• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Kepuasan Kerja

2.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Dalam suatu perusahaan, pengelolaan sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan pencapaian hasil yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Dengan mengetahui kepuasan kerja karyawannya akan merupakan umpan balik sangat berharga yang dapat menimbulkan respon kerja yang diharapkan terhadap berbagai program yang ditetapkan oleh perusahaan.

Menurut Robbins (2003:101): “Kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum seseorang individu terhadap pekerjaannya”. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja, hidup pada kondisi kerja yang sering tidak ideal, dan hal serupa lainnya.Ini berarti penilaian seorang karyawan terhadap seberapa puas dan tidak puasnya dengan pekerjaannya”.

Sedangkan menurut Handoko (2000:84) kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Karyawan yang tidak memperoleh

kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan pada gilirannya akan menjadi frustasi.

Kepuasan kerja karyawan menurut Hariandja (2002:142) dapat dilihat dari pekerjaan yang dilakukan, bahwa pekerjaan tidak hanya sekadar melakukan pekerjaan, tetapi terkait juga dengan aspek lain, seperti interaksi dengan rekan sekerja, atasan, mengikuti aturan-aturan dan lingkungan kerja tertentu yang sering kali tidak memadai atau kurang disukai. Lebih lanjut dinyatakan oleh Hasibuan (2005:202) bahwa kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja.

Dari beberapa pengertian tersebut di atas tentang kepuasan kerja maka dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja kerja karyawan adalah penilaian seorang karyawan terhadap seberapa puas dan tidak puasnya dengan pekerjaannya.

2.2.2 Teori Kepuasan Kerja

Maslow dalam Dessler (2001:46) mengemukakan bahwa manusia memiliki lima kategori kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan psikologis, rasa aman, sosial, ego, dan perwujudan diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut membentuk suatu hirarki atau tangga, dan masing-masing kebutuhan itu hanya akan aktif apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipenuhi. Kuswadi (2004:119) menyatakan bahwa kepuasan karyawan merupakan ukuran sampai seberapa jauh perusahaan dapat memenuhi harapan karyawannya yang berkaitan dengan berbagai aspek dalam pekerjaan dan jabatannya.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa karyawan yang tidak puas biasanya mempunyai motivasi kerja yang rendah, sehingga dalam bekerja mereka biasanya kurang bersemangat, malas, lambat, bahkan dapat banyak melakukan kesalahan dan lain-lain hal yang bersifat negatif sehingga akan menimbulkan pemborosan biaya, waktu, tenaga, dan sebagainya.

Sedangkan menurut Wexley dan Yulk dalam As’ad (2003:105) teori-teori tentang kepuasan ada 3 (tiga) macam yang lazim dikenal, yaitu:

1. Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory)

Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan dari perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi harapannya. 2. Teori Keadilan (Equity Theory)

Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequityatas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupun ditempat lain.

3. Teori Dua Faktor (Two factor Theory)

Teori ini berasal dari Herzberg dalam As’ad (2003) yang intinya adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan Dissatisfier atau Hygiene Factors, dan yang lain dinamakan Satisfier atau Motivators.

Hygiene factors adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber kepuasan, terdiri dari gaji, insentif, pengawasan, hubungan pribadi, kondisi kerja, dan status. Keberadaan kondisi-kondisi ini tidak selalu menimbulkan kepuasan bagi karyawan, tetapi ketidakberadaannya dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan (As’ad, 2003:106). Satisfier atau Motivators adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggung jawab dan promosi. Dikatakan tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas, tetapi kalau ada, akan membentuk motivasi kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik.

2.2.3. Pengukuran Kepuasan Kerja

Pengukuran kepuasan kerja sangat bervariasi, baik dalam segi analisis statistiknya maupun pengumpulan datanya. Informasi yang didapat dari kepuasan kerja bisa melalui tanya jawab secara perorangan, dengan angket maupun dengan pertemuan suatu kelompok kerja. Kalau menggunakan tanya jawab sebagai alatnya maka karyawan diminta untuk merumuskan tentang perasaannya terhadap aspek- aspek pekerjaan. Cara lain dengan mengamati sikap dan tingkah laku orang tersebut (As’ad, 2003:107).

Menurut Robbins (2003:101), terdapat dua pendekatan dalam mengukur kepuasan kerja, yaitu :

1. Single Global Rating

Dengan mengajukan pertanyaan kepada responden, seperti: Berdasarkan semua yang ada, sejauhmana anda puas terhadap kerja anda? Para responden itu

kemudian menjawab dengan melingkari angka 1 sampai dengan 5 yang mewakili perasaan puas sampai tidak puas.

2. Summation Score

Mengidentifikasikan elemen-elemen dalam pekerjaan dan bertanya kepada karyawan tentang apa yang mereka rasakan dari setiap elemen tersebut. Elemen-elemen tersebut antara lain: pekerjaan mereka, supervisi, bayaran mereka, kesempatan untuk promosi, dan hubungan dengan rekan kerja. Semua elemen ini akan diurut dalam skala standar dan ditambahkan untuk menghasilkan nilai kepuasan kerja secara keseluruhan.

Dalam penelitian ini adalah menggunakan Summation Score, karena yang ditanyakan menyangkut pekerjaan, supervisi, imbalan yang diterima, dan hubungan dengan rekan kerja serta beberapa faktor lainnya yang berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan.

Pentingnya dilakukan pengukuran terhadap kepuasan kerja bagi karyawan mempunyai tujuan berikut:

1. Mengidentifikasi kepuasan karyawan secara keseluruhan, termasuk kaitannya dengan tingkat urutan prioritasnya (urutan faktor atau atribut tolak ukur kepuasan yang dianggap penting bagi karyawan).

2. Mengetahui pandangan setiap karyawan terhadap organisasi atau perusahaan. Sampai seberapa dekat pandangan tersebut sesuai dengan harapan mereka dan bagaimana perbandingannya dengan karyawan lain.

3. Mengetahui atribut-atribut mana yang termasuk dalam kategori kritis (critical perfoment attributes) yang berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan karyawan.

4. Apabila memungkinkan, perusahaan atau instansi dapat membandingkannya dengan indeks milik perusahaan atau instansi saingan atau yang lainnya (Kuswadi, 2004:121).

2.2.4 Indikator-Indikator Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah suatu respons efektivitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Defenisi ini berarti bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal. Sebaliknya, seseorang dapat relatif puas dengan suatu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan salah satu atau lebih saspek yang lainnya. Indikator kepuasan kerja menurut Kreitner dan Kinicki (2005:274-275) adalah

1. Motivasi

2. Komitmen organisasi 3. Ketidakhadiran

4. Berhentinya karyawan 5. Stress yang dirasakan

Dokumen terkait