ingin menghentikan waktu dan tidak ingin berpisah dengan Adriel, namun Becca bukan orang yang egois, ia melakukan apa yang dikatakan Lucie dan akhirnya bersatu dengan Della.

Becca juga orang yang tertutup. Ia tidak mampu mengungkapkan isi dan pikirannya secara langsung kepada orang-orang. Ia lebih sering menuliskan pengalaman dan apa yang ia rasakan di dalam sebuah blog pribadi miliknya. Selain karena ia tidak memunyai saudara kandung, ia juga tertutup di kantor. Ini adalah postingan pertamanya saat ia pertama kali bekerja fulltime di Hallam

Advertising. Ia menumpahkan segala kekesalan yang ia rasakan dalam sebuah

tulisan. Seperti dalam kutipan berikut:

”Jurnal 250 My Young Boss He’s Young

Tadi siang dia ’memberikan’ sebuah kamera padaku. Diberikan begitu saja, tanpa kata pembuka maupun kata penutup. Aku tahu seharusnya aku langsung mengembalikan kamera itu karena sepertinya dia nggak sadar saat memberikan kameranya.

Then, why I didn’t?

Pertanyaan bagus.

Awalnya, aku nggak tahu jawabannya. Tapi, setelah kurenungkan, inilah alasannya: meski dia muda dan berbakat, tapi dia bener-bener payah! Dia bilang karyaku jelek dan tidak layak tampil. Sial!

Memangnya siapa yang memutuskan karyaku menang kompetisi? Aku tahu benar dia adalah salah satu jurinya.

Ah, lama-lama postingan kali ini isinya cercaan semua. Untung aja dia tidak akan membuka blog-ku. Aku tahu dia anti bahasa Indonesia. Sepanjang pengetahuanku, dia selalu menggunakan bahasa Inggris di kantor.

Jadi, kembali pada alasanku tidak mengembalikan kamera itu... mungkin karena aku masih emosi dan nggak rela mengembalikan kamera itu. Lagi pula, foto-foto yang dia ambil sangat indah. Aku sudah berusaha membaca teknik fotografi di internet tapi tetap saja istilah-istilahnya membuatku pusing: shutter, apperture, iso.

Well, sepertinya fotografi memang bukan duniaku. So, that’s all for today.

Becca mengklik tombol untuk memasukkan tulisannya ke blog-nya. Sesaat kemudian, ia mengedit tulisannya kembali.

NB: Dia orang Korea. Dia mengejek karyaku menggunakan bahasa Korea. Sial baginya, aku lulusan Sastra Korea Kyung Hee University. Dia terlihat kaget sekali waktu aku menjawab bahwa akulah yang membuat tulisan itu. Becca puas dengan tambahan tulisannya dan kembali menekan tombol

posting untuk menyimpannya di dunia maya. Perasaannya sedikit lebih

baik. Keputusannya untuk tidak mengejar Adriel memang tepat. Becca tahu dia punya sejarah kurang bisa mengendalikan emosi. Meski sering kali emosi itu tak tampak dari luar, tetapi ia bisa merasakan amarah itu mengikat tubuhnya dan menyiksanya habis-habisan. Ia butuh waktu menenangkan diri. Membalas dendam di dunia maya cukup bisa memberikan ketenangan baginya...” (Lia, 2011:8-9).

Paparan teks di atas adalah salah satu isi dari posting-an di blog miliknya. Becca mengungkapkan kekesalannya karena atasannya yang lebih muda mengejek karyanya dengan menggunakan bahasa Korea, dan Becca sebagai mahasiswi S1 lulusan Universitas Kyung Hee yang sangat memahami bahasa Korea langsung menjawab ejekannya juga dengan bahasa Korea dan itu membuat

bosnya terkejut. Setiap peristiwa yang ia hadapi, selalu ia tulis di blog. Berikut kutipan tulisannya yang lain:

”Jurnal 263, What Should I Do Next?

He gave me a book. Tentang fotografi tidak tahu apa maksudnya. Dan

yang aku maksud dengan dia adalah pemuda yang aku ceritakan beberapa hari ini—my boss.

Saat ini, buku itu masih ada ditanganku dan aku sama sekali tidak tahu harus diapakan buku itu. He just said, ”you can find shutter, aperture, all

things that you need in this book.”

Dan seperti biasa, aku sama sekali nggak bertanya. Aku menerimanya saja tanpa berkomentar sedikit pun. Tolol, ya?

Sekarang, apa yang harus aku lakukan?

Membaca buku itu? Jelas! Setelah itu?” (Lia, 2011:40)

Jurnal Becca tersebut menceritakan keadaannya yang sedang bingung. Setelah diberikan sebuah kamera yang sama sekali tidak tahu harus ia apakan, sekarang bosnya malah memberikan sebuah buku fotografi. Setiap tulisan Becca ditandai dengan nomor agar ia bisa mengingat urutan dari cerita-ceritanya. Selanjutnya dalam teks berikut:

”Jurnal 268 Tangga Naik

Sebelum membaca jurnal ini, baca peringatan ini: JANGAN TERTAWA! Oke, jadi aku memutuskan untuk menanyakan tentang buku itu padanya. Maksudku, aku sudah memutuskan tapi aku belum melakukannya. Dan itu disebabkan karena suasana yang canggung.

Ugh! Kenapa aku selalu grogi di depan orang? Aku kan nggak naksir dia. Ya Tuhan, dia jauh lebih muda dari aku. Kalau aku grogi karena aku suka, itu lebih masuk akal. Aku nggak akan bingung kenapa aku merasa grogi. Karena aku merasakan sesuatu.

Sedangkan ini? Aku tahu ini cuma sifat burukku yang susah berinteraksi dengan orang lain. Padahal aku sudah menyiapkan kalimat yang akan aku ucapkan, tapi yang keluar dari mulutku malah, ”Kan sudah jelas tangga itu untuk naik, kenapa harus diberi tulisan lagi?”

Dan tebak, apa responnya? Hah! Benar sekali!

Nothing!

Dia hanya melihatku seakan aku ini gajah (kenapa tiba-tiba muncul gajah?) yang tiba-tiba bisa bicara bahasa manusia. Ugh! Benci... benci... benci...

Berapakah umurmu? Terlihat masih muda. 24?

Becca wrote

Kamu tertawa? *penasaran*

Haha! Mencoba menghina? lebih tua lagi *shy*

TOP wrote

Aku tidak melakukannya. Cukup senang mendengar kamu mengambil keputusan itu.

Hm... mungkin dia heran mengapa gajah ada yang lupa. Tangga... ada buat naik... juga ada buat turun.” (Lia, 2011:57).

Paparan di atas menceritakan perasaan Becca yang menyesali kebodohannya. Ia bermaksud ingin mengembalikan buku dan kamera yang diberikan bosnya. Namun, karena ia sulit berinteraksi dengan orang lain, ia akhirnya terlihat bodoh dengan reaksi bosnya setelah ia mengatakan bahwa ”Kan sudah jelas tangga itu untuk naik, kenapa harus diberi tulisan lagi?” bosnya hanya diam tanpa respon. Tulisannya mendapat respon dari seorang pembaca blog miliknya dan mengomentari bahwa tangga bisa untuk naik, juga bisa untuk turun. Pada tulisan Becca berikutnya, Becca menceritakan tentang pengalamannya yang tersesat. Seperti dalam kutipan berikut:

”Jurnal 270 Tersesat

Ini minggu keempatku bekerja dan aku masih saja tidak bisa menghafal jalan menuju kantorku! As you know, kosku dengan dengan kantor. Hm... tidak bisa dibilang tetangga, tapi masuk dalam kategori dekat. Bisa ditempuh dengan berjalan kaki, kurang lebih 15-20 menit, dan akan meningkat menjadi 30 menit jika aku tersesat. Sungguh! Aku ini penghafal yang buruk sekali.

Ah, aku jadi merasa tidak pantas memakai kata gajah di posting-anku yang lama. Ha! Kenapa juga si gajah masuk ke otakku? Aku bukan penggemar gajah, jelas sekali. I don’t like animal. Any kind of it.

Kembali pada diriku yang suka tersesat. Apakah ada obat yang bisa aku minum supaya bisa cepat menghafal jalan? Segala sesuatu yang berhubungan dengan jalan raya, aku angkat tangan. Menghafal jalan, menghafal plat dan nomor mobil, serta mengendarai kendaraan (dalam bentuk apapun) adalah kelemahanku.

NB: Tugas proyek pertamaku sedang di-layout. Sudah tidak sabar melihat bayi pertamaku lahir.” (Lia, 2011:61)

Dalam jurnal Becca tersebut, Becca menceritakan bahwa ia adalah penghafal yang buruk. Sebenarnya bukan ia penghafal yang buruk, hal ini karena dampak negatif dari gangguan identitas disosiatif yang menyebabkan penderita merasa kehilangan waktu dan memori sehingga ia tidak bisa mengingat dengan jelas informasi penting mengenai dirinya. Dalam kutipan selanjutnya, Becca menceritakan pengalaman pribadinya mengenai kisah cintanya:

”Jurnal 275 Time

Hari ini seseorang mengirimkan sesuatu padaku. Sebuah kalimat yang rasanya tidak cocok kalau dia yang mengucapkan. Karena... ah, sebaiknya kalian baca tulisanya. Jika dibahasa-inggriskan secara bebas, artinya adalah:

The time you enjoy wasting time is not a wasted time And why he sent me that? Because of my last post? Hm...

maybe, maybe not. Aku tidak tahu yang mana karena hanya dia yang bisa

menjawabnya dan dia saat ini sedang berada di luar kota.

Lucunya, waktu yang aku buang adalah waktu kerjaku dan itu berarti sekarang ini aku memakan gaji buta dan dia mendukungnya. Haha! Padahal dia adalah salah satu orang dalam jajaran orang penting yang menggajiku.

Top wrote

Aku juga seorang karyawan, sama sepertimu. Kalau memang masih bisa mengerjakan tepat waktu, kenapa tidak menikmati masa-masa luang seperti itu?

Becca wrote

Haha. Jangan sampai ada atasan yang membaca ini. Hm...

How are you? It’s kinda quite here. Where are you now? I miss you.

Becca membaca balasannya sekali lagi, kemudian menekan satu tombol. Edit.

Becca wrote at 10.11

Haha. Jangan sampai ada atasan yang membaca ini. Save.” (Lia, 2011:92).

Becca menceritakan seseorang yang mengirim sebuah kalimat yang ia rasa tidak pantas dikirimkan untuknya, karena seseorang itu adalah bosnya sendiri,

Adriel. Dalam kutipan di atas, Top adalah Adriel. Ia sudah mengaku pada Becca bahwa ia adalah Adriel, bosnya. Adriel jujur pada Becca setelah ia memberikan foto-foto yang menuntun Becca sampai ke kosnya hingga ia tidak tersesat lagi. Becca secara rutin menulis jurnal, berikut isi jurnal selanjutnya:

”Jurnal 279 i’m pregnant!

I am

Sebelum kalian memandangku sebelah mata karena hamil di luar nikah (meski kalian tidak mengenalku, kalian pasti tahu dengan pasti aku tidak punya pacar karena well... I never mention it), aku harus menambahkan kata-kata ini.

Dalam mimpiku. Iya, cuma dalam mimpi.

Tapi rasanya nyata sekali. Aku bisa merasakan perutku yang besar dan kenyal. Aku bisa merasakan tendangan dari si bayi. Aku bisa merasakan belaian suamiku. Hm... untuk bagian terakhir aku tidak yakin apakah dia suamiku. Maksudku, mimpi itu tidak menunjukkan surat nikah. (lain kali aku bakal minta sutradara mimpi supaya mempekerjakan penata cahaya ;p).

Aku yakin pria itu suamiku. Maksudku, meskipun itu cuma mimpi, tapi kata orang, mimpi merefleksikan keinginan kan? Bukan berarti aku sudah ingin berkeluarga, tapi suatu saat aku memang merencanakan seperti itu, jika kadaan lancar. Haha. Dan aku tidak pernah mau melangkah lebih jauh tanpa ikatan nikah. Tahu maksudku, kan? Semua agama melarangnya, budaya kita juga.

Aku dibesarkan dengan dua budaya: Indonesia dan Korea. Dan keduanya tidak begitu mendukung sex before married (secara sembunyi-sembunyi sih banyak sekali yang melakukannya, tidak bisa disangkal kan?)

Aku tidak pernah membayangkan seperti apa suamiku nantinya. Is he an

Indonesian? Or Korean? Or (fell free to tell me what nationality might he has).

Tangan Becca berhenti mengetik. Ia membaca kalimat terakhirnya.

Indonesia, Korea. Adriel orang Korea. Setidaknya, itu yang ia tahu. Becca

tidak bisa meneruskan tulisanya lagi. Otaknya berputar menayangkan wajah Adriel. Sial! Becca mengumpat. Dengan segera ia menghadap komputernya lagi.” (Lia, 2011:93-94).

Dalam kutipan di atas, Becca menceritakan bahwa ia merasakan hamil dan memiliki seorang suami yang menjaganya. Itulah mimpi yang ia alami. Suami yang ia kira-kira apa kewarganegaraannya dan ia menyebut-nyebutkan Indonesia-Korea dan membayangkan wajah Adriel. Adriel seseorang berkebangsaan

Indonesia-Korea. Ia mendapatkan kewargangaraan Indonesia dari ayahnya dan kewarganegaraan Korea dari Ibunya. Pada jurnal berikutnya, Becca menceritakan tentang pria Korea. Seperti dalam kutipan berikut:

”Jurnal 283 Korean Man

Oke. Jadi, beberapa hari ini aku googling tentang kebudayaan Korea karena diminta teman. Aku tidak tahu apa maksud dibalik permintaannya, tapi aku menemukan sesuatu yang menurutku lucu.

Ini tentang cowok Korea. Hm... setelah film dan drama dari negeri ginseng itu banyak menginvasi negara-negara di Asia dan Amerika, tiba-tiba banyak sekali gadis-gadis yang jatuh cinta dan menginginkan cowok Korea sebagai kekasih mereka. Di sebuah blog milik orang Korea ini (silakan kirim massage kalu ingin tahu website-nya) kamu bisa menanyakan apapun tentang Korea.

Ada satu pertanyaan tentang bagaimana cara menarik hati pria Korea. Menarik, ternyata bule-bule juga lumayan melirik orang Korea sekarang. Haha!

Jadi, inilah jawabannya: ingat, walau mereka punya embel-embel ’Korea’, bagaimana juga mereka adalah seorang pria. Pria, pada

dasarnya suka wanita. So kalo kamu wanita... yep! Satu poin untukmu.

Intinya, dari negara apapun mereka, kalo kamu memang bisa menguasai hati pria, maka begitulah. Intinya lagi (haha, kebanyakan inti ya?), cowok itu ya cowok. Tapi, di sini ada satu tips: belajarlah memasak. The easiest

way to make them love you is by their stomach!

Ada yang setuju dengan kalimat di atas?” (Lia, 2011:94-95).

Penjelesan Becca di atas, menceritakan tentang hasil pencariannya yang berhubungan dengan Korea. Salah satunya adalah cowok Korea. Ia menyebutkan bahwa cara menarik pria adalah dengan belajar memasak dan buat perut mereka kenyang dengan masakanmu. Dalam kutipan selanjutnya, Becca menceritakan mengenai pengalamannya sewaktu SMA. Seperti dalam kutipan berikut ini:

”Jurnal 306 makan (Memakan)

Ingat tidak, dulu waktu sama kalau naksir-naksiran gimana?

Waktu aku SMA, ada satu cowok yang suka aku kemudian menyatakan cintanya. Hm, tahu tidak satu kalimat ”women always know”? itu juga yang aku rasakan. Entah apa karena budaya Indonesia yang menunjukkan kalau cowok lagi naksir, dia akan sering mengirim SMS atau telepon tidak penting dan bahkan ngenggombal seputar makan-memakan (maksudnya

variasi kalimat dengan kata makan): ”Udah makan belum?”, ”Makan dulu, lho”, ”Ayo makan dulu, nanti sakit”, ”Jangan lupa makan, ya”.

Nah, setelah dia menyatakan perasaanya, aku minta waktu. Beberapa teman cewekku yang aku tanya juga selalu minta waktu untuk memberikan jawaban. Sepertinya ini sudah menjadi tradisi anak-anak SMA-ku.

Tapi, kalau boleh jujur, sebagian dari kami (wanita), tidak butuh waktu untuk berpikir sebelum menjawab. Seperti yang udah aku sebut di atas,

women always know. Jadi, sebenarnya kami (setidaknya aku sendiri),

sudah tahu apa yang akan menjadi jawabanku, bahkan sebelum pertanyaan itu terlontar.

Jadi, permintaan ”waktu” itu bisa berarti dua hal: 1. Supaya lebih sopan kalau jawabnnya ’tidak’.

2. Supaya tidak terlihat cewek gampangan kalau jawabannya ’iya’. Aku tidak tahu dengan budaya lain, tetapi budaya Indonesia memang tidak suka to the point. Aku tidak tahu apakah ini sesuatu yang positif atau negatif.

Tapi, mungkin kalau semua cewek bisa menerapkan jawaban langsung para cowok itu tidak akan tersiksa menanti jawaban kami. Apalagi sebenarnya cewek Indonesia adalah jenis cewek yang pasif yang lebih suka dikejar ketimbang mengejar.

Jadi, menurutku, paling tidak para cowok yang sudah mengeluarkan tenaga dan usaha (termasuk pulsa handphone juga), bisa diberi reward dengan mendapatkan jawaban yang cepat. Untungnya, para cowok tidak pernah komplain karena pada dasarnya cowok suka tantangan, ya kan? Dan menanti jawaban adalah salah satu dari tantangan.” (Lia, 2011:97-98). Paparan Becca di atas menceritakan tentang kehidupan masa SMA-nya. Makan-memakan berarti pertanyaan yang kita tanyakan pada calon pacar ketika pendekatan. Pertanyaan seputar sudah makan, makan gih, dan lain sebagainya. Ia menceritakan pada dasarnya perempuan Indonesia senang dikejar bukan mengejar. Juga pendapatnya mengenai permintaan waktu jika seorang lelaki menyatakan cinta. Pada jurnal berikutnya, Becca menceritakan tentang kehidupan percintannya. Seperti dalam kutipan di bawah ini:

”Jurnal 323 (My) Love Life

Peringatan: kali ini aku akan membahas kehidupan cintaku (lagi). Kalau ada yang merasa bosan dan terganggu dengan isinya yang terlalu kecewek-cewekan, silakan meninggalkan blog ini. Aku tidak mau menerima komplain apapun.

Aku sudah menggenggam si gajah yang artinya aku sudah memberikan sebuah jawaban padanya. Tapi, kata saranghae yang ia ucapkan benar-benar mengganggu, seakan aku punya kewajiban untuk membalas ucapannya.

Suatu saat aku harus mengatakannya juga, kan? Aku harus mengungkapkan isi hatiku. Saat ini, meski secara tidak langsung aku sudah menjawabnya, namun rasanya seperti belum resmi karena satu kata ajaib itu belum terlontar dari mulutku.

Menjalin suatu hubungan itu selalu berisiko. Bagaimana kalau tidak berjalan dengan lancar? Bagaimana kalau kata sedahsyat itu justru membawa kami semakin jauh? Bagaimana jika hubungan ini tidak berhasil?” (Lia, 2011:104).

Saranghae adalah bahasa Korea yang artinya aku cinta kamu. Becca

menceritakan kisah cintanya dengan Adriel. Adriel menyatakan cintanya pada Becca dan Becca menerimanya namun belum membalas ungkapan cinta Adriel. Becca ingin bergerak cepat, ia ingin seperti gadis lain, ia ingin seperti mereka yang melakukan sesuatu tanpa pikir panjang dan selalu mengungkapkan apa yang dipikirkan. Namun, ia tidak bisa. Keterbukaannya hanya ia sampaikan dalam

blog-nya. Selain sebagai pribadi yang tidak mudah bergaul, Becca juga pribadi

yang suka bingung sendiri, pemikirannya terlalu rumit untuk dicerna orang lain. Seperti dalam kutipan berikut:

”Becca memegang kamera ditangannya. Sejak kemarin, ia sudah memiliki rencana untuk mengembalikan kamera itu. Sayangnya, ia tidak memberikan detail rencana kepada dirinya sendiri. Bagaimana caranya? Ia bertanya dengan bimbang.

”Maaf, ini kameranya. Kemarin kamu..., eh... Anda memberikannya pada saya. Saya tidak tahu harus diapakan kamera ini.”

Bukan!

”Maaf, saya harus taruh di mana kamera ini?”

”Permisi, ingat saya ‘kan? Kameranya....” (Lia, 2011:36).

Penggalan teks di atas, menggambarkan pola pikir Becca yang terlalu rumit untuk melakukan sesuatu. Ia ingin mengembalikan kamera yang diberikan

Adriel padanya. Namun ia bingung apa yang harus ia katakan dan bagaimana ia harus melakukannya. Selanjutnya, sifatnya itu tergambar dalam kutipan berikut:

”Um... kenapa?” tanya Becca singkat. ”Dari mana tahu...? TOP maksudku. Ah, bukan... yang aku maksud...”

Becca tidak tahu apa yang ia maksud. Banyak sekali pertanyaan dalam pikirannya dan ia sulit untuk memilih. Mana yang lebih baik ditanyakan lebih dulu. Pertanyaan mana yang harus ia ketahui jawabannya. Becca bisa merasakan kepalanya berdenyut.” (Lia, 2011:85).

TOP adalah nama yang digunakan Adriel dalam blog-nya di dunia maya. Becca sama sekali tidak tahu dan harus bagaimana mengungkapkan isi hatinya secara ringkas dan spontan. Ia selalu memikirkan segala sesuatu dengan rumit. Becca sebenarnya ingin menanyakan bagaimana bisa seorang TOP adalah bosnya sendiri yaitu, Adriel. Orang yang selama ini selalu ia ceritakan di blog miliknya. Tapi ia tidak tahu bagaimana dan apa yang harus ditanyakan terlebih dahulu. Pada kutipan berikutnya, Becca juga memperlihatkan pemikiranya yang rumit:

”Mengapa tidak boleh?” tanya Adriel.

Becca mendesah jengkel. ”Feli suka kamu. Dia mengenalmu lebih dulu dibanding aku. Dia juga mengatakan padaku, dia suka kamu, dan aku, tiba-tiba mengambilmu darinya. Oke, ada yang tidak kamu mengerti? Ini namanya pengkhianatan,” tandas Becca.” (Lia, 2011:145).

Pendapat Becca tersebut menggambarkan perasaan Becca. Becca merasa ia telah mengkhianati Feli karena sudah memiliki Adriel. Feli adalah rekan kerjanya yang juga menyukai Adriel namun Adriel lebih memilih Becca. Becca mengatakan pada Adriel untuk tidak memperlihatkan hubungan mereka di kantor karena Feli menyukai Adriel.

Tidak hanya dalam mempermasalahkan hubungan mereka di kantor, bahkan untuk memanggil nama Adriel saja Becca terlalu rumit. Seperti dalam kutipan berikut ini:

”Adriel.

Bagaimana cara memanggilnya? Dri—untuk Adri? Ad? Riel? Aneh sekali. Atau Adril? Dengan meleburkan huruf i dan e menjadi satu? Tetapi pelafalannya A-dri-el, bukan Adril. Atau Iel? Ini semakin aneh. Becca

Dokumen terkait