• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaan Indeks Pertanaman dan Indeks Diversifikasi di Tingkat Petani

(%) MH & MK1 MK2 Total % Padi-Padi-Jagung manis 40 19,60 3,35 22,95 49,89 Padi-Padi-Cabe 5 2,5 0,10 2,60 5,65 Padi-Padi- Kedelai 5 1,20 0,20 1,40 3,04 Padi-Padi-Gambas 10 6,0 0,40 6,40 13,91 Padi-Padi- Caisim 10 1,30 0,25 1,55 3,37 Padi-Padi- Kacang panjang 25 8,60 0,80 9,40 20,43 Padi -Padi-Padi 5 1.20 0,60 1,80 3,70

Total 100 40,40 5,70 46,10 100

Kombinasi pilihan komoditi yang diusahakan petani pada setiap musim dalam waktu satu tahun didefinisikan sebagai pola tanam. Berdasarkan sebaran petani responden dapat dilihat nilai persentasi penggunaan lahan tertinggi pada pola tanam Padi–Padi–Jagung manis (49,89%), selanjutnya Kacang panjang (20,43%) dan Padi-Padi-Gambas (13,91%). Penyebaran presentase komoditas bergerak mulai dari 3,04% sampai dengan 49,89%.

3) Keragaan Indeks Pertanaman dan Indeks Diversifikasi di Tingkat Petani

Ketersediaan air sepanjang tahun di lahan sawah irigasi memungkinkan kegiatan budidaya tanaman dapat dilakukan sepanjang tahun juga, dengan tetap memperhatikan mutu lahan tersebut melalui pengaturan waktu tanam dan pemilihan variasi komoditi.

Seberapa besar pemanfaatan lahan sawah dapat diukur dengan nilai IP, sampai saat ini nilai pemanfaatan lahan yang dianggap optimum adalah IP 300, yang berarti bahwa pemanfaatan lahan tersebut dalam satu tahun mencapai 3 kali luas baku lahan dimaksud. Pemanfaatan lahan secara optimal dengan variasi tanaman yang baik dapat berdampak pada produktivitas lahan. Hasil kajian yang dilakukan mencatat hanya 15 % responden saja yang secara optimal memanfaatkan lahannya atau memiliki nilai IP 300, sisanya bervariasi antara IP 108 – IP 250 yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Variasi pertanaman dalam satu tahun dapat diukur dengan nilai ID. Rumus Herfindal menyatakan bahwa indeks diversifikasi mempunyai nilai nol sampai dengan satu. Makin dekat dengan nol menggambarkan bahwa tanaman yang diusahakan pada satu luasan lahan lebih beragam, sedangkan nilai satu menunjukkan bahwa tanaman yang diusahakan di lahan sawah tersebut monokultur.

Tabel 5 memperlihatkan bahwa diversifikasi tanam responden masih sangat rendah, usahatani komoditi selain padi memang dilakukan hampir seluruh petani pada musim kering kedua, namun hanya memanfaatkan luas lahan yang kecil bila dibandingkan dengan luas baku lahan sehingga hampir tidak berpengaruh secara nyata terhadap ID. Penyebaran presentase diversifikasi pola tanam/ID bergerak mulai dari 0.5556-1,0.

Tabel 5. Nilai IP dan ID Responden Responden Luas lahan milik/garap (ha) Komoditi yang ditanam Luas Tanam (ha) Pangsa (S) Pangsa kuadrat (S2) ID IP Pet 1 1,5 Padi 3,00 0,8571 0,7346 0,7550 233 Jagung mns 0,50 0,1429 0,0204 Pet 2 1,25 Padi 2,50 0,9615 0,9245 0,9260 208 Cabe 0,10 0,0385 0,0015 Pet 3 1,3 Padi 1,20 0,9231 0,8521 0,8725 108 Kedelai 0,20 0,1429 0,0204 Pet 4 1 Padi 2,00 0,9091 0,8265 0,8348 220 Gambas 0,20 0,0909 0,0083 Pet 5 0,3 Padi 0,60 0,8000 0,6400 0,7800 250 Caisim 0,15 0,2000 0,0400 Pet 6 1 Padi 2,00 0,9253 0,8562 0,8585 210 Kac. Pjng 0,10 0,0476 0,0023 Pet 7 0,7 Padi 1,40 0,6667 0,4447 0,5558 300 Jagung mns 0,70 0,3330 0,1111 Pet 8 0,85 Padi 1,70 0,8293 0,6877 0,7168 241 Jagung mns 0,35 0,1707 0,0291 Pet 9 3 Padi 6,00 0,9231 0,8521 0,8570 217 Jagung mns 0,50 0,0769 0,0059 Pet 10 0,35 Padi 0,70 0,8750 0,7656 0,7812 229 Caisim 0,10 0,1250 0,0156 Pet 11 1,3 Padi 2,60 0,8965 0,8037 0,8144 223 Kac. Pjng 0,30 0,1034 0,0107 Pet 12 0,4 Padi 0,80 0,6667 0,4445 0,5556 300 Jagung mns 0,40 0,3333 0,1111 Pet 13 1 Padi 2,00 0,8696 0,7562 0,7732 230 Jagung mns 0,3 0,1304 0,0170 Pet 14 0,35 Padi 0,70 0,6667 0,4445 0,5556 300 Jagung mns 0,35 0,3333 0,1111 Pet 15 2 Padi 4,00 0,8889 0,7901 0,7936 213 Jagung mns 0,25 0,0588 0,0035 Pet 16 2 Padi 4,00 0,9756 0,9518 0,9524 210 Gambas 0,20 0,0476 0,0023 Pet 17 0,7 Padi 1,40 0,9333 0,8710 0,8754 214 Kac. Pjng 0,10 0,0667 0,0044 Pet 18 1 Padi 2,00 0,9090 0,8265 0,8348 220 Kac. Pjng 0,20 0,0909 0,0083 Pet 19 0,3 Padi 0,60 0,8571 0,7346 0,7550 233 Kac. Pjng 0,10 0,1429 0,0204 Pet 20 0.6 Padi 1,60 1,0000 1,0000 1,0000 267

c. Tingkat Pendapatan Usahatani Menurut Pola Tanam 1) Biaya Usahatani

Dalam analisis pendapatan usahatani, biaya usahatani yang dikeluarkan dibagi dua, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani secara tunai terdiri atas biaya penggunaan input, upah tenaga kerja luar keluarga dan lain-lain (biaya sewa/sakap, pengairan, pajak, dan lainnya).

Tabel 6. Rataan biaya tunai per ha usahatani responden menurut pola tanam di Kabupaten Karawang pada tahun 2007

Rp/ha/tahun

Pola Tanam Musim Hujan Musim Kering1 Musim Kering2 Biaya Tunai/ Tahun Padi-padi-gambas 5.539.717 6.118.104 7.179.375 18.837.196 Padi-padi-cabe 3.381.200 3.142.000 10.790.000 17.313.200 Padi-padi-caisim 3.635.357 3.727.976 9.018.333 16.381.667 Padi-padi-kc panjang 2.454.044 2.408.816 8.723.333 13.586.193 Padi-padi-kedelai 2.748.056 2.772.222 3.323.333 8.843.611 Padi-padi-jagung manis 2.671.285 2.630.325 3.559.330 8.860.940 Sumber : data diolah, 2007

Pola tanam yang memerlukan biaya tunai tertinggi per ha adalah Padi-Padi-Gambas, kemudian dua pola tanam lainnya adalah Padi-Padi-Cabe dan Padi-Padi-Kacang Panjang (Tabel 6). Hal tersebut memberikan gambaran bahwa untuk melakukan usaha tani dengan pola tanam tersebut petani didaerah ini harus mempersiapkan biaya yang lebih besar.

Selain biaya tunai, komponen yang termasuk dalam biaya usaha dalam analisis ini adalah biaya yang diperhitungkan. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang sebetulnya tidak dikeluarkan oleh petani secara langsung yaitu berupa biaya tenaga kerja keluarga. Sebenarnya petani tanpa mengeluarkan biaya diperhitungkanpun proses usaha sudah berjalan dan menghasilkan, namun demikian, dalam sistem akuntansi biaya, tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga sendiri wajib diperhitungkan.

Tabel 7. Rataan biaya diperhitungkan per ha menurut pola tanam di Kabupaten Karawang pada tahun 2007

Rp/ha/tahun

Pola Tanam Musim Hujan Musim Kering 1 Musim Kering 2 Biaya Diperhitungkan/ Tahun Padi-padi-cabe 224.000 352.000 12.650.000 13.226.000 Padi-padi-gambas 140.000 270.000 6.575.000 6.985.000 Padi-padi-caisim 476.190 595.238 4.000.000 5.071.429 Padi-padi-kc panjang 365.231 452.630 2.433.333 3.251.194 Padi-padi-kedelai 233.333 233.333 1.250.000 1.716.667 Padi-padi-jagung manis 315.721 375.830 899.226 1.590.777

Sumber : data diolah, (2007).

Tabel 7 merupakan biaya yang diperhitungkan untuk mengelola usahatani dilahan sawah irigasi pada masing-masing pola tanam, terlihat bahwa penggunaan tenaga kerja keluarga tertinggi per tahun terjadi pada usahatani dengan pola tanam Padi-Padi-Cabe, dan selanjutnya Padi-Padi-Gambas dan Padi-Padi-Caisim, sehingga pada beberapa pola tanam tersebut pendapatan riil keluarga seharusnya lebih besar. Setelah diketahui biaya tunai dan biaya diperhitungkan, maka diperoleh gambaran rataan biaya total masing-masing pola tanam (Tabel 8).

Tabel 8. Rataan pengeluaran total responden per ha menurut pola tanam di Kabupaten Karawang pada tahun 2007

Rp/ha/tahun

Pola Tanam Musim Hujan Musim Kering 1 Musim Kering 2 Biaya Total/ Tahun Padi-padi-cabe 3.605.200 3.494.000 23.440.000 30.539.200 Padi-padi-gambas 5.679.717 6.388.104 13.754.375 25.822.196 Padi-padi-caisim 4.111.548 4.323.214 13.018.333 21.453.095 Padi-padi-kc panjang 2.819.275 2.861.446 11.156.667 16.837.387 Padi-padi-kedelai 2.981.389 3.005.556 4.573.333 10.560.278 Padi-padi-jagung manis 2.987.007 3.006.154 4.458.557 10.451.718 Sumber : data diolah, (2007).

2) Analisis Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan atas seluruh biaya tunai (pendapatan tunai) dan pendapatan atas biaya total (pendapatan total). Secara umum pendapatan atau keuntungan diperhitungkan sebagai penerimaan dikurangi dengan biaya yang telah dikeluarkan. Penerimaan usahatani merupakan nilai dari total penjualan produksi yang dihasilkan.

Pendapatan atas biaya tunai adalah pendapatan petani atas biaya-biaya tunai yang benar-benar dikeluarkan. Nilai pendapatan atas biaya tunai dan biaya diperhitungkan dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10.

Total pendapatan atas biaya tunai tertinggi dalam satu tahun per ha terjadi pada pola tanam Padi-Padi-Cabe. Dua pola tanam lainnya yang memberikan pendapatan besar kepada petani di wilayah kajian adalah pola tanam Padi-Padi-Padi dan Padi-Padi-Caisim, sedangkan pendapatan terendah terjadi pada pola tanam Padi-Padi-Kacang panjang.

Tabel 9. Rataan pendapatan responden per ha atas biaya tunai menurut pola tanam di Kabupaten Karawang pada tahun 2007.

Rp/ha/tahun Pola Tanam Musim

Hujan Musim Kering 1 Musim Kering 2 Pendapatan Tunai/ Tahun Padi-padi-jagung manis 90.079.559 60.159.024 61.145.071 211.383.654 Padi-padi-kc panjang 62.957.208 42.015.856 35.266.667 140.239.730 Padi-padi-caisim 22.997.143 15.464.048 35.352.222 73.813.413 Padi-padi-gambas 16.840.567 9.313.992 36.361.250 62.515.808 Padi-padi-cabe 13.153.600 7.498.000 25.610.000 46.261.600 Padi-padi-kedelai 17.251.944 11.297.778 1.426.667 29.976.389

Sumber : data diolah, (2007).

Pendapatan/keuntungan atas biaya total adalah pendapatan petani yang diperoleh dari penerimaan dikurangi dengan seluruh biaya petani yang diperhitungkan dengan uang. Dalam praktek petani hanya memperhitungkan pendapatan berdasarkan hasil yang diperolehnya

dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan secara tunai. (walaupun dalam praktek petani hanya menghitung pengeluaran secara tunai saja, namun untuk perhitungan financial biaya tenaga kerja yang selama ini tidak diperhitungkan harus dihitung).

Pada perhitungan pendapatan dengan mempertimbangkan biaya total dalam satu tahun setiap petani dapat memperoleh keuntungan dari setiap pola tanam, tetapi kalau dilihat per Musim Tanam (MT), penanaman kedelai memiliki keuntungan paling rendah pada MK 2, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Pendapatan per ha atas biaya total menurut pola tanam di Kabupaten Karawang pada tahun 2007.

Rp/ha/tahun Pola Tanam Musim

Hujan Musim Kering1 Musim Kering2 Pendapatan Total/ Tahun Padi-padi-jagung manis 87.553.789 57.152.385 53.951.262 198.657.436 Padi-padi-kc panjang 61.131.054 39.752.706 23.100.000 123.983.759 Padi-padi-caisim 22.044.762 14.273.571 27.352.222 63.670.556 Padi-padi-gambas 16.560.567 8.773.992 23.211.250 48.545.808 Padi-padi-cabe 12.929.600 7.146.000 12.960.000 33.035.600 Padi-padi-kedelai 17.018.611 11.064.444 176.667 28.259.722 Sumber : data diolah, (2007).

Dalam kaitan ini, besarnya tingkat pendapatan menurut pola tanam tidak terlepas dari besarnya pendapatan usahatani menurut komoditas dan musim sebagai penyusun pola tanam. Oleh karena itu berbagai faktor dan alasan yang menjadi pertimbangan petani dalam memilih komoditas masih relevan atau bahkan hampir serupa dengan pertimbangan petani dalam memilih pola tanam.

Besarnya tingkat keuntungan usahatani bukan menjadi satu-satunya faktor pertimbangan utama petani dalam memilih komoditas pada pola tanam. Faktor teknis ketersediaan air, penguasaan teknologi usahatani, biaya produksi, faktor risiko (pasar dan gagal panen), serta rasa tentram, karena memiliki pangan pokok merupakan berbagai pertimbangan lain yang cukup berperan bagi petani dalam menentukan

komoditas maupun pola tanam yang diusahakan. Hal ini dapat diilustrasi pada Tabel 4 dan 10. Dalam hal ini pola tanam yang memiliki proporsi petani yang menerapkan pola tanam dengan luasan terluas adalah Padi-Padi-Jagung manis, Padi-Padi-Kacang panjang dan Padi-Padi-Gambas. Sementara pola tanam dengan keuntungan tertinggi terdapat pada pola tanam Padi, Cabe dan Padi-Padi-Caisim.

Analisis B/C ratio dilakukan untuk mengetahui efisiensi suatu usahatani terhadap penggunaan satu unit input, nilai ini dapat digambarkan oleh nilai rasio penerimaan dan biaya yang merupakan perbandingan antara penerimaan kotor yang diterima usahatani dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam proses produksi. Nilai B/C rasio secara rinci dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Nilai B/C Ratio usahatani berdasarkan pola tanam

No Pola tanam B/C Ratio

1 Padi-Padi- Kedelai 2,68

2 Padi-Padi-Jagung manis 2,38

3 Padi-Padi- Caisim 1,48

4 Padi-Padi- Kacang panjang 1,47

5 Padi-Padi-Cabe 1,08

6 Padi-Padi-Gambas 0,94

Sumber : data diolah, (2007).

Tabel 11 memperlihatkan bahwa B/C rasio seluruh pola tanam mempunyai nilai B/C > 1, kecuali pola tanam padi-padi-gambas. Hal ini berarti bahwa pada pelaksanaan usahatani diversifikasi dengan lima pola tanam tersebut di lahan sawah irigasi dapat menguntungkan, dengan kisaran keuntungan yang berbeda antar pola tanam tersebut. Nilai B/C ratio tertinggi diperoleh dari pola tanam Padi-Padi-Kedelai dan Padi-Padi-Jagung manis. Penyebaran B/C ratio pola tanam dengan diversifikasi di daerah kajian dimulai dari 0,94 - 2,68.

3. Hubungan Tingkat Pendapatan Responden dengan Beberapa Aspek Demografi dan Biaya Usaha

Korelasi Pearson mensyaratkan adanya keterkaitan dua peubah yang diuji apabila tingkat signifikansi kedua peubah yang diuji mempunyai nilai ≤ alpha 0,05. Analisis tentang hubungan tingkat pendapatan dengan biaya usahatani dan dengan aspek demografi yang meliputi usia, pendidikan, jumlah keluarga serta status kepemilikan lahan berdasarkan hasil uji korelasi tidak memberikan gambaran keterkaitan yang signifikan sebagaimana terlihat pada Tabel 12 di bawah ini

Tabel 12. Korelasi pearson hubungan tingkat pendapatan responden dengan beberapa aspek demografi dan biaya usaha.

Pendapatan

Korelasi Pearson Nilai

Korelasi Signifikansi Keterangan

Pengeluaran 0,309 0,197 Tidak nyata

Usia 0,030 0,903 Tidak nyata

Pendidikan 0,256 0,291 Tidak nyata

Jumlah anggota keluarga 0,031 0,900 Tidak nyata Status kepemilikan lahan -0,417 0,076 Tidak nyata

i. Tingkat Pendapatan dengan Biaya Usaha

Tingkat pengeluaran untuk masing-masing responden mempunyai kisaran yang berbeda-beda. Pada penelitian ini penyebaran pendapatan responden terendah berada pada tingkat pendapatan Rp 20 juta - Rp 25 juta, dan pendapatan tertinggi pada kisaran Rp 36 juta - 40 juta.

Tabel 13. Tingkat pendapatan responden dilihat dari tingkat biaya usaha. Jumlah Responden Pendapatan Pengeluaran 20-25 26-30 31-35 36-40 Total < 10 jt 3 1 0 1 5 10 - 15 jt 1 5 0 0 6 15 - 20 jt 4 1 0 0 5 > 20 jt 1 1 1 0 4 Total 9 8 1 1 19

Pengeluaran/biaya total untuk melaksanakan usahatani cukup bervariasi antar pola tanam. Dari hasil pengolahan data, usahatani responden terbagi dalam 7 pola tanam yang masing-masing pola tanam memerlukan biaya yang berbeda antara satu dan lainnya. Dari hasil perhitungan analisa usahatani, pengeluaran total dalam satu tahun terendah adalah Rp 8.471.333,- dan tertinggi Rp 30.539.200,-. Sedangkan pendapatan yang diterima dalam satu tahun terendah Rp 24.272.904,- dan tertinggi Rp 39.533.666,-.

Hasil uji korelasi untuk tingkat pendapatan responden dengan tingkat pengeluaran berdasarkan Tabel 12 menunjukkan tidak adanya hubungan nyata (nilai korelasi 0,309, dengan taraf nyata 0,197 : > alpha 0,05 , tidak nyata).

ii. Tingkat Pendapatan dengan Usia

Usia 30-40 tahun umumnya dimasukan dalam kelompok usia produktif sehingga diasumsikan memiliki kemauan dan kemampuan bekerja apalagi di bidang pertanian dimana sampai saat ini mekanisasi masih relatif minim sehingga tenaga manusia masih sangat dibutuhkan. Sedangkan usia 50 tahun keatas telah banyak memiliki pengalaman sehingga berkecenderungan lebih arif dalam melakukan sesuatu termasuk dalam mengelola sumber mata pencahariannya.

Tabel 14. Tingkat pendapatan responden dilihat dari Usia

Tingkat Pendapatan (Rp/orang) Usia (tahun) 20 jt-25 jt 26jt-30jt 31jt-35 jt 30 - 39 4 2 1 40 - 49 1 1 1 50 - 59 2 4 - 60 - 69 2 - - 70 - 75 - 1 -

Tabel 14 memperlihatkan bahwa pendapatan tertinggi (36jt–40jt dan 31jt-35jt) diperoleh oleh responden dengan usia produktif, namun demikian presentase terbesar (50%) responden pada usia produktif ini berada pada kisaran pendapatan 20jt–25jt yang merupakan level pendapatan terendah.

Hasil uji korelasi untuk tingkat pendapatan responden dengan usia responden berdasarkan Tabel 12 menunjukkan tidak adanya hubungan nyata (nilai korelasi 0,030, dengan taraf nyata 0,903 : > alpha 0,05, tidak nyata)

iii. Tingkat Pendapatan dengan Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh pada penyerapan informasi dan pola pikir (Sumarwan, 2003). Dalam hal ini, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, lazimnya mempunyai pola pikir sistematis dan berkecenderungan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik, termasuk dalam pendapatan.

Tabel 15. Tingkat pendapatan responden dilihat dari tingkat pendidikan

Tingkat pendapatan (Rp/orang) Tingkat Pendidikan

20 jt-25 jt 26jt-30jt 31jt-35 jt

SD 7 6 1

SMP 1 1 -

SMA 1 1 1

Sumber : (data diolah), 2007.

Tabel 15 memperlihatkan bahwa di daerah kajian pendidikan tidak berpengaruh langsung terhadap tingkat pendapatan usahatani. Pendapatan tertinggi (Rp 36 jt–40 jt) didapatkan oleh responden dengan pendidikan SD, pendapatan tinggi selanjutnya (31 jt–35 jt) masih diterima oleh responden dengan pendidikan SD, disamping responden dengan pendidikan SMA, presentase terbesar (47%) responden dengan pendidikan SD berpendapatan Rp 20 jt–25 jt. Sementara itu responden dengan

tingkat pendidikan SMA juga ternyata tidak lebih baik tingkat pendapatannya daripada responden dengan tingkat pendidikan di bawahnya.

Hasil uji korelasi untuk tingkat pendapatan responden dengan tingkat pendidikan responden berdasarkan Tabel 12 menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata (nilai korelasi 0,127, dengan taraf nyata 0,256 : > alpha 0,291, tidak nyata).

iv. Tingkat Pendapatan dengan Jumlah Anggota Keluarga

Tenaga manusia masih sangat besar perannya dalam pengelolaan usaha pertanian di Indonesia, mekanisasi masih berjalan tersendat disebabkan banyak hal, antara lain keterbatasan modal dan luas garapan yang kecil, dan salah satu sumber tenaga kerja pertanian adalah tenaga kerja keluarga.

Tabel 16. Tingkat pendapatan responden dilihat dari jumlah keluarga

Tingkat pendapatan (Rp/orang) Jumlah anggota

keluarga 20 jt-25 jt 26jt-30jt 31jt-35 jt

2-3 5 7 1

4-5 4 1 -

>5 - - 1

Sumber : (data diolah), 2007.

Berdasarkan Tabel 16, terlihat pendapatan tertinggi yang diperoleh oleh keluarga dengan jumlah anggota 2-3 orang, tetapi presentase terbesar (50%) responden dengan jumlah keluarga 2–3 orang ini memiliki pendapatan Rp 26 jt – 30 jt, sedangkan keluarga dengan jumlah anggota 4-5 orang sebesar 80 % memiliki pendapatan Rp 20 jt – 25 jt.

Hasil uji korelasi untuk tingkat pendapatan responden dengan jumlah anggota keluarga berdasarkan Tabel 12 menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata (nilai korelasi 0,031, pada taraf nyata 0,9 : > alpha 0,05, tidak nyata).

v. Tingkat Pendapatan dengan Status Kepemilikan Lahan

Berdasarkan hasil survei responden, diperoleh bahwa sebagian besar (90%) adalah lahan milik sendiri dan sisanya yaitu 10% adalah lahan sewa dan lahan garapan.

Hasil uji korelasi untuk tingkat pendapatan responden dengan status kepemilikan lahan berdasarkan Tabel 12 menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata (nilai korelasi -0,417, pada taraf nyata 0,076 : > alpha 0,05, tidak nyata)

d. Strategi Pemanfaatan Lahan Sawah Irigasi

Berdasarkan hasil kajian tingkat pendapatan petani sawah irigasi dengan diversifikasi pola tanam di Kabupaten Karawang dan wawancara mendalam dengan beberapa pakar serta pengamatan langsung dapat dilakukan analisis penyusunan strategi pemanfaatan sawah irigasi yang meliputi (1) Pemilihan alternatif pola tanam secara berurutan dari yang paling tinggi tingkat kelayakannya dan (2) Analisis dukungan kebijakan yang dibutuhkan untuk implementasi pola tanam diversifikasi. Penjelasannya sebagai berikut :

1) Pemilihan Alternatif Pola Tanam

Untuk menentukan urutan pola tanam yang paling layak dipilih setelah teridentifikasi nya pola tanam yang telah diusahakan petani responden beserta analisis finansialnya, maka diperlukan beberapa kriteria dengan tingkat kepentingan yang berbeda antar kriteria dimaksud. Kriteria untuk pemilihan alternatif komoditas dalam kajian ini adalah :

i. Keberlanjutan Usahatani

Diversifikasi dapat menjaga dan memperbaiki struktur tanah, sehingga menjamin keberlanjutan sistem produksi. Kerusakan fisik tanah dapat terjadi karena praktek pengelolaan yang kurang baik, seperti tanpa rotasi tanaman, yaitu melaksanakan penanaman padi secara terus menerus sehingga tanah tergenang sepanjang tahun dan selain itu penanaman padi secara intensif dalam skala luas sering menimbulkan endemi hama penyakit yang

mengharuskan petani mengaplikasikan pestisida secara liberal (IRRI, 2004), sehingga dampak pada penurunan mutu lingkungan baik penurunan mutu lahan maupun mutu air irigasi serta penurunan keanekaragaman hayati dan keanekaragaman genetik akibat cemaran residu bahan kimia.

ii. Pengendalian Hama

Penerapan pola tanam diversifikasi dapat memutuskan siklus hidup hama penyakit tanaman akibat ketiadaan tanaman inang bagi hama tersebut pada periode tertentu. Pengendalian hama secara hayati akan mengurangi penggunaan pestisida kimiawi. Keberhasilan pengendalian hama secara hayati akan lebih tinggi apabila diterapkan pada ekosistem yang mempunyai keanekaragaman hayati lebih tinggi. Diketahui beberapa tanaman antara lain kedelai merupakan shelter dari hama dan musuh alami sehingga dapat dimanfaatkan sebagai perangkap hama yang menyerang padi maupun palawija.

iii. Tingkat Keuntungan

Berdasarkan analisis finansial terhadap pola tanam diversifikasi di daerah kajian, semua usaha tani dengan diversifikasi pola tanam yang dikaji kecuali pola tanam padi-padi-gambas, cukup layak untuk diusahakan. dengan nilai B/C ratio > 1. iv. Umur Pertanaman

Di daerah kajian tanaman yang diusahakan pada MH dan MK 1 seluruhnya adalah padi, diversifikasi tanam hanya dilaksanakan pada MK 2, sehingga perbedaan keseluruhan waktu tanam lebih ditentukan oleh umur tanaman yang diusahakan pada MK 2. Umur pertanaman pada tanaman yang diusahakan pada MK 2 yang memenuhi kriteria B/C > 1 masing-masing adalah jagung manis dengan masa tanam 10 minggu; cabe selama 16 – 18 minggu; kedelai selama 12 minggu; caisim selama 4 – 6 minggu (selama musim tanam dilakukan 3 kali tanam); dan kacang panjang selama 12 minggu.

v. Penyerapan Tenaga Kerja Keluarga

Berbeda dengan usahatani padi yang umumnya menggunakan banyak tenaga kerja lepas yang telah membentuk kelompok-kelompok yang bekerja mulai dari kegiatan tanam sampai panen dan harus dibayar, yang berarti mengurangi pendapatan riil keluarga petani tersebut. Pada usahatani non padi di MK 2 umumnya cukup menggunakan tenaga kerja keluarga, sehingga pengeluaran untuk tenaga kerja lepas dapat menjadi pendapatan keluarga petani bersangkutan atau dapat diartikan sebagai biaya yang diperhitungkan. Besarnya rataan biaya yang diperhitungkan sebagai kompensasi dari penggunaan tenaga kerja dari masing-masing komoditi adalah jagung manis Rp 899.226,-;

Cabe Rp 12.650.000,-; Kedelai Rp 1.250.000,-; Caisim Rp 2.666.666,- dan Kacang panjang Rp. 2.433.333,-.

Tabel 17. Analisis Alternatif Pemilihan Pola Tanam

Nilai alternatif pola tanam**) Kriteria Tingkat Kepentingan*) Padi- padi-jagung manis Padi-padi- cabe Padi-padi- kedelai Padi-padi- caisim Padi-padi- kc. pnjang Keberlanjutan usahatani 5 2 (10) 2 (10) 3 (15) 2 (10) 3 (15) Pengendalian hama penyakit 3 2 (6) 2 (6) 3 (9) 2 (6) 2 (6) Tingkat keuntungan 4 2 (8) 1 (4) 3 (12) 1 (4) 1 (4) Penyerapan tenaga kerja keluarga 3 1 (3) 3 (9) 1 (3) 2 (6) 3 (9) Umur pertanaman 3 2 (6) 1 (3) 1 (3) 3 (9) 1 (3)

Total nilai (skor) 33 32 42 35 34

Keterangan :

*). 5 : sangat penting; 4 : penting; 3 : sedang; 2 : tidak penting; 1 : sangat tidak penting. **) Nilai alternatif berdasar pada :

Keberlanjutan : tingkat pengaruh pola tanam pada kesuburan lahan

Pengendalian hama : tingkat pengaruh pola tanam pada pengendalian hama Tingkat keuntungan : besarnya tingkat keuntungan berdasarkan B/C ratio

Penyerapan tenaga kerja keluarga : tingkat pemanfaatan tenaga kerja keluarga dari pelaksanaan pola tanam

Berdasarkan analisis alternatif pemilihan komoditas sebagaimana terlihat pada Tabel 17, skor yang diperoleh dari masing-masing pola tanam, kecuali pola tanam padi-padi-kedelai tidak berbeda jauh, sehingga kelima pola tanam tersebut seyogyanya dapat diusahakan, dengan pertimbangan keuntungan jangka pendek (pendapatan keluarga petani) dan jangka panjang (keberlanjutan usahatani). Berdasarkan rangking urutan pola tanam yang dapat dipilih berturut-turut adalah padi-padi-kedelai (skor 42), padi-padi-caisim (skor 35), padi-padi kacang panjang (skor 34), padi-padi-jagung manis (skor 33) dan padi-padi-cabe (skor 32).

2) Dukungan Kebijakan dalam rangka peningkatan pendapatan melalui Diversifikasi Pola Tanam

Untuk mengimplementasikan beberapa pola tanam terpilih sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani pelaksana usahatani diversifikasi tersebut sangat diperlukan dukungan kebijakan pemerintah berupa perumusan kebijakan strategik,. Penyusunan kebijakan strategik dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu (1) Identifikasi beberapa komponen lingkungan penentu internal, yaitu kekuatan dan kelemahan, serta faktor-faktor strategik eksternal, yaitu peluang dan ancaman yang dihadapi petani dalam diversifikasi pola tanam; (2) Perumusan srtategi kebijakan; dan (3) Pemilihan alternatif strategi kebijakan.

i. Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Berikut ini disajikan analisis tentang kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari kelompoktani, secara deskriptif kualitatif.

Kekuatan

i) Penguasaan teknologi budidaya di lahan irigasi

Petani secara umum tidak mempunyai masalah dalam penerapan teknologi budidaya tanaman. Pengalaman dalam

usahatani berbagai komoditi dan lingkungan yang telah lama dikenal (lahan, iklim, air dan masyarakat setempat) membuat mereka trampil dalam berbudidaya tanaman berbagai komoditi dengan mutu produk yang dapat diterima pasar. Hal tersebut dinyatakan dengan tidak adanya keluhan dari konsumen dan produk-produk yang dihasilkan selalu laku dijual dengan harga yang berlaku saat itu.

ii) Penggunaan tenaga kerja keluarga

Berbeda dengan usahatani padi yang umumnya menggunakan banyak tenaga kerja lepas yang telah

Dokumen terkait