• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Kepuasan Pelanggan

Secara linguistik, satisfaction berasal dari bahasa Latin yaitu satis berarti cukup, dan facere berarti melakukan atau membuat. Berdasarkan pendekatan linguistic ini, maka kepuasan dapat diartikan produk atau jasa yang mampu memberikan lebih dari pada yang diharapkan pelanggan. Kepuasan pelanggan mencerminkan penilaian seseorang tentang kinerja produk anggapannya atau hasil dalam kaitannya dengan ekspektasi (Kotler dan Keller, 2009:14). Gaspersz (2003:34), menyatakan ”kepuasan dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu keadaan di mana kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi”.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pengertian kepuasan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Kepuasan diperoleh jika kinerja pelayanan dapat memenuhi atau melebihi harapan pelanggan; dan pelanggan akan merasa tidak puas jika kinerja pelayanan kurang dari yang diharapkan. Harapan pelanggan diyakini mempunyai peranan yang besar dalam menentukan mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan. Dalam mengevaluasi suatu pelayanan, masyarakat akan menggunakan harapannya sebagai standar atau acuan. Dengan demikian, harapan pelangganlah yang melatarbelakangi mengapa organisasi yang sama dinilai berbeda oleh pelanggan.

Harapan masyarakat pada dasarnya sama dengan layanan yang diberikan oleh organisasi untuk memenuhi keinginan pelanggan. Harapan pelanggan ditentukan oleh informasi yang diterima dari mulut ke mulut (word of mouth), kebutuhan pribadi, pengalaman di masa lampau, serta komunikasi eksternal melalui iklan dan promosi. Harapan pelanggan akan semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu, semakin banyak informasi yang diterima, dan semakin bertambahnya pengalaman pelanggan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan yang dirasakan.

Menurut Kristianto (2011:32), ”kepuasan pelanggan adalah strategi defensif dan ofensif”. Dikatakan sebagai strategi defensif karena kepuasan pelanggan adalah cara yang terbaik untuk menahan pelanggan dari gempuran pesaing, karena jika mereka merasa puas maka mereka akan tetap loyal. Dikatakan strategi ofensif karena pelanggan yang puas akan menyebarkan word of

mouth dan mampu menarik pelanggan baru. Word of mouth merupakan

Word of mouth ini biasanya cepat diterima oleh pelanggan, karena yang

menyampaikannya adalah mereka yang dapat dipercayainya, seperti para pakar, teman, keluarga dan publikasi media massa. Di samping itu, word of mouth juga cepat diterima sebagai referensi karena konsumen biasanya sulit mengevaluasi produk yang belum dibelinya atau belum dirasakannya sendiri.

Adanya kepuasan maupun ketidakpuasan yang disampaikan oleh pelanggan akan menyebabkan perusahaan melakukan evaluasi atas produk dan layanan yang telah diberikan kepada pelanggan, sehingga akan selalu diadakan perbaikan-perbaikan untuk lebih memuaskan pelanggan. Menurut Kotler (dalam Kristianto, 2011:33), kunci untuk mempertahankan pelanggan adalah kepuasan pelanggan. Pelanggan yang puas akan melakukan tindakan sebagai berikut:

a. Tetap setia lebih lama.

b. Membeli lebih banyak ketika perusahaan memperkenalkan produk baru dan memperbaharui produk-produk yang ada.

c. Membicarakan hal-hal yang baik tentang perusahaan dan produk-produknya.

d. Memberi perhatian lebih sedikit kepada merek-merek atau iklan-iklan pesaing serta kurang peka terhadap harga.

e. Menawarkan gagasan jasa atau produk kepada perusahaan.

Ketidakpuasan pelanggan muncul apabila harapan pelanggan tidak terpenuhi yaitu apabila kinerja suatu produk yang diberikan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pelanggan yang merasa tidak puas terhadap suatu produk, kemungkinan tidak akan melakukan pembelian ulang dan akan menceritakan pada orang lain, maka hal ini dapat menimbulkan image yang buruk bagi perusahaan. Dalam ketidakpuasan yang timbul pada pelanggan, terdapat dua keputusan utama yang muncul pada pelanggan yaitu tidak mengambil tindakan atau mengambil tindakan.

Pelanggan yang tidak mengambil tindakan memutuskan untuk berada dalam situasi tidak puas. Dalam situasi seperti ini pelanggan tidak mengambil tindakan, namun pelanggan memiliki kecenderungan untuk bersikap kurang senang terhadap perusahaan atau merek produk tersebut. Hal-hal yang dilakukan pelanggan yang mengambil tindakan jika merasa tidak puas adalah melakukan komplain kepada perusahaan, berhenti membeli produk tersebut, memperingatkan teman agar tidak menggunakan produk tersebut, komplain kepada pemerintah, dan mengajukan tuntutan. Harapan pelanggan pada dasarnya sama dengan layanan yang diberikan perusahaan dapat memenuhi keinginan pelanggan.

Fokus kualitas pelayanan terletak pada kepuasan pelanggan, maka perlu dipahami komponen-komponen yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan tersebut. Menurut Lupiyoadi (2001:150), ada lima faktor utama yang perlu dipertahankan perusahaan dalam upaya memuaskan pelanggannya adalah:

1. Kualitas produk

Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Pelanggan rasional selalu menuntut produk yang berkualitas untuk setiap pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh produk tersebut. Dalam hal ini, kualitas produk yang baik akan memberikan nilai tambah di benak pelanggan.

2. Kualitas pelayanan

Kualitas pelayanan terutama dibidang jasa, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. Pelanggan yang puas akan menunjukkan kemungkinan untuk kembali membeli produk yang sama. Pelanggan yang puas cenderung akan memberikan persepsi positif terhadap produk perusahaan.

3. Emosional

Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial atau self esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merk tertentu.

4. Harga

Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.

5. Biaya.

Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu.

Pelayanan yang diberikan petugas pelayanan masih diskriminatif, tidak transparan dan prosedur pelayanan berbelit-belit. Dalam hal ini, penyedia jasa perlu mengubah paradigma tersebut dengan memberikan pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat.

Menurut Sitorus (2014:67), terdapat empat faktor yang mempengaruhi harapan dan kepuasan si konsumen, yaitu:

1. Word of mounth communication, yaitu apa yang didengar dari

konsumen lain melalui komunikasi dari mulut ke mulut, hal ini merupakan faktor yang sangat potensial dalam mempengaruhi konsumen. Konsumen akan memberikan saran atau menginformasikan pada konsumen lain tentang pelayanan yang didapatkannya.

2. Personel needs, yaitu kebutuhan individu yang sangat tergantung

terhadap karakteristik individu demikian juga terhadap situasi dan kondisi yang ada, sehingga setiap konsumen memiliki kebutuhan yang berbeda terhadap pelayanan yang dibutuhkannya.

3. Past experience yaitu pengalaman di masa lampau mempengaruhi

tingkat harapan yang diinginkan konsumen. Apabila konsumen terbiasa dengan mendapatkan pelayanan yang memuaskan, maka dia akan mengharapkan pelayanan minimal seperti yang pernah diterima bahkan lebih berkualitas lagi.

4. External communication from the service provider, yaitu komunikasi

eksternal yang diberikan oleh pemberi layanan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Keempat faktor tersebut menumbuhkan harapan yang didambakan atau diinginkan oleh konsumen ketika mendapatkan pelayanan yang diberikan oleh pemberi layanan. Apabila harapannya terlampaui, berarti jasa tersebut telah memberikan suatu mutu yang sangat tinggi. Sebaliknya, apabila harapannya itu

tidak tercapai, diartikan mutu pelayanan tersebut tidak memenuhi apa yang diinginkannya atau penyedia jasa tersebut gagal melayani konsumennya. Mutu pelayanan dipengaruhi oleh pelayan, proses pelayanan dan lingkungan fisik tempat pelayanan. Ketiga hal tersebut mempengaruhi kepuasan masyarakat.

Mutu pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa dewasa ini masih banyak dijumpai kelemahan, sehingga belum dapat memenuhi mutu yang diharapkan oleh masyarakat. Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra negatif terhadap penyedia jasa. Penyedia jasa sebelum mengembangkan dan mengimplementasikan strategi peningkatan kepuasan pelanggan, terlebih dahulu mengukur indeks kepuasan masyarakat.

Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan, perlu disusun indeks kepuasan masyarakat sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat mutu pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa. Data indeks kepuasan masyarakat dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan mutu pelayanannya.

Ratminto dan Winarsih (2006:222), menyatakan indeks kepuasan masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang dieproleh dair hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya.

Penyelenggara pelayanan publik adalah instansi pemerintah pusat, daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pelayanan publik menggambarkan keseluruhan kegiatan pelayanan

yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Model penilaian mutu pelayanan yang dikembangkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dikembangkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan unit pelayanan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Model pengukuran mutu pelayanan dituangkan dalam Surat Keputusan Menpan Nomor KEP/25/M/PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat. Surat Keputusan ini menegaskan manakala dilakukan pengukuran, harus dibuat kuesioner yang mencerminkan tingkat kualitas pelayanan. Jawaban kuesioner ini dibuat dengan degradasi mulai dari sangat baik sampai dengan sangat tidak baik.

Nilai indeks kepuasan masyarakat dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata tertimbang masing-masing unsur pelayanan. Dalam penghitungan indeks kepuasan masyarakat terhadap unsur-unsur pelayanan yang dikaji. Mengingat unit pelayanan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, maka setiap unit pelayanan dimungkinkan untuk menambah unsur yang dianggap relevan, memberikan bobot yang berbeda terhadap setiap unsur yang dominan dalam unit pelayanan, dengan catatan jumlah bobot seluruh unsur tetap 1. Dalam peningkatan mutu pelayanan, diprioritaskan kepada unsur yang mempunyai nilai paling rendah, sedangkan unsur yang mempunyai nilai cukup tinggi harus tetap dipertahankan. Data pendapat masyarakat yang telah dimasukkan dalam masing-masing kuesioner, harus disusun dengan mengkompilasikan data responden yang

dihimpun berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Informasi ini dapat digunakan untuk mengetahui profil responden dan kecenderungan jawaban yang diberikan, sebagai bahan analisis objektivitas.

Dokumen terkait