• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor : 503/50/SK-DISBUN KUKAR/VII/2007 tertanggal 26 Juli 2007 Tentang Revisi Perubahan

TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM

2. Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor : 503/50/SK-DISBUN KUKAR/VII/2007 tertanggal 26 Juli 2007 Tentang Revisi Perubahan

Luas Ijin Usaha Budidaya Perkebunan Komoditi Kelapa Sawit Nomor : 503/31/SK-DISBUN KUKAR/VII/2006 tertanggal 19 Juli 2006 PT. Prima Mitrajaya Mandiri Di Kecamatan Kota Bangun, Muara Kaman dan Muara Wis (Vide Bukti P-2 = T-2 =T.II-2);

3. Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor : 503/002/IUP-P/SK-BUN/XI/2011 tertanggal 8 Nopember 2011 Tentang Izin Usaha Perkebunan Untuk Pengolahan (IUP-P) PT. Prima Mitrajaya Mandiri (Vide Bukti P-3 = T-4 =T.II-3);

Menimbang, bahwa atas Gugatan Penggugat tersebut, Tergugat dan Tergugat II Intervensi masing-masing telah menyampaikan Eksepsi dalam Jawabannya tertanggal 20 Januari 2016 dan 26 Januari 2016, untuk itu sebelum mempertimbangkan tentang pokok sengketanya, Majelis Hakim terlebih dahulu akan mempertimbangkan Eksepsi dimaksud sebagai berikut : DALAM EKSEPSI

Menimbang, bahwa atas Gugatan Penggugat tersebut, Tergugat telah menyampaikan Eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut :

1. Tentang Kompetensi Absolut ;

Bahwa hal pokok yang disengketakan berkaitan dengan keberatan kerugian yang timbul akibat diterbitkannya Objek Sengketa a quo, sehingga wajib diselesaikan terlebih dahulu oleh Pengadilan yang berwenang memeriksa dan mengadili yaitu Pengadilan Negeri ;

halaman 85 dari 117 Perkara Nomor 31/G/2015/PTUN.SMD Bahwa bentuk gugatan penggugat adalah tidak jelas apakah Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) atau Gugatan Kontentiosa (contentious), karena status yang tidak pernah dijelaskan secara tegas dalam dalil gugatannya ;

3. Gugatan Penggugat Kabur (Obscuur Libel) ;

Bahwa Gugatan Penggugat tidak mempunyai dasar hukum karena tidak adanya rincian dengan jelas berapa jumlah kerugian yang diderita akibat terbitnya Objek Sengketa dan hanya berdasarkan informasi dari masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya ; 4. Gugatan Melampaui Tenggang Waktu;

Bahwa Penggugat mengakui informasi mengenai objek sengketa berasal dari masyarakat, sehingga masyarakat yang dimaksud adalah yang ikut dalam acara sosialisasi/ konsultasi publik dalam rangka Studi Penyusunan UKL-UPL rencana usaha/ kegiatan pembangunan pabrik minyak kelapa sawit PT. Prima Mitrajaya Mandiri tanggal 10 Maret 2010, sehingga sejak tanggal 10 Maret 2010 Penggugat setidak-tidaknya sudah mengetahui Objek Sengketa a quo. Dengan demikian Gugatan Penggugat telah melampaui masa 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Undang –Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara ;

Menimbang, bahwa atas Gugatan Penggugat tersebut, Tergugat II Intervensi juga telah menyampaikan Eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut :

1. Pengadilan Tata Usaha Negara Tidak Berwenang Memeriksa, Mengadili, dan Memutuskan Perkara a quo ;

Bahwa Penggugat telah mengetahui objek sengketa a quo setidak-tidaknya pada tanggal 5 Maret 2010 saat dilakukannya sosialisasi kepada

halaman 86 dari 117 Perkara Nomor 31/G/2015/PTUN.SMD Masyarakat Desa Benua dalam rangka penyusunan Dokumen Analisa Dampak Lingkungan (ANDAL), dengan demikian telah melampaui tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari ketentuan syarat formil berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata usaha Negara ;

2. Penggugat Tidak Berhak dan Tidak Berkepentingan Mengajukan Gugatan;

Bahwa Gugatan Perwakilan Penggugat tidak menjelaskan kelompok masyarakat yang diwakilinya dan berdasarkan PERMA No.1 Tahun 2002 Penggugat sebagai Wakil Kelompok juga tidak memiliki kesamaan fakta atas dasar hukum, tidak ada anggota kelompok yang memiliki kepentingan dan penderitaan yang sama, serta harus membuktikan adanya kerugian. Bahwa Penggugat tidak memiliki kepentingan langsung yaitu kepentingan Penggugat sendiri yang nyata dan pasti sebagaimana Pasal 53 Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

3. Gugatan Penggugat Cacat Formil ;

Bahwa dalam Gugatan Penggugat tercatum nama Drs. A. Frencky Tennes sebagai yang mewakili sedangkan dalam SKT 01.64.00/790/I-BKP/X/2015 tertanggal 12 Oktober 2015 di Kesbangpol Provinsi Kalimantan Timur dan Surat Panggilan dari Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda dalam perkara No.31/G/2015/PTUN-SMD tertanggal 26 November 2015 tertera identitas Penggugat Drs. B.T. Frencky Tennes, sehingga Gugatan Penggugat telah melanggar syarat formil (cacat formil) berdasarkan ketentuan pasal 56 ayat (1) a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Selain itu, Gugatan Penggugat juga telah melebihi tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari untuk memperbaiki gugatan sesuai Pasal 63 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dimana Gugatan

halaman 87 dari 117 Perkara Nomor 31/G/2015/PTUN.SMD tercatat di Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda tertanggal 26 November 2015, sedangkan Gugatan dinyatakan lengkap pada tanggal 7 Januari 2016 dan dibacakan pada tanggal 13 Januari 2016;

Menimbang, bahwa terhadap Eksepsi tersebut Penggugat telah mengajukan sangkalan dalam Repliknya yang pada pokoknya menolak seluruh Eksepsi dimaksud, sedangkan Tergugat dan Tergugat II Intervensi telah pula mengajukan Dupliknya yang pada pokoknya masing-masing menyatakan tetap mempertahankan dalil Eksepsinya;

Menimbang, bahwa Majelis Hakim akan terlebih dahulu mempertimbangkan Eksepsi Tergugat mengenai Kompetensi Absolut Pengadilan Tata Usaha Negara dalam memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa in litis;

Menimbang, bahwa mengenai kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha Negara diatur dalam Pasal 47 Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang dibatasi secara limitatif pada Pasal 2, Pasal 48, dan Pasal 49;

Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 47 Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyatakan bahwa Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan meyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara ;

Menimbang, bahwa Sengketa Tata Usaha Negara diatur pada Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyebutkan bahwa “sengketa tata usaha negara adalah

sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata

halaman 88 dari 117 Perkara Nomor 31/G/2015/PTUN.SMD

usaha negara termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku” ;

Menimbang, bahwa untuk mengetahui apakah sengketa in litis merupakan sengketa tata usaha negara yang menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara, Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah sengketa in litis terjadi akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara atau setidaknya objek sengketa a quo merupakan keputusan tata usaha negara ;

Menimbang, bahwa yang menjadi objek sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara berupa penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang dan badan hukum perdata ;

Menimbang, bahwa objek sengketa a quo merupakan penetapan tertulis berupa surat keputusan yang dikeluarkan oleh Bupati Kutai Kartanegara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berupa pemberian izin kepada PT. Prima Mitrajaya Mandiri dimana tidak memerlukan persetujuan lebih lanjut oleh pejabat tata usaha negara lainnya (bersifat final) dan telah menciptakan hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban kepada pihak yang dituju dalam surat keputusan tersebut, dengan demikian objek sengketa a quo telah memenuhi unsur suatu Keputusan Tata Usaha Negara sesuai Pasal 1 angka 9 Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

halaman 89 dari 117 Perkara Nomor 31/G/2015/PTUN.SMD Menimbang, bahwa terhadap dalil Tergugat yang menyatakan bahwa sengketa in litis berkaitan dengan kerugian yang timbul akibat diterbitkannya Objek Sengketa a quo sehingga wajib diselesaikan terlebih dahulu oleh Pengadilan Negeri, Majelis Hakim berpendapat bahwa yang menjadi pokok gugatan dalam sengketa in litis adalah tindakan administratif Tergugat dalam mengeluarkan objek sengketa a quo yang didalilkan Penggugat telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan serta Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB), dengan demikian Pengadilan Tata Usaha Negara memiliki kewenangan dalam menilai apakah terdapat

maladministrasi dalam penerbitan Objek Sengketa a quo ;

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut, maka Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara a quo sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 9 jo. Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 47 Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dengan demikian Eksepsi Tergugat mengenai Kompetensi Absolut Pengadilan Tata Usaha Negara harus dinyatakan ditolak;

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan Eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi mengenai apakah Penggugat memiliki kedudukan hukum (Legal Standing) dan kepentingan yang dirugikan dalam mengajukan gugatan in litis;

Menimbang, bahwa Penggugat dalam Gugatan dan Repliknya menyampaikan bahwa Penggugat adalah organisasi berbadan hukum yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat Barisan Anak Dayak Kalimantan Timur yang menggugat berdasarkan tujuan berdirinya organisasi tersebut sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasarnya;

halaman 90 dari 117 Perkara Nomor 31/G/2015/PTUN.SMD Menimbang, bahwa mencermati Akta Pendirian Lembaga Swadaya Masyarakat Barisan Anak Dayak Kalimantan Timur Nomor 23 tanggal 9 Agustus 2007 tercatat ”Badan pengurus mewakili lembaga, didalam dan diluar pengadilan tentang segala hal ....”, (Vide Bukti P-6 b), kemudian

mencermati lebih lanjut Surat Keputusan Nomor 01/SK-BADAK/BP-10/2015 tentang Susunan Organisasi dan Anggota Badan Pengurus Harian Lembaga Swadaya Masyarakat Barisan Barisan Anak Dayak tercantum Drs. B.T. Frencky Tennes sebagai Ketua Badan Pengurus Harian (Vide Bukti P-8), maka dalam hal ini Drs. B.T. Frencky Tennes adalah subjek hukum yang berhak mewakili kepentingan Lembaga Swadaya Masyarakat Barisan Anak Dayak Kalimantan Timur di dalam maupun di luar Pengadilan;

Menimbang, bahwa terkait dengan hal tersebut Majelis Hakim lebih lanjut akan mempertimbangkan apakah suatu oganisasi mempunyai hak gugat terhadap sengketa in litis, dan organisasi yang bagaimanakah yang berhak mengajukan Gugatan terhadap objek sengketa a quo;

Menimbang, bahwa legal standing, standing tu sue, ius standi, atau

locus standi adalah hak gugat organisasi untuk mengajukan gugatan dan

bersumber pada prinsip ”barangsiapa memiliki kepentingan dapat mengajukan tuntutan hak atau gugatan” (point d’interset point d’action). Artinya, pihak Penggugat harus memiliki kepentingan hukum yang cukup terhadap objek sengketa yang digugat. Dalam perkembangan hukum saat ini, kepentingan hukum tidak lagi hanya terkait dengan kepemilikan atau kepentingan materiil berupa kerugian yang dialami langsung, namun mencakup kepentingan umum dimana seseorang, sekelompok orang, atau organisasi dapat bertindak sebagai Penggugat yang didasari oleh suatu kebutuhan untuk melindungi kepentingan masyarakat luas atas pelanggaran hak publik ;

halaman 91 dari 117 Perkara Nomor 31/G/2015/PTUN.SMD Menimbang, bahwa terkait dengan eksistensi dan peranan suatu lembaga ataupun organisasi sebagai manifestasi kelompok orang atau badan hukum beberapa ketentuan perundang-undangan telah mengatur Hak Gugat Organisasi, diantaranya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;

Menimbang, bahwa dalam sengketa in litis Majelis Hakim akan merujuk pada ketentuan Hak Gugat Organisasi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagai penerapan asas hukum bahwa aturan yang bersifat khusus mengesampingkan aturan yang bersifat umum (lex specialis derogat legi generali) yang dalam Pasal 73 mengatur bahwa :

(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan hutan, organisasi bidang kehutanan berhak mengajukan gugatan perwakilan untuk kepentingan pelestarian fungsi hutan.

(2) Organisasi bidang hutan yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. berbentuk badan hukum;

b. organisasi tersebut dalam anggaran dasarnya dengan tegas menyebutkan tujuan didirikannya organisasi untuk kepentingan pelestarian fungsi hutan; dan

c. telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya ;

Menimbang, bahwa berdasarkan rumusan ketentuan tersebut telah diatur secara imperatif, kumulatif, segaligus limitatif dengan memberi batasan bahwa organisasi yang berhak mengajukan gugatan haruslah berstatus berbadan hukum, yang dalam anggaran dasarnya secara tegas menyebutkan pendirian organisasi tersebut berorientasi pada pelestarian fungsi hutan, dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan tujuan pelestarian tersebut ;

Menimbang, bahwa setelah mencermati bukti surat yang diajukan Penggugat, Majelis Hakim menemukan fakta hukum bahwa Lembaga Swadaya Masyarakat Barisan Anak Dayak Kalimantan Timur telah berstatus

halaman 92 dari 117 Perkara Nomor 31/G/2015/PTUN.SMD sebagai badan hukum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Vide Bukti P-7) ;

Menimbang, bahwa memperhatikan Maksud dan Tujuan didirikannya Lembaga Swadaya Masyarakat Barisan Anak Dayak Kalimantan Timur sebagaimana tertuang dalam Akta Perubahan Anggaran Dasar Lembaga Swadaya Masyarakat Barisan Anak Dayak Kalimantan Timur Nomor 25 Tanggal 09 Nopember 2007, pada Pasal 5 Angka 1 yang berbunyi :

” Lembaga Swadaya Masyarakat Barisan Anak Dayak Kalimantan Timur didirikan bertujuan untuk kepentingan pelestarian hutan, mewujudkan terciptanya keadilan di segala bidang antara lain bidang ekonomi, politik, bidang hutan, bidang sosial budaya, bidang pertahanan dan keamanan, bidang ketenagakerjaan, bidang pertambangan, bidang lingkungan hidup serta bidang pembangunan dalam arti luas”, artinya di dalam anggaran dasar

tersebut tertera secara tegas bahwa organisasi didirikan untuk kepentingan pelestarian hutan (Vide Bukti P-6 b) ;

Menimbang, bahwa Penggugat merupakan organisasi yang berdiri sejak tahun 2007 (Vide Bukti P-6 a, b) dan telah melaksanakan investigasi terhadap aktivitas di bidang kehutanan khususnya investigasi yang dilaksanakan terkait sengketa in litis. Hal ini merupakan salah satu tindakan atau kegiatan nyata Penggugat sesuai dengan tujuan berdirinya organisasi yaitu guna kepentingan pelestarian hutan (Vide Bukti 12a , 12b, 13, P-14 a s/d g, P15 a s/d d) ;

Menimbang, bahwa dengan berpedoman pada ketentuan perundang-undangan dikaitkan dengan fakta hukum tentang keberadaan badan hukum Lembaga Swadaya Masyarakat Barisan Anak Dayak Kalimantan Timur yang didirikan dengan tujuan untuk kepentingan pelestarian hutan, maka berdasarkan pertimbangan hukum tersebut diatas

halaman 93 dari 117 Perkara Nomor 31/G/2015/PTUN.SMD Majelis Hakim berkesimpulan Kedudukan Hukum Penggugat dalam mengajukan gugatan adalah telah memenuhi syarat-syarat Hak Gugat Organisasi (Legal Standing) sebagaimana ditentukan pada Pasal 73 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ;

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyatakan bahwa: “Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi”; sehingga batasan orang atau badan hukum perdata mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk secara sah menurut undang-undang dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara apabila terdapat kepentingan yang merugikan Penggugat sebagai akibat diterbitkannya Keputusan Tata Usaha Negera yang digugat tersebut dan terdapat hubungan sebab akibat antara kedudukan hukum (legal

standing) dan kerugian kepentingan Penggugat dengan diterbitkannya

Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat (causal verband);

Menimbang, bahwa dengan terpenuhinya unsur Hak Gugat Organisasi, maka Penggugat telah menujukkan kepentingannya dalam mengajukan gugatan yaitu untuk kepentingan pelestarian hutan yang didasarkan pada alasan bahwa lokasi tanah yang diatasnya terbit objek sengketa a quo telah masuk dalam kawasan hutan sehingga mengakibatkan perambahan dan perusakan hutan. Hal ini menunjukkan hubungan sebab akibat antara kedudukan hukum dan kepentingan Penggugat yang dirugikan dengan diterbitkannya objek sengketa a quo, dengan demikian eksepsi

halaman 94 dari 117 Perkara Nomor 31/G/2015/PTUN.SMD Tergugat dan Tergugat II Intervensi tentang kedudukan hukum dan kepentingan Penggugat yang dirugikan harus dinyatakan ditolak ;

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan Eksepsi Keempat Tergugat dan Eksepsi Pertama Tergugat II Intervensi mengenai gugatan telah lewat waktu (daluarsa) ;

Menimbang, bahwa sesuai ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berbunyi: “Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari

terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.”;

Menimbang, bahwa objek sengketa a quo ditujukan kepada PT. Prima Mitrajaya Mandiri sehingga Penggugat adalah Pihak Ketiga yang tidak dituju langsung oleh suatu keputusan tata usaha negara, sehingga terhadapnya penghitungan sembilan puluh hari atas daluarsa pengajuan gugatan menurut Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam Putusan Nomor 5 K/TUN/1992 tanggal 21 Januari 1993 dan Putusan Nomor 41 K/TUN/1994 tanggal 10 Nopember 1994 adalah dihitung sejak yang bersangkutan mengetahui adanya keputusan tata usaha negara tersebut dan merasa kepentingannya dirugikan oleh keputusan tata usaha negara tersebut;

Menimbang, bahwa berdasarkan dalil Penggugat dalam Gugatannya, objek sengketa a quo baru diketahui pada tanggal 15 Oktober 2015 berdasarkan informasi dari masyarakat ;

Menimbang, bahwa Tergugat dan Tergugat II Intervensi membantah dalil Penggugat tersebut berdasarkan alasan bahwa Penggugat mengakui informasi mengenai objek sengketa berasal dari masyarakat, sehingga masyarakat yang dimaksud adalah yang ikut dalam acara sosialisasi tanggal

halaman 95 dari 117 Perkara Nomor 31/G/2015/PTUN.SMD 10 Maret 2010, atau pada tanggal 5 Maret 2010 saat dilakukannya sosialisasi kepada Masyarakat Desa Benua dalam rangka penyusunan Dokumen Analisa Dampak Lingkungan (ANDAL) ;

Menimbang, bahwa setelah mencermati dalil Para Pihak tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa penghitungan tenggang waktu dilakukan sejak Penggugat mengetahui adanya objek sengketa a quo dan merasa kepentingannya dirugikan, bukan berdasarkan pengetahuan masyarakat terhadap objek sengketa a quo, karena yang mengajukan Gugatan dalam sengketa in litis adalah Penggugat dengan Hak Gugat Organisasi, ;

Menimbang, bahwa dalam Gugatannya Penggugat mendalilkan telah mengetahui informasi tentang objek sengketa a quo dari masyarakat pada tanggal 15 Oktober 2015 dan dalil tersebut telah bersesuaian dengan keterangan Saksi Abdan Hidayat yang diajukan oleh Penggugat dalam Persidangan yang memberikan keterangan dibawah sumpah bahwa pada suatu hari di bulan Oktober 2015, Saksi telah menginformasikan kepada Penggugat perihal adanya perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan (Vide Berita Acara Persidangan tertanggal 29 Maret 2016) yang selanjutnya ditindaklanjuti Penggugat dengan melakukan investigasi pada tanggal 15 Oktober 2015 (Vide Bukti P-13, P-14 a s/d g, P-15 a s/d d) ;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut diatas, maka dalil Penggugat mengenai waktu diketahuinya objek sengketa a quo pada tanggal 15 Oktober 2015 adalah beralasan hukum, dan Gugatan in litis didaftarkan pada bagian Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda pada tanggal 26 Nopember 2015 yang masih dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari pengajuan gugatan, dengan demikian Eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi mengenai gugatan telah lewat waktu (daluarsa) harus dinyatakan ditolak ;

halaman 96 dari 117 Perkara Nomor 31/G/2015/PTUN.SMD Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan Eksepsi Tergugat tentang Gugatan Penggugat Kabur (Obscuur Libel) dengan alasan tidak adanya rincian dengan jelas berapa jumlah kerugian yang diderita akibat terbitnya Objek Sengketa dan hanya berdasarkan informasi dari masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya ;

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan Gugatan Kabur (Obscuur Libel) adalah gugatan yang tidak jelas dasar hukum, objek gugatan, dan petitum, serta terdapat ketidaksesuaian antara posita dan petitum ;

Menimbang, bahwa setelah mencermati alasan eksepsi Tergugat tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa alasan tersebut tidak termasuk dalam alasan suatu gugatan yang dapat dinyatakan kabur, namun alasan yang dikemukakan Tergugat tersebut telah menyangkut pokok perkara sehingga tidak bersifat ekseptif, sehingga tidak akan dipertimbangkan dalam pertimbangan eksepsi ini. Dengan demikian Eksepsi Tergugat tentang Gugatan Penggugat Kabur (Obscuur Libel) dinyatakan ditolak ;

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan Eksepsi Tergugat II Intervensi tentang Gugatan Penggugat Cacat Formil dengan dalil bahwa terdapat perbedaan penulisan nama dalam Gugatan Penggugat yaitu Drs. A. Frencky Tennes sedangkan dalam SKT 01.64.00/790/I-BKP/X/2015 tertanggal 12 Oktober 2015 di Kesbangpol Provinsi Kalimantan Timur dan Surat Panggilan dari Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda dalam perkara No.31/G/2015/PTUN-SMD tertanggal 26 November 2015 tertera Drs. B.T. Frencky Tennes, Selain itu, Gugatan Penggugat juga telah melebihi tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari untuk memperbaiki gugatan ;

halaman 97 dari 117 Perkara Nomor 31/G/2015/PTUN.SMD Menimbang, bahwa terhadap Eksepsi Tergugat II Intervensi tersebut Penggugat dalam Repliknya membantah dengan menyatakan bahwa Penggugat yang diwakili oleh Drs.A. Frencky Tennes adalah orang yang sama dengan Drs. B.T. Frencky Tennes berdasarkan Surat Keterangan dari Kelurahan dan mengenai tenggang waktu perbaikan gugatan, Penggugat menyatakan bahwa Perbaikan Gugatan tidak melebihi 30 (tiga puluh) hari karena dilaksanakan sejak tanggal 17 Desember 2015 ;

Menimbang, bahwa terhadap berbedaan penulisan nama tersebut, Majelis Hakim mencermati Surat Keterangan Nomor 5704/-1.755 dari Kelurahan Kalibata yang menerangkan bahwa Drs.A. Frencky Tennes adalah orang yang sama dengan Drs. B.T. Frencky Tennes (Vide Bukti P-9) sebagaimana yang juga tercantum dalam Akta Notaris Pendirian LSM BADAK (Vide Bukti P-6a, P-6b), maka Majelis Hakim berkesimpulan bahwa terdapat perbedaan penulisan nama namun terhadap kedua nama tersebut Majelis Hakim berkeyakinan bahwa baik Drs.A. Frencky Tennes maupun Drs. B.T. Frencky Tennes adalah 1 (satu) orang subjek hukum yang sama, sehingga bantahan Penggugat dalam Repliknya beralasan hukum ;

Menimbang, bahwa Eksepsi mengenai tenggang waktu perbaikan gugatan yang melebihi 30 (tiga puluh) hari, Majelis Hakim berpedoman pada ketentuan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara :

(1) Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Hakim wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melngkapi gugatan yang kurang jelas.

(2) Dalam pemeriksaan persiapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim :

a. wajib memberikan nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu tiga puluh hari;

b. dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan.

halaman 98 dari 117 Perkara Nomor 31/G/2015/PTUN.SMD Menimbang, bahwa penghitungan 30 (tiga puluh) hari perbaikan gugatan dimulai sejak Pemeriksaan Persiapan pertama kali dilaksanakan yaitu pada tanggal 17 Desember 2015 (Vide Berita Acara Pemeriksaan Persiapan II) hingga Gugatan dinyatakan telah sempurna yaitu pada tanggal 7 Januari 2016 (Vide Berita Acara Pemeriksaan Persiapan V), sehingga masa perbaikan gugatan tersebut telah sesuai yang diamanatkan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas, maka Eksepsi Tergugat II Intervensi tentang Gugatan Penggugat cacat formil adalah tidak beralasan hukum dan harus dinyatakan ditolak ;

Menimbang, bahwa oleh karena seluruh Eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi telah dinyatakan ditolak dan gugatan Penggugat telah

Dokumen terkait