• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Hasil Estimasi Model Ekonometrika

4.2.1. Keragaan Penerimaan Daerah

Keragaan blok penerimaan daerah ditunjukkan oleh Pajak Daerah (PD) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Kedua variabel tersebut digunakan untuk mewakili penerimaan daerah di Provinsi Jawa Tengah.

4.2.1.1. Pajak Daerah

Total pengeluaran pemerintah (TEXP), investasi (INV) dan jumlah hotel (HTL) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pajak daerah (PD). Kemiskinan (KMS) berpengaruh nyata dan berhubungan negatif terhadap pajak daerah. Dummy kabupaten dan kota memiliki parameter estimasi bertanda positif dan signifikan yang berarti pungutan pajak daerah di daerah kota jumlahnya lebih banyak dibandingkan pungutan pajak kabupaten.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa semakin besar total pengeluaran pemerintah (TEXP) akan berpengaruh terhadap pajak artinya pengeluaran pemerintah yang semakin besar membuat pemerintah daerah berusaha menjaga ketersediaan fiskal melalui peningkatan pajak agar mampu memenuhi peningkatan pengeluaran pemerintah. Investasi (INV) berpengaruh positif terhadap pajak daerah, semakin besar investasi di suatu daerah maka semakin besar penerimaan pajak. Investasi dalam negeri maupun luar negeri oleh perseorangan maupun badan hukum harus membayar biaya kompensasi karena melakukan suatu kegiatan di suatu daerah dalam wilayah negara kesatuan kepada pemerintah daerah yaitu berupa pajak.

Jumlah hotel (HTL) di suatu daerah juga berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Semakin banyak hotel yang ada di kabupaten dan kota maka penerimaan pajak akan meningkat karena pajak hotel merupakan pajak yang menjadi hak milik pemerintah daerah sehingga menjadi sumber penerimaan daerah yang cukup penting. Demikian pula dengan jumlah penduduk miskin di suatu daerah akan berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah. Parameter estimasi bertanda negatif artinya semakin banyak penduduk miskin di suatu daerah akan menurunkan penerimaan pajak. Dalam hal ini penduduk miskin tidak memiliki cukup pendapatan dalam mengeluarkan uang untuk membayar pajak serta tidak terhitung sebagai objek pajak. Pajak daerah menjadi salah satu sumber Penerimaan Asli Daerah (PAD) yang penting dalam masa desentralisasi fiskal untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah daerah.

4.2.1.2. Dana Alokasi Umum

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Persentase penduduk miskin (KMS) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Dana Alokasi Umum (DAU). Dummy kabupaten dan kota juga tidak signifikan terhadap DAU, artinya DAU yang diterima oleh kabupaten maupun kota tidak memiliki perbedaan yang signifikan.

PDRB merupakan ukuran peningkatan kinerja ekonomi suatu daerah. Semakin tinggi perekonomian daerah maka kebutuhan fiskal pun akan meningkat sehingga diperlukan ketersediaan fiskal yang cukup melalui peningkatan DAU. Kinerja ekonomi yang semakin baik di suatu daerah akan meningkatkan pengeluaran pemerintah terutama pengeluaran pelayanan publik. Semakin besar pengeluaran publik maka pelayanan kepada masyarakat juga akan terus meningkat. Akan tetapi ketika suatu daerah memiliki kemandirian fiskal yang kuat maka DAU yang diterima seharusnya menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan daerah yang belum cukup memiliki kemandirian fiskal.

Meningkatnya PAD akan meningkatkan jumlah DAU bagi daerah. PAD merupakan salah satu indikator kemandirian daerah, semakin besar PAD maka ketersediaan fiskal menjadi semakin kuat. Seharusnya ketika suatu daerah memiliki kemandirian fiskal maka DAU yang diterima pun semakin sedikit. Pengaruh positif PAD terhadap DAU dalam persamaan ini disebabkan walaupun PAD suatu daerah semakin bertambah, tetapi daerah tersebut belum memiliki kemandirian fiskal yang kuat karena kontribusi PAD terhadap total penerimaan masih kecil sehingga masih memerlukan DAU yang cukup besar. PAD menjadi

ukuran peran pemerintah daerah dalam menggali potensi daerah masing-masing. Selama hampir 10 tahun pelaksanaan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah Provinsi Jawa Tengah masih belum dapat menjadikan PAD sebagai sumber penyumbang penerimaan daerah yang dominan.

Kontribusi PAD terhadap penerimaan daerah hanya berkisar 8,9 persen sampai 9,1 persen tiap tahunnya sedangkan sisanya masih mengandalkan bantuan dari pemerintah pusat. Dalam pembagian DAU, pemerintah pusat tidak hanya ingin mengurangi kesenjangan fiskal antar daerah, tetapi juga memperhatikan asas keadilan. Walaupun diharapkan dalam jangka panjang DAU akan semakin berkurang seiring dengan kemandirian fiskal, tetapi akan menjadi sulit ketika asas keadilan ini diterapkan. Pada kenyataannya, daerah yang memiliki PAD besar akan mendapatkan transfer lebih besar dari pemerintah pusat karena sumbangan dari hasil PAD secara tidak langsung terhadap perekonomian nasional. Hal ini tentu bertentangan dengan tujuan dari DAU, pemerintah daerah menginginkan kompensasi dari peningkatan kinerja daerahnya melalui transfer dana dari pusat.

Di sisi lain, DAU sebenarnya beresiko menimbulkan ketergantungan pemerintah daerah sehingga pemerintah daerah kurang mengoptimalkan peningkatan pendapatan asli daerah dari pajak dan retribusi sehingga formulasi DAU harus benar-benar sesuai dengan kondisi daerah yang akan menerima dana alokasi umum. Jumlah penduduk miskin juga memengaruhi jumlah DAU yang diterima daerah. Semakin besar penduduk miskin di suatu daerah maka jumlah DAU yang diterima semakin besar. Hal ini mengindikasikan bahwa DAU yang diterima dialokasikan untuk mengurangi jumlah orang miskin dengan berbagai

program-program daerah yang mampu membantu masyarakat di bawah garis kemiskinan sehingga tetap mampu bertahan hidup bahkan meningkatkan kesejahteraannya sehingga pada suatu saat dapat keluar dari garis kemiskinan. Penduduk miskin memiliki daya beli yang rendah sehingga menjadi tugas utama pemerintah daerah terutama pada masa desentralisasi fiskal untuk mengalokasikan anggaran yang berpihak pada rakyat terutama rakyat miskin. Bantuan sosial dan subsidi biasanya menjadi kebijakan yang melindungi rakyat miskin.

Variabel dummy kabupaten dan kota tidak signifikan terhadap DAU, yang artinya alokasi DAU kabupaten maupun kota tidak ada perbedaan. Pembagian DAU tidak dipengaruhi oleh kabupaten/kota, tetapi tergantung keadaan daerah masing-masing, baik itu jumlah penduduk, kinerja perekonomian, luas wilayah, angkatan kerja dan hal lain yang menjadi pertimbangan lain. Pada Tabel 4.14. tertera hasil regresi dari model-model persamaan pada blok penerimaan daerah. 4.2.1.3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Total Penerimaan Daerah

(TPD)

Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan daerah yang diupayakan oleh pemerintah daerah dalam berbagai cara pengumpulan dana untuk membiayai berbagai kegiatan pemerintah daerah yang terdiri dari Pajak Daerah (PD), Retribusi Daerah (RED), Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan (HPMD) serta PAD lain yang sah (OLGOR)

Total Penerimaan Daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan (DAPER) yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Bagi Hasil Pajak (TS), Bagi Hasil Bukan

Pajak/Sumber Daya Alam (NTS). Penerimaan daerah lainnya berasal dari pendapatan lain yang sah (OTHREC).

Tabel 4.14. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pajak Daerah dan Dana Alokasi Umum

Model Variabel Parameter Estimasi Pr > t Kepatutan

Statistik Pajak Daerah (PD) Total Pengeluaran Pemerintah (TEXP) Jumlah Hotel (HTL) Investasi (INV) Kemiskinan (KMS) Dummy Kabupaten/Kota (DKK) 0,857128 0,135216 0,012615 -0,34831 1,341678 0,0001 0,0018 0,0069 0,0178 0,0001 R2 = 0,7085 DW = 1,266323 Dana Alokasi Umum (DAU) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kemiskinan (KMS) Dummy Kabupaten/Kota (DKK) 0,052948 0,062967 0,239255 0,064232 0,0001 0,0001 0,0001 0,3342 R2 = 0,89858 DW = 1,053509

Dokumen terkait