• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Kepuasan Konsumen

Setelah pembelian produk, konsumen akan mengalami suatu tingkat kepuasan atau ketidakpuasan tertentu. Konsumen juga akan melakukan tindakan setelah pembelian dan menggunakan produk tersebut yang mendapat perhatian dari pemasar.

Supranto (2001:46) sependapat dengan Kotler (2002:42) yang mengungkapkan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya. Begitupun dengan Engel et al

(Theresia Widyaratna et al, 2001:88) yang mendefinisikan kepuasan sebagai

evaluasi pasca konsumsi dimana suatu alternatif yang dipilih setidaknya terlaksana sebaik yang anda harapkan. Yamit (2002:78) sendiri memandang kepuasan konsumen sebagai evaluasi purna beli atau hasil evaluasi setelah membandingkan apa yang dirasakan dengan harapannya.

Penting sekali bagi perusahaan untuk memuaskan pelanggan, karena pada dasarnya penjualan suatu perusahaan berasal dari dua kelompok, yaitu pelanggan baru dan pelanggan ulang. Selalu lebih mahal untuk mendapatkan pelanggan baru daripada mempertahankan pelanggan yang ada. Jadi mempertahankan pelanggan (customer retention) lebih penting daripada menarik pelanggan (customer

attraction). Kunci mempertahankan pelanggan adalah kepuasan pelanggan.

Menurut Supranto (2001:25), seorang pelanggan yang puas akan: 1. membeli lebih banyak dan setia lebih lama

2. membeli jenis produk baru atau produk yang disempurnakan dari perusahaan 3. memuji-muji perusahaan dan produknya pada orang lain

4. kurang memperhatikan merek dan iklan saingan, dan kurang memperhatikan harga

6. lebih murah biaya pelayanannya daripada pelanggan baru, karena transaksinya sudah rutin.

Jadi, perusahaan yang ingin unggul dalam pasar harus dapat mengamati harapan pelanggannya, kinerja perusahaan yang dirasakan pelanggan serta kepuasan pelanggan.

Menurut Theresia Widyaratna et al (2001:89) ada dua macam kepuasan yang

dirasakan oleh pelanggan, yaitu:

1. Kepuasan Fungsional, merupakan kepuasan yang diperoleh dari fungsi atau pemakaian suatu produk.

2. Kepuasan Psikologikal, merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut yang bersifat tak berwujud atas pembelian produk.

Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen dengan suatu produk akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Jika konsumen merasa puas, dia akan menunjukkan probabilita yang lebih tinggi untuk membeli produk itu lagi. Konsumen yang merasa puas cenderung akan mengatakan hal-hal yang baik mengenai suatu merek kepada orang lain begitupun sebaliknya konsumen yang merasa tidak puas akan berusaha untuk mengurangi ketidakpuasan ini dengan cara membuang atau mengembalikan produk tersebut, memperingatkan teman-teman mengenai produk dan/atau penjual, mengadu secara langsung ke perusahaan yang bersangkutan atau malah mengambil tindakan hukum apabila tidak mendapat tanggapan dari perusahaan tersebut. Tetapi ada juga konsumen yang apabila merasa tidak puas tidak mengambil tindakan apapun mereka akan langsung beralih ke merek lain. Ini menjadi tugas bagi manajemen pemasaran

untuk mengurangi jumlah ketidakpuasan konsumen setelah pembelian (Supranto, 2001:235-237).

Menurut Kotler (Tjiptono, 2000:148-150), ada beberapa metode yang dapat digunakan oleh setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya, yaitu:

1. Sistem keluhan dan saran

Perusahaan memberikan kesempatan kepada pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan dengan menyediakan kotak saran yang diletakkan di tempat-tempat strategis, menyediakan kartu komentar, menyediakan saluran telepon khusus, dan lain-lain.

2. Survai kepuasan pelanggan

Dengan metode survei baik melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga memberikan tanda (signal) positif

bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. 3. Ghost Shopping

Metode ini dilakukan dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost

shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial

produk perusahaan dan pesaing. Lalu ghost shopper tersebut menyampaikan

temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut serta mengamati atau menilai cara perusahaan dan

pesaingnya dalam menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan.

4. Lost Customer Analysis

Perusahaan memperoleh informasi dengan cara berusaha untuk menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok. Informasi ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.

C. Loyalitas

Orang yang sangat puas atau senang akan memiliki ikatan emosional dengan mereknya, bukan hanya preferensi rasional dan hal ini menyebabkan loyalitas pelanggan yang tinggi. Kepuasan merupakan syarat utama bagi loyalitas pelanggan. Loyalitas konsumen merupakan tiket menuju sukses semua bisnis.

Menurut Theresia Widyaratna et al (2001:89), loyalitas adalah bukti

konsumen yang selalu menjadi pelanggan, yang memiliki kekuatan dan sikap positif atas perusahaan itu. Lebih lanjut mereka menjelaskan pengertian tentang loyalitas konsumen sebagai manifestasi dan kelanjutan dari kepuasan konsumen dalam menggunakan fasilitas maupun jasa pelayanan yang diberikan oleh pihak perusahaan, serta untuk tetap menjadi konsumen dari perusahaan tersebut. Sementara menurut Swastha (1999:73-80), istilah loyalitas pelanggan sebenarnya berasal dari loyalitas merk yang mencerminkan loyalitas pelanggan pada merk tertentu. Loyalitas pelanggan pasti ditujukan pada objek tertentu. Merk dianggap

lebih lazim dan lebih banyak menjadi objek loyal karena dianggap sebagai identitas produk atau perusahaan yang lebih mudah dikenali oleh pelanggan. Loyalitas pelanggan ini berkembang melalui tahap-tahap:

1. Tahap Pertama: Loyalitas Kognitif

Pelanggan yang mempunyai loyalitas tahap ini menggunakan basis informasi yang secara memaksa menunjuk pada satu merk atas merk lainnya, sehingga loyalitasnya hanya didasarkan pada kognisi saja.

2. Tahap Kedua: Loyalitas Afektif

Menurut Oskamp (Swastha, 1999:79), loyalitas pada tahap ini jauh lebih sulit dirubah karena loyalitasnya sudah masuk ke dalam benak pelanggan sebagai afek dan bukannya sendirian sebagai kognisi yang mudah berubah. Afek memiliki sifat yang tidak mudah berubah karena sudah terpadu dengan kognisi dan evaluasi konsumen secara keseluruhan tentang suatu merk

3. Tahap Ketiga: Loyalitas Konatif

Konasi menunjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu kearah suatu tujuan tertentu. Maka loyalitas konatif merupakan suatu kondisi loyal yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian. 4. Tahap Keempat: Loyalitas Tindakan

Loyalitas tindakan merupakan loyalitas yang ditopang dengan komitmen dan tindakan.

Ada dua faktor yang dirasa sangat penting bagi perusahaan yang ingin mengembangkan loyalitas pelanggannya, yaitu: keterikatan (attachment) yang tinggi

potensial dan pembelian yang berulang. Empat jenis loyalitas yang berbeda muncul bila keterikatan rendah dan tinggi diklasifikasi-silang dengan pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi, yaitu:

1. Tanpa Loyalitas, yaitu keterikatan pelanggan yang rendah terhadap suatu produk dikombinasikan dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan tidak adanya loyalitas.

2. Loyalitas yang Lemah, yaitu keterikatan pelanggan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah (inertia loyalty). Biasanya pelanggan ini membeli karena kebiasaan.

3. Loyalitas Tersembunyi, yaitu tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menujukkan loyalitas tersembunyi (latent loyalty).

4. Loyalitas Premium, terjadi bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang juga tinggi. Pada tingkat preferensi paling tinggi tersebut, orang bangga karena menemukan dan menggunakan produk tertentu dan senang membagi pengetahuan mereka dengan rekan dan keluarga (Griffin, 2003:20-24).

Menurut Swastha (1999:83-84), loyalitas merk dapat diukur melalui skala loyalitas dalam tahapan-tahapannya, yaitu:

1. Tahap Kognitif berkaitan dengan kualitas dan superioritas merk

2. Tahap Afektif berkaitan dengan tingkat kesukaan, tingkat kepuasan sebelumnya, dan tingkat keterlibatan

4. Tahap Tindakan berkaitan dengan riwayat pembelian oleh konsumen

Lovelock (Theresia Widyaratna et al, 2001:89) menjelaskan bahwa tingkat

kesetiaan dari para konsumen terhadap suatu barang atau jasa merek tertentu tergantung pada beberapa faktor antara lain besarnya biaya untuk berpindah ke merek barang atau jasa yang lain, adanya kesamaan mutu, kuantitas atau pelayanan dari jenis barang atau jasa pengganti, adanya risiko perubahan biaya akibat barang atau jasa pengganti dan berubahnya tingkat kepuasan yang didapat dari merek baru dibanding dengan pengalaman terhadap merek sebelumnya yang pernah dipakai.

D. Kerangka Berpikir

Dalam usaha untuk meningkatkan kualitas suatu produk agar lebih digemari oleh konsumen ataupun pelanggan, produk tersebut harus benar-benar memberikan daya tarik yang berkualitas bila dibandingkan dengan produk lainnya yang sejenis. Konsumen akan merasa senang dan akan memberikan tanggapan yang positif terhadap produk sim card jika produk tersebut

memberikan kualitas yang baik. Saat ini konsumen produk sim card dihadapkan

pada berbagai jenis pilihan produk simPATI Nusantara, AS, Mentari, Im3, XL Bebas, XL Jempol, Flexy Trendy, StarOne prabayar, Esia prabayar, dan Fren prabayar untuk jenis sim card pra bayar serta kartu Halo, X-plore, Matrix, Flexy

Classy, StarOne paska bayar, Esia Pascabayar, Fren Paska Bayar, dan Telepon Tetap untuk jenis sim card pascabayar. Dengan adanya pesaing-pesaing tersebut

maka perusahaan perlu melakukan strategi pemasaran yang tepat untuk mendapatkan pangsa pasar yang lebih banyak.

Menurut Kotler (Swastha dan Junaidi, 2002:94), kepuasan konsumen umumnya dapat dilihat dari tanggapan konsumen setelah mengkonsumsi produk. Kepuasan konsumen adalah fungsi seberapa dekat harapan konsumen atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan atas produk tersebut. Jika kinerja produk sama atau lebih tinggi dari pada harapan konsumen, maka konsumen akan mengalami kepuasan begitupun dengan sebaliknya. Hal inipun diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Anderson, Buzzel and Gale, Fernel and Wernerfelt, Jaworski, dan Kohli (Septa, 2004:63) yang menyatakan bahwa kualitas dari suatu produk erat hubungannya dengan kepuasan konsumen, karena semakin tinggi penilaian yang dilakukan oleh konsumen mengenai kualitas produk maka akan semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh konsumen.

Setelah konsumen atau pelanggan merasa puas akan kualitas produk dan jasa yang dibeli maka akan menimbulkan pembelian ulang atau sikap loyalitas pada produk tersebut. Pelanggan merupakan penentu maju mundurnya suatu perusahaan sehingga pelanggan harus dipuaskan agar menjadi loyal. Seorang pelanggan yang loyal akan memberikan manfaat lebih bagi perusahaan yang bersangkutan karena ia bersedia untuk membeli produk yang sama berkali-kali, mau mengajak orang lain untuk membeli produk yang sama, dan membicarakan hal-hal yang bagus tentang produk atau perusahaan yang menjualnya (Supranto, 2002:44). Penelitian yang dilakukan oleh Olivia, Oliver dan Millan (Septa, 2004:65) mendukung pendapat tersebut di atas dimana kepuasan menyeluruh

memiliki hubungan langsung terhadap pembelian ulang. Begitupun dengan Theresia Widyaratna et al (2001) yang meneliti warung Bu Kris di Surabaya

dengan Ayam Penyet sebagai menu unggulannya menyimpulkan bahwa terdapat asosiasi antara kepuasan dan loyalitas terhadap tingkat penjualan di Warung Bu Kris.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, paradigma penelitian dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Paradigma Penelitian Kualitas Produk Kepuasan Pemakaian Produk Loyalitas Pelanggan

Dokumen terkait