• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Kerangka Teori

3. Kepuasan Kerja

a. Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan bentuk perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, situasi kerja dan hubungan dengan rekan kerja. Dengan demikian kepuasan kerja merupakan sesuatu yang penting untuk dimiliki oleh seorang karyawan, dimana mereka dapat dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan tujuan perusahaan (Wahab, 2012: 24).

Menurut Rivai dan Sagala (2009: 856) kepuasan kerja pada dasarnya sesutu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut.

Menurut Keith Davis, Wexley dan Yuki dalam Mangkunegara (2004: 117) kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah atau gaji yang diterima,

kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, mutu pengawasan. Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan.

Menurut Jewell dan Siegall dalam Syahbandar (2011: 25) kepuasan kerja adalah sikap yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Yang merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaannya yang bermacam-macam. Kepuasan kerja erat kaitannya dengan keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan menurut cara karyawan memandang pekerjaan mereka.

Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka, kepuasan kerja merupakan perasaan senang atau tidak senang yang relatif yang berbeda dari pemikiran objektif dan keinginan perilaku (Davis dan Newstrom, 1985: 105).

Menurut Handoko (1989: 193) kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.

Mathis dan Jackson dalam Gumilar (2010: 27) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Pendapat ini serupa

dengan Locke dan Johnson (2004) yang mendefinisikan kepuasan kerja sebagai keadaan emosional yang menyenangkan yang diasosiasikan dengan situasi kerja atau pekerjaan.

Menurut Greenberg dan baron dalam Wibowo (2010: 501) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap positif dan negatif yang dilakukan individual terhadap pekerjaan mereka.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional seseorang terhadap pekerjaannya, dan sikap yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Spector dalam Gumilar (2010: 28) mengidentifikasikan terdapat sembilan faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dengan nama Job Satisfaction Survey (JSS), yaitu:

1) gaji/ upah, kepuasan pada gaji dan kenaikan gaji baik dalam segi jumlah maupun rasa keadilannya;

2) promosi, kepuasan pada peluang promosi dan keadilan untuk mendapatkan promosi;

3) supervisi, kepuasan pada atasan langsung orang tersebut dalam kompetensi penugasan managerial;

4) tunjangan-tunjangan, kepuasan pada tunjangan-tunjanagn berupa asuransi, liburan, dan bentuk fasilitas yang lain;

5) penghargaan, kepuasan pada penghargaan (tidak harus materi) yang diberikan untuk kinerja baik sebagai bentuk rasa hormat, diakui dan apresiasi;

6) peraturan/ prosedur, kepuasan pada aturan, prosedur dan kebijakan; 7) rekan kerja, kepuasan pada rekan kerja yang menyenangkan dan

kompeten;

8) pekerjaan itu sendiri, kepuasan pada pekerjaan yang dilakukan dapat dinikmati atau tidak;

9) komunikasi, kepuasan komunikasi dalam organisasi dalam hal berbagai informasi didalam organisasi (verbal atau tulisan).

Menurut Mangkunegara (2008: 120) ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu:

1) faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi dan sikap kerja; 2) faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat

(golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial dan hubungan kerja. c. Teori Kepuasan Kerja

Menurut Rivai dan Sagala (2009: 856) teori tentang kepusaan kerja yang cukup dikenal antara lain, yaitu:

1) Teori Ketidakpuasan (Discrepancy theory). Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu

yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai;

2) Teori Keadilan (Equity theory). Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja;

3) Teori dua faktor (Two factor theory). Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinu. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yang satisfies atau motivator dan dissatisfies. Satisfies adalah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja. Dissatisfies adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan.

Menurut Mangkunegara (2008: 120) mengemukakan teori-teori kepuasan kerja antara lain:

1) Teori keseimbangan (Equity Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Adam, komponen dari teori ini adalah input, outcome, comparison person, dan equity-in-equity. Wexley

dan Yuki (1977) mengemukakan input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai. Comparison person adalah seorang pegawai dalam organisasi yang sama, seorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya). Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan antara input-outcome dirinya dengan perbandingan input-outcome pegawai lain;

2) Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)

Teori ini dipelopori oleh Proter bahwa dalam mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai;

3) Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)

Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu akan merasa tidak puas;

4) Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory) Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada

pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para pegawai dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh pegawai dijadikan tolok ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, pegawai akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan;

5) Teori Dua Faktor dari Herzberg

Dua faktor yangdapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas menurut Herzberg, yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors) dan faktor pemotivasian (mitivational factors). Faktor pemeliharaan disebut pula dissatisfiers, hygiene factors, job context, extrinsic factors yang meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan pengawas, hubungan dengan subordinate, upah, keamanan kerja, kondisi kerja dan status. Sedangkan faktor pemotivasian disebut pula satisfier, motivators, job content, intrinsic factors yang meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan (advancement), work it self, kesempatan berkembang dan tanggung jawab;

6) Teori Pengharapan (Exceptancy Theory)

Mengemukakan bahwa motivasi merupakan suatu produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu, dan penaksiran seseorang memungkinkanaksi tertentu yang akan menuntunnya.

Menurut Wibowo (2010, 502) teori kepuasan kerja ada dua, yaitu:

1) Two-Factor Theory

Teori dua faktor merupakan teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa satisfaction (kepuasan) dan dissatisfaction (ketidakpuasan) merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivators dan hygiene factors;

2) Value Theory

Menurut konsep teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan di mana hasil pekerjaan diterima individu seperti diahrapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan semakin puas. Semakin sedikit mereka menerima hasil, akan kurang puas. Value Theory memfokuskan pada hasil mana pun yang menilai orang tanpa memerhatikan siapa mereka.

d. Indikator Kepuasan Kerja

Menurut Rivai dan Sagala (2009: 860) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang karyawan adalah: (a) isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan; (b) supervisi; (c) organisasi dan manajemen; (d) kesempatan untuk maju; (e) gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif; (f) rekan kerja; (g) kondisi pekerjaan.

e. Pedoman Meningkatkan Kepuasan Kerja

Menurut Greenberg dan Baron dalam Wibowo (2010: 515) memberikan saran untuk mencegah ketidakpuasan dan meningkatkan kepuasan, dengan cara sebagai berikut:

1) membuat pekerjaan menyenangkan, orang lebih puas dengan pekerjaan yang mereka senang kerjakan daripada yang membosankan. Meskipun beberapa pekerjaan secara intrinsik membosankan, pekerjaan tersebut masih mungkin meningkatkan tingkat kesenangan ke dalam setiap pekerjaan;

2) orang dibayar dengan jujur, orang yang percaya bahwa sistem pengupahan tidak jujur cenderung tidak puas dengan pekerjaannya. Hal ini diperlakukan tidak hanya untuk gaji dan upah per jam, tetapi juga fringe benefit. Konsisten dengan value theory, mereka merasa puas dibayar dengan jujur dan apabila orang diberi peluang memilih fringe benefit yang paling mereka inginkan, kepuasan kerjanyacenderung naik;

3) mempertemukan orang dengan pekerjaan yang cocok dengan minatnya, semakin banyak orang menemukan bahwa mereka dapat memenuhi kepentingannya sambil di tempat kerja, semakin puas mereka dengan pekerjaannya. Perusahaan dapat menawarkan counselling individu kepada pekerja sehingga kepentingan pribadi dan profesional dapat diidentifikasi dan disesuaikan.

4) menghindari kebosanan dan pekerjaan berulang-ulang, kebanyakan orang cenderung mendapatkan sedikit kepuasan dalam melakukan pekaerjaan yang sangat membosankan dan berulang. Orang jauh lebih puas dengan pekerjaan yang meyakinkan mereka memperoleh sukses secara bebas melakukan kontrol atas bagaimana cara mereka melakukan sesuatu.

Dokumen terkait